Anda di halaman 1dari 10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Biomassa
Pada umumnya biomassa adalah bahan yang didapat dari tumbuhan
secara langsung maupun tidak langsung. Sumber daya yang didapat dari
hayati ini meliputi berbagai macam tumbuhan yang hidup di daratan dan
lautan, berbagai sumber pertanian, perhutanan, limbah industri, dan kotoran
hewan.
Menurut Borman (1998) dalam Nasrudin dan Affandy (2011)
menyatakan bahwa biomassa merupakan bahan bakar padat selain batubara
yang diperoleh dari sumber daya hayati seperti dari rumput, daun, kayu,
ranting, ampas tebu, tongkol jagung, limbah pertanian, limbah perkebunan dan
limbah rumah tangga. Biomassa diklasifikasikan menjadi dua yaitu kayu dan
bukan kayu.
Menurut (Jamilatun, 2008) biomassa dan batubara adalah bahan bakar
berwujud padat yang mempunyai karakteristik berbeda. Batubara mempunyai
kandungan kalor dan karbon yang tinggi tetapi kadar abu sedang. Sedangkan
biomassa mempunyai kandungan karbon rendah, kandungan kalornya
tergolong sedang dan kadar abu pada biomassa tergantung dari jenis bahannya.
Biomassa merupakan sumber energi yang diperoleh dari tumbuhan dan
bagian-bagiannya seperti akar, kayu, biji, buah, daun, ranting, dan bunga
termasuk tanaman yang didapat dengan kegiatan pertanian, perkebunan, dan
hutan. Biomassa merupakan campuran material organik yang kompleks,
terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan mineral lain yang jumlahnya
sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium dan besi. Bahan utama biomassa antara
lain karbohidrat (berat kering kira-kira sampai 75 %) dan lignin (sampai
dengan 25 %), pada beberapa tanaman komposisinya bisa berbeda-beda.
Keuntungan pemakaian biomassa untuk sumber bahan bakar adalah
keberlanjutannya, diperkirakan 140 juta ton biomassa dapat digunakan per
tahunnya. Keterbatasan dari biomassa adalah banyaknya kendala dalam
penggunaan pada mesin kendaraan transportasi darat, salah satunya mobil
(Thoha, Fajrin, 2010).

5
6

2.2 Bioarang
Bioarang merupakan arang yang diperoleh dengan cara membakar
biomassa kering tanpa adanya udara dalam suatu bejana bermulut sempit.
Bahan baku bioarang antara lain aneka jenis daun tumbuhan, ranting
tumbuhan, gulma. Abu ketel sisa pembakaran bahan bakar boiler di pabrik
gula juga termasuk salah satu bioarang, karena abu ketel tersebut dihasilkan
dari ampas tebu yang dibakar dalam ruang pembakaran boiler. Ada juga
beberapa jenis bioarang halus dari sumber bahan baku seperti disebutkan
diatas maupun dari kotoran ternak, misalnya sekam padi, serbuk gergaji kayu,
kotoran sapi, kotoran kerbau dan lain-lain (Raharjo, 2013)
Menurut Dani sucipto (2012) dalam elfino, subekti, sadil, (2014)
Bioarang merupakan arang yang terbuat dari aneka macam bahan hayati atau
biomassa, misalnya dedaunan, ranting, kayu, rumput, jerami, dan limbah
pertanian lainnya. Bioarang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif
yang tidak kalah dari bahan bakar lain sejenisnya. Untuk memaksimalkan
pemanfaatannya, bioarang harus melalui beberapa proses pengolahan agar
dapat menjadi briket bioarang.
Bioarang adalah bahan bakar yang diperoleh dari bahan-bahan organik
seperti daun-daunan, batang, ranting, bunga, akar dan limbah organik lainnya
dengan proses karbonisasi. Bioarang yang sudah terbentuk maka dapat
diproses menjadi briket bioarang dengan melakukan pemampatan terhadap
bioarang sehingga bioarang menjadi gumpalan-gumpalan yang padat. (Faizal,
Saputra, Zainal, 2015)
Karbonisasi atau disebut proses pirolisis merupakan proses
pembakaran tidak sempurna dengan mengurangi jumlah oksigen pada wadah
pembakaran bahan baku dan hanya menyisakan karbon sebagai residu (Thoha,
Fajrin, 2010). Dengan proses karbonisasi unsur-unsur yang dapat memicu
terjadinya asap dan jelaga dapat dikurangi, sehingga gas buangannya menjadi
lebih bersih. Dilanjutkan dengan proses pembriketan agar kebutuhan ruang
menjadi lebih kecil dan pembakarannya lebih baik.(Untoro Budi Surono,
2010). Arang yang bermutu adalah arang yang dapat menghasilkan kalor
7

dengan nilai yang tinggi dan memiliki kadar karbon yang tinggi pula tetapi
kadar abu yang dihasilkan rendah (Arifin, Noor, 2016).
2.3 Tebu
Menurut (Andaka, 2011) Tanaman tebu adalah salah satu bahan utama
pembuatan gula yang sudah menjadi suatu kebutuhan dalam rumah tangga, hal
ini dikarenakan dalam batang tebu mempunyai kandungan cairan gula yang
cukup banyak. Sifat morfologi tanaman tebu antara lain mempunyai batang
yang beruas–ruas dari bagian pangkal tanaman hingga pada pertengahan
tanaman tebu, ruas pada batang tebu berukuran panjang-panjang, sedangkan
pada bagian ujung batang tebu ruasnya pendek. Tinggi batang tanaman tebu
antara 2 hingga 5 meter,. tanaman tebu memiliki akar serabut, hal ini
merupakan salah satu tanda bahwa tebu termasuk dalam tanaman jenis
monokotil. Akar tanaman tebu dibedakan menjadi dua, antara lain akar tunas
dan akar stek. Akar stek atau yang disebut akar bibit mempunyai masa hidup
yang tidak lama. Akar stek tumbuh di cincin akar dari stek batang tebu. Akar
tunas sebagai pengganti akar stek. Pertumbuhannya ada yang tegak lurus ke
bawah, dan ada juga yang mendatar dekat dengan permukaan tanah. Daun
pada tanaman tebu merupakan daun yang tidak lengkap dikarenakan hanya
terdiri dari helai daun dan pelepah daun saja, tanaman tebu juga tidak
memiliki tangkai daun. Panjang helai daun tebu antara 1 hingga 2 meter,
sedangkan lebar helai daun antara 4 hingga 7 centimeter, ujung daun
berbentuk meruncing, tepi daun berbentuk seperti gigi dan berkersik yang
tajam. Diantara pelepah daun dan helai daun tanaman tebu terdapat sendi
berbentuk segitiga dan dibagian sisi dalam terdapat lidah daun yang
membatasi helai daun dengan pelepah daun. Lebar daun sempit kurang dari 4
centimeter, lebar daun sedang antara 4 hingga 6 centimeter dan daun lebar 7
centimeter. Tebu memiliki lima spesies diantaranya :
1. saccharum spontaneum (gelagah)
2. Saccharum sinensis (tebu cina)
3. Saccharum barberry (tebu India)
4. Saccharum robustum (tebu Irian)
5. Saccharum officinarum (tebu kunyah)
8

Menurut (Utomo, 2015) Tebu (Saccarum officinarum L) merupakan tanaman


yang termasuk dalam famili Gramineae atau kelompok rumput – rumputan
yang telah banyak dibudidayakan didaerah beriklim tropis salah satunya di
Indonesia terutama di pulau Jawa dan Sumatera.

2.4 Ampas Tebu


Ampas tebu disebut juga bagasse adalah hasil samping dari proses
pemerahan cairan pada tebu. Dari satu pabrik gula dapat menghasilkan sekitar
35% sampai 40% dari berat tebu yang digiling. Tebu pada umumnya dapat
menghasilkan 24 % sampai 36% ampas tebu, tergantung kondisi dan macam
tanaman tebu. Baggase mempunyai kandungan air 48 sampai 52%, gula 2,5
sampai 6% dan serat 44 sampai 48%. (Furi, Coniwati, 2012)
Ampas tebu adalah hasil sampingan dari proses ekstraksi cairan tebu. Dari
suatu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35-40% dari berat tebu yang
digiling (Ritonga, Daulai, Rohanah, 2014). Sebanyak 60% ampas tebu yang
dihasilkan oleh pabrik gula telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler
dalam pemrosesan tebu hingga menjadi gula. Sedangkan sisanya sebanyak
40% dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan Husin (2007) dalam
Andaka (2011). Pada proses penggilingan batang tebu terdapat lima kali
proses. Proses pertama dan kedua tebu digiling dan menghasilkan limbah
berupa ampas tebu basah. Ampas tebu basah diberi tambahan senyawa berupa
susu kapur (3Be) untuk membantu penyerapan nira pada penggilingan ketiga,
keempat dan kelima. Penambahan senyawa berupa susu kapur (3Be) berbeda-
beda sesuai jumlah nira pada ampas tebu basah. Semakin sedikit nira yang
tersisa maka penambahan senyawa tersebut semakin banyak. dari lima kali
penggilingan tebu menghasilkan limbah berupa ampas tebu kering.
Tabel 2.1 Kandungan kimia pada ampas tebu (Hanania, Mitarlis, 2013)
Kandungan Air Abu Lignin Selulosa Pentosan Silika Gula
pereduksi

% 48-52 3,82 22,09 37,65 27,97 3,01 3,3


9

2.5 Jagung
Di Indonesia jagung merupakan tanaman yang sangat penting, karena
jagung dapat menghasilkan biji yang dapat dikonsumsi oleh manusia sebagai
makanan pokok pengganti beras. Jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai
pakan ternak ataupun bahan produk industri (Suwignyo, dkk, 2012). Jagung
merupakan tanaman penghasil bahan pangan yang mengandung karbohidrat
kedua setelah beras (Arman, Fermin, Sabarudin, 2013). Jagung dapat hidup
selama 70-120 hari. Tinggi tanaman jagung antara 1 sampai 3 meter, dihitung
dari permukaan tanah sampai ujung paling atas bunga jagung. Susunan tubuh
jagung yaitu akar, batang, daun dan buah. Biji jagung merupakan hasil
produksi dari tanaman jagung yang mempunyai kemampuan untuk menimbun
hasil fotosintesis tanaman (Surtinah, 2005).

2.6 Tongkol Jagung


Tongkol jagung merupakan bagian dalam organ betina tempat biji jagung
menempel yang terbungkus oleh kulit jagung (Fachry, Astuti, Puspitasari,
2013). Pada susunan tanaman jagung, tongkol jagung merupakan tangkai
utama organ penghasil bulir jagung pada kondisi tertentu. Tongkol jagung
memiliki 2 jenis yaitu tongkol muda yang disebut babycorn dan tongkol tua.
Tongkol muda dapat menjadi bahan makanan atau sebagai sayuran, sedangkan
tongkol jagung tua dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan bahan baku
produk industri.
Tongkol jagung merupakan limbah lignoselulosa yang memiliki
kandungan 6% lignin, 41% selulosa, dan 36% hemiselulosa (Hakiki, Purnomo,
Sukesi, 2013). Kandungan senyawa pada tongkol jagung mengindikasikan
bahwa tongkol jagung memiliki kandungan karbon yang cukup tinggi,
sehingga dengan kandungan karbon yang cukup tinggi tersebut tongkol jagung
berpotensi untuk dijadikan bahan campuran pada briket arang.

2.7 Bahan Perekat


Dalam pembuatannya briket yang berkualitas adalah briket yang
mempunyai sifat tidak mudah hancur dan tidak mudah patah, sehingga briket
10

dapat dibawa kemana-mana dengan bentuk dan komposisi yang tetap. Agar
tidak mudah patah dan hancur maka briket diberi bahan perekat yang
bertujuan untuk menyatukan berbagai bahan baku briket dan membuat briket
bertekstur padat.
Perekat merupakan suatu bahan yang mempunyai sifat perekat dan
mampu menyatukan bahan satu dengan lainnya dengan cara menempelkan
permukaan antar bahan yang direkatkan dengan tekanan tertentu. Prayitno
(1994) dalam Darvina, Asma (2011).
Penambahan bahan perekat pada briket bertujuan untuk meningkatkan
sifat fisik dari briket dan untuk meningkatkan nilai kalor pada briket tersebut.
Pemilihan jenis bahan perekat yang digunakan berpengaruh terhadap nilai
kalor, kadar abu, kadar air, ketahanan tekan dan kerapatan pada briket yang
akan dibuat (Pane, Junary, Herlina, 2015). Pemilihan bahan perekat sesuai
dengan fungsi dan kualitasnya dibagi menjadi 2, antara lain :
1. Berdasarkan sifat dan komposisi bahan perekat.
Kriteria sifat dan komposisi bahan perekat yang tepat agar didapat briket yang
bermutu antara lain :
a. Bahan perekat yang dapat tercampur merata dengan bahan baku briket lainnya.
b. Campuran bahan perekat dan bahan baku briket dapat digumpalkan.
c. Pada saat pengepresan air tidak mrembes keluar.
d. Setelah dikeringkan briket tidak mengembang terlalu besar.
e. Mudah terbakar dan tidak menimbulkan asap
f. Saat pembakaran tidak menimbulkan bau, tidak beracun, dan tidak berbahaya
(Lestari, dkk, 2010)
2. Berdasarkan jenis bahan perekat
Jenis bahan perekat pada briket yang umum digunakan antara lain :
a. Perekat anorganik
Perekat anorganik merupakan jenis bahan perekat yang dapat menjaga
ketahanan briket pada saat pembakaran terjadi sehingga dasar permeabilitas
pada briket tidak terganggu. Kelemahan dari perekat jenis ini adalah jumlah
abu yang dihasilkan cukup banyak sehingga dapat mengurangi nilai kalor
11

yang dihasilkan. Contoh perekat anorganik yaitu : natrium silikat, semen,


lempung (Thoha, Fajrin, 2010).
b. Perekat organik
Perkat organik merupakan jenis bahan perekat yang umum digunakan sebagai
perekat pada briket, karena lebih efektif dan abu sisa pembakaran yang
dihasilkan relatif sedikit. Contoh perekat organik yaitu : tar, amilum, parafin,
molase, aspal, dan kanji. Sulistyanto (2006) dalam Ristianingsih, Ulfa, Syafitri
(2015).
Dari beberapa contoh bahan perekat tidak semua cocok digunakan untuk
semua jenis briket. Menurut Balia (2005) dalam Darvina, Asma (2011)
menyatakan bahwa tepung kanji merupakan bahan perekat yang baik, karena
tepung kanji mempunyai nilai kalor tinggi, selain itu tepung kanji tidak
berasap, mudah didapat dan harganya murah.

2.8 Briket Arang


Briket arang adalah bahan bakar yang berasal dari limbah berukuran
kecil seperti ranting, serpihan, serbuk, daun, rumput yang telah melewati
proses pengarangan hingga berupa bongkahan kecil atau serbuk arang dan
diubah menjadi bentuk briket untuk memperbaiki sifat fisik, kerapatan, dan
ketahanannya terhadap penekanan agar diperoleh briket yang dapat menyala
dengan waktu yang lebih lama. Bentuk briket arang dapat disesuaikan dengan
kebutuhan dan lebih disenangi oleh konsumen (Pari, Mahfudin, Jajuli, 2012).
Briket arang merupakan bahan bakar padat yang memiliki kadar karbon dan
kalori tinggi yang dapat menyala dengan waktu yang lama (Isa, Lukum, Arif,
2012).
Langkah-langkah pembriketan secara umum menurut (Thoha, Fajrin,
2010) antara lain :
1. Penghalusan (Crushing) adalah proses menghaluskan bahan yang masih
berbentuk bongkahan hingga menjadi butiran dengan ukuran tertentu.
2. Pencampuran (Mixing) adalah proses mencampurkan bahan briket dengan
komposisi yang sudah ditentukan hingga mendapat adonan briket yang
homogen.
12

3. Pencetakan adalah proses membentuk adonan briket untuk mendapat briket


dengan ukuran dan bentuk yang ditentukan.
4. Pengeringan adalah proses mengeringkan briket yang sudah dibentuk untuk
mengurangi kadar air yang terdapat pada briket tersebut.
5. Pengepakan adalah proses mengemas briket sesuai kualitas briket yang
ditentukan.
Briket arang memiliki beberapa keuntungan diantaranya, briket arang
adalah bahan bakar yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan sehingga
cocok di pergunakan di wilayah perkotaan yang padat penduduk, kerapatan
briket arang dapat ditingkatkan dengan memperbesar daya penekanan pada
saat pembuatan briket arang tersebut, bentuk dan ukuran briket juga dapat
disesuaikan dengan kebutuhan sehingga lebih praktis (Ristianingsih, dkk,
2013). Pada tabel 2.2 terdapat standar mutu briket batubara yang dapat
dijadikan sebagai acuan dalam menganalisis briket arang.
Tabel 2.2. Nilai Standar Mutu Briket Batubara
Jenis Analisa Standar Mutu Briket
Jepang Inggris Amerika SNI
Kadar Air (%) 6-8 3-4 Mak 6 Mak 8
Kadar Abu (%) 5–7 8 - 10 Mak 16 Mak 10
Kerapatan 1,0 – 1,2 0,46 – 0,84 1,0 – 1,2 0,5 – 0,6
(gr/𝑐𝑚3 )
Kuat Tekan Min 60 Min 12,7 Min 62 Min 50
(kg/𝑐𝑚2 )
Nilai Kalor 5000 - 6000 Min 5870 4000 - 6500 Min 5600
(kal/gr)

Sumber : Triono (2006) dalam Harimurti, Adiwibowo (2015)

2.9 Karakteristik Briket Arang


Parameter yang digunakan untuk meneliti pembakaran pada briket arang
dalam penelitian ini meliputi :
1. Nilai Kalor
13

2. Kadar Abu
3. Kuat Tekan

2.9.1 Nilai kalor


Nilai kalor adalah jumlah energi panas yang dilepaskan oleh bahan bakar
ketika terjadi oksidasi unsur-unsur kimia pada bahan bakar tersebut. Nilai kalor
atas disebut highest heating value (HHV) yaitu nilai kalor yang didapat dari
pembakaran 1 kg bahan bakar dengan memperhitungkan panas air yang hasil dari
pembakaran atau kondensasi uap (Napitupulu, 2006). Nilai kalor berdasarkan SNI
06-3730-1995 dapat diukur dengan kalorimeter bom dengan rumus sebagai
berikut :

(𝐸𝐸 𝑥 𝛥𝑇)−(𝐴𝑐𝑖𝑑)−(𝐹𝑢𝑙𝑠𝑒)
Nilai kalor (kal/g) = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛

Dimana :
EE = Massa benzoid (kal/g)
𝛥T = Selisih temperatur (sesudah pembakaran – sebelum pembakaran) (°C)
Acid = Sisa abu (10 kal/g)
Fulse = Panjang kawat yang terbakar (1 cm = 1 kal/g)
(Harimurti, Adiwibowo, 2015)

2.9.2 Kadar Abu


Abu merupakan sisa pembakaran yang tidak mudah terbakar. Banyaknya
jumlah abu yang terdapat pada briket mengurangi jumlah kalor yang dihasilkan,
sehingga briket yang bermutu memiliki kadar abu yang rendah (Yuliah,
Suryaningsih, Ulfi, 2017). Penentuan kadar abu menggunakan standar ASTM D-
3174-12 dengan rumus sebagai berikut :

𝐶𝑇𝑆 𝑎𝑓𝑡𝑒𝑟−𝐶𝑇
Ash = 100%
𝑆

Dimana :
Ash = Kadar abu (%)
14

S = Massa sampel (g)


CT = Massa cawan + tutup (g)
CTS after = CTS (massa cawan + tutup + sampel) setelah proses pembakaran (g)
(Andriyono, Tjahjanti, 2016)

2.9.3 Kuat Tekan

Kuat tekan pada briket di gunakan untuk mengetahui kualitas uji tahan
pada briket dengan menggunakan mesin press (kempa hidrolik). Kuat tekan pada
briket dapat di hitung dengan menggunakan persamaan :

Dimana :
= Kuat tekan (kg/cm2).
P = Beban tekanan (kg)
A = luas penampang tertekan (cm2)

Anda mungkin juga menyukai