Anda di halaman 1dari 20

BAB 17

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

BAB 17

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

PENDAHULUAN.
Sebagaimana dikemukakan dalam GBHN, dalam Repelita II perluasan
lapangan kerja merupakan kebutuhan yang sangat mendegak. Pemecahan terhadap
masalah ini juga berarti mem- perluas lapisan masyarakat yang secara
produktif ikut serta dalam pembangunan dan pada akhirnya juga
mengandung arti makin meluasnya lapisan masyarakat yang ikut mengambil
tanggung jawab dalaan pembangunan. Dalam hubungan ini ada tiga ha1 yang
menonjol yang menandai situasi ketenagakerjaan di suatu negara yang
sedang membangun seperti Indonesia. Yang pertama adalah adanya
situasi kelebihan tenaga kerja secara strukturil sebagai akibat dari pertumbuhan
penduduk yang tinggi dan situasi ekonomi yang belum berkembang. Yang kedua
adalah banyaknya hambatan di pasaran tenaga kerja yang tidak memungkinkan
pasaran tenaga kerja melakukan fungsi alokasi tenaga kerja dengan baik. Kedua hal
ini telah menimbulkan berbagai masalah dan ketidak-seimbangan di dalam
pemanfaatan tenaga kerja untuk pembangunan. Kelebihan tenaga di suatu daerah
tidak dengan sendirinya tersalur ke daerah lain yang mengalami kekurangan tenaga
kerja. Kelebihan tenaga pada suatu lapangan pekerjaan belum tentu dapat
memperoleh pekerjaan di lapangan lain, baik oleh karena kekurangan informasi
mengenai kesempatan kerja maupun oleh karena kurang sesuainya ketrampilan yang
dimiliki. Situasi kelebihan tenaga dan kurang sempurnanya pasaran tenaga kerja
secara bersama-sama juga menimbulkan hal yang ketiga, yaitu terdapatnya syarat
kerja dan kondisi kerja yang kurang wajar.
Di samping itu, di Indonesia terdapat pula ketidakseimbangan yang menonjol di
bidang ketenagakerjaan, yaitu ketidakseim-

433

bangan antar daerah. Pulau Jawa yang hanya merupakan 7% dari seluruh luas
Indonesia didiami oleh lebih dari 63 % penduduk Indonesia pada tahun 1971. Hal ini
berarti pula penumpukan tenaga kerja di pulau Jawa dan kurangnya tenaga kerja di
luar Jawa yang kepadatan penduduknya masih amat rendah serta potensi ekonomi
yang dapat dikembangkan masih luas. Dihubungkan dengan hambatan yang
dihadapi di pasaran tena- ga kerja, maka ketidakseimbangan di dalam penyebaran
tenaga kerja ini telah mengakibatkan kurang optimalnya pemanfaatan potensi
produktif tenaga kerja.

I. TENAGA KERJA
1. Perkembangan keadaan di bidang tenaga kerja
Selama masa Repelita I, usaha-usaha telah dilaksanakan untuk mengatasi
ketidakseimbangan di dalam permintaan dan penawaran tenaga kerja, dan sekaligus
ditujukan untuk meningkatkan penggunaan tenaga kerja. Juga kondisi kerja telah
diusahakan memperbaikinya melalui pembinaan undang-undang ketenagakerjaan
dan pengawasan pelaksanaannya. Pembinaan organisasi buruh dan pengusaha juga
telah dapat menyumbang di dalam meningkatkan kesejahteraan buruh. Fasilitas
pendidikan dan latihan kejuruan khususnya yang menjadi tanggung jawab
pemerintah telah berhasil direhabilitir dan bahkan diperluas. Sektor swasta telah
memperlihatkan pula kegiatan latihan yang semakin meningkat, terutama di daerah
di rnana terjadi perkambangan ekonomi yang pesat.
Kekurangan tenaga terdidik di desa terutaana sebagai pelopor pembangunan telah
diusahakan untuk mengatasinya antara lain melalui pengerahan tenaga sarjana dau
sarjana muda sukarela ke desa-desa yang diorganisir melalui Badan Urusan
Tenaga Kerja Sukarela Indonesia (BUTSI). Usaha ini telah dirasakan manfaatnya
dan selama Repelita I telah dikerahkan sebanyak lima angkatan yang meliputi
jumlah lebih dari 800 orang (lihat Tabel 17-1).
434

TABEL 17 - 1

JUMLAH TENAGA KERJA SUKARELA BUTSI SELAMA REPELITA I

Tahun
Angkatan 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74. Jumlah

I. 30 30 30
II. 50 50 50
III. 270 270 270
IV. 300 300 300
v. 200 200

Jumlah 30 80 320 570 500 850

Program Bantuan untuk Pembangunan Kabupaten dan Kotamadya (INPRES) telah


menunjukkan manfaat besar di dalam penciptaan lapangan kerja selama Repelita I.
Program ini telah dapat memperbaiki jalan-jalan Kabupaten/Kotamadya, jaring -
an irigasi, jembatan, dan prasarana lainnya secara padat karya. Dengan demikian,
langsung atau tidak langsung telah dicipta- kan pula kesempatan kerja.
Proyek Padat Karya rnerupakan usaha lain untuk mengatasi tingkat pengangguran
yang tinggi, khususnya di beberapa daerah dengan produksi pangan yang
rendah. Melalui kegiatan ini tenaga penganggur dan setengah menganggur telah
dapat dimanfaatkan untuk usaha pembangunan sarana ekonomi se- derhana seperti
jalan desa, dan lain sebagainya. Tenaga ini diberikan imbalan jasa berupa bahan
pangan bulgur dan sejum- lah uang.
Adapun hasil yang dicapai selama empat tahun Repelita I meliputi pembuatan jalan
desa sejumlah lebih dari 3.500 km, pembuatan saluran irigasi lebih dari 4.500 km dan
penghijauan seluas lebih dari 11.000 ha.
435

Kegiatan antar kerja untuk mempertemukan penawaran dengan permintaan


tenaga kerja selama Repelita I telah pula memperlihatkan kemajuan dari tahun ke
tahun. Hal ini terlihat pada angka-angka statistik pendaftaran dan penempatan yang
telah dilakukan di seluruh Indonesia. Kegiatan penyaluran tenaga kerja antar kerja
antar daerah selama Repelita I juga telah banyak membantu proyek yang tersebar
di berbagai kepulauan untuk mendapatkan tenaga kerja yang memiliki ketrampilan-
ketrampilan yang diperlukan.
Organisasi buruh yang terpecah-belah dan tanpa arah telah terbina dan bersatu
dalam satu wadah dan dengan demikian merupakan potensi bagi pembangunan di
masa yang datang.

2. Masalah di bidang tenaga kerja.

Pertumbuhan dan jumlah penduduk yang semakin meningkat dan kegiatan


pembangunan yang semakin berkembang merupakan masalah pokok yang dihadapi di
sektor tenaga kerja. Di bidang pendidikan dan 1atihan kejuruan hal-hal di atas berarti
kebutuhan lebih besar untuk meningkatkan fasilitas dan sarana latihan. Meningkatnya
kebutuhan ini dirasakan pada semua sektor pembangunan, di sektor peanerintah
maupun sektor swasta, di sektor yang membutuhkan tenaga dengan intensitas
ketrampilan modern yang tinggi, seperti perminyakan, industri besar, dan lain-lain,
maupun di sektor-sektor yang tingkat intensitas ketrampilan lebih rendah.
Kekurangan tenaga kerja terdidik telah diatasi untuk seba- gian melalui
panggunaan tenaga asing dalam bidang keahlian tertentu di mana tenaga Indonesia
masih kurang. Dalam hubungan ini dipersiapkan langkah-langkah agar tenaga
Indonesia dapat menggantikan mereka.
Sistem pendidikan formil perlu diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
pembangunan. Pengkoordinasian sistem pendidikan nanformil juga perlu ditingkatkan.

436

Semakin meningkatnya jumlah penduduk, akan menimbulkan tekanan penduduk


khususnya di daerah yang kurang sumbersurnber alamnya. Hal ini membutuhkan
peningkatan kegiatan pemberian kesempatan kerja secara langsung di daerah yang
bersangkutan. Masalah lain yang dihadapi menyangkut per- soalan pilihan proyek
dan pengaturan kelembagaannya sehingga investasi dapat mencapai sasaran
memberikan hasil sebesarbesarnya bagi daerah di mana proyek berada.
Masalah tenaga kerja sebagai penerima pendapatan, juga semakin meminta
perhatian. Pemecahan masalah keselamatan kerja, kesehatan, tingkat upah dan
pensiun perlu diserasikan dengan usaha meningkatkan kesempatan kerja produktif se-
besar mungkin. Pembinaan serikat buruh dan organisasi profesi lainnya di bidang
produksi perlu diarahkan untuk menunjang perkembangan hubungan kerja yang sehat
dan suasana kerja yang mendorong peningkatan produksi dan perluasan kesem-
patan kerja.
Di samping masalah tersebut di atas diperlukan pula peningkatan kemampun para
pelaksana program di bidang tenaga kerja.

3. Kebijaksanaan-kebijaksanaan dan langkah-langkah.


Di dalam mengatasi masalah kesempatan kerja dan tenaga kerja, pendekatan yang
ditempuh adalah mengarahkan setiap program dan proyek pembangunan agar
menggunakan tenaga kerja sebanyak mungkin. Hal ini dilakukan baik melalui kebi-
jaksanaan di bidang ekonomi keuangan maupun kebijaksanaan di berbagai sektor
pembangunan lainnya (Lihat Bab 3).

Namun, oleh karena banyaknya segi masalah kesempatan kerja dan


tenaga kerja, maka di samping kebijaksanaan umum tersebut perlu pula dikembangkan
program dan langkah khusus. Langkah khusus ini ditujukan untuk mengatasi masalah
kesempatan kerja dan tenaga kerja yang dihadapi oleh berbagai kelompok tenaga kerja
di dalam masyarakat. Program dan

437

langkah khusus ini diharapkan akan membantu mengatasi berbagai ragam


ketidakseimbangan yang terdapat di pasaran tenaga kerja secara langsung dan tidak
langsung dalam waktu yang relatif singkat.

PROGRAM DI BIDANG TENAGA KERJA

Program di bidang tenaga kerja meliputi Program pemba-ngunan Desa, Program


Pembinaan dan Penggunaan Tenaga Kerja, Program Pendidikan Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Program Pembinaan Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja, Program
Penelitian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Pro-gram Transmigrasi

1. Program Pembangunan Desa.


Masalah yang terdapat di daerah pedesaan yang padat pen-duduknya adalah relatif
tingginya pengangguran dan setengah penggangguran baik dalam arti rendahnya
tingkat produktifitas dan pendapatan maupun adanya tenaga petani yang tidak
bekerja diluar waktu-waktu panen. Adanya tenaga keja penganggur dan setengah
penganggur ini memberikan ke-mungkinan untuk meningkatkan produksi dan
sekaligus me-ningkatkan pendapatan para petani dan dengan demikian memperluas
kesempatan kerja produktif.

Dalam hubungan ini proyek padat karya yang sudah dimulai pada masa Repelita I
ditingkatkan dan disempurnakan dalam Repelita II. Sasaran yang ini dicapai bukan
saja perluasan kesempatan kerja secara langsung yang bersifat sementara sebagai
akibat kegiatan fisik pembuatan sarana ekonomi se- perti saluran sederhana
dan lain-lain, tetapi juga kesempatan kerja yang tidak langsung dan bersifat tetap.
Untuk ini maka kegiatan fisik dan kegiatan lainnya ditujukan untuk mening-katkan
pemakaian tanah secara lebih intensif. Yang dimaksud dengan pengunaan tanah secara
lebih intensif adalah mena- nami sebidang tanah beberapa kali dalam setahun baik
dengan jenis tanaman yang sama maupun kombinasi jenis tanaman yang sesuai.

438

Penyempurnaan selanjutnya dilakukan di dalam cara pengorganisasian dan


pelaksanaan proyek. Masalah setempat menentukan proyek yang akan
dilaksanakan. Selanjutnya tenaga kerja sukarela sarjana yang diorganisir BUTSI
akan diperbantukan kepada proyek. Tenaga kerja sukarela itu bertugas se-bagai
pembantu di dalam merencanakan proyek dan tugas lain agar sasaran dapat dicapai.
Dalam rangka pemerataan kegiatan pembangunan maka pro-yek ini akan dimulai
dari daerah yang tergolong relatif amat miskin. Untuk ini kecamatan dengan
kepadatan penduduk dan tingkat pengangguran yang tinggi akan diprioritaskan
lebih dahulu. Penentuan prioritas ini dilakukan melalui survey pendahuluan ke
daerah-daerah oleh tenaga kerja sukarela sarjana yang diorganisir oleh BUTSI.
Diharapkan bahwa dalam Repelita II, kegiatan proyek Padat Karya Gaya Baru
akan dapat dilaksanakan setidak-tidaknya pada 775 kecamatan di seluruh Inlonesia.
Dalam program pembangunan desa adalah sangat penting untuk mengembangkan
usaha yang sifatnya nonpertanian, seperti pengrajutan, konfeksi/penjahitan, dan
lain-lain guna memenuhi kebutuhan desa. Dalam hubungan ini ketrampilan yang
dibutuhkan untuk pengembangan usaha dapat dimanfaatkan program Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK), khusus- nya untuk kaum wanita.
Satu masalah yang dihadapi di dalam perluasan kesempatan kerja produktif di
kalangan pedagang, nelayan, pengusaha pengrajin, dan tenaga kerja yang bekerja
untuk diri sendiri (self-employed) adalah kekurangan kredit. Para pengusaha
kecil ini pada umumnya tidak bisa memenuhi persyaratan bank teknis dan mereka
berdiam di desa. Untuk mereka ini dalam Repelita II dikembangkan Program Kredit
Desa. Dalam me1aksanakan program ini maka yang menjadi pertimbangan utama
adalah bahwa para pengusaha tersebut memang membutuhkan kredit dan
dipercayai dapat mengembalikannya.
439

Jumlah kredit untuk setiap nasabah diperkirakan berkisar diantara Rp. 10.000,-
sampai dengan Rp. 25.000,- dengan maksimum Rp. 100.000,-. Kredit disalurkan melalui
Bank Rakyat Indonesia Unit Desa yang direncanakan pada tahap permulaan
berjumlah 2.600 unit. Di tempat di mana tidak ter- dapat BRI unit desa maka
pemerintah daerah dapat menggu- nakan sebagian dari pada program bantuan
pembangunan Das- wati I untuk maksud tersebut.
Kebijaksanaan untuk memberi bantuan guna pembangunan Kabupaten dan Kotamadya
berdasarkan jumlah penduduk yang lebih dikenal dengan nama program INPRES akan
dilanjutkan dan ditingkatkan. Program ini bertujuan pertama-tama untuk
memperluas lapangan kerja, baik langsung sewaktu proyek dikerjakan maupun tidak
langsung sesudah proyek selesai diker-jakan. Program ini akan membuat daerah
pedesaan lebih me- narik melalui pembuatan dan perbaikan jalan dan jembatan
maupun pasar. Daerah pedesaan akan lebih produktif bukan hanya karena
prasarana perhubungan sudah diperbaiki akan tetapi juga karena waduk dan
saluran irigasi yang sudah direhabilitasi atau yang baru. Program ini juga ditujukan
untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup penduduk yang miskin di kota-kota
melalui proyek perbaikan kampung.
Bantuan untuk tahun anggaran 1974/75 adalah sebesar Rp. 300 perkapita.
Di samping itu akan diberikan insentif ke- pada Kabupaten/Kotamadya yang telah
mencapai atau melam- paui sasaran Ipedanya. Dana IPEDA yang diserahkan kepada
Kabupaten/Kotamadya dimaksudkan antara lain untuk pemeliharaan sarana yang telah
dibangun.
Pembiayaan program ini disediakan melalui sektor pemba- ngunan daerah, desa
dan kota.
Program penghijauan dan reboisasi akan dijalankan secara sungguh-sungguh, bukan
hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam arti luasnya daerah yang sangat memerlukan
penghi-jauan dan reboisasi akan tetapi juga dalam usaha mencipta-

440
Kegiatan yang diperlukan oleh program ini bukanlah kegiatan yang menuntut
ketrampilan yang tinggi dan alat yang modern. Rakyat desa yang memiliki alat
yang sederhana dan pengalaman tanam-menanam dapat menjalankan program
ini. Di samping itu, baik pria maupun wanita dan juga pemudapemudi dapat turut aktif
menjalankan program penghijauan dan reboisasi ini, sehingga memperluas
kesempatan kerja. Usaha penghijauan dan reboisasi ini didasarkan pada hasil
survey dan perencanaan yang lebih terperinci mengenai daerah-kritis di pulau Jawa dan
Madura yang diperkirakan meliputi beberapa juta hektar tanah tegalan tergolong kritis.
Sementara itu kegiatan penghijauan dan reboisasi yang sedang dijalankan akan
dilanjutkan dan diperluas. Pembiayaan kegiatan-kegiatan ini, tersedia di sektor
pertanian melalui program penyelamatan hutan, tanah dan air.

b. Program Pembinaan dan Penggunaan Tenaga Kerja.

Kebijaksanaan untuk memanfaatkan para pemuda, sarjana dan sarjana muda


sebagai tenaga pelopor pembangunan dan pembaharuan di daerah pedesaan (seperti
program BUTSI) akan dilanjutkan dan ditingkatkan. Program ini bertujuan se-
lain membina kepribadian para pemuda dan menjadikannya lebih tajam dalam
mengidentifikasi, merumuskan dan meme- cahkan masalah, juga langsung membantu
melaksanakan pro- gram pembaharuan dan pembangunan di desa di bidang admi-
nistrasi desa, pendidikan, latihan, dan sosial-mental-spirituil; kesehatan, gizi, dan
keluarga berencana; prasarana dan pro- duksi. Dengan hadirnya tenaga kerja
sukarela (TKS) atau pe- lopor pembaharuan dan pembangunan di desa,
maka bukan hanya partisipasi rakyat untuk pembangunan dapat ditingkat-
kan tapi juga perhatian dinas di tingkat yang lebih tinggi da- pat lebih banyak
diberikan pada pembangunan daerah pedesa- an. Melalui pelaksanaan tugas-
tugasnya, TKS juga akan meluas ke daerah – daerah sehingga masyarakat
desa akan lebih

441

berorientasi pembaharuan dan pembangunan. Diharapkan pada akhir Repelita II,


BUTSI sudah menugaskan sekitar 10.000 pelopor pembaharuan dan pembangunan
daerah pedesaan. Se- cara kumulatif, maka selama Repelita II, BUTSI akan
menugaskan sekitar 20.000 pemuda-pemudi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 17-2.
Juga jumlah tenaga kerja sukarela wanita diusaha- kan untuk ditingkatkan agar
pembinaan tenaga kerja wanita di desa dapat lebih effektif. ,

Bagi tenaga BUTSI yang dinilai baik terbuka kemungkinan untuk dipekerjakan
sebagai pegawai negeri setelah mereka menyelesaikan tugas mereka di lapangan.
Selain itu amatlah diharapkan bahwa setelah pengalaman di lapangan para tenaga
sarjana/sarjana muda ini melihat kemungkinan untuk memu- lai usaha sendiri
di daerah pedesaan. Untuk ini kepada mereka diberikan bantuan dan dorongan.
Selain dari penggunaan tenaga sarjana dan pemuda melalui BUTSI, maka dalam
Repelita II, ditingkatkan pula kegiatan Kuliah Kerja Nyata. Kegiatan Kuliah Kerja
Nyata ditujukan bagi para mahasiswa yang akan menyelesaikan pelajaran di
universitas-universitas sebagai bagian dari kurikulum mereka.
Kegiatan-kegiatan Kuliah Kerja Nyata dapat membantu berbagai aspek
pembangunan terutama di pedesaan. Para maha- siswa dapat membantu
penyuluhan maupun penggunaan dari pada cara-cara kerja baru. Mereka dapat pula
membantu perencanaan proyek di pedesaan sehingga proyek ini dapat lebih
bermanfaat bagi rakyat. Kemudian para mahasiswa dapat pula berpartisipasi di dalam
usaha nasional seperti pemberantasan buta huruf dan meningkatkan latihan di
pedesaan.
Peningkatan peranan para pemuda dan mahasiswa di dalam pembangunan akan
dilakukan juga melalui program lain.
Anggota-anggota ABRI yang memasuki masa persiapan pensiun (MPP) pada
umumnya masih mempunyai tahun - tahun

442

TABEL 17 - 2

PERKIRAAN JUMLAH TENAGA KERJA SUKARELA DALAM REPELITA II

Tahun 1974-75 1975-76 1976-77 1977-78 1978-79 Jumlah


Angkatan

IV. 300 300


V. 200 200
VI. 3.500 3.500 3.500
VII. 4.000 4.000 4.000
VIII. 4.500 4.500 4.500
IX. 5.000 5.000 5.000
X. 5.000 5.000

Jumlah: 4.000 7.500 8.500 9.500 10.000 22.500

produktif. Oleh karena itu tenaga mereka dapat dimanfaatkan untuk pembangunan.
Banyak anggata ABRI yang akan dialih tugaskan mempu- nyai ketrampilan
yang mereka pelajari sewaktu mereka masih aktif dalam dinas ketentaraan. Bagi
mereka yang mempunyai ketrampilan ini terbuka kemungkinan untuk dijadikan instruk-
tur pada pusat latihan kerja. Kebutuhan tenaga instruktur semakin bertambah, baik
di pusat latihan yang sudah ada mau- pun di pusat latihan kerja yang baru
didirikan. Sebaliknya, mereka yang membutuhkan ketrampilan dapat mengikuti
latih- an di pusat latihan kerja. Selanjutnya, anggota ABRI yang akan dialih
tugaskan dan ingin berusaha secara berkelompok atau- pun perseorangan dapat
diberi bantuan seperti yang diberikan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah
lainnya.

443

Dalam rangka peningkatan transmigrasi umumnya dan transmigrasi ABRI khususnya,


penyelenggaraan transmigrasi ABRI diintegrasikan dengan penyelenggaraan
transmigrasi lainnya.
Salah satu aspek penting di dalam meningkatkan kesempatan kerja adalah pembinaan
pengusaha kecil di kota maupun di desa. Cara-cara produksi para pengusaha kecil
ini pada umum- nya bersifat padat karya dan hasil produksi banyak memenuhi
kebutuhan rakyat banyak. Oleh karena itu melalui pembinaan para pengusaha ini
maka kesempatan kerja langsung maupun tidak langsung akan dapat diperluas.
Disamping itu pembinaan para pengusaha kecil juga ber- tujuan untuk
meningkatkan kemampuan pengusaha ekonomi lemah.
Adapun cara-cara yang ditempuh dalam pembinaan ini ber- bagai ragam
sifatnya. Secara tidak langsung hal ini dilakukan melalui kebijaksanaan di bidang impor
dan pajak yang ber- tujuan untuk memberi perlindungan yang wajar bagi
hasil pro- duksi pengusaha kecil. Secara langsung pembinaan dilaksana- kan
melalui penyuluhan yang intensif untuk pengusaha kecil.
Sebagai salah satu bagian pembinaan ini adalah penyediaan kredit investasi dan
kredit eksploitasi yang masing-masing berjumlah maksimum Rp. 5 juta. Syarat-
syarat untuk kredit ini dibuat ringan. Kredit ini tidak mutlak memerlukan
penye- diaan 25% dari kebutuhan dana investasi bilamana pengusaha
yang bersangkutan tidak sanggup menyediakannya. Sasaran yang akan dicapai
meliputi meningkatkan produksi dan mutu hasil perusahaan kecil; meningkatkan
pemasaran hasil pro- duksi perusahaan kecil; meningkatkan latihan kejuruan
dan management bagi pengusaha kecil dan meningkatkan tersedia- nya fasilitas
kredit bagi pengusaha kecil.
Dengan semakin meningkatnya penanaman modal asing, semakin banyak pula
tenaga asing yang bekerja di Indonesia. Kebijaksanaan yang ditempuh dalam Repelita II
terhadap te- naga asing, adalah seperti dalam Repelita I yakni membatasi

444

masuknya tenaga asing yang bekerja di Indonesia dan menggantikan tenaga asing
dengan tenaga Indonesia secepat mungkin.

Adapun langkah yang ditempuh dalam rangka membatasi masuknya tenaga !asing
adalah menutup kemungkinan untuk jabatan tertentu bagi tenaga asing, khususnya
jabatan yang tidak membutuhkan ketrampilan khusus untuk mana tenaga
Indonesia sudah tersedia. Selanjutnya bagi jabatan yang ter- paksa diisi oleh tenaga
asing maka ditentukan satu waktu ter- tentu pada saat mana jabatan tersebut
telah dapat diisi oleh tenaga Indonesia.

Pengaturan administratif yang lebih teliti dan ketat di dalam pemberian izin masuknya
tenaga kerja asing ke Indonesia dan pengawasan lebih efektif mengenai penggunaan
tenaga asing merupakan sebagian langkah agar tenaga Indonesia bisa lebih banyak
dimanfaatkan. Sejalan dengan usaha administratif ini adalah meningkatkan usaha
pembinaan tenaga kerja Indonesia untuk menggantikan tenaga asing. Untuk ini kegiatan
latihan dilakukan bukan saja di pusat-pusat latihan kerja tetapi juga oleh
perusahaan bersangkutan. Perusahaan asing yang ber- operasi di Indonesia
diwajibkan untuk melaksanakan program latihan yang sistimatis agar tenaga Indonesia
dapat menduduki jabatan pada perusahaan tersebut sesuai dengan ketentuan di dalam
undang-undang Penanaman Modal Asing.
Di samping itu terdapat banyak hambatan di dalam pasaran tenaga kerja agar
penggunaan tenaga kerja dapat lebih opti- mal. Tenaga kerja di suatu daerah yang
membutuhkan peker- jaan mungkin tidak mengetahui bahwa di daerah lain
terdapat pekerjaan. Para siswa yang akan lulus dari sekolah ditingkat lanjutan mungkin
kurang mengetahui sepenuhnya menge- nai keadaan pasar kerja umpamanya
mengenai syarat kerja, upah, dan dimana pekerjaan tersebut. Jadi kekurangan
infor- masi merupakan hambatan utama ke arah mobilitas tenaga kerja
yang lebih tinggi.
445

Oleh karena itu salah satu usaha penting yang akan ditingkat- kan dalam Repelita
II dailam rangka penggunaan tenaga kerja lebih optimal adalah penyebarluasan
informasi mengenai pa- saran tenaga kerja.
Adapun beberapa kegnatan di dalam usaha ini melaputi pengumpulan informasi dari
pada pekerjaan baru yang diciptakan melalui berbagai usaha penanaman modal, yang
menggunakan fasilitas penanaman modal baik asing maupun swasta. Pengumpulan
informasi mengenai kesempatan kerja dari program pembangunan Pemerintah juga
ditingkatkan.
Informasi mengenai kesempatan kerja disebarluaskan ke se-
luruh tanah air, terutama ke daerah yang padat penduduknya. Dalam hubungan ini akan
dimanfaatkan saluran komunikasi massa seperti radio, suratkabar, maupun
buletin-buletin.
Dalam usaha pemanfaatan tenaga kerja secara optimal maka usaha penempatan juga
ditingkatkan. Dalam hubungan ini ban-tuan dan faasilitas akan diberikan kepada
perusahaan yang beroperasi di daerah tipis penduduk di dalam usaha mendapat-
kan tenaga kerja.
Di dalam usaha ini semua perhatian khusus akan diberikan kepada tenaga kerja usia
muda.
Dalam program pembinaan dan penggunaan tenaga kerja termasuk usaha
perencanaan tenaga kerja sebagai salah satu usaha mengatasi kekurangan-
seimbangan yang terdapat di da- lam penawaran dan permintaan tenaga terdidik.
Di samping as- pek sektor, maka perencanaan dan usaha mengatasi kekurang-
seimbangan ini akan menekankan aspek daerah. Dengan bekerja sama dengan badan
perencanaan pembangunan yang ada di daerah disusun rencana tenaga kerja
untuk daerah tersebut. Rencana tenaga kerja daerah merupakan salah satu bahan pen-
ting di dalam perencanaan tenaga kerja secara nasional.
c. Program Pendidikan Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Dalam GBHN antara lain dinyatakan bahwa untuk mengisi lapangan kerja yang akan
tersedia diperlukan tenaga kerja

446

yang memiliki kecakapan dan ketrampilan yang sesuai dengan keperluan pembangunan,
sehingga perluasan lapangan kerja dan pembinaan sistem pendidikan yang sesuai
dengan keperluan pembangunan, atau yang mampu menghasilkan tenaga kerja
yang diperlukan untuk pembangunan, harus dilaksanakan se- cara bersama dan
serasi.
Dalam bidang pendidikan dan latihan, sasaran dalam Repelita II adalah
meningkatkan kesesuaian di antara sistem pendidikan formil (SD, SLP, SLA dan
Perguruan Tinggi) dengan kebutuhan tenaga di dalam pembangunan. Dengan
demikian diharapkan jumlah pencari kerja di kalangan para lulusan akan dapat
diperkecil. Sasaran lainnya adalah memenuhi kebutuhan tenaga trampil yang
ternyata kurang di dalam pembangunan. (Selanjutnya lihat Bab: Pendidikan dan
Pembinaan Generasi Muda).
Untuk meningkatkan latihan yang bersifat kejuruan, langkah-langkah dalam
Repelita II adalah melanjutkan reha- bilitasi pusat latihan kerja yang ada dan
membangun pusat- pusat latihan kerja baru terutama untuk jurusan pertanian
dan lapangan kejuruan industri. Dalam rangka meningkatkan kwalitas latihan maka
jumlah instruktur pada pusat latihan kerja akan ditambah. Latihan bagi
pengusaha kecil dan pemuda jebolan sekolah juga ditingkatkan. Latihan kejuruan dalam
rangka pelaksanaan program transmigrasi dan program pembinaan desa
transmigrasi juga ditingkatkan.
Dalam latihan kerja dam latihan kejuruan tersebut akan selalu diusahakan
agar jumlah peserta wanita meningkat.
Kegiatan swasta di bidang latihan akan didorong dan ditingkatkan kwalitasnya
dan ditempatkan sebagai bagian pendidikan kejuruan nasional. Dalam hubungan ini
dalam Repelita II kegiatan pendidikan kejuruan yang dilaksanakan oleh
lembaga pendidikan swasta akan diinventarisasikan dan diadakan pembakuan didalam
kurikulum. Bantuan lainnya terutama berupa penyuluhan akan diberikan kepada
lembaga yang bersangkutan.
447

Perusahaan diarahkan untuk dapat menyumbang lebih besar kepada latihan


kejuruan. Setiap program investasi swasta, asing maupun dalam negeri,
diharuskan membuat rencana, serta melaksanakan pendidikan dan latihan bagi tenaga
yang dibutuhkannya dan diawasi pelaksanaannya.
Dalam program pendidikan tenaga kerja dan transmigrasi termasuk pula usaha
untuk mengembangkan kemampuan berusaha sendiri, terutama bagi pengusaha
ekonomi lemah dan pemuda. Dalam hubungan iani maka pusat latihan kerja akan
disesuaikan orientasi dan cara latihannya, agar para lulusan mampu memulai
perusahaan sendiri atau mengembangkan usaha mereka.
Agar terdapat penyesuaian perencanaan di bidang pendidikan dan latihan, maka
angka mengenai jumlah dan jenis kebutuhan tenaga kerja akan diperbaiki. Untuk ini
maka, klasifikasi pekerjaan, uraian pekerjaan (job description) dan syarat
pekerjaan akan disempurnakan.

d. Program Pembinaan Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja.


Di bidang pengupahan terdapat dua hal yang menjadi sasaran. Pertama
adalah mengusahakan agar upah terendah yang dibayar menuju kearah memenuhi
kebutuhan pokok minimum pada berbagai jabatan di berbagai sektor. Kedua, sebagai
bagian dari usaha pemerataan hasil pembangunan, adalah mengusahakan agar
perbedaan upah di antara berbagai jabatan dan sektor perlu dijaga agar tidak menjadi
berlebihan.
Secara kelembagaan usaha lainnya yang akan dilaksanakan adalah perbaikan
peraturan dan pelaksanaan mengenai peng- upahan seperti pembayaran upah pada
waktunya, pembayaran upah sesuai dengan tingkat Kebutuhan Fisik Minimum (KFM)
bilamana hal tersebut telah ditetapkan dan dapat dilaksanakan.
Sejalan dengan usaha di bidang pengupahan adalah usaha untuk meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja dari tenaga kerja.

448

Adapun langkah-langkah di bidang ini adalah melaksanakan pengawasan lebih


efektif mengenai pelaksanaan norma kese- hatan dam keselamatan kerja pada
perusahaan-perusahaan. Semua peraturan dan perundangan perburuhan yang sudah
tidak sesuai lagi akan diadakan penyempurnaan, misalnya peraturan mengenai
kecelakaan, peraturan mengenai pendaf- taran serikat buruh dan sebagainya. Di
samping itu usaha-usaha pembinaan sistem asuransi bagi buruh swasta yang telah di-
mulai dalam Repelita I ditingkatkan dalam Repelita II.
Menjelang akhir Repelita I serikat buruh di Indonesia telah berhasil menyatukan diri
mereka ke dalam satu wadah dan berhasil pula menciptakan program kegiatan yang
mendorong pembangunan. Organisasi nelayan dan organisasi pertanian juga
sudah dapat mengkonsolidir diri mereka.
Kebijaksanaan terhadap organisasi sosial di bidang produksi ini ditujukan
untuk mendorong pertumbuhan mereka dan mengarahkan kegiatan dan inisiatif
mereka untuk menciptakan kesempatan kerja produktif dan suasana kerja yang
dinamis. Bentuk yang sesuai dari partisipasi organisasi sosial ini di bidang
peningkatan produksi dan penciptaan lapangan kerja serta demokratisasi
kehidupan kerja di tempat produksi diusahakan untuk diwujudkan setahap demi
setahap dalam Re- pelita II.
Dalam hubungan ini maka peninjauan untuk perbaikan aspek kelembagaan yang
menyangkut hubungan kerja akan dilaksanakan. Pendidikan buruh akan digalakkan
dalaln rangka pembinaan serikat buruh. Peraturan dan undang-undang yang
menyangkut cara kerja maupun fungsi lembaga tripartite disempurnakan. Kegiatan
penelitian pengupahan akan digalakkan dalam rangka pemecahan masalah
pengupahan. Penyempurnaan dan pelaksanaan hubungan perburuhan yang
merangsang partisipasi bertanggung jawab akan dilakukan baik dari segi konsepsi
maupun dari segi praktek pelaksanaan, termasuk penyempurnaan dan perluasan
Perjanjian Kerja Bersama.

449
410476 - (15a).

Untuk mengatasi kesukaran para pekerja wanita yang mem-punyai kewajiban


keluarga, maka fasilitas untuk keluarga berencana di tempat kerja (pabrik-pabrik, kantor-
kantor), tempat penitipan anak, dan sebagainya akan diusahakan untuk dapat
tersedia.

e. Program Penelitian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Untuk mendukung kebijaksanaan nasional di dalam pencip- taan


kesempatan kerja produktif maka dalam Repelita II dilaksanakan berbagai usaha
penelitian yang mencakup aspek-aspek penting dari masalah kesempatan kerja dan
tenaga kerja. Pene- litian ini diarahkan untuk mendapatkan cara-cara yang tepat
di dalam pengukuran gejala kekurangan kerja dan pendapatan rendah; mendapatkan
cara-cara produksi yang banyak menye- rap tenaga kerja dengan biaya investasi
yang sama. Penelitian akan meliputi pula usaha untuk mendorong agar barang
produk- si yang bersifat padat karya lebih banyak dipergunakan. Pene - litian
juga diarahkan untuk menentukan m,asalah kelembagaan yang timbul di dalam rangka
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pembangunan yang berorientasi
memper- luas kesempatan kerja. Dalam rangka perencanaan tenaga kerja
maka usaha-usaha penelitian pengupahan, penelitian informasi pasar kerja dan
penelitian jabatan dalam Repelita II akan diselesaikan.
Penelitian mengenai ketenaga kerjaan juga diarahkan untuk mendukung pelaksanaan
lebih efektif dari usaha transmigrasi. Penelitian mencakup keadaan sosial ekonomi di
tempat asal maupun di tempat tujuan dan survey eksplorasi mengenai daerah
transmigrasi. Agar dapat mendukung kebijaksanaan nasional di dalam penciptaan
kesempatan kerja maka isi dan cara pendekatan yang dilakukan haruslah
berorientasi kepada pemecahan masalah yang dihadapi di dalam proses pem-
bangunan.

450

II. TRANSMIGRASI

1. Peranan transmigrasi dalam pembangunan nasional.


Dalam GBHN dikemukakan bahwa pembukaan daerah yang jarang penduduknya di
luar pulau Jawa di samping membang-kitkan potensi ekonomi yang sangat luas juga
akan menambah terbukanya kesempatan kerja yang lebih luas. Oleh karena itu maka
transmigrasi, termasuk transmigrasi lokal, harus dige- rakkan dan
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh secara ter- arah dan dikaitkan dengan
kegiatan pembangunan daerah.
Usaha transmigrasi juga diharapkan untuk meningkatkan integrasi nasional, bukan
saja dalam artian ekonomi tetapi juga secara sosial budaya. Transmigrasi merupakan
usaha mendorong perpindahan penduduk dari Jawa, Bali dan Lombok yang dalam jangka
panjang diharapkan dapat memperbaiki pola penyebaran penduduk. Selanjutnya
transmigrasi dapat pula dilihat sebagai usaha memenuhi kebutuhan tenaga kerja di
dalam berbagai program pembangunan nasional seperti pembuatan prasarana jalan.
Usaha transmigrasi khususnya dii sektor pertanian diharapkan juga untuk memperluas
areal produktif pertanian dan dengan demikian membantu meningkatkan produksi dan
ekspor. Demikian pula transmigrasi akan menyumbang bagi pertahanan dan keamanan
nasional serta pembinaan bangsa. Mengingat banyaknya tujuan-tujuan pembangunan
yang terkait dengan program transmigrasi, jelaslah bahwa program ini merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari usaha-usaha pemba-ngunan dalam Repelita II maupun
dalam masa selanjutnya.

2. Perkembangan transmigrasi.
Sebelum Repelita I transmigrasi terutama dilaksanakan se- bagai usaha
memindahkan penduduk sebesar-besarnya dari daerah padat penduduk di Jawa dan
Bali ke daerah luar Jawa dan Bali tanpa dikaitkan dengan usaha-usaha pembangunan
daerah maupun pembangunan sektor. Akibatnya adalah banyak program transmigrasi
yang terlantar.

451
410476 - (15 b).

Salah satu hasil yang dicapai selama Repelita I adalah pengkaitan program
transmigrasi dengan usaha pembangunan lainnya. Transmigrasi dilaksanakan
dengan tujuan pembangun- an daerah baik daerah tujuan transmigrasi maupun
daerah asal transmigrasi. Transmigrasi juga dilihat sebagai usaha untuk
mencukupi kebutuhan tenaga pembangunan di daerah yang tipis penduduknya.
Secara kwantitatif, jumlah kepala keluarga yang ditransmigrasikan ke daerah luar
Jawa dan Bali terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama Repelita I (sampai
dengan Nopember 1973) telah berhasil ditempatkan 25.537 kepala keluarga atau
127.689 jiwa.
Pembinaan daerah transmigrasi baik dari segi kemampuan ekonomi maupun
pelayanan sosial terus ditingkatkan selama Repelita I. Pada akhir Repelita I telah dapat
diusahakan oleh para transmigran tanah pertanian seluas ± 90.000 ha. Sejalan
dengan itu, pembinaan koperasi di kalangan transmigran juga sudah diimulai. Pada
akhir Repelita I terdapat kira-kira 91 buah koperasi dengan lebih kurang 17.000
anggota.
Pelayanan sosial yang dibutuhkan bagi pengembangan daerah transmigrasi juga
ditingkatkan. Selama empat tahun Repelita I telah dibangun 88 buah sekolah
dengan 260 ruang belajar; dan 58 buah balai pengobatan.

Sebelum Repelita I transmigrasi dilaksanakan tanpa koordi- nasi dengan berbagai


instansi atau lembaga yang mempunyai peranan terhadap efektifitas transmigrasi.
Dalam Repelita I kelemahan ini telah diperbaiki. Banyaknya badan yang me-
laksanakan transmigrasi secara sendiri-sendiri telah dapat diperbaiki dengan adanya
koordinasi da.lam penyelenggaraan transmigrasi.
Di samping itu semua, pelaksanaan transmigrasi selama Repelita I memberikan
banyak pengalaman dan pelajaran yang dapat dimanfaatkan bagi usaha
transmigrasi dalam Repelita II.
452

3. Masalah-masalah transmigrasi.
Masalah yang dihadapi di bidang transmigrasi adalah masalah yang
berhubungan dengan persiapan dan pembinaan daerah tujuan transmigrasi menjadi
satuan ekonomi dan sosial yang dapat berkembang. Pemilihan lokasi , masalah
pengadaan sarana yang dibutuhkan, koordinasi dengan daerah maupun secara
sektoral adalah beberapa masalah yang menonjol.
Di daerah asal masalah yang dihadapi berhubungan dengan pemilihan calon
transmigran. Perhatian khusus diberikan kepada pemindahan penduduk dari
daerah tanah kritis. Kepindahan dari daerah tersebut akan sangat membantu
kelancaran usaha penghijauan dan penanaman kembali hutan dalam rangka
mempertahankan sumber alam.
Penyediaan fasilitas pengangkutan juga merupakan masalah lainnya. Masalah yang
dihadapi adalah peningkatan fasilitas pengangkutan agar perpindahan penduduk dapat
lebih lancar berlangsung.

4. Kebijaksanaan dalam Repelita II.


Adapun yang menjadi sasaran kebijaksanaan transmigrasi adalah meningkatkan
jumlah transmigran sebesar mungkin dari pulau Jawa, Bali dan Lombok ke luar
pulau Jawa, Bali dan Lombok.
Untuk ini pendapatan per kapita di daerah transmigrasi ha- rus lebih baik dari
pendapatan di tempat asalnya. Oleh karena itu kebijaksanaan selama Repelita II
akan ditujukan kepada pembangunan satuan desa yang akan dapat berkembang men-
jadi satuan ekonomi yang berkembang terus. Hal ini berarti bahwa persyaratan
minimum agar suatu daerah dapat berkem-bang harus dipenuhi terlebih dahulu.
Persyaratan minimum ini menyangkut penyediaan prasarana agar daerah transmigrasi
dapat berhubungan dengan daerah luar terutama untuk kebu- tuhan pemasaran
hasil produksi; prasarana irigasi pada dae- rah transmigrasi yang
membutuhkan irigasi; fasilitas peru-

453
mahan; fasilitas sosial yang esensiil seperti sekolah dasar dan pusat kesehatan
masyarakat dan keluarga berencana. Yang di- tuju adalah agar para transmigran
yang sampai pertama se- kali ke daerah ini merasa adanya perbaikan didalam
kehidup- annya dan adanya masa depan yang lebih baik lagi.
Walaupun sebagian besar dari pada transmigran adalah pe- tani, namun untuk
perkembangan daerah transmigrasi men- jadi satuan sosial dan ekonomi yang
dapat hidup dan berkem- bang terus maka dibutuhkan juga transmigran yang
nonpetani. Oleh karena itu kebijaksanaan dalam Repelita II adalah memperluas calon
transmigran kepada golongan nonpetani sesuai dengan kebutuhan perkembangan daerah
bersangkutan.
Dalam pemilihan calon transmigran akan diutamakan calon dari daerah
pedesaan; diusahakan agar calon transmigran ter- diri dari keluarga petani muda
yang secara fisik dan mental mudah mengadakan penyesuaian di daerah baru.
Pembinaan pusat perkembangan ini dikaitkan dengan ren- cana pembangunan
daerah. Koordinasi didalam perencanaan dan pelaksanaan pembinaan wilayah
transmigrasi ditingkat- kan baik dengan pemerintah setempat maupun dengan
program pembangunan di berbagai sektor. Sasaran penting di dalam ke-giatan koordinasi
ini adalah untuk mewujudkan agar trans- migrasi merupakan bagian integral dari
pembangunan daerah baik secara organisatoris maupun geografis. Dengan demikian
sarana administrasi, sosial, kulturil, dan ekonomis bagi daerah transmigrasi dapat
diciptakan secara lebih efektif.
Mengingat bahwa di tempat yang baru harus dibentuk suatu masyarakat baru
dengan segala keragamannya, maka penge- tahuan praktis, di samping
pertanian, seperti menjahit, meng- renda, mengawetkan makanan, membuat sari
buah dan kueh- kueh, membuat batu-bata, memperbaiki sepatu, dan lain-lain
akan diajarkan di kalangan transmigran atau keluarganya.
Di samping transmigrasi yang langsung digerakkan oleh pemerintah maka
transmigrasi spontan akan lebih terdorong de-

454

ngan makin meluasnya pembangunan dan kegiatan ekonomi di luar Jawa.


Dalam usaha mendorong perpindahan penduduk secara spon-tan dalam jumlah lebih
besar, maka fasilitas pengangkutan yang menghubungkan daerah padat
penduduk dengan tipis penduduk akan ditingkatkan. Dalam hubungan ini kemampuan
daya angkut jalan dan kereta api di antara Merak dan kota lain di Jawa akan
ditingkatkan. Daya angkut di antara Merak dan pelabuhan Panjang juga
ditingkatkan. Pembangunan ferry antara Merak dan Bakahuni dan pembangunan jalan
antara Bakahuni dan Gayam serta peningkatan jalan di antara Gayam dan Panjang
akan memperpendek waktu perjalanan dari Jawa ke daerah transmigrasi di
Sumatra bagian Selatan.
Dalam rangka mendorong transmigrasi spontan maka penyuluhan dan penyebaran
informasi tentang keadaan serta kemungkinan di daerah luar Jawa dan Bali
disebarluaskan.
Didalam menentukan daerah asal transmigrasi prioritas diberikan kepada daerah
kritis yang harus direhabilitir, daerah yang terancam bencana alam dan daerah-
daerah yang kepa- datan penduduknya melebihi 1.000 jiwa per km2.
Salah satu alasan penting didalam pembinaan desa transmi-grasi menjadi satuan
ekonomi yang kuat adalah agar para transmigran pada suatu waktu dapat menyumbang
lebih besar kepada usaha pembangunan, khususnya transmigrasi. Untuk ini,
maka setahap demi setahap para transmigran yang sudah mampu akan dimintakan
untuk membayar kembali sebagian atau seluruh biaya yang telah dikeluarkan bagi
kepentingan transmigran.
5. Perkiraan sasaran transmigrasi.
Dalam Repelita II diharapkan akan dibuka dan diperkembangkan tanah pertanian
baru di luar Jawa, yang terdiri tanah persawahan, tegalan, dan perladangan. Adapun
budidaya yang direncanakan akan ditanam tidak terbatas kepada tanaman pa-

455

ngan khususnya padi sa ja tetapi juga tanaman untuk ekspor seperti kelapa, kelapa
sawit, tembakau, dan lain-lain.
Tanah yang disediakan untuk satu kepala keluarga minimal 4-5 ha dalam hal
pertanian tanpa irigasi dan 2 ha dalam hal pertanian dengan irigasi. Jumlah transmigran
yang akan dapat ditampung adalah minimum 250.000 kepala keluarga. Bilamana satu
keluarga terdiri dari lima orang, maka jumlah transmigran adalah minimum 1 1/4 juta
orang selama lima tahun mendatang. Bi1amana satu desa beranggotakan 500 kepala
keluarga maka jumlah desa yang akan dibangun seluruhnya berjumlah mini- mum
± 500 desa.
Areal pertanian yang dibuka dalam rangka transmigrasi ter- buka bagi siapa
saja yang membutuhkan tanah untuk perta- nian, termasuk transmigran lokal.
Persyaratan yang harus dipegang teguh dan dilaksanakan adalah bahwa orang
yang mendapat tanah di daerah transmi- grasi benar-benar adalah petani dan
mengerjakan tanah yang didapatnya. Bagi transmigran yang datang dari Jawa, Bali dan
Lombok diusahakan agar mereka berasal dari daerah yang kepadatan penduduknya lebih
dari 1000 per km2, daerah yang perlu dihijaukan, daerah reboisasi dan daerah
bencana alam.
Adapun daerah tujuan utama adalah Sumatra bagian Sela- tan; Kalimantan
bagian Tenggara di sepanjang jalan yang akan dibangun di antara Banjarmasin,
Balikpapan dan Samarinda; dan di Sulawesi adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Tenggara; dan daerah-daerah lain sesuai dengan hasil penelitian.

6. Pelaksanaan dan pembinaan transmigrasi.


Agar pembinaan wilayah transmigrasi dapat berhasil dengan baik, diperlukan
tinjauan yang teliti mengenai daerah proyek transmigrasi. Untuk ini dilaksanakan
berbagai ragam survey dan penelitian baik mengenai kesanggupan tanah, sumber -
sumber air maupun aspek-aspek sosial daerah proyek trans- migrasi.

456

Pengaturan tata guna tanah di daerah proyek adalah pen- ting. Di daerah
tanah kering satu unit desa minimal diperlukan 5000-6000 ha dan setiap kepala keluarga
menggarap 4 ha - 5 ha tanah garapan. Untuk daerah di mana terdapat
pengairan, luas minimum unit desa bisa lebih kecil, yaitu 3000 ha dan
masing-masing kepala keluarga mengusahakan 2 ha tanah ga- rapan. Bilamana
prasarana irigasi belum tersedia maka usaha pemindahan penduduk dikoordinasikan
dengan usaha-usaha pembangunan irigasi.
Di dalam pola penggunaan tanah diperhatikan bukan saja keperluan tanah untuk
rumah tempat tinggal tetapi juga untuk sarana umum seperti jalan, kantor, dan lain-lain.
Hal ini penting di dalam membangun desa sebagai suatu satuan sosial.
Di samping itu untuk pembinaan daerah transmigrasi seba- gai satuan ekonomi
amatlah dibutuhkan tersedianya kredit, fasilitas pemasaran, usaha koperasi, alat-
alat pertanian, dan barang kebutuhan pertanian yang lain.

PEMBIAYAAN.
Pembiayaan dari Anggaran Pembangunan Negara untuk pembangunan Tenaga Kerja
dan Transmigrasi dalam tahun 1974/ 75 berjumlah Rp. 6,6 milyar, sedang selama
jangka waktu lima tahun dalam Repelita II diperkirakan berjumlah Rp. 69,4 milyar.
Di samping itu ada pula kegiatan untuk pembangunan Te- naga Kerja dan
Transmigrasi yang pembiayaannya diperhi- tungkan di sektor-sektor lain, yakni
untuk pendidikan yang digolongkan dalam sektor Pendidikan Kebudayaan Nasional dan
Pembinan Generasi Muda sebesar Rp. 989,0 juta dalam tahun 1974/75 dan
diperkirakan berjumlah Rp. 9.134,0 juta dalam jangka waktu lima tahun selama Repelita
II.
Untuk penelitian yang digolongkan dalam sektor Pengemba- ngan Ilmu dan
Teknologi, Penelitian dan Statistik sebesar Rp. 165,0 juta dalam tahun 1974/75
dan diperkirakan berjum- lah Rp. 1.475,0 juta selama lima tahun dalam Repelita
II.

457

Sedang untuk pembangunan prasarana fisik Pemerintahan dan/atau untuk


Peningkatan Efisiensi Aparatur Pemerintahan yang digolongkan dalam Sektor Aparatur
Negara sebesar Rp. 384,2 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan
berjum- lah Rp. 2.305,0 juta selama lima tahun dalam Repelita II.
Dalam pada itu masih terdapat pembiayaan untuk Program Pembangunan Desa yang
digolongkan dalam Sektor Pemba- ngunan Regional dan Daerah, sebesar Rp. 1.100,0
juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan berjumlah Rp. 7.700,0 juta selama lima
tahun dalam Repelita II.

Dalam seluruh jumlah-jumlah tersebut di atas sudah terma- suk nilai lawan
pelaksanaan bantuan proyek.
458
TABEL 17 - 3.
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN
1974/75 - 1978/79
(dalam jutaan rapiah)
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
No. Kode Sektor/Sub Sektor/Program 1974/75 1974/75-1978/79
(Anggaran (Anggaran
Pembangunan Pembangunan

2 3 4
1.

6. SEKTOR TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI 6.597,8 69,400,0


6.1. . Sub Sektor Tenaga Kerja 787,0 15.000,0
6.1.1. Program Pembinaan dan Penggunaan Tenaga Kerja 632,0 13.000,0
6.1.2. Program Pembinaan Hubungan dan Perlindungan
Tenaga Kerja 155,0 2.000,0
6.2. Sub Sektor Transmigrasi 5.810,8 54.400,0
6.2.1. Program Transmigrasi 5.454,8 33.840,0
6.2.2. Program Pembinaan Desa Transmigrasi 356,0 20.560,0

459

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI


1 2 3 4

KEGIATAN TENAGA KERJA, DAN TRANSMI-


GRASI LAINNYA YANG PEMBIAYAANNYA
DIPERHITUNGKAN DI SEKTOR-SEKTOR LAIN.
7. Sektor Pembangunan Regional dan Daerah
7.1. Sub Sektor Desa dan Daerah
7.1.1. Program Bantuan Pembangunan Desa 1.100,0 7.700,0
9. Sektor Pendidikan, Kebudayaan Nasional dan Pem-
binaan Generasi Muda
9.2. Sub Sektor Pendidikan dan Latihan Institusionil/
Kedinasan
9.2.5. Program Pendidikan Tenaga Kerja dan Transmigrasi 989,0 9.134,0
15. Sektor Pengembangan Ilmu dan Teknologi, Penelitian
dan Statistik
15.3. Sub Sektor Penelitian Institusionil
15.3.5. Program Penelitian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 165,0 1.475,0
16. Sektor Aparatur Negara
16.2. Sub Sektor Aparatur Pemerintahan 384,2 2.305,0

460

Anda mungkin juga menyukai