Anda di halaman 1dari 23

Kata Pengantar

Masa awal kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 tidak membuat Negara Indonesia
aman dari para penjajah, banyak sekali pemberontakan-pemberontakan, penjajahan, agresi
militer, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, para pahlawan-pahlawan bangsa pun berjuang
demi menjaga kemerdekaan Indonesia. Dalam karya tulis ini diceritakan tentang seorang
pejuang Indonesia yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang bernama
Soetomo.

Karya tulis ini dibuat untuk menjadi panutan bagi para pembacanya agar dapat
mampu mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa sekarang ini, mencontoh pada
perjuangan pahlawan-pahlawan masa lalu yang telah berjuang mempertahankan
kemerdekaan. Hal ini selaras dengan hal-hal yang dirancang untuk mengembangkan
kompetensi yang utuh antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Para pembaca pundapat
mengaplikasikan hal yang telah mereka teladani dari tokoh tersebut kepada Negara ini.

Karya tulis ini menjabarkan usaha minimal yang harus dilakukan pembaca untuk dapat
meneladani sifat & perjuangan tokoh pahlawan yang mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, kami selaku pembuat karya tulis ini
mencari sumber dan informasi yang tersedia dan terbentang luas di internet.

Sebagai karya pertama, karya ini sangat terbuka terhadap masukan dan akan terus
diperbaiki dan disempurnakan. Untuk itu, kami mengundang para pembaca untuk
memberikan kritik, saran dan masukan guna perbaikan dan penyempurnaan karya berikutnya.
Mudah- mudahan kita dapat memberikan tauladan terbaik bagi generasi mendatang.

Makassar, 11 Maret 2022

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………........................................................ 1
DAFTAR ISI………...………………………………........................................................ 2
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………................................................... 3
1.1 LATAR BELAKANG……………………………….................................................... 3
1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………................................................ 3
1.3 TUJUAN……………..……………………………….................................................. 3
1.4 MANFAAT……………..………………………………............................................. 4
1.5 METODE PENULISAN……………..……………………………….......................... 4
BAB 2 PEMBAHASAN...………………………………................................................... 5
A. BUNG TOMO MUDA…………………………………………………………………. 5
B. KISAH BUNG TOMO & RADIO PEMBERONTAKAN PENGOBAR SEMANGAT
PEJUANG………………………………………………………………………………. 6
C. PIDATO BUNGTOMO………………………………………………………………… 8
D. PERJUANGAN PERTEMPURAN SURABAYA 10 NOVEMBER 1945……………. 10
E. BUNG TOMO DITAWAN PEJUANG………………………………………………… 12
F. TENTARA SEKUTU PINTAR-PINTAR……………………………………………… 13
G. BAYONET JEPANG DITUKAR PISAU DAPUR…………………………………….. 13
H. GRANAT DILEMPAR TAK MELEDAK……………………………………………… 14
I. PASCA KEMERDEKAAN……………………………………………………………... 14
J. BUNG TOMO PERNAH DIPENJARA PEMERINTAH ORDE BARU………………. 15
K. BUNG TOMO WAFAT………………………………………………………………… 15
BAB 3 PENUTUP…….....………………………………................................................... 16
KESIMPULAN……….....………………………………................................................... 16
SARAN…………………...………………………………................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 17

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang pernah merasakan pahitnya melawan para penjajah
yang terjadi sebelum proklamasi dibacakan.

Semenjak jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945
maka secara hukum tidak lagi berkuasa di Indonesia. Hal ini mengakibatkan Indonesia berada
dalam keadaan vacum of power (tidak ada pemerintah yang berkuasa) dan waktu itu
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya.

Saat proklamasi kemerdekaan, radio adalah alat komunikasi yang sangat penting pada saat
itu. Penyiarnya adalah Sutomo atau yang biasa dikenal dengan sapaan Bung Tomo. Mela lui
radio Republik Indonesia, Bung Tomo mengumandangkan pidato-pidato tentang perjuangan
melalui siaran radio. Ia selalu memberi semangat kepada masyarakat dari Sabang sampai
Merauke. Saat kedatangan Inggris ke Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia membuat rakyat
Indonesia menjadi ketakutan. Pasukan sekutu yang didominasi serdadu Inggris tiba di Surabaya
di bawah pimpinan Brigjen AWS Mallaby. Sebelum tiba, Bung Tomo sempat melakukan orasi
di radio . Kemudian Brigjen AWS Mallaby tewas ditembak pejuang dan membuat Inggris
marah sehingga mengeluarkan ultimatum kepada Surabaya. Penduduk Surabaya yang dipimpin
oleh Bung Tomo menentang dengan tegas akan hal tersebut. Bung Tomo mengangkat moral
penduduk Surabaya lewat radio, meneriakkan dengan lantang slogan-slogan “Merdeka atau
Mati”.

1.2. Rumusan Masalah

Dari data latar belakang tersebut, penulis mengangkat Bung Tomo sebagai
bahan peninjauan dan telah terpilih rumusan sebagai berikut :

1. Bagaimana awal kehidupan Bung Tomo ?


2. Bagaimana perjuangan Bung Tomo dalam mempertahankan kemerdekaan ?
3. Bagaimana penerapan nilai-nilai perjuangan Bung Tomo untuk para generasi muda ?

1.3. Tujuan

Tujuan dibuatnya karya tulis ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas pelajaran Sejarah Indonesia.


2. Mengetahui bagaimana perjuangan Bung Tomo.
3. Mengetahui nilai-nilai perjuangan dari Bung Tomo.
3
1.4. Manfaat

Dari penelitian ini, penulis berharap pembaca dapat mengetahui bagaimana


perjuangan seorang pahlawan dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Dan
diharapkan juga agar nilai-nilai yang terkandung dalam karya tulis ini melalui perjuangan
Bung Tomo dapat diterapkan oleh generasi muda.

1.5. Metode Penulisan

Metode penulisan karya tulis ini adalah dengan cara mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber dari internet. Data-data akurat yang telah didapat dari berbagai sumber
dapat menjadi acuan penulisan karya ini.

4
BAB II

PEMBAHASAN

SUTOMO

Nama Lengkap : Sutomo

Tempat Lahir : Surabaya, Jawa Timur

Tanggal lahir : 03 Oktober 1920

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Dikenal : Sebagai Pahlawan Indonesia

Sutomo lebih dikenal dengan sapaan akrab oleh rakyat sebagai Bung Tomo,
adalah pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat
rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA, yang
berakhir dengan pertempuran 10 November 1945. Yang hingga kini diperingati sebagai
Hari Pahlawan.

A. Bung Tomo M uda

Sutomo dilahirkan di kampung Blauran, di pusat kota Surabaya. Ayahnya bernama


Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia pernah bekerja

5
sebagai pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai
asisten di

6
kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahaan ekspor-impor Belanda. Ia
mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran
Diponegoro yang dikebumikan di Malang.

Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura. Ia pernah bekerja
sebagai polisi di kotapraja,dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah
ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan msein jahit Singer.

Sutomo dibesarkan di rumah yang sangat menghargai pendidikan. Ia berbicara


dengan terus terang dan penuh semangat. Ia suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan.
Pada usia
12 tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO, Sutomo melakukan
berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat
itu. Belakangan ia menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi, namun tidak
pernah resmi lulus.

Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Belakangan


Sutomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang
diperolehnya dari kelompok ini dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk
pendidikan formalnya. Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang
kedua di
Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Sebelum pendudukan Jepang pada
1942, peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.

Bung Tomo memiliki minat pada dunia jurnalisme. Ia pernah bekerja sebagai wartawan
lepas pada Harian Soera Oemoem di Surabaya pada tahun 1937. Setahun kemudian, ia menjadi
Redaktur Mingguan Pembela Rakyat serta menjadi wartawan dan penulis pojok harian
berbahasa Jawa, Ekspres, di Surabaya pada tahun 1939.

Pada masa pendudukan Jepang, Bung Tomo bekerja di kantor berita tentara pendudukan
Jepang, Domei, bagian Bahasa Indonesia untuk seluruh Jawa Timur di Surabaya pada tahun
1942-1945.

B. Kisah Bung Tomo & Radio Pember ontakan, Pengobar Semangat Pejuang

Pada era kemerdekaan Indonesia, radio memiliki peran penting dalam perjuangan
mempertahankan proklamasi yang baru saja dikumandangkan pada 17 Agustus 1945. Pada era
itu, radio menjadi satu-satunya sumber informasi atas setiap kejadian di dunia maupun
Indonesia.

Sutomo, pria kelahiran Surabya 3 Oktober 1920, yang mewacanakan kelahiran radio
pertama untuk mengumandangkan pekik kemerdekaan. Sesaat setelah Indonesia merdeka
dia mendirikan dengan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) dengan cabang yang
terdengar di seluruh Tanah Air.

7
Sebagai ketua BPRI, pria yang akrab dan dikenal dengan panggilan Bung Tomo ini
selalu mengumandangkan pidato-pidato tentang perjuangan melalui siaran radio, yang ia beri
nama

8
Radio Repoeblik Indonesia (RRI). Melalui RRI, mereka merelai siarannya dari Sabang hingga
Merauke.

Namun, sebelum mendirikan RRI, Bung Tomo sempat tidak mendapatkan persetujuan
dari Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin.saat mendatangi Jakarta, Amir tak memberikan izin
atas usulnya mendirikan stadion radio khusus. Kekecewaan yang dia rasakan semakin berat. Di
Jakarta, pasukan sekutu datang bersamaan dengan serdadu Belanda pada 30 September 1945.
Di saat bersamaan, ia juga masih berstatus sebagai wartawan Anatar. Tak hanya itu, ia menjadi
kepala bagian penerangan Pemoeda Repoeblik Indonesia (PRI).

Sebelum kembali ke Surabya, Bung Tomo mendengar peritisa perobekan bendera


Belanda berwarna merah, putih dan biru di Hotel Yamato. Usai dirobek, para pemuda
dengan dukungan dari rakyat kembali menaikkan bendera merah putih setelah membuang
warna biru.

Demi memelihara semnagat perlawanan, Bung Tomo tetap nekat mendirikan sebuah
Radio sekembalinya dari Jakarta. Radio yang ia beri nama ‘Radio Pemberontakan’ ini mulai
mengudara pada 16 Oktober 1945. Awal menyiarkan pesan-pesan perjuangan, stasiun
pemancar masih meminjam milik RRI Surabaya.

Sejak didirikan, Bung Tomo menjadi satu-satunya penyiar. Dengan suara penuh
semangat dan menggelora, ditambah intonasi memikat membuat radio ini semakin banyak
didengar. Sebelum membaca dan selesai berpidato, ia tak pernah lupa mengucapkan
“Allahu Akbar.”.

Namun, cara ini ternyata tak disukai Jakarta. Suami Sulitiana ini dianggap terlalu
‘menghasut’ rakyat untuk berperang dan melupakan jalan diplomasi. Namun, pemerintah
hanya bisa dan membiarkannya terus mengudara.

Tepat pada 25 Oktober 1945, pasukan sekutu yang didominasi Serdadu Inggris tiba di
Surabaya di bawah pimpinan Brigjen AWS Mallaby. Sebelum tiba, Bung Tomo sempat
melakukan orasi di radio. Berikut petikannya: “Kita ekstremis dan rakyat sekarang tidak
percaya lagi pada ucapan-ucapan manis. Kita tidak percaya setiap gerakan (yang mereka
lakukan) selama kemerdekaan Republik tetap tidak diakui ! Kita akan menembak, kita akan
mengalirkan darah siapa pun yang merintangi jalan kita ! Kalau kita tidak diberi kemerdekaan
sepenuhnya, kita
akan menghancurkan gedung-gedung dan pabrik-pabrik imperialis dengan granat tangan dan
dinamit yang kita miliki.”

“Ribuan rakyat yang kelaparan, telanjang, dan dihina oleh kolonialis, akan
menjalankan revolusi ini. Kita kaum ekstremis, kita yang memberontak dengan penuh
semangat revolusi, bersama dengan rakyat Indonesia, yang pernah ditindas oleh penjajahan,
lebih senang melihat Indonesia banjir darah dan tenggelam ke dasar samudera dari pada

9
dijajah sekali lagi ! Tuhan akan melindungi kita ! Merdeka ! Allahu Akbar ! Allahu Akbar !
Allahu Akbar !”

10
Pertempuran pun pecah di Surabaya pada 27 Oktober setelah Inggris membebaskan intel
Belanda yang ditangkap pejuang. Mereka lantas mengambilalih sejumlah instalasi seperti
kantor jawatan kereta api, kantor telepon dan telegraf, serta rumah sakit.
Kontak senjata sempat mereda setelah Bung Karno, Bung Hatta, dan Amir Sjarifuddin datang
ke Surabaya setelah Inggris merasa terdesak. Namun, tewasnya Mallaby membuat Inggris
marah dan mengultimatum rakyat Surabaya untuk menyerah.
Bung Tomo tak mau mematuhi permintaan itu, sehari sebelum gempuran Inggris
dimulai, Bung Tomo sempat berpidato untuk menggelorakan rakyat. "Saudara-saudara rakyat
Surabaya. Bersiaplah! Keadaan genting. Tetapi saya peringatkan sekali lagi. Jangan mulai
menembak. Baru kalau kita ditembak, maka kita akan ganti menyerang mereka itu."
"Kita tunjukkan bahwa kita itu adalah orang yang benar-benar ingin merdeka. Dan untuk
kita, Saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita
tetap. Merdeka atau mati! Dan kita yakin, Saudara-saudara, akhirnya pastilah kemenangan
akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah, Saudara-
saudara! "Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!" Kali ini, pidatonya mendapat tanggapan dari RRI Surabaya. Stasiun radio milik
pemerintah ini pun merelai ucapannya hingga ke seluruh Indonesia. Meski akhirnya para
pejuang berhasil dikalahkan dan Surabaya jatuh ke tangan sekutu, namun semangat yang
dikobarkan Bung Tomo tetap melekat hingga kini.

C. Pidato Bung Tomo

Bismillahirrohmanirrohim.
. Merdeka!!!
Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara-saudara penduduk kota
Surabaya.
Kita semuanya telah mengetahui.
Bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan
suatu ancaman kepada kita semua.
Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan, menyerahkan senjata-senjata
yang telah kita rebut dari tangannya tentara Jepang.
Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan.
Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera
putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka

11
Saudara-saudara

Di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat
Indonesia di Surabaya.
Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku,
Pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi,
Pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali,
Pemuda-pemuda yang berasal dari
Kalimantan, Pemuda-pemuda dari seluruh
Sumatera,
Pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya
ini. Di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing.
Dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-
kampung. Telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa
dijebol.
Telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana.
Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara.
Dengan mendatangkan Presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini. Maka kita
ini tunduk untuk memberhentikan pertempuran.
Tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat
diri. Dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya.

Saudara-saudara kita semuanya.


Kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris
itu, dan kalau pimpinan tentara Inggris yang ada di Surabaya.
Ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia.
Ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya
ini. Dengarkanlah ini tentara Inggris.
Ini jawaban kita.
Ini jawaban rakyat Surabaya.
Ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian.

Hai tentara Inggris!


Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk
kepadamu. Kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu.
Kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang telah kita rampas dari tentara Jepang untuk

12
diserahkan kepadamu
Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk
menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita:
Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah
Yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
Maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga
Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah keadaan
genting! Tetapi saya peringatkan sekali lagi.
Jangan mulai menembak,
Baru kalau kita
ditembak,
Maka kita akan ganti menyerang mereka itu kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-
benar orang yang ingin merdeka.

Dan untuk kita saudara-saudara.


Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak
merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!

Dan kita yakin saudara-saudara.


Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan
kita, Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah saudara-saudara.
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu
Akbar! Merdeka!!!

D. Perjuangan Pertempuran Surabaya 10 November 1945

Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 menyulut pro dan


kontra tentang pengakuan kedaulatan Indonesia. Sekutu tidak mengakui Indonesia sebagai
Negara merdeka, karena kedaulatan Indonesia sebelum pendudukan Jepang berada di tangan
Belanda. Kekalahan Jepang atas Sekutu pada 15 Agustus 1945 secara tidak langsung
menyerahkan kedaulatan Indonesia kepada negara-negara pemenang perang, salah satunya
Belanda yang menjadi bagian dari Sekutu (Abdul Wahid.2014:14). Pada 29 September 1945
Sekutu di bawah komando AFNEI,(Allied Forces for Netherland East Indies) mendaratkan
kapalnya di Tanjung Priok. Tujuan kedatangan AFNEI adalah untuk melucuti tentara dan
senjata Jepang. AFNEI tidak datang ke Indonesia sendirian. Di dalam AFNEI terdapat NICA
(Netherland Indische Civil Administration) keberadaan NICA ini menumbuhkan kecurigaan
bangsa Indonesia akan keinginan kembali Belanda menguasai Indonesia. Sejak kedatangan
13
pasukan Sekutu secara berangsur-angsur tentara Jepang kembali ke negaranya sehingga
tinggallah bangsa Indonesia berhadapan dengan NICA. Akibat kedatangan pasukan
sekutu dan NICA seringkali menimbulkan keributan secara fisik yang mengganggu stabilitas
keamanan dan politik Indonesia
Terjadi beberapa kali pertempuran antara pejuang Indonesia dan pasukan sekutu seperti
peristiwa
10 November 1945 di Surabaya, Palagan Ambarawa 12-15 Desember 1945 di
Ambarawa, Bandung lautan api 24 Maret 1946, pertempuran secara fisik berlanjut dengan
perjuangan secara diplomasi yaitu perundingan Linggajati 25 Maret 1947. Perundingan ini
melemahkan posisi Indonesia karena belanda secara de facto hanya mengakui Sumatra, Jawa,
dan Madura (Abdul Wahid.2014:26). Posisi Indonesia yang semakin lemah karena konsentrasi
pemimpin Indonesia lebih terfokus pada perjuangan diplomasi, Hal ini membuka peluang
Belanda untuk melakukan penguasan terhadap kota-kota di Indonesia secara militer, maka
terjadilah peristiwa Agresi militer Belanda I dan Agresi militer Belanda II. Agresi militer
Belanda ini di tanggapi oleh bangsa Indonesia dengan perang gerilya dengan membentuk
kantong-kantong gerilya di kota- kota di Indonesia. Pada 25 Oktober 1945, Kerajaan Inggris
mendatangkan 6.000 personel,yang dipimpin oleh Brigadir Jendral A.W.S. Mallaby
diperintahkan untuk mengambil alih Surabaya dari Jepang dan segera menemukan bahwa
dirinya sendiri beserta pasukannya telah terjebak dalam konflik dengan pasukan Republik
Indonesia. Tujuan yang utama dari pasukan Kerajaan Inggris di Surabaya adalah perampasan
senjata dari Pasukan Jepang, menjaga tawanan perang terdahulu, dan mengirimkan sisa
pasukan Jepang kembali ke Jepang. Sebagian dari pasukan Jepang menyerahkan senjata
mereka, namun lebih dari 20.000 pasukan Indonesia menolak untuk menyerahkan senjatanya
(Asiah, Nur.2009:20). Pada 26 Oktober 1945, Brigadir Jendral A.W.S Mallaby mencapai suatu
persetujuan dengan Mr Suryo, Gubernur Jawa Timur yang berisikan bahwa pihak Kerajaan
Inggris tidak akan meminta pasukan Indonesia untuk menyerahkan senjatanya. Terjadi suatu
selisih paham yang nyata antara pasukan Kerajaan Inggris di Jakarta yang dipimpin oleh Letnan
Jenderal Philip Christison dengan pasukan Kerajaan Inggris di Surabaya tentang persetujuan ini,
suatu selisih paham yang serius. Pada 30 Oktober 1945, sesaat setelah menghadiri acara di
publik kota Surabaya, mobil yang dikendarai Brigadir Jendral A.W.S Mallaby ditembak oleh
pejuang sehingga menyebabkan Brigadir Jendral A.W.S Mallaby tewas. Peristiwa tersebut
memancing kemarahan dari Letnan Jenderal Philip Christison yang dengan serta merta
mengirim 24.000 pasukan tambahan dari Divisi yang dipimpin oleh Mayor Jenderal E. C.
Mansergh, dilengkapi dengan 21 buah Tank M4 Sherman, 2 kapal penjelajah dan 3 kapal
perusak untuk menaklukkan Surabaya. Pada 9 November 1945, dikeluarkan suatu
ultimatum oleh pasukan kerajaan Inggris kepada Pasukan Indonesia agar menyerahkan semua
senjata mereka, atau Surabaya akan diserang dari daratan, laut, dan udara.Rakyat Indonesia
menilai ini sebagai penghinaan terhadap martabat bangsa mereka, dan menolak ultimatum
tersebut. Maka pada 10 November 1945, sesuai dengan janjinya pasukan Kerajaan Inggris
14
menggempur Surabaya dari Tri Matra. Penduduk Surabaya yang dipimpin oleh Bung Tomo
menentang dengan ganas walaupun harus berjuang dengan ketiadaan persenjataan. Bung Tomo
mengangkat moral penduduk Surabaya lewat radio, meneriakkan dengan lantang slogan-
slogan "Merdeka atau Mati". Pertempuran yang sengit di dalam kota Surabaya terus terjadi
selama 10 hari. Pada 20
November 1945, pasukan Kerajaan Inggris merencanakan untuk menaklukkan Surabaya
dengan
lebih dari 2.000 peristiwa penyerangan. Lebih dari 20.000 pasukan Indonesia telah
terbunuh. Namun para pejuang juga melakukan balasan dengan membumihanguskan kota
Surabaya.
E. Bung Tomo ditawan pejuang

Ceritanya saat itu Bung Tomo sangat populer karena pidato-pidatonya. Hal ini
dinilai bisa membahayakan keselamatan Bung Karno. Maklum, banyak kaki tangan Belanda
dan Inggris yang berkeliaran.
Suatu hari datanglah satu pasukan bersenjata ke rumah Bung Tomo. Mereka menjemput
dan menahan Bung Tomo. Hal itu membuat ibunda Bung Tomo sangat khawatir. Pada masa
itu, dengan tuduhan mata-mata saja, seseoang bisa langsung ditembak mati.
Bung Tomo pun merasa heran. Apa salahnya sampai ditawan para pejuang. Dia ditahan dengan
dikawal seorang pemuda dengan pisau bayonet terhunus. Jika ditanya, para pemuda itu
mengaku hanya menjalankan perintah.
“Akhirnya aku hanya memasrahkan diri kepada Tuhan,” ujar Bung Tomo.
Baru akhirnya saat pemimpin pemuda itu menghubungi Markas Besar Tentara semuanya
menjadi jelas. Pemimpin Markas Besar Tentara Jawa Timur Dr Mustopo memerintahkan
Pemuda Republik Indonesia (RPI) untuk melindungi Bung Tomo.
Karena Bung Tomo bukan tentara atau polisi, maka tak bisa dikawal oleh aparat sehingga RPI
yang ditugaskan. Nah, RPI ini salah menerjemahkan perintah. Mereka mengira ‘melindungi’
untuk Bung Tomo sama artinya dengan perintah untuk ‘melindungi’ antek-antek Belanda.
Pada masa itu, kata ‘melindungi’ biasa digunakan untuk kode menangkap dan menahan antek-
antek Belanda. Kira-kira sama artinya dengan kata-kata aparat ‘mengamankan’ pada saat
ini yang artinya menangkap.
Padahal perintah buat mereka melindungi Bung Tomo jelas untuk menjaga keselamatan
Bung Tomo yang menjadi penyiar radio
pejuang.
Setelah sadar akan kesalahan ini mereka pun tertawa dan segera melepaskan Bung Tomo.
Keluarga Bung Tomo pun lega bukan main saat mendengar suara anak mereka kembali
mengudara sore harinya.

15
F. Tentara Se kutu pintar-pintar

24 Oktober 1945, dari pelabuhan sudah terlihat jelas armada Inggris akan memasuki
Surabaya. Bersama mereka Belanda ikut
membonceng.
Rakyat Surabaya tak sudi lagi dijajah. Kepala Markas Besar Tentara Jawa Timur Dr
Mustopo segera berbicara lewat corong Radio Surabaya. Apa yang diucapkan Mustopo adalah
jeritan hatinya. Tapi kok malah memuji Inggris? “Jeritan yang diucapkan DR Mustopo dengan
sepenuh jiwa dan hati tersebut kadang terdengar menggelikan sekali. Apalagi yang
mengucapkannya seorang Kepala Markas Besar Tentara,” kata Bung Tomo.
Berikut bunyi pidato DR Mustopo:
“NICA, NICA, NICA jangan mendarat. Inggris, kamu jangan mendarat. Kamu tahu
aturan Inggris, kamu pintar, sudah sekolah tinggi. Kamu tahu aturan, jangan mendarat. NICA,
NICA, NICA!”
Namun Bung Tomo mengakui pidato DR Mustopo itu adalah cermin suara rakyat
Indonesia. Rakyat Indonesia yang saat itu tak berpendidikan saja tahu kedatangan Inggris akan
mendatangkan banyak masalah.

G. Bayonet Jepang ditukar pisau dapur

Bung Tomo adalah salah satu pemuda yang aktif melobi Jepang untuk menyerahkan
senjata pada para pejung Indonesia. Hal ini tak mudah, karena banyak tentara Jepang
yang menolak menyerahkan senjata. Mereka beranggapan tugas mereka tetap menjaga
ketertiban di Indonesia sampai sekutu datang.
Awalnya bermodal kartu pers wartawan Domei, Bung Tomo membohongi prajurit
Jepang. Dia mengatakan pembesar tentara Dai Nippon sudah setuju mengalihkan kekuasaan
pada Bung Karno. Di tempat lain pun sudah banyak tentara Jepang yang menyerahkan
senjatanya pada pemuda Indonesia untuk menghadapi Belanda.
“Demikianlah isapan jempol yang kuceritakan dengan semangat,” kata Bung Tomo.
Akhirnya tentara Jepang itu mau menyerahkan
senjatanya.
Di kesempatan lain, saat penyerahan senjata, seorang prajurit Jepang mengadu pada Bung
Tomo. Dia mengaku pemuda Indonesia mau merampas bayonetnya. Padahal bayonet itu sangat
penting baginya karena dia seorang tukang masak.

16
Bung Tomo pun tak kehabisan akal. Dia menyuruh pemuda Indonesia itu untuk mencari
pisau dapur guna ditukar dengan bayonet sang tentara Jepang.

H. Granat dilempar tak meledak

Kisah ini jadi bukti keberanian rakyat Surabaya. Tanpa pengetahuan dan pengalaman
militer, mereka berani menghadapi tentara Inggris.
Saat itu rakyat Surabaya mengepung penjara Koblen yang dijadikan pertahanan tentara
Inggris dan Gurkha. Mereka melempari musuh dengan granat hasil rampasan tentara Jepang.
Namun granat yang dilemparkan para pejuang itu tak meledak.
Beberapa saat kemudian, tentara Gurkha ‘mengembalikan’ granat-granat tersebut ke
arah para pejuang dan meledak semua. Banyak pejuang terheran-heran.
Rupanya saat para pejuang itu melemparkan granat, mereka tidak tahu harus mencabut picunya
terlebih dahulu. Pantas saja tak ada yang meledak. “Mereka menyangka granat itu akan
meledak dengan sendirinya jika terbentur tembok atau tanah,” kata Bung Tomo

I. Pasca Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan Indonesia, Sutomo sempat terjun dalam dunia politik pada tahun
1950-an, namun ia tidak merasa bahagia dan kemudian menghilang dari panggung politik.
Pada akhir masa pemerintahan Soekarno dan awal pemerintahan Suharto yang mula-
mula didukungnya, Sutomo kembali muncul sebagai tokoh nasional.
Padahal, berbagai jabatan kenegaraan penting pernah disandang Bung Tomo. Ia pernah
menjabat Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran sekaligus Menteri Sosial
Ad Interim pada 1955-1956 di era Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Bung Tomo
juga tercatat sebagai anggota DPR pada 1956-1959 yang mewakili Partai Rakyat Indonesia.
Namun pada awal 1970-an, ia kembali berbeda pendapat dengan pemerintahan
Orde Baru. Ia berbicara dengan keras terhadap program-program Suharto sehingga pada 11
April 1978 ia ditahan oleh pemerintah Indonesia yang tampaknya khawatir akan kritik-kritiknya
yang keras. Baru setahun kemudian ia dilepaskan oleh Suharto. Meskipun semangatnya
tidak hancur di dalam penjara, Sutomo tampaknya tidak lagi berminat untuk bersikap vokal.
Ia masih tetap berminat terhadap masalah-masalah politik, namun ia tidak pernah
mengangkat-angkat peranannya di dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Ia sangat dekat
dengan keluarga dan anak-anaknya, dan ia berusaha keras agar kelima anaknya berhasil dalam
pendidikannya.
Sutomo sangat bersungguh-sungguh dalam kehidupan imannya, namun tidak
menganggap dirinya sebagai seorang Muslim saleh, ataupun calon pembaharu dalam agama.

17
J. Bung Tomo Per nah Dipenjara Pemerintah Orde Bar u

Pada awalnya, Bung Tomo mendukung pemerintahan Soeharto karena tidak berhalauan
komunis. Namun di tahun 70-an,Bung Tomo mulai mengkritik pemerintah orde baru. Memang
sudah menjadi sifat Bung Tomo dalam mengkritik siapapun tanpa tedheng aling-aling
alias ceplas-ceplos tanpa sungkan, tanpa ewuh-pakewuh dengan beraninya mengkritik Bung
Karno, Seoharto, dan orang besar kala itu. Seperti disebut dalam buku “Menembus kabut gelap:
Bung Tomo menggugat : pemikiran, surat, dan artikel” … Oleh Sutomo (Bung Tomo),
menjelang hari Pahlawan 1972, Majalah Panji Masyarakat No 855 Tahun XIII memuat
wawancara dengan Bung Tomo dengan Judul Bung Tomo Menggugat: Pengorbanan
Pahlawan Kemerdekaan dan Semangat 10 November 1945 telah dikhianati”. Artikel ini berisi
kritikan Bung Tomo kepada Presiden Soeharto, Gubernur Ali Sadikin, dan Bulog yang seolah-
olah menganakemaskan etnis Tionghoa. Bung Tomo juga kerap mengkritik adanya korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan d i Orde Baru. Empat tahun setelah putra keduanya, Bambang
Sulistomo, ditahan dua tahun karena diduga terlibat unjuk rasa pada peristiwa 15 Januar 1974
(yang dikenal dengan Malari) , giliran Bung Tomo yang ditahan akibat diduga terlibat unjuk
rasa mahasiswa yang menentang kebijakan Orde Baru. Bersamanya ditahan juga Mahbub
Junaedi dan Ismail Suny. Menurut Bambang, “Sejak keluar dari penjara bapak tak lagi
meledak-ledak meskipun hati, sikap, dan kata-katanya tetap satu, konsisten,”.

K. Bung Tomo Wafat

Pada 7 Oktober 1981 ia meninggal dunia di Padang Arafah, ketika sedang menunaikan ibadah
haji. Berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para jemaah haji yang meninggal dalam
ziarah ke tanah suci, jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah air dan dimakamkan
bukan di sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel di
Surabaya.

18
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah kewajiban seluruh bangsa Indonesia,


untuk itu diharapkan seluruh bangsa ikut andil dalam usaha mempertahankan kemerdekaan kita
sebagai bangsa Indonesia harus menghargai segala bentuk perjuangan para pahlawan dengan
mempertahankannya dan mempelajari segala bentuk perjuangan sehingga kita dapat
mencontohnya.

Usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia dapat kita laksanakan dengan cara


belajar dengan giat, selalu mentaati peraturan sekolah maupuh hokum Negara, selalu bersikap
positif, menjaga nama baik ( diri sendiri, keluarga, orang lain ), menjalin hubungan baik
dengan Negara manapun, mencintai produk dalam negeri, dan juga harus membangun Indonesia
di masa yang mendatang.

Saran

Semoga kecintaan anak bangsa terhadap Indonesia atau kelompok sosial lainnya
bukanlah "cinta buta", sehingga bangsa ini meski perlahan namun pasti bisa beranjak bangkit
dan menegakkan kepala di tengah dunia internasional.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompas.com/stori/read/2022/03/02/100000979/peran-bung-tomo-dalam-
kemerdekaan-indonesia?page=all
https://m.medcom.id/amp/gNQ5xzoN-bung-tomo-sang-orator-berbakat-sejak-kecil
https://yoursay.suara.com/amp/kolom/2021/08/13/133214/mengenal-bung-tomo-pahlawan-
kemerdekaan-indonesia-yang-dipenjarakan-di-era-soeharto

20
21
22
L.

23

Anda mungkin juga menyukai