Anda di halaman 1dari 14

MAKALAAH

SASTRA INDONESIA

Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu:
Rizky Abrian, M.Hum

Disusun oleh:
Aditya Arifin (05040521040)
Miftah Syahril Adzim (05040521049)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
PERBANDINGAN MADZAB
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya yang
telah dilimpahkan kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pentingnya Pembelajaran Sastra” yang merupakan salah satu tugas terstruktur
Bahasa Indonesia pada semester satu.

Dalam makalah ini kami membahas mengenai bagaimana mengidentifikasikan masalah


tulisan, latar belakang, tujuan dan manfaat penulisan, mengindentifikasi kerangka teori,
formulasi isi tulisan dan bagaimana membuat kesimpulan dan saran dalam Ragam
Bahasa.

Dalam menyelesaikan makalah ini, Penulis telah banyak mendapat bantuan dan masukan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada :

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
demikian telah memberikan manfaat bagi Penulis. Akhir kata Penulis berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat menbangun akan
Penulis terima dengan senang hati.

Sidarjo, 02 November 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Belakangan ini sastra dianggap kurang penting dan kurang berperan dalam masyarakat
Indonesia hari ini. Hal ini terjadi karena masyarakat kita saat ini sedang mengarah ke
masyarakat industri sehingga konsep-konsep yang berkaitan dengan sains, teknologi, dan
kebutuhan fisik dianggap lebih penting dan mendesak untuk digapai. Ulasan ini
diharapkan dapat menggugah kembali kesadaran kita untuk menempatkan pengajaran
sastra Indonesia pada tempat yang layak dan sejajar dengan mata ajar lainnya.

1. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini,ialah sebagai berikut:

1. Bagaimana pentingnya pembelajaran sastra


2. Bagaimana realitas Sastra Indonesia dalam masyarakat Indonesia pada masa kini
3. Bagaimana pengajaran sastra di lingkup sekolah

1. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai ialah:

1. Mengetahui apa itu sastra


2. Mengetahui bagaimana realitas sastra indonesia dalam masyarakat Indonesia pada
masa kini
3. Mengetahui bagaimana pembelajaran sastra di lingkungan sekolah
BAB II

LANDASAN TEORI

1. Pengertian Sastra

Banyak sekali para ahli yang mendefinisikan pengertian mengenai sastra, Mursal Ensten
mendefinisikan “Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan
imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai
medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).”
(1978:9). Di sisi lain Semi mengungkapkan “Sastra adalah suatu bentuk dan hasil
pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya.” (1988:8). Panuti Sudjiman mendefinisikan “Sastra sebagai karya
lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan,
keindahan dalam bagian isi, dan ungkapannya.” (1986:68). Plato dan Aristoteles
mempunyai definisi tersendiri mengenai sastra, menurut Plato “Sastra adalah hasil
peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan
peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu,
nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide.” Sastra sebagai kegiatan lainnya
melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.” diungkapkan oleh Aristoteles. Menurut
Engleton sendiri (1988:4), sastra yang disebutnya adalah “Karya tulisan yang halus”
(belle letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa harian dalam berbagai cara
dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjang tipiskan dan diterbitkan,
dijadikan ganjil”

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat didefinisikan sastra merupakan suatu bentuk
karya seni baik berupa lisan maupun tulisan yang berisi nilai-nilai dan unsur tertentu
lainnya yang bersifat imaginatif.

1. Sejarah Singkat Sastra Indonesia

Awal Periode Sastra


Bentuk-bentuk karya sastra yang kita lihat dan kita kenal dimulai dari periode Pujangga
Baru yang banyak dipengaruhi oleh sastra Eropa. Pengaruh itu sangat terasa terutama
pada karya-karya Chairil Anwar yang dianggap kontroversial pada waktu itu.

Kenyataan tersebut makin diperkuat akan pendek jarak waktu antara angkatan satu dengan
angkatan berikutnya. Misalnya ada Angkatan 1966 setelah Angkatan 1945. Sangat pendek,
hanya berjarak 11 tahun. Perkembangan sepesat ini hanya terjadi apabila sastrawan-
sastrawan Indonesia terpengaruh oleh perkembangan sastra dunia.

Dengan demikian, pengertian sastra Indonesia adalah bentuk pengungkapan gagasan,


pikiran, dan pengucapan sastra orang Indonesia, menggunakan bahasa Indonesia, baik
sastra itu dipengaruhi oleh sastra asing atau tidak.

Perkembangan Sastra Indonesia

Sejarah perkembangan sastra Indonesia dimulai pada abad ke-20 yang diawali oleh
kehadiran karya-karya dari pengarang Balai Pustaka. Adapun karya-karya yang lahir
sebelum periode tersebut digolongkan ke dalam sastra Melayu. Perkembangan sastra
Indonesia secara garis besar terbagi dalam angkatan-angkatan berikut.

1. Angkatan Balai Pustaka (tahun 1920-an)

Pada tahun 1908, kolonial Belanda mendirikan Komisi Bacaan Rakyat (Commissie de
Volkslectur) yang bertugas menyediakan bahan-bahan bacaan bagi rakyat Indonesia. Pada
tahun 1917, nama komisi tersebut berubah menjadi /Balai Pustaka/. Dengan berdirinya
penerbitan tersebut telah mendorong para penulis Indonesia untuk berkarya.

Nama-nama pengarang dan karyanya pada periode awal ini adalah sebagai berikut.

 Merari Siregar dengan karya Azab dan Sengsara


 Marah Rusli dengan karya Siti Nurbaya
 Abdul Musi dengan karya Salah Asuhan
 Sutan Takdir Alisyahbana Tak Putus Dirundung Malang, dan lain-lain
Tema ceritapada periode ini berkisar pada peristiwa sosial, kehidupanadat-istiadat,
kehidupan beragama, dan peristiwa kehidupan masyarakat.Karya waktu itu cenderung
berbentuk roman.

2. Angkatan Pujangga Baru (1933-1942)

Angkatan ini dipelopori oleh empat serangkai. Yaitu Sutan TakdirAlisyahbana, Armijn
Pane, Sanusi Pane, dan Amir Hamzah.Karya sastra yang muncul sebagian besar berbentuk
sajak, cerpen, novel, roman, dan drama. Karya padaangkatan ini antara lain sebagai
berikut.

 Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana


 Belenggu karya Armijn Pane
 Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur Sura Iskandar, dan lain-lain

3. Angkatan 45

Ciri khas karyasastra angkatan 45 lebih bebas, namun ditekankan pada isinya. Kalimat-
kalimatnya pendek dan tidak menggunakan bahasa yang klise.Isinya pun bersifat realisme.

Pengarang-pengarang yang terkenal pada masa ini antara lain Idrus,Chairil Anwar,
Rosihan Anwar, Usmar Ismail, dan lain-lain. Karya yang muncul antara lain Atheis, Dari
Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, danlain-lain.

4. Angkatan 66

Angkatan 66 diperkenalkan oleh HB Jassin dalam bukunya yang berjudulAngkatan 66.


Angkatan ini muncul berbarengan dengan adanya kekacauan politik akibat
adanyapemberontakan G-30S/PKI.

Karya-karya yang diterbitkan antara lain sebagai berikut.

 Pagar Kawat Berduri karya Toha Mochtar


 Tirani karya Taufik Ismail
 Hati yang Damai karya N.H. Dini
 Malam Jahanam karya Motinggo Boesje, dan lain-lain.

5. Karya Sastra Kontemporer

Karya sastra kontemporer berawal padatahun 1970-an. Pada waktu itu situasi politik
sudah mereda. Situasisosial dan ekonomi mulai menunjukkan perbaikan sehingga
berpengaruhbesar terhadap perkembangan sektor-sektor kebudayaan.

Kebebasan berekspresi mulai tumbuh dan berkembang sehingga melahirkan berbagai


gerakanpembaruan dalam bidang sastra

Gerakan pembaruan dalam bidang sastra ini terutama ditandai oleh munculnya puisi-puisi
Sutardji Calzoum Bachri yang mengutamakan bunyi daripada kekuatan maknakata. Sampai
saat ini, sastra Indonesia semakin berkembang denganlahirnya pengarang-pengarang muda
dan karyanya.

1. Jenis-jenis karya sastra di Indonesia

Karya sastra di Indonesia berdasarkan bentuknya dibagi menjadi dua macam yaitu prosa
dan puisi. Lalu prosa dan puisi ini dibagi lagi menjadi dua kategori yaitu prosa dan
puisi lama dan modern.

Ciri-ciri sastra lama:

1. Bersifat statis
2. Tema ceritanya istana sentris
3. Nama pengarang tidak disebutkan atau disebut juga anonim
4. Menggunakan bahasa melayu kuno yang penuh dengan pepatah serta ungkapan yang
panjang-panjang dan klise
5. Banyak yang berisi hal-hal yang fantastis

(Diana Leroy, 2003:45)

Contoh sastra lama: fabel, sage, syair, gurindam, dll.


Dalam sastra modern karya sastra tersebut telah dipengaruhi oleh karya sastra asing
sehingga sudah tidak asli lagi. Dan dalam karya sastra modern pengarang sudah dikenal
oleh masyarakat luas, bahasanya sudah tidak klise dan bersifat dinamis, temanya pun
bersifat rasional dan bersifat modern/tidak kedaerahan.

Contoh sastra modern: novel, biografi, cerpen, drama, dll.

BAB III

PEMBAHASAN

Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di berbagai jenjang pendidikan sering diaggap
kurang penting oleh para guru, apalagi pada guru yang pengetahuan dan apresiasi
sastranya rendah. Hal ini menyebabkan mata pelajaran yang idealnya menarik dan besar
sekali manfaatnya bagi para siswa ini disajikan hanya sekedar memenuhi tuntutan
kurikulum dan cenderung kurang mendapat tempat di hati siswa. Bila kita kaji secara
mendalam, tujuan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dimaksudkan untuk
menumbuhkan keterampilan, rasa cinta, dan penghargaan para siswa terhadap bahasa dan
sastra Indonesia sebagai bagian dari budaya warisan leluhur. Dengan demikian, tugas guru
bahasa dan sastra Indonesia tidak hanya memberi pengetahuan saja, tetapi juga
keterampilan dan menanamkan rasa cinta, baik melalui kegiatan di dalam kelas ataupun
di luar kelas.

1. Pentingnya pembelajaran sastra

Dosen Universitas Singapura, Dr. Azhar Ibrahim Alwee mengatakan, pembelajaran sastra
sangat penting dalam pembangunan karena akan mendorong masyarakat bisa bersikap
lebih kritis. Pembelajaran sastra akan mengacu kepada kesadaran sosial yang kritis,
sehingga pembangunan akan menjadi terarah, kata Azhar, saat menjadi pembicara dalam
seminar internasional, di Palembang.
Seminar internasional bahasa, sastra dan budaya digelar di Palembang, 1-2 Juni 2010
dilaksanakan Forkibastra Balai Bahasa Sumsel. Menurut Azhar, makna dari sastra dapat
mengarahkan kepada pemberdayaan yang bukan saja membuat orang menjadi tegas, tetapi
juga mampu untuk menghadapi tantangan di masa mendatang. Identitas manusia harus
tegas dan bebas dari ketergantungan, dan itu bisa didapat dalam pelajaran sastra, ujarnya.

Dia menegaskan bahwa sastra merupakan dokumen kebudayaan yang tidak boleh
dianggap bersaingan dengan politik sekarang ini. Kebersamaan dalam globalisasi
mengundang gagasan multibudaya, dengan menempatkan identitas politik kelompok
masing-masing sebagai hak kemanusiaan, kata dia lagi. Karena itu, pihaknya mengusulkan
kurikulum multibudaya yang dapat diterapkan dalam pembelajaran sastra. Kesemuanya itu,
tidak lain bertujuan untuk menjadikan pemberdayaan identitas budaya lokal yang ampuh,
ujar Azhar. Dia juga berpendapat, umumnya pembelajaran sastra memerlukan nafas baru,
sehingga perlu melakukan pendekatan dalam pengajaran.

1. Tujuan Pembelajaran Sastra

Tujuan umum pembelajaran sastra merupakan bagian dari tujuan penyelenggaraan


pendidikan nasional yaitu mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Tujuan pembelajaran sastra di sekolah terkait pada tiga tujuan khusus di bawah ini.

1. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta


kematangan emosional dan sosial
2. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus
budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
3. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Indonesia.

Pengajaran sastra membawa siswa pada ranah produktif dan apresiatif. Sastra adalah
sistem tanda karya seni yang bermediakan bahasa. Pencipataan karya sastra merupakan
keterampilan dan kecerdasan intelektual dan imajinatif. Karya sastra hadir untuk dibaca
dan dinikmati, dimanfaatkan untuk mengembangkan wawasan kehidupan.

Pembelajaran sastra menurut panduan penerapan KTSP perlu menekankan pada


kenyataan bahwa sastra merupakan seni yang dapat diproduksi dan diapresiasi sehingga
pembelajaran hendaknya bersifat produktif-apresiatif. Konsekuensinya, pengembangan
materi pembelajaran, teknik, tujuan, dan arah pembelajaran harus menekankan pada
kegiatan apresiati.

Pengembangan kegiatan pembelajaran apresiatif merupakan usaha untuk membentuk


pribadi imajinatif yaitu pribadi yang selalu menunjukkan hasil belajarnya melalui aktivitas
mengeksplorasi ide-ide baru, menciptakan tata artistik baru, mewujudkan produk baru,
membangun susunan baru, memecahkan masalah dengan cara-cara baru, dan
merefleksikan kegiatan apresiasi dalam bentuk karya-karya yang unik.

Potensi individu seperti itu menurut para ahli pendidikan akan berkembang jika
mendapat dukungan kultur lingkungan yang menghargai percobaan, melakukan langkah-
langkah spekulatif, fokus pada pengembangan ide-ide baru, bahkan melakukan hal yang
tidak dapat dilakukan orang sebelumnya. Semua potensi dikembangkan melalui
pengulangan yang variatif sehingga terbentuk mutu keterampilan yang terasah.

1. Realitas Sastra Indonesia dalam Masyarakat Indonesia Kini

Sastra dianggap kurang penting dan kurang berperan dalam masyarakat Indonesia hari ini.
Hal ini terjadi karena masyarakat kita saat ini sedang mengarah ke masyarakat industri
sehingga konsep-konsep yang berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan fisik
dianggap lebih penting dan mendesak untuk digapai. Sedikitnya perhatian anggota
masyarakat terhadap kegiatan kesastraan dan kebudayaan pada umumnya merupakan salah
satu indikasi adanya kecenderungan tersebut. Kegiatan kesastraan dan kebudayaan
dianggap hanya memberi manfaat nonmaterial, batiniah, sehingga dianggap kurang
mendesak dan masih dapat ditunda.

Kondisi di atas juga terjadi dalam dunia pendidikan. Perhatian para murid dan pengelola
sekolah terhadap mata pelajaran yang berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan
fisik jauh lebih besar bila dibandingkan dengan mata pelajaran kemanusiaan. Ketiadaan
laboratorium bahasa, sanggar seni, buku bacaan kesastraan, dan berbagai fasilitas lain
yang diperlukan dalam pengajaran merupakan bukti konkret adanya ketidakperhatian
tersebut.

Bila kita menganggap pendidikan merupakan upaya lain untuk memanusiakan manusia,
perhatian terhadap semua materi ajar di sekolah haruslah seimbang. Seorang guru dapat
melakukan hal-hal seperti dibawah ini untuk mewujudkan pembelajaran sastra di sekolah
sehingga mata pelajaran ini menjadi menarik dan mendapat tempat di hati siswa.

Langkah awal yang perlu dilakukan adalah meyakinkan siswa bahwa pengajaran sastra
tidak hanya menawarkan hiburan sesaat, tetapi juga akan memberi berbagai manfaat lain
bagi siswa. Penikmatan yang apresiatif terhadap puisi, prosa fiksi, drama dalam berbagai
genre akan membuktikan kemanfaatan tersebut pada siswa.

Selanjutnya, guru pun harus berusaha mengubah teknik pembelajaran sastra di sekolah.
Selama ini pengajaran sastra dan juga bahasa Indonesia lebih diarahkan pada aspek
sejarah dan pengetahuan sehingga siswa dipacu untuk menghafal, bukan untuk
mengahayati karya yang diajarkan.

Kegiatan apresiasi sastra tidak hanya diajarkan dalam bentuk pembacaan karya sastra oleh
siswa. Kegiatan ini dapat juga diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan dengan
berbagai teknik pembelajaran. Kegiatan deklamasi, lomba penulisan puisi, musikalisasi
puisi, dramatisasi puisi, mendongeng, pembuatan sinopsis, bermain peran, penulisan kritik
dan esei, dan berbagai kegiatan lain dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan apresiasi
sastra pada siswa. Berbagai kegiatan tersebut akan menumbuhkan penghayatan,
pencintaan, dan penghargaan yang relatif baik pada para siswa terhadap mata pelajaran
bahasa dan sastra Indonesia.

Hal lain yang juga perlu dipikirkan saat ini adalah pemanfaatan dan pengadaan buku/
bacaan kesastraan di sekolah. Pemerintah, di satu sisi, telah berusaha melengkapi buku
bacaan untuk para siswa melalui Proyek Pengadaan Buku Bacaan. Meskipun bahan yang
dikirimkan ke sekolah belum memadai, guru seharusnya dapat memanfaatkan sarana yang
ada itu untuk memancing kreativitas membaca dan mencipta pada siswa. Di samping itu,
guru dan pihak sekolah harus juga berusaha membeli bacaan lain, seperti surat kabar,
kumpulan puisi, dan berbagai media lain yang harganya relatif murah.

Kendala lain yang tampaknya juga perlu dicarikan pemecahannya adalah sistem evaluasi
pengajaran sastra dan bahasa yang cenderung ke aspek kognitif/pengetahuan. Selama ini,
ulangan semester dan ebtanas memang lebih terfokus pada evalusi pengetahuan para
siswa. Kalau mau guru dapat melakukan evaluasi yang mengarah ke penumbuhan
keterampilan dan apresiasi masih dapat dilaksanakan di berbagai kesempatan lain di luar
evaluasi di atas. Evaluasi keterampilan dan apresiasi siswa ini dapat saja dilakukan
melalui penugasan di rumah, kegiatan ekstrakurikuler, dan berbagai kegiatan lain.
Sekarang tinggal lagi mau atau tidakkah guru bahasa/guru kelas memanfaatkan
kesempatan itu untuk evaluasi yang tidak hanya mengagungkan aspek hafalan pada siswa.

Terakhir, guru bahasa dan pihak sekolah tampaknya juga perlu mengaktifkan kembali
sanggar-sanggar siswa di sekolah. Kegiatan sanggar di luar jam belajar secara langsung
pasti akan berpengaruh terhadap penumbuhan keterampilan, kecintaan, penghayatan, dan
penghargaan yang positif terhadap sastra dan bahasa Indonesia pada siswa. Bagaimanapun
kita tetap bersepakat bahwa penumbuhan kreativitas, penyaluran bakat/minat, dan
pembinaan moral siswa tidak hanya dilaksanakan pada saat-saat belajar secara formal di
dalam kelas, tetapi juga melalui kegiatan ekstrakurikuler di luar jam belajar.
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pembelajaran sastra sangatlah penting terlebih pada jenjang Pendidikan Sekolah Dasar,
karena di dalam pembelajaran sastra tersebut terdapat beberapa aspek humaniora yang
dapat mengasah kepekaan sosial, ketajaman watak, serta dengan mempelajari sastra,
seseorang dapat belajar bagaimana caranya mengharagai karya-karya orang lain, karena
pada dasarnya sastra dapat membantu seseorang lebih memahami kehidupan dan
menghargai nilai-nilai kemanusiaan

1. Saran

Pembelajaran sastra dianggap tidaklah penting, karena pada jenjang pendidikan umumnya
lebih mengedepankan serta mementingkan pembelajaran yang ilmiah dan bertehnologi.
Padahal dengan adanya pembelajaran sastra dapat turut berperan dalam pembentukan
kepribadian, watak, dan sikap yang tentunya akan lebih baik jika diterapkan sejak dini
dalam tahapan jenjang Pendidikan Sekolah Dasar pada umumnya. Seharusnya Sastra
dapat dioptimalkan pembelajarannya sehingga dapat diapresiasikan dengan baik
DAFTAR PUSTAKA

Leroy, Diana. 2003. Soal-Soal dan Pembahasan UAN (Ujian Akhir Nasional) Bahasa
Indonesia SMP (Edisi Kedua). Jakarta:Erlangga.

Wijaya, Putu. 2011. Pengajaran Sastra. http://sastra-indonesia.com/2011/03/pengajaran-


sastra/. Diakses pada tanggal 20/12/2011 10:03

Wibisono, B Kunto. 2010. Pembelajaran Sastra Dorong Sikap Kritis.


http://www.antaranews.com/berita/206353/pembelajaran-sastra-dorong-sikap-kritis.
Diakses pada tanggal 31/12/2011 7:47

Arif, Mohammad. 2008. Pembelajaran Sasta Secara Integratif. http://re-


searchengines.com/mohamad0708.html. Diakses pada tanggal 20/12/2011 9:53

Hamid, Mukhlis A. Pengajaran Sastra Indonesia Di Sekolah.


http://gemasastrin.wordpress.com/2007/04/20/pengajaran-sastra-indonesia-di-sekolah/.
Diakses pada tanggal 31/12/2011 7:42

Pembelajaran Sastra Indonesia di Sekolah. http://gurupembaharu.com/home/?p=9911.


Diakses pada tanggal 31/12/2011 8:03

Anda mungkin juga menyukai