Anda di halaman 1dari 10

TUMBANG ANAK USIA SEKOLAH

Tumbuh kembang anak tidak selalu sama, termasuk dalam hal perkembangan psikologi
anak. Perkembangan ini sendiri memang merupakan hal yang tidak diamati semudah
pertumbuhan fisik atau kognitif. Bunda tak perlu khawatir karena ada beberapa tanda-
tanda umum yang menunjukkan perkembangan psikologi si kecil di sini.

Perkembangan psikologi anak usia sekolah

Tidak terasa, si kecil sudah makin dewasa dan memasuki usia sekolah, yakni 6 hingga
12 tahun. Yuk, Bun, mari simak beberapa tanda perkembangan psikologi anak usia
sekolah.

Si kecil usia 6 tahun

Umumnya, si kecil sudah lebih mandiri saat usia 6 tahun. Di usia ini, si kecil juga
antusias untuk bermain dengan teman, tak hanya bermain sendiri. Anak-anak usia 6
tahun juga cenderung kooperatif saat bermain. Hal ini dipicu karena umumnya si kecil
sudah paham bahwa ada konsekuensi dari perbuatan positif atau negatif. Tak hanya
itu, mereka juga sudah paham dan bisa menjelaskan perasaan sendiri serta
menunjukkan empati dan rasa kasih sayang.

Di usia 6 tahun, si kecil memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar dan keinginan untuk
menyenangkan orangtua atau guru. Satu hal yang harus diwaspadai adalah pada usia
ini, anak dapat menunjukkan kecemburuan terhadap kakak atau adiknya.

Anak usia 7 tahun

Beberapa tanda perkembangan psikologi anak pada usia 7 tahun adalah:

Sudah dapat melupakan atau mengatasi ketakutan yang ditakuti saat masih balita
Tetap memiliki rasa takut akan hal-hal yang masih asing, seperti memulai awal tahun
ajaran di sekolah baru

Kesadaran diri meningkat karena mulai khawatir tentang persepsi orang lain

Mulai menjalin pertemanan dengan teman sebaya

Bermain bareng dalam kelompok besar, tetapi juga membutuhkan waktu sendiri

Sering mengasah rasa humornya dan suka bercanda

Si kecil usia 8 tahun

Saat menginjak usia 8 tahun, pertumbuhan kemampuan sosial dan emosional anak
ditandai dengan keinginan untuk diterima atau disukai oleh teman-temannya. Si kecil
yang berusia 8 tahun juga mulai paham dan memikirkan masa depan. Beberapa anak
dari kelompok usia ini menunjukkan ketertarikan pada uang, belajar menabung, dan
memiliki rencana untuk apa tabungan tersebut akan digunakan.

Pada usia ini, anak-anak juga dapat mengeluh tentang urusan pertemanannya. Tumbuh
kembang anak pada usia 8 tahun juga ditandai dengan kemampuan mengungkapkan
perasaan dengan kata-kata. Namun, si kecil dapat bertindak agresif saat marah.

Anak usia 9 tahun

Seiring waktu, kemampuan emosional dan sosial anak makin bertambah. Si kecil yang
berusia 9 tahun, sekarang mulai kritis terhadap diri sendiri dan orang lain di sekitarnya.
Pemahaman si kecil tentang mana yang benar dan salah pun turut bertambah. Selain
itu, perkembangan psikologi anak usia 9 tahun juga meliputi:
Penuh sukacita

Suasana hati cepat berubah

Mudah memaafkan

Mengerti negosiasi

Mampu menyelesaikan masalah saat melakukan kesalahan

Khawatir bila terjadi konflik dengan teman

Anak usia sekolah juga senang apabila usahanya di sekolah dihargai. Jadi, ketika anak
telah berusaha sebaik-baiknya, Bunda mungkin dapat memberikan pujian atas usaha si
kecil.

Si kecil usia 10 tahun

Pada anak-anak di kelompok usia ini, hubungan pertemanan menjadi semakin penting
dalam kehidupan anak. Mengingat sejumlah anak-anak memandang pertemanan
sebagai hal yang harus dijaga, beberapa anak mungkin mulai merasakan tekanan dari
teman atau peer pressure.

Kemudian di usia ini, anak-anak juga semakin mendekati masa puber. Maka dari itu,
mereka mulai peduli dengan bentuk tubuh. Bunda harus memerhatikan agar mereka
tidak memiliki kekhawatiran berlebihan terhadap bentuk tubuhnya. Umumnya,
gangguan makan juga mulai terjadi di usia ini.
Anak usia 11 tahun

Ketika si Kecil menginjak usia 11 tahun, tahap ini mulai dikenal dengan fase awal
remaja. Memasuki fase remaja, kemandirian anak sudah tergolong sangat baik.
Beberapa anak mungkin juga lebih memilih menghabiskan waktu bersama teman-
temannya.

Alasan utamanya karena anak berusia 11 tahun sedang memahami jati dirinya. Si kecil
yang mulai beranjak remaja pun mulai mencari saran tentang suatu hal langsung ke
temannya daripada orangtua.

Perkembangan psikologi anak di usia 11 tahun membuat pemikirannya juga bertambah


logis dan paham akan privasi.

Anak usia 12 tahun

Dari sisi emosional dan sosial, anak yang telah beranjak remaja makin memperhatikan
penampilannya. Bila pada usia 10 tahun mereka baru mulai peduli, di usia ini mereka
mulai meluangkan lebih banyak waktu untuk meningkatkan penampilan.

Mereka pun menjadi lebih peduli pada diri sendiri. Anak pun dapat menunjukkan
perilaku yang kasar atau cepat marah terhadap orangtua. Saat anak memasuki fase ini,
mereka juga lebih mudah mengalami stres akibat tugas sekolah atau lingkungan.

Oleh karena itu, Bunda tetap harus membimbingnya walaupun anak telah menjadi
mandiri.

Tips mendukung perkembangan psikologi anak

Si kecil akan tumbuh dewasa seiring waktu. Selain menyiapkan pola makan dengan gizi
seimbang untuk anak, Bunda dan keluarga harus membimbing si kecil agar tumbuh
menjadi anak generasi maju. Beberapa tips yang dapat dipertimbangkan adalah:
Mendorong anak untuk menyampaikan sesuatu secara terbuka tanpa dihantui hukuman

Ketika si kecil mulai memasuki fase remaja, diskusikan bahaya dari masalah sensitif
(obat-obatan terlarang dan seksualitas) secara terbuka

Tunjukkan ketertarikan terhadap kegiatan belajar anak

Mendukung anak untuk berpartisipasi atau melakukan aktivitas fisik di luar rumah,
seperti belajar melukis atau mengikuti klub olahraga

Mengajarkan kemandirian dan tanggung jawab dengan meminta anak membantu


urusan mengerjakan pekerjaan rumah (cuci piring, membersihkan kamar mandi)

MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK


Hari anak nasional yang jatuh pada 23 Juli sudah 33 tahun diperingati . Berbagai program dan upaya telah
dilakukan pemerintah untuk senantiasa meningkatkan taraf hidup anak, begitu pula di sektor kesehatan. Meski
demikian, angka kematian neonatus (AKN) masih tergolong tinggi yakni 19/1000 kelahiran dalam 5 tahun
terakhir, sementara untuk angka kematian pasca neonatal (AKPN) terjadi penurunan dari 15/1000 menjadi
13/1000 kelahiran hidup, dan angka kematian anak balita juga turun dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran
hidup. Penyebab kematian tersering pada kelompok perinatal adalah intra uterine fetal death (IUFD), yakni
sebanyak 29,5% dan berat bayi lahir rendah (BBLR) sebanyak 11,2%. Pada 2012 dilaporkan terdapat 150 ribu
anak Indonesia yang meninggal. Bila tidak ada tindakan yang diambil terprediksi pada 2028 akan terdapat >35
juta anak di Indonesia yang meninggal. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah meningkatkan peran
keluarga. Keluarga memiliki peran penting dalam peningkatan taraf hidup anak hingga mengurangi jumlah
kematian anak di Indonesia. Maka dibuatlah program pendekatan keluarga yang diatur dalam Permenkes RI
No 39 tahun 2016.

Dalam Permenkes RI No 39 tahun 2016 tentang pedoman penyelenggaraan program indonesia sehat  dengan
pendekatan keluarga, disebutkan berbagai upaya untuk menurunkan angka kematian anak dalam berbagai
kelompok usia:

1. Balita:
1. Melakukan revitalisasi Posyandu

2. Menguatkan kelembagaan Pokjanal Posyandu

3. Meningkatkan transformasi KMS ke dalam Buku KIA

4. Menguatkan kader Posyandu

5. Menyelenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Balita..

2. Anak Usia Sekolah:


1. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

2. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS

3. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS)

4. Mengembangkan penggunaan rapor kesehatan

5. Menguatkan SDM Puskesmas.

3. Remaja:
1. Menyelenggarakan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD)

2. Menyelenggarakan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah menengah

3. Menambah jumlah Puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan peduli remaja


(PKPR)

4. Mengupayakan penundaan usia perkawinan.

Selain peran dari pemerintah dan tenaga kesehatan terkait, peran keluarga sangatlah penting dalam
meningkatkan taraf hidup anak hingga mengurangi angka kematian pada anak. Peran dari keluarga dapat
dilakukan melalui pendekatan keluarga. Pendekatan keluarga merupakan salah satu cara dari puskesmas untuk
meningkatkan jangkauan sasaran sekaligus meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya
dengan mendatangi keluarga. Selain pelayanan kesehatan di dalam gedung, puskesmas juga memberikan
pelayanan keluar gedung dengan melakukan kunjungan keluarga di wilayah kerjanya.

Sebelum mengetahui lebih lanjut mengenai pendekatan keluarga kita perlu mengetahui fungsi dari keluarga,
yaitu:

1. Fungsi afektif
Merupakan fungsi utama untuk mengajarkan segala sesuatu guna mempersiapkan anggota keluarga
berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini berguna untuk perkembangan individu dan psikososial
anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi
Proses perkembangan dan perubahan yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungan sosialnya. Fungsi ini dimulai sejak lahir dan berguna untuk membina sosialisasi pada anak,
membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan meneruskan nilai-
nilai budaya keluarga.
3. Fungsi reproduksi
Fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi
Berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat dalam mengembangkan
kemampuan individu meningkatkan penghasilan agar memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan
Mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar produktivitasnya tetap tinggi. Fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan, meliputi:
 Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga

 Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat

 Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit

 Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan


kepribadian anggota keluarga

 Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan.

Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini merupakan pengembangan dari kunjungan
rumah oleh puskesmas dan perluasan dari upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang meliputi:
1. Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data profil kesehatan keluarga dan peremajaan
(updating) pangkalan datanya
2. Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan preventif
3. Kunjungan keluarga untuk menindaklanjuti pelayanan kesehatan dalam gedung
4. Pemanfaatan data dan informasi dari profil kesehatan keluarga untuk pengorganisasian/ pemberdayaan
masyarakat dan manajemen p

Kunjungan rumah (keluarga) dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan memanfaatkan data dan informasi
dari profil kesehatan keluarga. Sehingga pelaksanaan upaya Perkesmas harus diintengrasikan ke dalam
kegiatan pendekatan keluarga. Dalam menjangkau keluarga, Puskesmas tidak hanya mengandalkan UKBM
(upaya kesehatan berbasis masyarakat) yang selama ini dilaksanakan, melainkan juga langsung berkunjung ke
keluarga. Pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah tidak berarti mematikan UKBM-UKBM yang ada,
tetapi justru untuk memperkuat UKBM-UKBM yang masih kurang efektif.

Melalui kunjungan rumah puskesmas dapat mengenali masalah kesehatan dan PHBS yang ada dalam suatu
keluarga secara lebih menyeluruh. Anggota keluarga yang perlu mendapatkan pelayanan kesehatan dapat
dimotivasi untuk memanfaatkan UKBM yang ada dan/atau pelayanan p.uskesmas. Keluarga juga dapat
dimotivasi untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan faktor risiko lain yang selama ini merugikan
kesehatan, dengan pendampingan dari kader-kader kesehatan UKBM dan/atau petugas profesional puskesmas.
Untuk itu, diperlukan pengaturan agar setiap keluarga di wilayah puskesmas memiliki Tim Pembina Keluarga.
Pendekatan keluarga dilakukan untuk mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya
kesehatan masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target keluarga, didasarkan pada data dan
informasi dari profil kesehatan keluarga. Tujuan dari pendekatan keluarga adalah:

1. Meningkatkan akses keluarga beserta anggotanya terhadap pelayanan kesehatan komprehensif


(pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dasar)
2. Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) kabupaten/ kota dan provinsi, melalui
peningkatan akses dan skrining kesehatan
3. Mendukung pelaksanaan JKN dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta
JKN
4. Mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam Renstra Kementerian Kesehatan
Tahun 2015 – 2019.
Pentingnya pendekatan keluarga juga diamanatkan dalam renstra kemenkes tahun 2015 – 2019. Salah satu
acuan bagi arah kebijakan kemenkes adalah penerapan pendekatan pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan
berkesinambungan (continuum of care). Artinya pelayanan kesehatan harus dilakukan terhadap seluruh
tahapan siklus hidup manusia, sejak masih dalam kandungan – bayi – anak balita – anak usia sekolah – remaja
– dewasa muda – dewasa tua atau usia lanjut.

Dalam rangka pelaksanaaan program indonesia sehat  terdapat 12 indikator utama untuk penanda status
kesehatan sebuah keluarga, meliputi:

1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)


2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
5. Balita mendapatkan pematauan pertumbuhan
6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat
Pelaksanaan pendekatan keluarga ini memiliki tiga hal yang harus diadakan atau dikembangkan, yaitu
instrumen yang digunakan di tingkat keluarga, forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan
keluarga, dan keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas.

Materi :

 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga
 WHO, 1994, Measurement of Quality of Life in Children, IACAPAP, Geneva
 https://www.unicef.org/indonesia/id/media_21393.html

Anda mungkin juga menyukai