Muhammad Aldy Rahman A010319407
Muhammad Aldy Rahman A010319407
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang diperuntukan bagi
kenderaan bermotor ataupun tidak bermotor yang memenuhi syarat-syarat yang di
tentukan di atas permukaan tanah, di bawah permuykaan tanah, dan di atas
permukaan air terkecuali jalan kereta api, lori, dan jalan berkabel. Setiap
perjalanan, terkhusus untuk pergerakan di darat, selalu menggunakan system
jaringan transportasi yang ada sehingga fungsi jalan menjadi penting dalam
kebutuhan pergerakan yang terjadi. Oleh karenanya diperlukan perencanaan
konstruksi jalan yang optimal sesuai syarat teknis menurut fungsi, volume maupun
sifat lalu lintas sehingga pembangunan tersebut dapat berguna bagi perkembangan
daerah sekitarnya (Sumber: Peraturan Pemerintahan Nomor 34 Tahun 2006).
Jalan H. Mistar Cokrokusumo saat ini mengalami kerusakan yang cukup berat.
Seiring berjalannya waktu jalan H. Mistar Cokrokusumo menjadi rusak akibat dari
kenderaan yang beroperasi didaerah tersebut pada saat jam-jam tertentu setiap
harinya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan
penilaian kondisi jalan , dimana dua diantaranya adalah metode Bina Marga dan
metode PCI
1
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan dari penulisan
Tugas Akhir ini ialah sebagai berikut:
1. Mengetahui nilai prioritas Jalan H. Mistra Cokrokusumo berdasarkan metode
Bina Marga dan Metode PCI (Pavement Condition Index).
2. Mengetahui jenis kerusakan pada Jalan H. Mistar Cokrokusumo
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Definisi Jalan
Jalan raya adalah jalur-jalur diatas permukaan bumi yang dibuat oleh manusia
dengan bentuk, ukuran-ukuran dan jenis konstruksinya sehingga dapat digunakan
untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang mengangkut
barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat (Sumber:
Clarkson H.Oglesby, 1999).
3
2.1.2.2 Klasifikasi Kelas Jalan
Klasifikasi jalan memiliki 2 jenis kelas sebagai berikut:
1. Klasifikasi kelas jalan yang berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
mendapat beban lalu lintas. Dinyatakan berdasarkan muatan sumbu terberat
(MST) dalam satuan ton.
2. Klasifikasi dari kelas jalan dan ketentuannya berkaitan dengan klasifikasi
menurut fungsi jalan dapat dilihat pada table 2.1.
4
Gambar 2.1 Bahan Pengikat Konstruksi Jalan
5
Gambar 2.2. Bagian Lapis Konstruksi Jalan
(Sumber: Sukirman, 1999)
2.1.4.1 Lapisan Permukaan (surface course)
Lapis Permukaan adalah lapis untuk memberikan keamanan dan [ermukaan
yang halus/rata. Lapis permukaan terletak paling atas yang memiliki sifat
stabilitas kelenturan, awet, tahan terhadap penggelinciran, kedap air dan tahan
terhadap kelelahan (Fatigue). Jenis lapisan bagian atas yang umum digunakan di
Indonesia merupakan lapisan bersifat nonstrukturan & structural.
6
2. Untuk efisiensi pengguna material agar lapisan yang lain bisa dikurangi
sehingga menghemat biaya.
3. Untuk mencegah masuknya material tanah dasar masuk ke dalam lapisan
pondasi.
4. Sebagai lapisan pertama agar saat dilaksanakan pembangunan jalan berjalan
lancar.
7
kerusakan dan surver LHR (lalu lintas harian rata-rata) yang selanjutnya didapat
nilai kondisi jalan dan jenis pemeliharaan.
2.2.1 Jenis Kerusakan
Secara garis besarnya, kerusakan dibedakan menjadi dua (2) bagian, yaitu
kerusakan struktural yang meliput gagalnya perkerasan atau kerusakan dari satu
atau lebih bagian perkerasan mengakibatkan perkerasan tidak dapat lagi
menanggung beban lalu lintas, dan kerusakan fungsional yang menyebabkan
keamanan dan kenyamanan.ketenangan pengguna jalan menjadi terganggu
sehingga biaya operasi kendaraan semankin meninggkat. (Sulaksono, 2001)
Menurut manual pemeliharaan jalan No: 03/MN/B/1983 Direktorat Jenderal
Bina Marga, kerusakan jalan bisa dikategorikan atas:
1. Retak (cracking)
2. Distorsi (distortion)
3. Cacat permukaan (disintegration)
4. Pengausan (polished aggregate)
5. Kegemukan (bleeding of flushing)
6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas
8
Gambar 2.4 Retak Halus (hair cracking)
(Sumber: Google)
b. Retak kulit buaya (alligator crack), lebar celah lebih besar atau sama dengan
tiga mm. Saling merangkai serangkaian kotak-kotak kecil menyerupai kulit
buaya. Retak ini disebabkan lantaran bahan perkerasan yang jelek/kurang
baik, pelapukan permukaan, tanah dasar dan bagian perkerasan pada bawah
lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi pada keadaan jenuh
air (air tanah naik). Umumnya daerah terjadinya retak kulit buaya tidak luas.
Jika daerah terjadi retak kulit buaya luas, kemungkinan disebabkan oleh
repetisi beban lalulintas yang melampaui beban yang dipikul oleh lapisan
bagian atas tersebut. Retak kulit buaya sementara dapat diperbaiki dengan
menggunakan lapis burda, burtu, ataupun lataston, bila celah ≤ tiga mm.
Sebaiknya bagian perkerasan yang sudah mengalami retak kulit buaya akibat
air merembes masuk ke lapis pondasi dan tanah dasar diperbaiki
menggunakan cara dibongkar & membuang bagian-bagian yang basah, lalu
dilapis kembali dengan bahan yang sesuai. Perbaikan dibarengi dengan
pemugaran drainase pada sekitarnya. Kerusakan yang disebabkan oleh beban
lalu lintas wajb diperbaiki dengan memberi lapis tambahan. Retak kulit buaya
mampu diresapi oleh air sehingga lama kelamaan bila dibiarkan akan
menyebabkan lubang-lubang dampak dari terlepasnya butir-butir.
9
Gambar 2.5 Retak Kulit Buaya (alligator cracking)
(Sumber: Google)
c. Retak pinggir (edge crack), dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu
& terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan karena kurangnya daya dukung
dari arah samping, drainase yang kurang baik, terjadi penyusutan tanah. Akar
tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan bisa sebagai karena terjadinya retak
pinggir tersebut. Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat semakin
merusak lapis permukaan. Retak ini dapat diperbaiki dengan cara mengisi
celah menggunakan campuran aspal cair dan pasir. Perbaikan drainase , bahu
diperlebar dan dipadatkan. Apabila pinggir perkerasan mengalami penurunan,
elevasi diperbaiki dengan memakai hotmix. Retak apabila dibiarkan akan
bertambah besar & disertai dengan lubang.
10
d. Retak sambungan bahu & perkerasan (edge joint crack). Retak ini biasanya
disebabkan oleh kondisi drainase pada bawah bahu jalan lebih buruk daripada
di bawah perkerasan, terjadi settlement pada bahu jalan, penyusutan material
bahu atau perkerasan jalan, dan dampak akibat lintasan truk/kendaraan berat
di bahu jalan.
Gambar 2.7 Retak sambungan bahu & perkerasan (edge joint crack)
(Sumber: Google)
e. Retak sambungan jalan (lane joint crack), retak memanjang, yang terjadi
dalam sambungan dua lajur lalu-lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya
ikatan sambungan ke 2 lajur. Perbaikan dilakukan dengan memasukan
campuran aspal cair dan pasir pada celah-celah yang terjadi. Jika tidak
diperbaiki, retak dapat mengakibatkan pelebaran lantaran terlepasnya
butirbutir pada tepi retak dan meresapnya air kedalam lapisan.
11
Gambar 2.8 Retak sambungan jalan (edge joint crack)
(Sumber: Google)
f. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks), adalah retak memanjang
yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan baru.
Disebabkan karena perbedaan daya dukung dibawah bagian pelebaran &
bagian jalan lama, dapat pula disebabkan ikatan antara sambungan tidak baik.
Perbaikan dilakukan dengan cara mengisi celah-celah yang timbul dengan
campuran aspal cair dan pasir. Jika dibiarakan, air bisa meresap masuk ke
dalam lapisan perkerasan melalui celah-celah, butir-butir lepas & retak
bertambah besar.
12
menggunakan dengan mengisi celah campuran aspal cair dan pasir. Untuk
retak berbentuk kotak, perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapisi
kembali dengan bahan yang sesuai.
13
Gambar 2.11 Alur (Ruts)
(Sumber: Google)
b. Keriting (Corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Penyebabnya
adalah rendahnya stabilitas campuran yang berasal dari terlalu tingginya kadar
aspal, terlalu banyak menggunakan agregat halus, agregat berbentuk bulat dan
permukaan penetrasi yang tinggi. Keriting dapat terjadi jika lalu lintas dibuka
sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang mempergunakan aspal
cair). Kerusakan dapat diperbaiki dengan :
i. Apabila lapis permukaan yang keriting itu mempunyai lapis pondasi
agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan mengoyak kembali, lalu
dicampur dengan lapis pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis
permukaan baru.
ii. Apabila lapis permukaan bahan pengikat mempunyai ketebalan > 5 cm,
maka lapis tipis yang mengalami keriting diangkat dan diberi lapis
permukaan yang baru.
14
Gambar 2.12 Keriting (Corrugation)
(Sumber: Google)
c. Sungkur (Shoving), ditempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam dan
tikungan tajam. Kerusakan dapat terjadi dengan/tanpa retak. Penyebab
kerusakan sama dengan kerusakan keriting. Perbaikan dilakukan dengan cara
dibongkar dan dilapis kembali.
15
i. Untuk amblas yang < 5 cm, bagian yang rendah diisi dengan bahan sesuai
seperti lapen, lataston, laston.
ii. Untuk amblas yang > 5 cm, bagian yang amblas dibongkar dan lapis
kembali dengan lapis yang sesuai.
16
Cacat Permukaan (Disintegration) yang mengarah kepada kerusakan secara
kimiawi dan mekanis dari lapisan perkerasan. Yang termasuk dalam cacat
permukaan ini adalah:
a. Lubang (Potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai
besar. Lubang–lubang ini menampung dan meresapkan air ke dalam lapis
permukaan yang menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan. Lubang
dapat terjadi akibat:
i. Campuran material lapis permukaan jelek, seperti :
1) Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas.
2) Agregat kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak baik dan
temperatur campuran tidak memenuhi persyaratan.
ii. Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas
akibat pengaruh cuaca. 18
iii. Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul
dalam lapis perkerasan.
iv. Retak–retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap dan
mengakibatkan terjadinya lubang–lubang kecil.
Lubang–lubang tersebut diperbaiki dengan cara dibongkar dan dilapis kembali.
Perbaikan yang bersifat permanen disebut juga deep patch (tambalan dalam),
yang dilakukan sebagai berikut:
i. Bersihkan lubang dari air dan material–material yang lepas.
ii. Bongkar bagian lapis permukaan dan pondasi sedalam–dalamnya
sehingga mencapai lapisan yang kokoh (potong dalam bentuk yang
persegi panjang).
iii. Beri lapis tack coat sebagai lapis pengikat.
iv. Isikan campuran aspal dengan hati–hati sehingga tidak terjadi segregasi.
v. Padatkan lapis campuran dan bentuk permukaan sesuai dengan
lingkungannya.
17
b. Pelepasan butir (Ravelling), dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek
serta dikarenakan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan
memberikan lapisan tambahan di atas lapisan yang mengalami pelepasan butir
setelah lapisan tersebut dibersihkan dan dikeringkan.
18
terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan
licin. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir, buras atau latasbun.
19
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐿𝑎𝑙𝑢 𝐿𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
𝐿𝐻𝑅 =
𝐿𝑎𝑚𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
Setelah nilai lalu lintas harian rata-rata (LHR) diketahui, baru kemudian
dikaitkan dengan label ketentuan LHR dan Nilai Kelas Jalan yaitu seperti pada
Tabel 2. Berikut
Tabel 2.2 Lalu Lintas harian Rata-Rata (LHR) dan nilai kelas jalan
LHR Nilai Kelas Jalan
<20 0
20 – 50 1
50 – 200 2
200 – 500 3
500 – 2000 4
2000 – 5000 5
5000 – 20000 6
20000 – 50000 7
➢ 50000 8
Sumber: Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota
Langkah di atas perlu dilakukan untuk mengetahui nilai kelas jalan yang
ditetapkan pada jalan ditinjau.
2.2.4 Kadar Kerusakan
Menurut Rondi (2016:8), kadar kerusakan adalah presentase luasan dari suatu
jenis kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam meter
persegi. Nilai kadar suatu unit segmen yang diukur dalam meter persegi. Nilai
kadar suatu kerusakan dibedakan berdasarkan tingkat kerusakannya. Adapun
rumus untuk mencari kadar kerusakan adalah sebagai berikut:
𝐴𝑑
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 = 𝑥100%
𝐴𝑠
20
Data hasil survei penjajagan kondisi jalan berupa tipe dan ukuran kerusakan
dihitung untuk mendapatkan luasan setiap tipe kerusakan, dari setiap tipe
kerusakan dijumlahkan sehingga didapat skot toltal untuk masing-masing tipe
kerusakan. Presentase tipe kerusakan diperoleh dari hasl bagi antara tipe kerusakan
dengan luasan segmen 100 meter dikalikan 100% (Handoyo Hermawan Adi
(2016). Perhitungan persentase kerusakan segmen yaitu:
𝐿𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑇𝑖𝑝𝑒 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛
𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 = 𝑥100%
𝐿𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
Dengan: Ad: Luas total kerusakan per segmen yang ditinjau (m²)
As: Luas total unit segmem (m²)
2.2.6 Penilaian Jenis Kerusakan Jalan
Menurut Saputro (2014:3), sebelum menentukan nilai kondisi jalan, terlebih
dahulu yang dilakukan adalah penilaian jenis kerusakan yang terdapat pada
segmen atau jalan yang ditinjau. Berikut adalah Tabel 2. Penentuan Angka Kondisi
Berdasarkan Jenis Kerusakan:
Tabel 2.3 Penentuan Angka Kondisi Berdasarkan Jenis Kerusakan
Retak-retak (Cracking) Tambalan dan Lubang
Tipe Angka Luas Angka
Buaya 5 ➢ 30% 3
Acak 4 20% - 30% 2
Melintang 3 10% - 20% 1
Memanjang 1 < 10% 0
Tidak ada 1
Lebar Angka Kekerasan Permukaan
➢ 2 mm 3 Jenis Angka
1 -2 mm 2 Disintegradation 4
< 1 mm 1 Pelepasan Butir 3
Tidak ada 0 Rough 2
21
Retak-retak (Cracking) Tambalan dan Lubang
Luas Kerusakan Angka Fatty 1
➢ 30% 3 Close Texture
10% - 30% 2
< 10% 1
Tidak ada 0
Alur (Ruts) Amblas
Kedalaman Angka Kedalaman Angka
➢ 20 mm 7 ➢ 5/100 m 4
11 – 20 mm 5 2 – 5/100 m 2
6 – 10 mm 3 0 – 2/100 m 1
0 – 5 mm 1 Tidak ada 0
Tidak ada 0
Sumber : Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota
Penentuan angka kondisi kerusakan seperti pada table di atas perlu dilakukan
supaya bisa menentukan nilai kondisi jalan setelah total angka kerusakan pada
segmen yang ditinjau dijumlahkan.
2.2.7 Penetapan Nilai Kondisi Jalan
Menurut Saputro (2014:3), penetapan nilai kondisi jalan adalah menentukan
kondisi jalan yang ditinjau dengan cara mengaitkan total angka kerusakan pada
segmen jalan dengan nilai kondisi jalan seperti pada table 2.3 berikut:
Tabel 2.4 Penetapan Nilai Kondisi Jalan berdasarkan Total Angka Kerusakan
Total Angka Kerusakan Nilai Kondisi Jalan
26 – 29 9
22 – 25 8
19 – 21 7
16 – 18 6
22
Total Angka Kerusakan Nilai Kondisi Jalan
13 – 15 5
10 -12 4
7-9 3
4–6 2
0-3 1
Sumber : Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota
Penetapan nilai kondisi jalan tersebut dilakukan adalah untuk mengetahui angka
kondisi segmen jalan yang kemudian dikaitkan ke dalam nilai urutan prioritas
(UP)
2.2.8 Urutan Prioritas (UP)
Menurut Rondi (2016:7). metode Bina Marga merupakan metode yang
mempunyai hasil akhir yaitu urutan prioritas serta bentuk progam pemeliharan
sesuai nilai yang didapat dari unutan priorttas pada metode ini menggabungikan
nilai yang didapat dari survei visual yaitu jenis kerusakan serta survei LHR
(lalulintas harian 25 nata-rata) yang selaniutnya didapat nilai kodisi jalan. Urutan
prioritas didapatkan dengan rumus sebagai berikut:
UP = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)
1. Urutan prioritas 0 - 3 menandakan bahwa jalan dimasukkan ke dalam program
peningkatan jalan.
2. Urutan prioritas 4 - 6 menandakan bahwa jalan dimasukkan ke dalam program
pemeliharaan berkala.
3. Urutan prioritas > 7 menandakan bahwa jalan tersebut ke dimasukkan dalam
program pemeliharaan rutin.
2.2.9 Bentuk Pemeliharaan Jalan Metode Bina Marga
Menunut Saputro (2014:2) ada tiga (3) macam bentuk pemeliharaan jalan pada
metode Bina Marga (BM). Bentuk-bentuk pemelibaraan tersebut adalah:
23
1. Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin adalah penanganan pada lapis
permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (Riding
Quality). Tanpa meningkatkan kekuatan struktural, dan dilakukan sepanjang
tahun. Pemeliharaan rutin, bentuknya adalah:
a. Penanganan pada lapis pemukaan,
b. Meningikatkan kualitas perkerasan nanun tidak untuk meningkatkan
kekuatan struktural.
c. Dilakukan sepanjang tahun.
2. Pemeliharaan Berkala Pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan yang
dilakukan pada jalan dan waktu - waktu tertentu (tidak menerus sepanjang
tahun) dan sifatnya untuk meningkatkan kemampuan sruktural. bentuknya
antara lain:
a. Dilakukan dalam jangka waktu tertenta,
b. Berfungsi untuk meningkatkan kemampuan struktural jalan.
3. Peningkatan Jalan Peningkatan adalah penanganan jalan guna memperbaiki
pelayanan jalan yang berupa peningkatan struktural dan atau geometrikcnya
agar mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan, biasanya dalam betulk
overlay.
24
Menurut Shanin (1994). M. Y, PCI (Pavement Condition Index) adalah
penilaian untuk kondisi perkerasan. Kerusakan pada jalan dapat dibedakan
menjadi 19 kerusakan, yaitu:
1. Retak (Crack)
a. Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking)
Retak Yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang persegi banyak
(polygon) kecil menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah lebih besar
atau sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan akibat
beban lalu lintas kenderaan yang berulang-ulang. Tabel dan gambar
sebagai berikut:
Tabel 2.5 Tingkat Kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan
Retak Buaya (alligator cracking)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Halus retak rembut/halus
memanjang sejajar dengan yang
L lain, dengan atau tanpa
berhubungan satu sama lain.
Retakan tidak mengalami gompal.
Retak kulit buaya ringan terus
berkembang ke dalam pola atau
M jaringan retakan yang diikuti
gompal ringan
Jaringan dan pola retak telah
berlanjut, sehingga pecahan-
pecahan dapat diketahui dengan
H mudah dan terjadi gompal di
pinggir. Beberapa pecahan
25
mengalami rocking akibat lalu
lintas
*Retak gompal adalah pecahan material di sepanjang sisi retakan
Sumber: Shanin,1994
26
c. Retak Samping Jalan (Edge Cracking)
Retak pinggir adalah retak yang sejajar dengan jalur lalu lintas dan juga
biasanya berukuran 1 sampai 2 kaki (0,3 – 0,6cm) dari pinggir perkerasan.
Ini biasanya disebabkan oleh beban lalu lintas atau cuaca yang
memperbelah pondasi atas maupun pondasi bawah yang dekat dengan
pinggir perkerasan. Tabel dan gambar sebagai berikut:
Tabel 2.6 Retak Samping Jalan (Edge Cracking)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Retak sedikit sampai sedang
L dengan tanpa pecahan atau butiran
lepas.
Retak sedang dengan beberapa
M pecahan dan butiran lepas
Banyak pecahan atau butiran lepas
H di sepanjang terpi perkerasan.
Sumber: Shanin, 1994
27
(Overlay) aspal yang mencerminkan pola retak dalam perkerasan beton
lama yang berbeda di bawahnya. Table dan gambar sebagai berikut:
Tabel 2.7 Retak Sambungan (Joint Reflec Cracking)
Jenis Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar <3/8in.
(10mm)
2. Retak terisi sembarangan lebar
(pengisi kondisi bagus).
Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar <3/8 in.
(10-76 mm)
2. Retak tak terisi, sembarangan
M lebar sampai 3in. (76mm)
dikelilingi retak acak ringan.
3. Retak terisi, sembarang lebar
yang dikelilingi retak acak ringan
Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Sembarang retak terisi atau tak
terisi dikelilingi oleh retak acak,
kerusakan sedang atau tinggi.
H 2. Retak tak berisi lebih dari 3in.
(76mm).
3. Retak sembarang lebar, dengan
beberapa inci di sekitar retakan,
pecah.
Sumber: Shanin, 1994
28
Gambar 2.21 Retak Sambung (Joint Reflec Cracking)
(Sumber: Google)
e. Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal/Trasverse Cracking)
Jenis kerusakan ini terdiri dari macam kerusakan sesuai dengan Namanya
yaitu, retak memanjang dan melintang pada perkerasan jalan. Retak ini
terjadi berjajar yang terdiri dari beberapa celah. Tabel dan gambar sebagai
berikut:
Tabel 2.8 Retak Memanjang/melintang (Longitudinal/Traverse Cracking)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar <3/8in.
(10mm)
2. Retak terisi sembarangan
lebar (pengisi kondisi bagus).
M Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak tak terisi, lebar <3/8 in.
(10-76 mm)
2. Retak tak terisi, sembarangan
lebar sampai 3in. (76mm)
dikelilingi retak acak ringan.
29
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
3. Retak terisi, sembarang lebar
yang dikelilingi retak acak
ringan
H Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Sembarang retak terisi atau
tak terisi dikelilingi oleh retak
acak, kerusakan sedang atau
tinggi.
2. Retak tak berisi lebih dari 3in.
(76mm).
3. Retak sembarang lebar,
dengan beberapa inci di
sekitar retakan, pecah.
Sumber: Shanin, 1994
30
a. Alur (Ruts), dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh
di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya
dapat timbul retak-retak. Terjadinya alur disebabkan karena lapis
perkerasan yang kurang padat, dengan begitu terjadi tambahan pemadatan
akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran aspal dengan
stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis. Perbaikan
dapat dilakukan dengan memberi lapisan tambahan dari lapis permukaan
yang sesuai dengan standar. Tabel dan gambar sebagai berikut:
Tabel 2.6 Alur (Ruts)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Kedalaman rata-rata ¼ - ½in. (6-
13mm)
M Kedalaman alur rata-rata ½ - 1in.
(13-25,5mm)
H Kedalaman alur rata-rata 1in.
(25,55mm)
31
b. Keriting (Corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Penyebabnya
adalah rendahnya stabilitas campuran yang berasal dari terlalu tingginya
kadar aspal, terlalu banyak menggunakan agregat halus, agregat berbentuk
bulat dan permukaan penetrasi yang tinggi. Keriting dapat terjadi jika lalu
lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang
mempergunakan aspal cair). Kerusakan dapat diperbaiki dengan :
i. Apabila lapis permukaan yang keriting itu mempunyai lapis pondasi
agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan mengoyak kembali, lalu
dicampur dengan lapis pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis
permukaan baru.
ii. Apabila lapis permukaan bahan pengikat mempunyai ketebalan > 5 cm,
maka lapis tipis yang mengalami keriting diangkat dan diberi lapis
permukaan yang baru.
Tabel dan gambar sebagai berikut:
Tabel 2.9 Keriting (Corrugation)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Keriting mengakibatkan sedikit
gangguan kenyamanan kendaraan.
M Keriting mengakibatkan agak
banyak gangguan kenyamanan
kendaraan.
H Keriting mengakibatkan banyak
gangguan kenyamanan kendaraan
Sumber: Shanin, 1994.
32
Gambar 2.24 Keriting (Corrugation)
(Sumber: Google)
33
Gambar 2.25 Sungkur (Shoving)
(Sumber: Google)
34
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
H Kedalaman maksimum amblas
>2in. (51mm)
Sumber: Shanin, 1994.
e. Jembul (Upheaval), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini
terjadi karena adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasar
ekspansif. Perbaikan dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak
dan melapisinya kembali. Tabel dan gambar sebagai berikut:
Table 2.11 Jembul (Upheaval)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Pengembangan menyebabkan sedikit
gangguan kenyamanan kendaraan.
L Kerusakan ini sulit dilihat, tapi dapat
dideteksi dengan berkendaraan
cepat. Gerakan ke atas terjadi bila
ada pengembangan.
M Pengembangan menyebabkan cukup
gangguan kenyamanan kendaraan.
35
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Pengembangan menyebabkan
H gangguan besar kenyamanan
kendaraan.
36
Diameter rata-rata luabng
4-8 in. 8-18 in. 18-30 in.
Kedalaman Maksimum
(102-203 203-457 (457-762
mm) mm) mm)
>2 in. (>50,8 mm) M H H
L: Belum perlu diperbaiki; penambalan persial atau diseluruh
kedalaman
M: Penambalan parsial atai diseluruh kedalaman
H: Penambalan diseluruh kedalaman
Sumber: Shanin, 1994.
37
permukaan mulai berlubang. Jika
L ada tumpahan oli, genangan dapat
terlihat, tapi permukaannya keras
tak dapat ditembus mata uang
logam.
Agregat atau pengikat telah lepas.
Tekstur permukaan agak kasar dan
M berlubang. Jika ada tumpahan oli
permukaannya lunak, dan dapat
ditembus mata uang logam.
Agregat atau pengikat telah lepas.
Tekstur permukaan sangat ½½kasar
dan mengakibatkan banynak
lubang. Diameter luasan lubang <4
in. (10 mm) dan kedalaman ½ in.
(13 mm). Luas lubang lebih besar
H dari ukuran ini. Dihitung sebagai
kerusakan lubang (Puthole). Jika
ada tumpahan oli permukaannya
luank, pengikat aspal telah hilang
ikatannya, sehingga agregat menajdi
longgar
Sumber: Shanin, 1994.
38
Gambar 2.29 Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)
(Sumber: Google)
4. Kegemukan (Bleeding)
Cacat permukaan ini berupa terjadinya konsentrasi aspal titik tertentu di
permukaan aspal. Bentuk fisik dari kerusakan dapat dikenali dengan
terlihatnya lapisan tipis aspal pada permukaan perkerasan yang tinggi atau
pada lalu lintas yang berat. Tabel dan gambar sebagai berikut:
Tabel 2.14 Kegemukan (Bleeding)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Kegemukan terjadi hanya pada derajat
rendah, dan Nampak hanya beberapa hari
dalam setahun. Aspal tidak merekat pada
sol dan roda kendaraan
M Kegemukan telah mengakibatkan aspal
melekat pada sepatu atau roda kendaraan,
paling tidak beberapa minggu dalam
setahun.
H Kegemukan telah begitu nyata dan
banyak aspal melekat pada sol sepatu dan
roda kendaraan, apling tidak lebih dari
beberapa minggu dalam setahun
Sumber: Shanin, 1994.
39
Gambar 2.29 Kegemukan (Bleeding)
(Sumber: Google)
5. Cekungan (Bump and Sugs)
Cekungan merupakan kerusakan yang memiliki ciri bandul kecil yang
menonjol keatas, pemindahan pada lapisan perkerasan itu disebabkan
perkerasan tidak stabil. Tabell dan gambar sebagai berikut:
Tabel 2.15 Cekungan (Bump and Sags)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Benjol dan melengkung melengkung
L mengakibatkan sedikit gangguan
kenyamanan kendaraan.
Benjol dan melengkung
M mengakibatkan agak banyak
gangguan kenyamanan kendaraan.
Benjol dan melengkung
H mengakibatkan begitu besar
gangguan kenyamanan kendaraan.
Sumber: Shanin, 1994
40
Gambar 2.30 Cekungan (Bump and Sags)
(Sumber: Google)
6. Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Drop Off)
Bentuk kerusakan ini terjadi akibat terdapatnya beda ketingiian antara
permukaan perkerasan dengan permukaan bahu atau tanah sekitarnya, dimana
permukaan bahu lebih rendah terhadap permukaan perkerasan. Tabel dan
gambar sebagai berikut.
Tabel 2.16 Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Drop Off)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Beda elevasi antara pinggir
L perkerasan dan bahu jalan 1-2 in.
(25-51 mm)
M Beda elevasi >2-4 in. (51-103 mm)
H Beda elevasi >4 in. (102 mm)
Sumber: Shanin,1994.
41
Gambar 2.31 Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Drop Off)
(Sumber: Google)
7. Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching)
Tambalan adalah suatu bidang pada perkerasan dengan tujuan untuk
mengembalikan perkerasan yang rusak dengan material baru untuk
memperbaiki perkerasan yang ada. Tambalan adalah pertimbangan kerusakan
digantin dengan bahan yang baru dan lebih bagus untuk perbaikan dari
perkerasan sebelumnya. Tabel dan gambar sebagai berikut:
Tabel 2.17 Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Tambalan dalam kondisi baik dan
L memuaskan. Kenyamanan kendaraan
dinilai terganggu sedikit atau lebih baik.
Tambala sedikit rusak dan kenyamanan
M kendaraan agak terganggu.
Tambalan sangat rusak dan
H kenyamanan kendaraan sangat
terganggu.
Sumber: Shanin. 1994.
42
Gambar 2.32 Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching)
(Sumber:Google)
8. Pengausan Agregat (Polished Agregat)
Kerusakan disebabkan oleh penerapan lalu lintas yang berulang-ulang dimana
agregat pada perkerasan menjadi licin dan perekatan dengan perekatan roda
pada tekstur perkerasan yang mendistribusikannya tidak sempurna. Tabel dan
gambar sebagai berikut:
Tabel 2.18 Pengausan Agregat (Polished Agregat)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Tidak ada definisi derajat kerusakan.
Tetapi, derajat kelicinan harus
Nampak signifikan, sebelum
dilibatkan dalam survey kondisi
dinilai sebagai kerusakan.
Sumber: Shanin, 1994.
43
Gambar 2. 33 Pengausan Agregat (Polished Agregat)
(Sumber: Google)
9. Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)
Jalan rel atau persilangan jalan raya, kerusakan pada perpotongan rel adalah
penurunan atau benjol sekeliling atau diantara rel yang disebabkan oleh
perbedaan karakteristik bahan. Tabel dan gambar sebagai berikut:
44
Gambar 2. 34 Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)
(Sumber: Google)
45
Gambar 2.35 Patah Slip (Slippage Cracking)
(Sumber: Google)
2.4 Faktor Penyebab Kerusakan
Menurut Silvia Sukirman (1999) Kerusakan-kerusakan pada konstruksi
perkerasan jalan dapat disebablan oleh:
7. Lalu lintas
8. Air
9. Material konstruksi perkerasan
10. Iklim
11. Kondisi tanah dasar berubah-ubah
12. Proses pemadatan lapisan diatas tanah yang kurang baik.
46
Pemeliharaan berkala dalah pemeliharaan yang dilakukan di waktu tertentu.
Penanganan tersebut dilakukan kepada kondisi lapis permukaan jalan yang
sudah menurun kualitas berkendaraannya.
3. Rehabilitasi
Penanganan rehabilitasi dilakukan diluar rencana dan juga tidak dilakukan
pemeliharaan rutin atau berkala dengan masksud mengembalikan ke keadaan
berfungsinya jalan.
2.5.2 Klasifikasi Kerusakan Jalan dan Penanganannya
Pada kerusakan perkerasan terdapat klasifikasi dan penangan dilakukan dengan
mengacu pada persentase kerusakan tersebut. Adapun klasifikasi jalan dan
penanganannya, yaitu:
1. Baik, dengan kerusakan pada jalan <11% terhadap luas ruas jalan. Jenis
penanganan pada keadaan tersebut adalah Pemeliharaan Rutin
2. Sedang, dengan kerusakan pada jalan 11<16% terhadap ruas jalan. Jenis
penanganan pada keadaan tersebut adalah Pemeliharaan Berkala.
3. Rusak Ringan, dengan kerusakan pada jalan 16-23% terhadap luas ruas jalan.
Jenis penanganan pada keadaan tersebut adalah Pemeliharaan Berkala
4. Rusak Berat, dengan kerusakan pada jalan >23% terhadap luas ruas jalan,
Jenis penanganan pada keadaan tersebut adalah Pembangunan
2.6 Metode Pavement Condition Index (PCI)
Pavement Condition Index (PCI) adalah perkiraan kondisi pada jalan dengan
penilaian ratin untuk menyatakan kondisi perkerasan sesungguhnya dengan data
yang diperoleh dipercaya dan juga objektif. Metode PCI dikembangkan di
Amerika Serikat untuk perkerasan bandara terbang, jalan, dan area parkir. Karena
metode ini mendapatkan data dan kondisi yang akurat dengan kondisi yang ada di
lapangan. Level PCI dituliskan dalam tingkat 0 – 100. Menurut Shanin (1994)
kondisi perkerasan pada jalan dibagi dalam beberapa tingkat seperti table berikut:
47
Tabel 2.21 Nilai PCI dan Kondisi Perkerasan (FFA, 1982; Shanin, 1994)
Nilai PCI Kondisi Perkerasan
0 – 10 Gagal (Failed)
10 -25 Sangat Jelek (Very Poor)
25 – 40 Jelek (Poor)
40 - 55 Cukup (Fair)
55 – 70 Baik (Good)
70 – 85 Sangat Baik (Very Good)
85 - 100 Sempurna (Excellent)
Sumber: Shanin, 1994
48
Sebelum itu, dilakukan pengecekan terlebih dahulu untuk nilai deduct value
dengan rumus :
9
𝑀𝑖 = 1 + ( ) 𝑥 (100 − 𝐻𝐷𝑉𝑖)
98
Mi = Nilai koreksi untuk deduct value
HDVi = Nilai tersebar untuk deduct value dalam satu unit sampel
Jika nilai deduct valuelebih besar dari nilai Mi maka akan dilakukan pengurangan
kepada nilai Mi, tapi jika nilai tersebut lebih kecil (deduct value) dari nilai Mi maka
tidak akan dilakukan pengurangan kepada nilai deduct value tersebut.
49
𝑃𝐶𝐼 = 100 − 𝐶𝐷𝑉
Setelah nilai PCI didapatkan, maka dapat ditentukan rating dari sampel unit
yang ditinjau dengan mengelotkan grafik. Sedangkan untuk menghitung nilai PCI
secara meneyeluruh dalam satu jalan dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
(𝑁 − 𝐴) 𝑥 𝑃𝐶𝐼𝑦 + 𝑎 𝑥 𝑃𝐶𝐼𝑎
𝑃𝐶𝐼 =
𝑁
PCIS = Nilai PCI dalam satu ruas jalan
PCIr = Nilai PCI rata-rata sampel unit dalam satu ruas jalan
PCIa = Nilai PCI rata-rata dalam sampel unit tambahan
N = Jumlah sampel unit yang di survey
A = Jumlah sampel unit tambahan yang di survey
50
Jalan yang terletak pada urutan prioritas ini masuk kedalam program
peningkatan.
2. Prioritas 4 – 6
Jalan yang berada pada urutan prioritas ini masuk kedalam program
Pemeliharaan Berkala.
3. Prioritas 7
Jalan yang berada pada urutan prioritas ini masuk kedalam program
Pemeliharaan Rutin.
51
BAB III
METODOLOGI
3.1 Lokasi Survey
Daerah penelitian ini dilaksanakan pada ruas jalan H. Mistar Cokrokusumo
pada Sta 0+000 sampai Sta 0+630. Adapun lokasi penelitian ini adalah sebagai
berikut:
52
3.2 Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Form Survey
2. Alat Ukur Meteran
3. Alat Tulis
4. Penggaris
5. Kamera
53
3.5 Diagram Alir
Dalam melakukan Langkah-langkah penelitian Tugas Akhir agar terlaksana
secara teratur dan berkala maka perlu dibuat diagram alir (Flow Chart) yang
tertera sebagai berikut:
54