Anda di halaman 1dari 15

ARTICLE

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN IPS

Disusun untuk memenuhi tugas individu

Mata kuliah : Pembelajaran IPS

Dosen Pengampu : Dr hj Tati Nurhayati Mpd

Disusun Oleh :

Andini Novi Cahyani (2008107074)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

2021

14
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal. Dan berkat Rahmat
dan Hidayah-Nya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah Pembelajaran IPS yang
insyaAllah tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas tanpa adanya
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada Ibu Dr hj Tati Nurhayati M.Pd
selaku dosen pembimbing mata kuliah Pembelajaran IPs
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karenanya kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terimakasih

Wassalamualaikum wr.wb

Cirebon,15 November 2021

Penulis

14
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN IPS
Andini Novi Cahyani
e-mail : andininovi50@gmail.com
Jurusan Pgmi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Abstract
Social Sciences (IPS) is part of the school curriculum which has the main task
of assisting students in developing the knowledge, skills, values needed to
actively participate in the community.The purpose of social studies education is to
develop the ability of students to master social science disciplines to achieve
higher education.The learning model is a series of methods used by teachers
during the teaching and learning process that can help students master the
material. An educator must be able to determine what kind of learning model is
suitable and appropriate for current learning. The right learning model will bring
up the right learning strategies and methods so that it can make it easier for
students to capture information and understand the material that has been
delivered.

Keywords: Learning Model, Social Sciences, New Normal Era

Abstract : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan bagian dari kurikulum


sekolah yang mempunyai tugas utama membantu siswa dalam mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi aktif
di masyarakat. Tujuan pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan siswa
untuk menguasai disiplin ilmu sosial untuk mencapai pendidikan tinggi. Model
pembelajaran adalah serangkaian metode yang digunakan guru selama proses
belajar mengajar yang dapat membantu siswa menguasai materi. Seorang
pendidik harus dapat menentukan model pembelajaran seperti apa yang cocok dan
sesuai untuk pembelajaran saat ini. Model pembelajaran yang tepat akan
memunculkan strategi dan metode pembelajaran yang tepat sehingga dapat

14
memudahkan siswa dalam menangkap informasi dan memahami materi yang telah
disampaikan.

PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah bagian dari kurikulum sekolah yang
memiliki tugas utama dalam membantu siswa dalam mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, nilai yang diperluakan untuk turut aktif dalam
lingkungan masyarakat.1 IPS adalah salah satu mata pelajaran di sekolah
menengah pertama yang mempunyai fungsi khusus dalam pembentukan sikap
dan prilaku siswa. Maka dari itu perlu juga seorang peserta didik menguasai
pembelajaran IPS agar dapat membantu siswa dalam perubahan prilaku dan sikap
guna beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan bermasyarakat. Tak hanya itu
pembelajaran IPS juga sangat diperlukan untuk membantu siswa dalam
menghadapi masalah-masalah sosial yang sering terjadi kepada peserta didik.
Tujuan dari pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai pendidikan yang lebih
tinggi.2
Pendidikan adalah suatu pembelajaran pengetahuan, keterampilan dan
kebiasaan yang diberikan melalui pelatihan, pengajaran atau bimbingan orang
lain, tetapi banyak juga ditemukan bahwa pembelajaran bisa dengan otodidak.
Guru harus mempunyai berbagai model dan strategi agar pembelajaran tetap
berjalan efektif dan efisien. Model pembelajaran adalah suatu rangkaian cara
yang digunakan guru selama proses belajar mengajar yang dapat membantu siswa
dalam menguasai materi. Seorang pendidik harus mampu menentukan model
pembelajaran seperti apa yang cocok dan pantas digunakan untuk pembelajaran
saat ini. Model pembelajaran yang tepat akan memunculkan strategi dan metode
pembelajaran yang tepat pula sehingga dapat mempermudah peserta didik dalam
menangkap informasi dan memahami materi yang telah disampaikan.

1 Septian Aji Permana, Strategi Pembelajaran IPS Kontemporer, (Yogyakarta: Media


Akademi, 2017), hal 1.
2 Ibid, hal 28.

14
Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model-model pembelajaran
ips di era new normal. Guru harus turut aktif dalam setiap pembelajaran siswa tak
terkecuali guru IPS, sebagai guru IPS di sekolah umum memiliki tanggung jawab
besar untuk memberikan wawasan sosial tentang pentingnya belajar, melalui
pembelajaran IPS. Hal ini karena kajian IPS berkaitan dengan masalahmasalah
sosial sehingga guru harus mempunyai seragkaian cara untuk pembelajaran siswa
dalam memahami setiap masalah atau fenomena yang terjadi saat ini. Dari latar
belakang yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “MODEL PEMBELAJARAN IPS ”.
A. PEMBAHASAN
1. Pengertian Model Pembelajaran IPS
Model pembelajaran menurut Joyce & Weil adalah pola atau rencana
yang dapat digunakan untuk mengoprasikan kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), pengaturan materi dan menjadi pentunjuk
guru saat dikelas atau yang lainnya (Joyce & Weil, 1980:1). 3 Berdasarkan
uraian diatas maka dapat disimpulakan bahwa model pembelajaran adalah
suatu rangkaian cara atau pola yang digunakan sebagai pedoman
perencanaan pembelajaran sehingga dapat tercapai tujuan dari pembelajaran
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pembelajaran dan
para guru dalam menyusun pelaksanaan belajar mengajar.
Model-model pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dicapai bersama, guru haruslah memilih model pembelajaran yang
tepat yang memperhatikan setiap kondisi siswa sesuai dengan cara-gaya
belajar mereka agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal,
guru juga harus memilih sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang cocok
digunakan, dan yang harus benar-benar diperhatikan adalah kondisi guru itu
sendiri.
2. Model-Model Pembelajaran IPS

3 Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme guru, (Jakarta:


Rajawali pers, 2018), hal 133.

14
Model pembelajaran IPS memiliki karateristik tersendiri yakni
menekankan hubungan individu dengan orang lain atau masyarakat,
sehingga model dalam kategori ini  lebih terfokus pada peningkatan
kemempuan pendekatan individu dalam berhubungan dengan orang lain,
terlibat dalam proses demokratis, bekerja sama secara produktif. Model-
model pembelajaran yang dimaksudkan dalam kategori model
pembelajaran IPS adalah:
1. Model pencapaian konsep
Model ini dikembangkan oleh Jerome S Bruner, Jacqueline
Goodrow dan George Austin (1967) berdasarkan pada penekanan bahwa
lingkungan penuh dengan hal-hal yang berbeda dan mustahil dapat
menyesuaikan diri dengannya jika manusia tidak dilengkapi dengan
kemampuan untuk membedakan dan mengelompokkan segala sesuatu
itu kedalam kelompok-kelompok. Model ini sengaja dirancang untuk
membantu para peserta didik mempelajari konsep-konsep yang dapat
dipakai untuk mengorganisasikan informasi sehingga dapat memberi
kemudahan bagi mereka untuk mempelajari konsep itu dengan cara yang
lebih efektif. Adapun kelebihan dan kekurangan metode ini sebagai
berikut:
Kelebihan dari Model Pembelajaran Pencapaian Konsep
a) Siswa dapat lebih memahami konsep
b) Siswa bisa lebih mampu mengerjakan Karya – karya Ilmiah
c) Siswa juga dapat lebih berpikir logis dan mempunyai strategi
Kekurangan dari model Pembelajaran Pencapaian Konsep
a) Siswa kurang memahami materi pembelajaran yang didalamnya
ada metode praktikum, karena model ini lebih mnguat kan Konsep
siswa
b) Masih cenderung stunt center learning.

2. Model berfikir induktif atau “inductive thinking”

14
Model ini dikembangkan oleh hilda taba (1966) dengan tujuan untuk
mendorong para pelajar menemukan dan mengorganisasikan informasi,
menciptakan nama suatu konsep, dan menjajaki berbagai cara yang dapat
menjadikan peserta didik lebih terampil dalam menyikapi dan
mengorganisasikan informasi, dan dalam melakukan pengetesan
hipotesis yang melukiskan hubungan antar berbegai data. Model ini telah
dimanfaatkan secara meluas dalam berbagai bidang studi dalam
kurikulum berbagai tingkatan pendidikan.
Kelebihan pembelajaran dengan menggunakan model berpikir
induktif adalah:
a. Model pembelajaran induktif menjadi sangat efektif untuk memicu
keterlibatan yang lebih mendalam dalam hal proses belajar karena
proses tanya jawab tersebut.
b. Mengembangkan keterampilan berfikir siswa.
c. Siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran
d. Dapat menguasai topik-topik yang dibicarakan karena adanya tukar
pendapat antara siswa sehingga terdapat kesimpulan akhir.
e. Tercipta suasana kelas yang hidup.
Kekurangan pembelajaran dengan menggunakan model berpikir
induktif adalah:
a) Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya
(questioning) sehingga kesuksesan pembelajaran hamper sepenuhnya
ditentukan kemampuan guru dalam memberikan ilustrasi-ilustrasi.
b) Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, jadinya-sangat
tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan
pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang
membuat siswa berpikir
c) Model pembelajaran ini sangat tergantung pada lingkungan
eksternal, guru harus bisa menciptakan kondisi dan situasi belajar
yang kondusif agar siswa merasa aman dan tak malu/takut

14
mengeluarkan pendapatnya. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi,
maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secara sempurna.[2]
3. Model penelitian atau “inquiry training”
Model ini dikembangkan oleh Richard Suchman (1962). Model ini
dirancang untu melibatkan para pelajar dalam proses penalaran mengenai
hubungan sebab akibat, dan menjadikan mereka lebih fasih dan cermat
dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep, dan merumuskan
serta mengetes hipotesis. Walaupun pada mulanya model ini digunakan
dalam bidang ilmu-ilmu alam, lebih jauh lebih diterapkan dalam bidang
pengajaran ilmu sosial dan dalam program latihan yang berisikan materi
yang berdimensi personal dan sosial.
4. Model memorisasi atau “memorization”
Model ini dikembangkan oleh Pressley dan Levin (1981).
Memorisasi adalah teknik yang digunakan utuk menghapalkan dan
mengasimilasikan sesuatu informasi, guru dapat menggunakan model
memorisasi ini untuk membimbing penyampaian materi yang bertujuan
agar para pelajar dapat dengan mudah menangkap informasi baru. Di
samping itu, guru dapat mengajarkan sarana yang perlu di pilih untuk
dapat digunakan oleh para pelajar untuk memperkuat proses belajar
perseorangan dan kelompok dalam mempelajari materi yang bersifat
informatif dan konseptual. Seperti halnya model yang lain, model ini
juga telah banyak dikaji, dan ternyata dapat digunakan dalam berbagai
bidan studi terutama  bidang studi IPS yang memiliki pokok bahasan
yang sangat luas dan bersifat informatif dan cocol diterapkan untuk
sasaran belajar pada berbagai tingkatan usia.

5. Model investigasi kelompok atau “Group Investigation”


Model ini dikembangkan oleh Herbert A. Thelen (1960) yang
bertolak dari pandangan John Dewey (1917) bahwa keseluruhan sekolah
merupakan miniatur demokrasi yang di dalamnya peserta didik

14
berpartisipasi dalam pengembangan sistem social. Melalui partisipasi itu
secara bertahap peserta didik diharapkan belajar sebagaimana
menerapkan metode ilmiah untuk kesempurnaan masyarakat manusia.
Herbert dalam joyce dan weil (1986) memberikan pertanyaan dengan
tegas bahwa “pendidikan dalam masyarkat yang demokratis, seharusnya
mengajarkan proses demokratis secara langsung”. Dalam hubungannya
dengan sekolah maka kelas menurut herbert merupakan bentuk kecil
masyarakat, yang memilikiketeraturan, dan budaya dimana para peserta
didik memperhatikan dan memeliharanya dalam mengembangkan
pandangan hidupnya yaitu ukuran dan harapan. Pesert didik mempelajari
cara-cara ilmiah melaui berbagai pengetahuan dan keterampilan serta
nilai-nilai yang dapat di gunakan dalam Pemecahan masalah. Oleh sebab
itu, pendidikan bagi peserta didik, sekurang-kurangnya harus di
organisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama, atau
“cooperative inquiry” terhadap masalah-masalah sosial dan masalah-
masalah akademis. Model ini telah digunakan dalam berbagai situasi dan
dalam berbagai bidang studi untuk berbagai tingkat usia.
6. Model bermain perang atau “role playing”
Model ini dirancang oleh fanie dan heorge shaftel (1984),
khususnya untuk membantu para peserta didik mempelajari nilai-nilai
sosial dan pencerminannya dalam prilaku. Disamping itu model ini
digunakan pula untuk membantu peserta didik mengumpulkan dn
mengorganisasikan isu isu sosial, mengembangkan empati terhadap
orang lain, dan berupaya memperbaiki keterampilan sosial, dalam model
ini para peserta didik dibimbing untuk memecahkan berbagai konflik,
belajar mengambil peranan orang lain, dan mengamati prilaku sosial.
Dengan berbagai penyesuaian, model ini dapat digunakan untuk berbagai
bidang studi dengan berbagai tingkatan usia.
Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk
membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan
memecahkan masalah dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui

14
bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari
adanya peran peran yang berbeda dan memikirkan prilaku dirinya dan
prilaku orang lain.
Langkah-langkah bermain perang terdiri atas sembilan langkah,
yaitu (1) pemanasan, (2) memilih partisipan, (3) menyiapkan pengamat,
(4) menata panggung, (5) memainkan peran, (6)diskusi dan evaluasi, (7)
memainkan peran ulang, (8)diskusi dan evaluasi kedua, (9) berbagai
pengalaman dan kesimpulan.[3]
Kelebihan model ini adalah siswa dapat meningkatkan kemampuan
untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain, serta
meningkatkan keterampilan memecahkan masalah.[4] Adapun
kelemahan dari model ini adalah banyak memakan waktu, memerlukan
tempat yang cukup luas, metode ini membutuhkan ketekunan,
kecermatan dan waktu yang cukup lama
7. Model penelaah yurisprudensi
Model ini dikembangkan oleh Pressley dan levin  (1981). Model
ini merupakan model yang melibatkan proses intelektual yang relatif
lebih rumit. Dasar dari model ini ialah proses kesepakatan sosial atau
“social negotiation”. Model ini menuntup para peserta didik untuk
menguju dirinya sendiri, prilaku kelompok, dan proses sosial yang lebih
besar.
Pada sadarnya model ini, menggunakan pendekatan studi kasus
dalam proses penerapannya dalam suasana belajar di sekolah. Dalam
perkembangannya, model ini khusus dirancang dalam mengajarkan
pendidikan kewarganegaraan. Para pelajar sengaja dilibatkan dalam
maslah-masalah sosial yang menuntut Pembuatan kebijakan pemerintah,
misalnya :isu keadilan, kemiskinan dan kekuasaan. Selanjutya peserta
didik menganalisis kasus-kasus itu dan mengidentifikasi isu kebijakan
pemerintah yang di perlukan serta berbagai pilihan untuk mengatasi itu
tersebut. Dengan berbagai penyesuaian, model ini dapat di gunakan
untuk berbagai bidang  studi dengan berbagai tingkatan usia.

14
Umumnya kunci utama keberhasilan model ini adalah melalui
metode dialoq socrates (debat konfrontatif). Langkah-langkah yang harus
dilakukan meliputi:  (1) orientasi terhadap kasus, (2) mengidentifikasi
isu, (3) mengambil posisi (sikap), (4) menggali argumentasi untuk
mendukung posisi (sikap) yang telah diambil, (5) memperjelas ulang dan
memperkuat posisi (sikap), dan (6)menguji asumsi tentang fakta,
defenisi, dan konswkuensi.
Kelebihan dari model ini antara lain :
1. Melatih siswa untuk peka terhadappermasalahan sosial.
2. Membantu siswa untuk belajar berpikir secara sistematis
3. Mengajarkan siswa untuk dapat menerima atau menghargai sikap
orang lain terhadap suatu masalah yang mungkin bertentangan
dengan sikap yang ada pada dirinya. Dll.[5]
Adapun kekurang dari model ini adalah model ini melibatkan
proses pembelajaran yang relatif rumit.
8. Model inkuiri social
Model ini dikembangkan oleh Byron Massialas dan Cox (1966),
atas dasar kerangka konseptual yang sama dengan model penelitian
ilmiah yang diterapkan dalam bidang ilmu-ilmu alamiah dan model
penelitian sosial dalam dalam bidang ilmu-ilmu sosial.
Walaupun model-model ini dirancang secara khusus untuk untuk
memanfaatkan proses sosial, dapat juga digunakan untuk mencapai
tujuan akademis, seperti latihan berpikir dan membangun konsep. Dalam
hubungannya dengan pembelajaran dikelas, secara umum model ini
dimaksud untuk mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik
secara sungguh-sungguh dan terarah serta mampu merefleksikan hakikat
sosial hidup, khususnya kehidupan peserta didik serta dan arah
kehidupan masyarakat dalam upaya memecahkan maslah-maslaah sosial.
Massialas mengemukakan langkah-langkah pembelajaran inkuiry
yaitu : (1) merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa, (2)
menetapkan jawaban sementara (hipotesis), (3) siswa mencari informasi,

14
data, fakta yang diperlukan untuk jawaban masalah atau hipotesis, (4)
menarik kesimpulan jawaban, dan (5) mengaplikasikan kesimpulan
dalam situasi baru.[6]
Kelebihan model pembelajaran inquiry ini adalah, antara lain :
1. Merupakan model pembelajaran yang menekankan aspek koqnitif,
afektif, dan psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran
lebih bermakna
2. Memberikan ruang kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan
gaya belajar mereka.
3. Memfasilitasi berbagai karakter peserta didik.
Kekurangan model pembelajaran inquiry ini adalah, antara lain
1) Sulit untuk mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik
2)  Sulit dalam merencanakan pemebalajaran oleh karena dengan
kebiasaan peserta didik dalam belajar.
3) Kadang-kadang dalam pelaksanaanya, memerlukan waktu yang lebih
lama, sehingga menyulitkan guru dalam menyelesaikan waktu
dengan yang telah ditentukan.[7]
Menurut para pengembangan, fungsi sekolah dalam masyarakat
modern adalah untuk berpartisipasi secara aktif dan kreatif dalam
menyusun budaya masyarakat. Untuk itu mereka mengkaji tiga ciri-ciri
esensial kelas yang reflektif. Pertama, adalah model inkuiri tidak dapat
digunakan dalam semua jenis kelas. Model inkuiri memerlukan iklim
terbuka dalam diskusi di mana para peserta didik mengemukakan
gagasannya tentang maslah tertentu. Kedua, adalah kelas harus
menekankan pada jawaban yang bersifat sementara (hypotesis) karena itu
diskusi kelas akan berorientasi disekitar solusi-solusi yang bersifat
hipotesis.pengetahuan digambarkan sebagai hipotesis yang seara terus
menerus di gali dan diuji kembali. Peserta didik dan guru mengumpulkan
data dari sumber yang berbeda melalui analisis, merevisi pengetahuan
mereka dan mencoba kembali. Ketiga, kelas yang reflektif adalah
menggunakan fakta-fakta sebagai bukti. Kelas dianggap sebagai tempat

14
membentuk dan tempat berlatih untuk melakukan inkuiri ilmiah. Fakta
fakta yang benar dalam menggunakan model ini memperoleh tempat
yang penting. Dengan berbagai penyesuaian, model ini dapat digunakan
untuk bidang studi dengan berbagai tingkatan usia.
9. Model kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) telah lama
dikembangkan oleh para ahli sebagai alternatif untuk meningkatkan mutu
pembelajaran. Model ini menekankan efektivitas pembelajaran pada
keterlibatan peserta didik pada proses belajar. Dalam model
pembelajaran kooperatif peran guru adalah memebri dorongan kepada
peserta didik untuk kerja sama dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran
yang didesain dengan dukungan materi dan sumber pembelajaran. Model
pemeblajaran ini memandang keberhasilan dalam belajar dalam belajar
bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan juga dari pihak
lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengelompokkan siswa
kedalam kelompok-kelompok kecil untuk bekerja sama secara terarah
dalam sebuah tim untuk menyelesaikan masalah, tugas atau mengerjakan
sesuatu dalam mencapai tujuan bersama.
Lagkah-langkah pemeblajaran kooperatif sebagai berikut : pertama,
guru merancang RPP. Kedua, saat menyampaikan materi, guru hanya
menyampaikan pokok-pokok materinya saja. Ketiga, pada saat kegiata
diskusi kelompok berlangsung, guru hanya membimbing dan
mengarahkan siswa. Keempat, guru bertindak sebagai moderator ketika
masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.[8]
Kelebihan model kooperatif antara lain :
1) Motivasi yang tinggi, karena didorong dan didukung dari rekan
sebaya,
2) Menghasilkan peningkatan kemampuan akademik
3) Meningkatkan kemampuan kritis

14
4) Membentuk hubungan persahabatan.
5) Membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain.
Adapun kelemahan model kooperatif antara lain :
1) Guru harus memeprsiapkan pemeblajaran secara matang.
2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, maka dibutuhkan
fasilitas alat dan biaya yang cukup memadai.
3) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini
mengakibatkan siswa  yang lain menjadi pasif.[9]

DAFTAR PUSTAKA
Septian Aji Permana, Strategi Pembelajaran IPS Kontemporer, (Yogyakarta:
Media Akademi, 2017), hal 1.
Kemendikbud, Surat Edaran No 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran
Covid-19.
Yudi Firmansyah, dan Fani Kardina, Pengaruh New Normal di Tengah Pademi
Covid-19 Terhadap Pengelolaan Sekolah dan Peserta Didik, Buana Ilmu:
Vol 4 No 2. 2020, hal 107.

14
Jamilah, Kesiapan Guru Sekolah Dasar Dalam Pelaksanaan Daring Era New
Normal di Kabupaten Sumenep, (Prosiding: FKIP Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin, 2020), hal 148149.
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme guru,
(Jakarta: Rajawali pers, 2018), hal 133.

14

Anda mungkin juga menyukai