Anda di halaman 1dari 6

Review Buku

HUTAN KEMASYARAKATAN SEBAGAI ALTERNATIF


PENYELESAIAN KONFLIK TENURIAL KEHUTANAN
Randy Pradityo*

Judul : Bersiasat dengan Hutan Negara: Studi


tentang Strategi Transisi Kaum Datuk Im-
bang Langit Mempertahankan Wilayahnya
Penulis : Mora Dingin
Penerbit: Epistema Institute (2014)
Tebal : xvi+104

Buku yang ditulis oleh Mora Dingin ini diangkat pekerja maupun lemba-
dari tesisnya, yang sebelumnya berjudul “Solusi Konflik ga yang bergerak dalam
Kehutanan dan Rasionalitas Masyarakat Hukum Adat bidang advokasi hak-hak
(Studi Kasus Hutan Kemasyarakatan sebagai Solusi tenurial masyarakat hu-
Konflik Kehutanan antara Pemerintah dengan Kaum kum adat, selain karena memang penulis aktif dan
Datuk Imbang Langit)”. Dikarenakan buku ini bekerja pada Lembaga NGO Perkumpulan Qbar,
diangkat dari sebuah tesis, maka sistematika sebuah lembaga yang bergerak pada bidang yang
penulisannya sedikit banyak menyerupai tesis pada sama.
umumnya. Buku ini terdiri dari sembilan bab, dimulai
dari Pendahuluan, Gambaran Umum Daerah Asal Muasal Konflik Tenurial Kehutanan:
Penelitian, Relasi Sumber Daya Hutan, Konflik Masyarakat Hukum Adat (Kaum Datuk
Penguasaan Kawasan Hutan, Masyarakat Adat Imbang Langit Vs Negara (Dinas
Mengajukan Hutan Kemasyarakatan, Alasan Peme- Kehutanan Kabupaten Pasaman Barat)
rintah Memilih Hutan Kemasyarakatan, Pandangan Awal Mulanya, penulis menceritakan sebuah
Para Pihak Terhadap Status Kepemilikan Tanah, kawasan hutan yang terletak di daerah kampung
Implikasi Teoritis dan Penutup. Air Maruok, Nagari Kinali merupakan hak ulayat
Secara keseluruhan, buku karangan Mora Dingin dibawah penguasaan Kaum Datuk Imbang Langit.
ini menggambarkan tentang konflik kehutanan yang Klaim kepemilikan masyarakat adat didasarkan atas
terjadi antara masyarakat hukum adat dengan hukum adat yang berlaku di daerah tersebut. Dari
pemerintah serta bagaimana rasionalitas yang penuturan Datuk Imbang Langit, kawasan hutan
dibangun oleh masyarakat hukum adat dan peme- yang ada di daerah tersebut merupakan warisan dari
rintah dalam penyelesaian konflik kehutanan dengan nenek moyang mereka terdahulu, para leluhur
skema pengelolaan hutan yang telah ditetapkan oleh mereka sejak dulunya sudah tinggal dan membangun
pemerintah sendiri, yakni melalui hutan kema- pemukiman di dalam kawasan hutan tersebut.
syarakatan. Buku ini merupakan salah satu buku yang Klaim kepemilikan tersebut bukan tanpa
menarik dan perlu dijadikan buku pegangan bagi landasan atau pijakan yang kuat, Kaum Datuk Im-
bang Langit mengacu kepada sistem adat babingkah
tanah, yang merupakan sistem kepemilikan tanah
* Peneliti Pusat Studi Pembaharuan Hukum
Indonesia (PSPH). Sebelumnya, pernah berkiprah di Per-
yang ada di Nagari Kinali yang menentukan bahwa
himpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) setiap ninik mamak atau mamak kaum yang ada
wilayah Jawa Tengah. E-mail: randy_pradityo@yahoo.com di Nagari Kinali mempunyai tanah ulayat. Berda-
Diterima: 25 September 2016 Direview: 12 Oktober 2016 Disetujui: 03 November 2016
Randy Praditya: Hutan Kemasyarakatan sebagai Alternatif ...: 256-260 257
sarkan ketentuan dalam sistem adat babingkah kepemilikan pemerintah terhadap kawasan hutan
tanah, Datuk Imbang Langit mempunyai tanah sebagai hutan negara didukung dengan rumusan Pasal
ulayat yang tepat berada di daerah Kampung Air 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, yang menya-
Maruok yaitu persis di kawasan hutan yang ada di takan bahwa bumi, air serta kekayaan alam lainnya
kaki gunung Pasaman, Tanah ulayat peruntukkan dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-
kepada kaum dalam rangka dikelola untuk men- besarnya untuk kemakmuran rakyat.
cukupi kebutuhan hidup. Dari perbedaan klaim kepemilikan kawasan hutan
Sama halnya seperti masyarakat Minangkabau di antara Kaum Datuk Imbang Langit dan Dinas
Sumatera Barat, masyarakat Kampung Air Maruok, Kehutanan Kabupaten Pasaman Barat yang dijelaskan
Nagari Kinali mengklaim kawasan hutan lindung sebelumnya, menunjukkan bahwa fakta dilapangan
sebagai tanah ulayat yang tidak bisa dipisahkan dari ada penafsiran yang salah dalam melihat status
keberadaan masyarakat yang sudah ada di daerah kawasan hutan. Negara, sebagai organisasi peme-
tersebut jauh sebelum adanya negara Indonesia ini. rintahan tertinggi, pada hakikatnya hanya memegang
Dulu, masyarakat sudah melakukan pembukaan lahan penguasaan terhadap sumber daya alam termasuk
serta menggarap kawasan hutan, hingga sekarang, sumber daya hutan, bukan merupakan hak kepemi-
masyarakat masih tetap menggarap tanah tersebut, likan. Karena itu, negara memberikan kewenangan
karena mereka merasa memilikinya sebagai ulayat. kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus
Sementara menurut negara, dalam hal ini Dinas segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, seperti
Kehutanan Kabupaten Pasaman Barat, penetapan menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah sta-
kawasan hutan sesuai dengan kebijakan hukum positif tus kawasan hutan, menetapkan dan mengatur
Indonesia, yang diaturdalam Undang-Undang Nomor hubungan hukum antara orang dengan hutan atau
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-undang kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur
kehutanan merumuskan adanya pembagian kepe- tentang perbuatan hukum kehutanan. Selain itu,
milikan hutan sesuai dengan statusnya, yakni hutan pemerintah juga mempunyai kewenangan untuk
negara dan hutan hak. Sesuai dengan peraturan yang memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk
ada, yang kemudian ditetapkan oleh Pemerintah c.q. melakukan kegiatan di bidang kehutanan.
dinas kehutanan Kabupaten Pasaman, kawasan tersebut Namun hak penguasaan yang dimiliki oleh negara
merupakan kawasan hutan lindung atau hutan negara. tersebut, seolah-olah menjadi hak kepemilikan. Hak
Hal ini dipertegas kembali dengan diterbitkan kebijakan Menguasai Negara (HMN) dalam Undang-Undang
terbaru melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Kehutanan menjadi sumber permasalahan utama
No. 35/Menhut-II/2013. Keputusan ini menetapkan dimana secara sepihak negara melakukan klaim
sekaligus menegaskan kembali bahwa hutan di kawasan kepemilikan atas hak pada tanah-tanah yang dikuasai
tersebut tetap termasuk hutan lindung. oleh masyarakat hukum adat atau komunitas lokal
Dari berbagai kebijakan atau peraturan yang secara komunal atau berkelompok. Oleh karena
diterbitkan serta diperkuat dengan opini dari peme- masyarakat hukum adat bersifat komunal, masyarakat
rintah bahwa negara mempunyai hak untuk mengu- hukum adat merupakan subjek hukum yang khas
asai, mengurus dan mengatur sumber daya alam yang karena bersifat kesatuan atau kelompok yang men-
ada, termasuk menetapkan kawasan hutan sebagai jadikan nilai-nilai adat dan kesamaan hak tradisional
hutan lindung. Oleh karena itu, kawasan hutan lindung termasuk atas wilayah tertentu sebagai syarat kebe-
tersebut tetap terjaga kelestariannya dalam menjaga radaannya (Yance Arizona (eds) 2014, 55).
fungsi air, perlindungan satwa, persediaan satwa, dan Penulis yang aktif bergerak dalam bidang advokasi
lain sebagainya. Selain itu, klaim penguasaan sekaligus hak tenurial masyarakat adat menemukan fakta di
258 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016

lapangan bahwa penyebab konflik tak bisa dilepaskan memberdayakan masyarakat. Sebelum pember-
dari ketidakpastian hukum terhadap status tanah- lakuan Undang-Undang Kehutanan pada Tahun 1999,
tanah yang dimiliki secara komunal oleh masyarakat Menteri Kehutanan telah terlebih dahulu menerbitkan
hukum adat terutama yang berada di kawasan hutan. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 622 Tahun
Disinilah sebenarnya kunci persoalan yang menye- 1995, memberikan definisi hutan kemasyarakatan
babkan munculnya konflik di sektor kehutanan antara sebagai sebuah sistem pengelolaan hutan berdasarkan
masyarakat hukum adat dengan pemerintah, khusus- fungsinya dengan mengikutsertakan masyarakat.
nya dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten Setelah undang-undang kehutanan diberlakukan,
Pasaman Barat dengan Kaum Datuk Imbang Langit, Menteri Kehutanan menerbitkan aturan turunan
Kampung Air Maruok, Nagari Kinali. melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 31
tahun 2001, hutan kemasyarakatan dirumuskan
Hutan Kemasyarakatan sebagai Solusi atas sebagai hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan
Konflik Kehutanan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat
Penulis berpandangan, penyelesaian konflik tenur- setempat tanpa mengganggu fungsi pokoknya.
ial tersebut semestinya dapat lebih mudah diselesaikan Bahkan, kebijakan pemerintah semakin diperkuat
dalam konteks pengakuan terhadap hak masyarakat dengan penerbitan Peraturan Menteri Kehutanan
adat, dikarenakan keberadaan hak ulayat di Sumatera Nomor 37/Menhut-II/2007, yang merincikan secara
Barat dipandang lebih penting dibandingkan dengan detail terkait hutan kemasyarakatan hingga kriteria
daerah lain. di Sumatera Barat terdapat Perda Nomor kawasan yang dapat ditetapkan sebagai hutan kema-
2 tahun 2007 yang menentukan bahwa semua Nagari syarakatan. Adapun kriteria suatu kawasan hutan
merupakan kesatuan masyarakat yang menyeleng- ditetapkan sebagai hutan kemasyarakatan ialah
garakan administrasi pemerintahan setingkat desa di diharuskan hutan tersebut merupakan hutan produksi
Sumatera Barat adalah kesatuan masyarakat hukum atau hutan lindung, yang tidak dibebani hak atau izin
adat. Selain itu terdapat pula Perda Nomor16 tahun 2008 lain diatasnya dan menjadi sumber mata pencaharian
tentang tanah ulayat dan pemanfaatannya. Namun masyarakat setempat.
kebijakan daerah atau kebijakan yang dirumuskan Pemberdayaan terhadap masyarakat adat, salah
oleh pemerintah sendiri justru tidak mampu menolong satunya dapat berupa pendidikan atau pemberdayaan
masyarakatyang sedang berkonflikdengan pemerintah. hukum.1 Pemberdayaan hukum yang melibatkan dan
Belakangan ini pemerintah telah melakukan mengikutsertakan peranan masyarakat adat tersebut
berbagai upaya untuk mengubah pembangunan memiliki tujuan dan keterkaitan erat dengan akses
kehutanan dari pola pengelolaan hutan berbasis terhadap keadilan yang ingin dicapai (Adriaan Bedner
negara menjadi pola pengelolaan hutan berbasis
1
masyarakat. Salah satunya melalui program commu- Pemberdayaan hukum sekaligus pemberdayaan
masyarakat dapat dijumpai di berbagai daerah, yang tentu
nity forestry atau social forestry atau perhutanan sosial,
saja melibatkan masyarakat dan Non-Government Or-
perhutanan sosial meliputi kegiatan hutan kemasya- ganization (NGO) seperti Lembaga Bantuan Hukum
rakatan, hutan desa dan hutan tanaman rakyat. (LBH). Di jawa tengah, tepatnya di Grobogan dan Blora,
Perhutanan sosial, khususnya hutan kemasya- LBH Semarang memfasilitasi diadakannya pendidikan
hukum kritis dan paralegal untuk para petani yang
rakatan telah diatur ke dalam hukum positif Indone-
berkonflik dengan Perhutani. Lebih jelasnya lihat Siti
sia. Rumusan pengaturan terdapat pada penjelasan Rakhma Mary Herwati (eds), Catatan Akhir Tahun 2015
Pasal 5 Undang-Undang Kehutanan, yang menjelaskan LBH Semarang: Membunyikan Lonceng Kematian
bahwa hutan kemasyarakatan merupakan hutan (Pelumpuhan Hak Atas Pangan 34.119 Orang di Jawa
Tengah) (Semarang: YLBHI-LBH Semarang dan KIARA,
negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk 2015), hlm. 40.
Randy Praditya: Hutan Kemasyarakatan sebagai Alternatif ...: 256-260 259
(eds) 2011, 18). Akses keadilan dalam ruang lingkup Skema hutan kemasyarakatan diambil berdasarkan
masyarakat adat diantaranya berupa akses terhadap sebuah pilihan yang telah dipertimbangkan secara
pengelolaan dan pemanfaatan hutan, bahkan penga- rasional dan berorientasi kepada nilai. Tindakan
kuan terhadap hak ulayat masyarakat hukum adat. diambil berdasarkan permasalahan atau konflik yang
Seperti yang dikatakan oleh S. Golub, bahwa kegiatan- terjadi di lapangan yang menyangkut dengan kawasan
kegiatan pemberdayaan hukum berfokus pada pe- hutan. Skema ini juga merupakan solusi yang menga-
ningkatan kapasitas individu untuk menggunakan sis- rah kepada penyelesaian yang kolaboratif, dimana
tem hukum dalam rangka meningkatkan kontrol yang penyelesaian tersebut mengarah kepada bentuk
dilakukan oleh warga masyarakat yang kurang berun- kompromi. Artinya hutan kemasyarakatan ini menco-
tung atas hidup mereka sendiri (S. Golub 2003, 3). ba untuk mengakomodir kepentingan para pihak
Berdasarkan penjelasan diatas, sebagai alternatif terhadap kawasan hutan. Seperti dijelaskan sebe-
sekaligus jalan tengah untuk menyelesaikan konflik lumnya, masayarakat punya kepentingan akses atau
tenurial tersebut, maka ditempuh skema hutan kema- pengelolaan kawasan hutan, sementara pemerintah
syarakatan tersebut. Melalui hutan kemasyarakatan, punya kepentingan untuk memastikan perlindungan
dapat memberikan peluang serta akses kepada Kaum dan kelestarian kawasan hutan. Dengan cara meng-
Datuk Imbang Langit untuk memanfaatkan dan akomodir kepentingan para pihak melalui kolaboratif
mengelola kawasan hutan sebagai penopang pereko- atau pengelolaan bersama antar para pihak, menja-
nomian mereka, sekaligus menjawab ketidakpastian dikan hutan kemasyarakatan ini sebagai bentuk penye-
tenurial atas kawasan hutan. Pada sisi yang lain, Dinas lesaian konflik di sektor kehutanan.
Kehutanan memperoleh keuntungan dengan
berakhirnya konflik yang berkepanjangan. Selain itu, Penutup
dapat mengontrol Kaum Datuk Imbang Langit dalam Hak penguasaan yang dimiliki oleh negara, seolah-
mengelola kawasan hutan sesuai dengan aturan yang olah menjadi hak kepemilikan sekaligus. Hak
berlaku, sehingga kelestarian hutan terjaga dari Menguasai Negara (HMN) dalam Undang-undang
maraknya ladang berpindah, penebangan secara liar, Kehutanan menjadi sumber permasalahan utama
illegal logging, dan lain sebagainya. dimana secara sepihak negara melakukan klaim kepe-
Namun, sesungguhnya permasalahan atau konflik milikan atas hak pada tanah-tanah yang dikuasai oleh
yang timbul antara pemerintah dan masyarakat masyarakat hukum adat atau komunitas lokal secara
hukum adat tidak sepenuhnya selesai, skema hutan komunal. Sehingga dalam praktiknya berujung kepada
kemasyarakatan sebagi solusi atas permasalahan konflik dengan masyarakat yang berada didalam dan
tersebut, hanyalah penyelesaian dalam waktu jangka pinggiran kawasan hutan.
pendek saja. Karena permasalahan di awal bukan Sebagai alternatif, sekaligus jalan tengah untuk
hanya masalah akses pengelolaan dan pemanfaatan menyelesaikan konflik tenurial ditempuh skema hu-
hutan, atau pengawasan hutan saja. Namun lebih dari tan kemasyarakatan, melalui hutan kemasyarakatan,
sekedar itu, hal ini berkaitan dengan klaim kepemi- dapat memberikan peluang serta akses kepada Kaum
likan terhadap kawasan hutan yang merupakan Datuk Imbang Langit untuk memanfaatkan dan
permasalahan yang sebenarnya, awal permasa- mengelola kawasan hutan sebagai penopang
lahannya ketika pemerintah mengklaim kepemilikan perekonomian mereka, sekaligus menjawab ketidak-
kawasan hutan tersebut, yang sebelumnya sudah sejak pastian tenurial atas kawasan hutan. Pada sisi yang
lama diklaim oleh masyarakat hukum adat. Maka lain, Dinas Kehutanan memperoleh keuntungan
dari itu, masyarakat hukum adat butuh pengakuan dengan berakhirnya konflik yang berkepanjangan.
terhadap hak ulayatnya. Selain itu, dapat mengontrol Kaum Datuk Imbang
260 Bhumi Vol. 2 No. 2 November 2016

Langit dalam mengelola kawasan hutan sesuai dengan Bedner, Adriaan, Ward Berenschot, Eddie Riyadi
aturan yang berlaku. Laggut-Terre dan Dewi Novirianti (Editor),
Namun, sesungguhnya konflik yang timbul antara 2011, Akses Terhadap Keadilan: Perjuangan
pemerintah dan masyarakat hukum adat tidak sepe- Masyarakat Miskin dan Kurang Beruntung
Untuk Menuntut Hak di Indonesia, HuMa,
nuhnya selesai. Skema hutan kemasyarakatan sebagi
VanVollenhoven Institute, KITLV-Jakarta,
solusi atas permasalahan tersebut hanyalah penye-
Epistema Institute. Jakarta.
lesaian sementara saja. Karena klaim kepemilikan Dingin, Mora, 2014, Bersiasat dengan Hutan
terhadap kawasan hutan yang merupakan permasa- Negara, Epistema Institute, Jakarta
lahan yang sebenarnya masih ditangguhkan. Golub, S, 2003, Beyond The Rule Of Law Orthodoxy:
The Legal Empowerment Alternative. Working
Daftar Pustaka Paper No. 41, Carnegie Endowment for Inter-
Arizona, Yance, Endra Wijaya dan Tanius Sebastian, national Peace Rule of Law Series,
2014. Pancasila dalam Putusan Mahkamah Herwati, Siti Rakhma Mary dan Eti Oktaviani (Ed),
Konstitusi: Kajian Terhadap Putusan Mah- 2015, Catatan Akhir Tahun 2015 LBH Semarang:
kamah Konstitusi dalam Perkara yang Membunyikan Lonceng Kematian (Pelumpuhan
Berkaitan dengan Perlindungan Hak Kelompok Hak Atas Pangan 34.119 Orang di Jawa Tengah).
Marjinal, Epistema Institute dan Yayasan TIFA, Semarang: YLBHI-LBH Semarang dan KIARA.
Jakarta.
Volume 3 No. 1 Mei 2017

call for papers


Jurnal Agraria dan Pertanahan

Halaman Yogyakarta ISSN


Volume 3 Nomor 1
261-000 Mei 2017 2442-6954

Anda mungkin juga menyukai