Anda di halaman 1dari 15

Jual Beli Al Bai, Murabahah, Salam, Dan Istishna Dalam

Lingkup Lembaga Keuangan Syariah


Disusun guna Memenuhi Tugas Fiqh Muamalah Kontemporer

Dosen Pengampu : Muhammad Taufiq Zamzami, S.H.I.,M.A.

Disusun oleh :
1. Miftakhus Surur Al Faqih (33020180074)
2.Didik Nur Fuad (33020180117)
3. Anisa Fathin Fuarida (33020190031)

FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum .wr.wb

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT . yang telah memberikan kita nikmat
dan karunian-Nya yang tak terhingga sehingga kita dapat menyelesaikan makalah fiqh
muamalah kontemporer tepat pada waktunya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
kepada junjungan kita Baginda Nabi Agung Muhammasd Saw, yang telah memberikan
syafaatnya kepada kita semua.

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang “Jual Beli Al Bai, Murabahah,
Salam, Dan Istishna Dalam Lingkup Lembaga Keuangan Syariah “. Makalah ini kami susun
dengan maksimal dan dari berbagai referensi agar dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Penulis mengucapmkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini, terutama kepada bapak Muhammad Taufiq Zamzami, S.H.I.,M.A.
yang telah membimbing dan memberikan ilmunya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.

Terlepas dari semua itu kami sadar bahwa makalah ini masih belum mencapai kata
sempurna , maka dari itu segala kritikm dan saran kami harapkan dari pembaca agar nantinya
makalah ini selesai dengan baik. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Wassalamualaikum.wr.wb

Salatiga, 17 Oktober 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI .................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................1
C. Tujuan............................................................................................1
BAB II: PEMBAHASAN...............................................................................2
A. Pengertian al bai, murabahah, salam dan istisna’..........................2
B. Rukun dan syarat jual beli al bai, murabahah, salam dan
istisna’...........................................................................................3
C. Pengertian Lembaga Keuangan Islam............................................8
D. Macam-macam Lembaga Keuangan Syariah................................10
BAB III: PENUTUP.....................................................................................11
A. Kesimpulan..................................................................................11
B. Saran.............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangan zaman, jual beli merupakan kegiatan yang telah menjadi
kebiasaan maupun lumrah untuk masyarakat. Terutama untuk masyarakat Indonesia
yang banyak berprofesi sebagai pedagang. Jual beli diatur juga dalam syariah islam.
Akan tetapi pengetahuan masyarakat tentang jual beli berdasarkan syariah Islam
masih kurang, oleh karena itu banyak masyarakat yang melakukan jual beli seringkali
menyimpang dari aturan aturan syariat.
Dalam hal jual beli islam terdapat beberapa macam macam jual beli yang
perlu diketahui, ada jual beli Al bai, salam maupun istishna, kalo kita lihat secara
tekstual jual beli adalah proses pertukaran antara barang dengan alat tukar yang
mempunyai nilai. akan tetapi karakteristik dalam jual beli islam seperti bai,salam dan
istishna mempunyai perbedaan masing masing, apalagi di era sekarang ini lembaga
keuangan syariah menyosong terjadinya jual beli secara islam.
Pada makalah ini akan di bahas ketiga akad diatas tersebut, sehingga para
pembaca khususnya penulis dapat lebih memahami akad jual beli murabahah, salam
dan istishna dalam lingkup lembaga keuangan syariah
B. Rumusan Makalah
1. Apa yang dimaksud dengan Jual Beli Al Bai, murabahah, salam dan istishna?
2. Apa saja syarat dan Rukun Jual beli Al Bai, murabahah, salam dan istishna?
3. Apa yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah?
4. Apa saja macam-macam dari lembaga keuangan syariah?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Al Bai, murabahah, salam dan istishna.
2. Mengetahui syarat dan Rukun Al Bai, murabahah, salam dan istishna.
3. Mengetahui pengertian dari Lembaga Keuangan Syariah.
4. Mengetahui macam-macam lembaga keuangan syariah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Al Bai, murabahah, salam dan istishna?


a) Pengertian Al Bai
Jual beli ( ‫ ) البيع‬secara bahasa merupakan masdar darikata (‫اع‬H‫ب‬-‫)يبيع‬
diucapkan bermakna memiliki dan membeli. Begitu juga kata ‫ َرى‬HHH‫َش‬
mengandung dua makna tersebut. Jual beli dalam istilah fiqih disebut dengan
al-bai’ - yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan
sesuatu yang lain. Dalam bahasa Arab digunakan untuk pengertian lawannya,
yaitu kata asy-syira’ (beli).1 Secara etimologi, jual beli adalah proses tukar
menukar barang dengan barang, kata bai’ yang artinya jual beli termasuk kata
bermakna ganda yang bersebrangan, seperti hal-halnya kata syira’.2
Pengertian jual beli ( ‫ ) البيع‬secara syara‟ adalah tukar menukar harta
dengan harta lain memiliki dan memberi kepemilikan. Menurut terminologi
jual beli disebut persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang
menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai pihak yang
membayar/membeli barang yang dijual). Atau bisa disebut pertukaran barang
atas dasar suka rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan (berupa alat tukar sah). Para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikan jual beli (al bai).
1. Menurut ulama hanafiyah :
‫مبا دله سيئ مر عر ب فيه بمثله على وجه مخصو ص‬
Jual beli adalah pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus
yang dibolehkan (al-Kasani, tt:133).
2. Menurut Imam Nawawi dalam al-Majmu’:
‫مبا دلة ما بما ل على وجه مخصو ص‬

Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan (Syarbaini, t.t
: 2)

3. Menurut Ibnu Qudamah (t.t : 559) dalam kitab al-Mugni’:


‫مبا دلة مال بما ل تملكا و تمليكا‬

Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.

Dari berbagai defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa jual beli ialah
pertukaran harta dari penjual kepada pembeli sesuai dengan harga yang
1
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Cet 1, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 101
2
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 5, Gema Insani, Jakarta, 2011, hlm. 25

2
disepakati. Pada masa Rasullullah SAW harga barang itu dibayar dengan mata
uang yang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang yang terbuat dari perak
(dirham).

b) Pengertian Murabahah
Murabahah berasal dari kata Rabh, yang berarti perolehan,
keuntungan, atau tambahan. Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank
dengan nasabah. Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual
sebesar biaya perolehan yang ditambah keuntungan atau margin yang
disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut
kepada pembeli. Definisi ini menunjukkan bahwa transaksi murabahah tidak
harus berbentuk pembayaran tangguh (kredit), melainkan dapat pula berbentuk
tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan mencicil setelah
menerima barang, ataupun ditangguhkan dengan membayar sekaligus
dikemudian hari .
Definisi lain dari murabahah menurut Kamus Istilah Keuangan dan
Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah, Bank
Indonesia, murabahah merupakan jual beli barang dengan menyebutkan harga
asal ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Murabahah juga dapat
diartikan sebagai perjanjian antara BMT dengan nasabah dalam bentuk
pembiayaan pembelian atas suatu barang yang dibutuhkan nasabah. Objeknya
bisa berupa barang modal seperti mesin-mesin industri, maupun barang untuk
kebutuhan sehari-hari seperti sepeda motor. Definisi-definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa murabahah adalah akad jual beli barang baik barang
modal maupun barang konsumsi dengan menyebutkan harga awal dan margin
keuntungan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak (BMT dan nasabah).

c) Pengertian Salam

Secara Bahasa artinya adalah Salaf, baik ditinjau dari fi‟il nya maupun
wazan maknanya.Penamaan akad ini dengan istilah Salām , yang memiliki arti
etimologis “segera” (isti῾jal), karena akad Salām mengharuskan kesegeraan
pembayaran (ra῾s al-mal) di majlis akad. Sedangkan penamaan dengan istilah
Salaf, yang memiliki arti estimologis “dahulu” (sabiq), karena sistem
pembayaran akad Salām harus didahulukan dari penerimaan barang (muslam
fyh). Adapun Salām secara termonologi adalah transaksi terhadap sesuatu yang
dijelaskan sifatya dalam tanggungan dalam suatu tempo dengan harga yang
diberikan kontan di tempat transaksi.3 Salam adalah akad jual beli barang
pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman barang di kemudian hari oleh
penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat
akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Jual beli jenis ini dibolehkan oleh syariat, meskipun barang yang dijual
masih belum terwujud pada saat akad. Dalil yang menunjukkan bahwa jual
beli ini syar‟i (Sesuai dengan syariat) ialah nash. Imam ash-Shadiq a.s berkata,

3
Miftahul Khairi,Ensiklopedia Fiqh Muamalah dalam pandangan 4 Madzhab, Cet-1,Yogyakarta:Maktabah Al-
Hanif,2009,hal.137

3
“Tidak apa-apa jual beli “as-Salām ” jika engkau terangkan sifat-sifat barang
yang engkau jual, panjang dan lebarnya, dan pada hewan jika engkau jelaskan
(sifat) gigi-gigiya.

d) Pengertian Istishna’
Istiṣna῾ adalah bentuk transaksi yang menyerupai jual beli Salām jika
ditinjau dari sisi bahwa obyek (barang) yang dijual belum ada. Barang yang
akan dibuat sifatnya mengikat dalam tanggungan pembuatan (penjual) saat
terjadi transaksi. Istiṣna῾secara etimologi adalah mashdar dari Istiṣna῾a asy-
syai‟, artinya meminta membuat sesuatu. Yakni meminta kepada seseorang
pembuat untuk mengerjakan sesuatu. Adapun Istiṣna῾secara terminologi
adalah transaksi terhadap barang dagangan dalam tanggungan yang
disyaratkan untuk mengerjakannya. Obyek transaksinya adalah barang yang
harus dikerjakan dan pekerjaan pembuatan barang itu.
Dalam istilah fuqaha, Istiṣna῾ didefinisikan sebagai akad meminta
seseorang untuk membuat sebuah barang tertentu dalam bentuk tertentu. Dapat
diartikan sebagai akad yang dilakukan dengan seseorang untuk membuat
barang tertentu dalam tanggungan. Maksudnya, akad tersebut merupakan akad
membeli sesuatu yang akan dibuat oleh seseorang. Atau bahwa kebutuhan
masyarakat untuk memperoleh sesuatu, sering memerlukan pihak lain untuk
membuatkannya, dan hal seperti itu dapat dilakukan melalui jual beli Istiṣna῾(
‫) االستصناع‬, yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara
pemesan (pembeli) dan penjual (pembuat) .

B. Syarat dan Rukun Jual beli Al Bai, murabahah, salam dan istishna
a) Rukun dan Syarat jual beli Al Bai
Rukun secara umum ialah suatu yang harus dipenuhi untuk sahnya pekerjaan.
Para ulama fiqih telah sepakat bahwa, jual beli merupakan suatu bentuk akad atas
harta.
Adapun rukun jual beli adalah sebagai berikut :
1) Akidain/Orang yang berakad (penjual dan pembeli)
2) Nilai tukar barang (uang) dan barang yang dibeli
3) Shigat (Ijab qabul) .
Transaksi jual beli harus memenuhi rukunrukun ini. Jika salah satu rukunnya tidak
terpenuhi, maka tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jual beli. Dari
paparan di atas dapat diketahui bahwa rukun yang terdapat dalam transaksi jual
beli ada tiga, yaitu penjual dan pembeli, barang yang dijual dan nilai tukar sebagai
alat membeli, dan ijab qabul atau serah terima.
Adapun syarat sahnya jual beli menurut jumhur ulama, sesuai dengan rukun
jual beli yaitu terkait dengan subjeknya, objeknya dan ijab qabul.
1. Tentang subjeknya, yaitu kedua belah pihak yang melakukan perjanjian jual
beli (penjual dan pembeli). Diisyaratkan dengan :
 berakal sehat
maksudnya harus dalam keadaan sehat rohaninya (tidak gila).
 tanpa paksaan atau dengan kehendaknya sendiri

4
dalam melakukan perjanjian jual beli salah satu pihak tidak ada
tekanan atau paksaan atas pihak lain. Sehingga perjanjian jual beli
dilakukan dengan kemauan sendiri tanpa ada unsur paksaan.
 Baligh atau sudah dewasa.
Baligh atau dewasa menurut hukum Islam adalah apabila laki-laki
telah berumur 15 tahun, atau telah bermimpi (bagi laki-laki)dan haid
(bagi perempuan). Atau anak-anak yang sudah bisa membedakan mana
yang baik dan mana yang bururk.
2. Tentang Objeknya , yang dimaksud adalah benda yang menjadi sebab
terjadinya perjanjian jual beli. Benda tersebut harus memenuhi syarat :
 Bersih atau suci barangnya
Barang yang diperjual belikan bukanlah benda yang dikualifikasi
sebagai benda najis, atau digolongkan sebagai benda yang diharamkan.
 Dapat dimanfaatkan
Pengertian barang yang dapat dimanfaatkan tentunya sangat relatif,
sebab pada hakikatnya seluruh barang yang dijadikan sebagai objek
jual beli merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, seperti untuk
dikonsumsi, (beras,buah-buahan,dll),dinikmati keindahannya (perabot
rumah, bunga, dll.) dinikmatisuaranya (radio, TV, burung,dll.) serta
dipergunakan untuk keperluan yang bermanfaat seperti kendaraan,
anjing pelacak, dll.
 Milik orang yang melakukan akad
Orang yang melakukan perjanjian jual beli adalah pemilik sah barang
tersebut atau telah mendapat izin dari pemilik sah barang.
 Mampu menyerahkan
Penjual baik sebagai pemilik maupun sebagai kuasa dapat
menyerahkan barang yang dijadikan sebagai objek jual beli dengan
bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang
kepada pembeli
 Mengetahui barang yang diakadkan
Penjual baik sebagai pemilik maupun sebagai kuasa dapat
menyerahkan barang yang dijadikan sebagai objek jual beli dengan
bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang
kepada pembeli.

b) Syarat dan Rukun Murabahah


Rukun adalah sesuatu yang harus ada didalam transaksi, sedangkan syarat adalah
sesuatu yang harus terpenuhi dalam rukun tersebut. Agar jual beli sah dan halal
maka harus terpenuhi rukun dan syarat jual beli tersebut.
Rukun dan syarat jual beli murabahah adalah sebagai berikut :
a. Pihak yang berakad (al qaid)
Yang dimaksud dengan pihak yang berakad (al qaid) adalah penjual
dan pembeli, adapun syarat pihak yang berakat adalah :
1. Berakal, jual beli yang dilakukan anak kcil dan orang gila dianggap
tidak sah . namun jika jual beli dilakukan oleh anak kecil yang sudah
mumaziz dianggap sah, tetapi tergantung pada izin walinya jika
walinya memperbolehkan maka transaksi dianggap sah.
2. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya,
seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai
penjual dan pembeli.

5
b. Objek akad yaitu barang dan harga (ma’qud alaih)
c. Sighat (ijab dan qabul)
Diantara diantara syarat-syarat sighat adalah :
1. Tidak ada masa tenggang terlalu lama anatar ijab dan qabul.
2. Adanya kesepakatan
3. Adanya hubungan kedua belah pihak
4. Tidak adanya perubahan akad.
Untuk melengkapi keabsahanm jual beli, barang atau harga harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Barang itu ada, atau tidak ada ditempat tetapi pihak penjualnya
menyatakan kesanggupan untuk mengadakan barang itu.
2. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat untuk manausia.
3. Milik penjual . barang yantg sifatnya belum milik penjual tidak boleh
diperjual belikan.
4. Boleh diserahkan langsung atau pada waktu yang telah disepakati
bersama ketika transaksi berlangsung.
5. Diketahui keadaan jenis (kuantitas dan kualitas) dan harganya.
Jika keduanya atau salah satunya tidak diketahui , jual beli menjadi
tidak sah dan batal. Karena terdapat unsur ketidakpastian atau tidak
jelas (gharar).
6. Barang yang diperjual belikan harus ada di genggaman .
c) Rukun dan Syarat Salam
Rukun akad salam adalah sebagai berikut :
a. Shigah
Shigah atau bahasa transaksi dalam akad salam meliputi ijab dan qabul yang
menunjukkan makna pembelian dengan sistem salam (pesan) dan persetujan.
b. Aqidain
Aqidain dalam akad salam meliputi muslim dan muslam alyh. Muslam adalah
pihak yang berperan sebagai pemesan (pembeli). Sedangkan muslim ilayh
adalah pihak yang bertanggung jawab atas pengandaan barang pesanan
(muslam fyh) atau penjual.
c. Ra’s Al-Mal
Ra’s al mal adalah harga dari muslam fyh yang harus dibayarkan dimuka oleh
pihak muslim.
d. Muslam Fyh
Muslam fyh adalah barang pesanan yang menjadi tanggungan pihak muslam
ilayh.
Salām adalah salah satu macam jual beli sehingga syarat-syaratnya sama
dengan syarat-syarat jual beli pada umumnya dengan penambahan syarat-syarat
sah yang khusus berikut ini :
a. Jual beli ini pada barang-barang yang memiliki kriteria jelas. Jual beli salam
merupakan jenis akad jual beli barang dengan kriteria tertentu dengan
pembayaran tunai. Sehingga menjadi sebuah keharusan, barang yang dipesan
adalah barang yang dapat ditentukan kriterianya dengan jelas, seperti jenis,
ukuran, berat, takaran dan lain sebagainya. Penyebutan kriteria ini bertujuan
untuk menentukan barang yang diinginkan oleh kedua belah pihak dan
menghindarkan sengketa.
b. Pembayaran dilakukan pada saat akad (transaksi) Sebagaimana terfahami dari
namanya, yaitu as-salam (penyerahan), atau as-salaf (mendahulukan), maka
para Ulamâ’ sepakat bahwa pembayaran jual beli salam itu harus dilakukan di

6
muka atau kontan saat transaksi, tanpa ada yang terhutang sedikitpun. Jika
pembayaran ditunda (dihutang) sebagaimana yang sering terjadi, maka
akadnya berubah menjadi akad jual beli hutang dengan hutang (bai’ud dain
bid dain) yang terlarang dan hukumnya haram.
c. Penyebutan kriteria, jumlah dan ukuran barang dilakukan saat transaksi
berlangsung Dalam akad jual beli salam, penjual dan pembeli wajib
menyepakati kriteria barang yang dipesan. Kriteria yang dimaksud di sini
ialah segala yang bersangkutan dengan jenis, macam, warna, ukuran, jumlah
barang serta setiap kriteria yang diinginkan dan berpengaruh pada harga
barang.
d. Jual beli salam harus ditentukan dengan jelas tempo penyerahan barang
pesanan Kedua transaktor pada akad jual beli salam harus ada kesepakatan
tentang tempo penyerahan barang pesanan.berdasarkan sabda Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‫وم‬HHH ٍ ُ‫ ٍل َم ْعل‬HHH‫ إلى َأ َج‬sampai tempo yang jelas
[Muttafaqun ‘alaih] juga firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala : ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا‬
ُ‫ا ْكتُبُوه‬HHَ‫ ّمًى ف‬H‫ ٍل ُم َس‬H‫م بِ َدي ٍْن ِإلَ ٰى َأ َج‬Hْ ُ‫دَايَ ْنت‬Hَ‫ ت‬Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. [al-Baqarah/2:282] Ayat dan hadits diatas
menunjukkan ada pensyaratan tempo yang jelas dalam jual beli salam.
e. Barang pesanan sudah tersedia di pasar saat jatuh tempo agar dapat
diserahkan pada waktunya.Kedua belah pihak wajib memperhitungkan
ketersediaan barang pada saat jatuh tempo. Persyaratan ini demi
menghindarkan akad salam dari praktek tipu-menipu dan spekulasi perjudian,
yang keduanya diharamkan dalam syari’at Islam.
f. Barang pesanan adalah barang yang pengadaannya ada dalam tanggung jawab
penjual, bukan dalam bentuk satu barang yang telah ditentukan dan terbatas.
Maksudnya, barang yang dipesan hanya ditentukan kriterianya. Dan
pengadaannya, diserahkan sepenuhnya kepada penjual. Sehingga ia memiliki
kebebasan dalam pengadaan barang yang sesuai dengan semua kreteria dan
ukuran atau jumlah yang diinginkan pembeli. Penjual bisa mendatangkan
barang miliknya yang telah tersedia atau membelinya dari orang lain.
Persyaratan ini ditetapkan agar akad salam terhindar dari unsur gharar
(penipuan). Sebab bisa saja kelak ketika jatuh tempo, karena faktor tertentu,
penjual tidak bisa mendatangkan barang dari miliknya atau dari
perusahaannya.

d) Rukun dan syarat Istisna’


Seperti halnya jual beli Salām , jual beli Istiṣna῾memiliki rukun dan syarat
yang harus dipenuhi. Rukunny aadalah ijab dan qabul. Hukumnya adalah
tetapnya kepemilikan atas penukar dan barang. Rukun istisna’ antara lain :
a. shigat, yaitu segala sesuatu yang menunjukkan aspek suka sama suka dari
kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli.
b. Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual (pembuat/shani)
c. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istushna yang
berbentuk harga.
d. Ijab qabul/serah terima.
Selain memiliki rukun, jual beli Istiṣna῾ juga memiliki syarat. Syarat-
syarat tersebut adalah sebagai berikut:

7
a. Menjelaskan jenis, tipe, kadar dan bentuk barang yang dipesan, karena barang
yang dipesan merupakan barang dagangan sehingga harus diketahui informasi
mengenai barang itu secara baik.
b. Barang yang dipesan harus barang yang biasa dipesan pembuatannya oleh
masyarakat, seperti perhiasan, sepatu, wadah, alat keprluan hewan, dan alat
transportasi lainnya.
c. Tidak menyebutkan batas waktu tertentu. Jika kedua pihak menyebutkan
waktu tertentu untuk penyerahan barang yang di pesan, maka rusaklah akad itu
dan berubah menjadi akad Salām menurut Abu Hanifah. Sehingga, kemudian
masyarakat atasnya syarat-syarat yang berlaku dalam akad Salām , seperti
menyerahkan seluruh harga pada majelis akad tidak ada hak khiyar (memilih
membatalkan atau meneruskan akad) bagi kedua belah pihak jika pemesan
telah memesan barang menggunakan akad Salām sesuai bentuk yang
disebutkan dalam akad.

C. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah


Lembaga Keuangan Syariah adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip
operasinya berdasartkan pada prinsip-prinsip syariah islamiyah. Operasional lembaga
keuangan islam harus menghindar dari riba, gharar dan maisir. Hal-hal tersebut sangat
diharamkan dan sudah diterangkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Tujuan utama mendirikan lembaga keuangan islam adalah untuk menunaikan
perintah Allah dalam bidang ekonomi dan muamalah serta membebaskan masyarakat
islam dari kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh agama islam. Untuk melaksanakan
tugas ini serta menyelesaikan msalah yang memerangkap umat islam hari ini,
bukanlah bukanlah hanya menjadi tugas seseorang atau sebuah lembaga, tetapi
merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim. Menerapkan prinsip-prinsip Islam
dalam berekonomi dan bermasyarakat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit
dalam dunia ekonomi dan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional
(DSN) adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah
dan yang mendapat izin operasional sebagai Lembaga Keuangan Syariah. Definisi
ini menegaskan bahwa sesuatu LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur
kesesuaian dengan syariah islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga
keuangan. Unsur kesesuaian suatu LKS dengan syariah islam secara tersentralisasi
diatur oleh DSN, yang diwujudkan dalam berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh
lembaga tersebut. Unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan diatur oleh
berbagai instansi yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin operasi.
 Beberapa institusi tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a. Bank Indonesia sebagai institusi yang berwenang mengatur dan mengawasi Bank

Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.

b. Departemen Keuangan sebagai institusi yang berwenang mengatur dan mengawasi

koperasi.

c. Kantor Menteri Koperasi sebagai institusi yang berwenang mengatur dan

mengawasi koperasi.

8
 Beberapa prinsip operasional dalam LKS adalah :
a. Keadilan, yaitu prinsip berbagi keuntungan atas dasar penjualan yang sebenarnya

berdasarkan konstribusi dan resiko masing-masing pihak.

b. Kemitraan, yaitu prinsip kesetaraan diantara para pihak yang terlibat dalam

kerjasama. Posisi nasabah investor (penyimpanan dana), dan penggunaan dana,

serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling

bersinergi untuk memperoleh keuntungan.

c. Transparansi, dalam hal ini sebuah LKS diharuskan memberikan laporan

keuangan secara terbuka dan berkesinambungan kepada nasabah investor atau

pihak-pihak yang terlibat agar dapat mengetahui kondisi dana yang sebenarnya.

d. Universal, yaitu prinsip di mana LKS diharuskan memberikan suku, agama, ras,

dan golongan dalam masyarakat dalam memberikan layanannya sesuai dengan

prinsip islam sebagai rahmatan lil alamin.

 Dalam operasionalnya LKS juga harus memperhatikan kepada hal-hal


berikut:
a. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman

dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

b. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil

usaha institusi yang meminjam dana.

c. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya

merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki

nilai intrinsik.
d. Unsur gharar (ketidakpastian,spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak

harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah

transaksi.

9
e. Investasi hanya boleh diberikan kepada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam

Islam sehingga usaha minuman keras, misalnya, tidak boleh didanai oleh

perbankan syariah.

D. Macam-macam Lembaga Keuangan Syariah

1. Baitul Maal Wattamwil dan koperasi Pondok Pesantren : Lembaga ini didirikan

dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh

pelayanan bank syariah atau BPR syariah. Prinsip operasinya didasarkan atas prinsip

bagi hasil, jual-beli (itjarah) dan titipan (wadiah).

2. Asuransi Syariah (takaful) : Asuransi syariah menggantikan prinsip bunga dengan

prinsip dana kebajikan (tabarru’), dimana sesame umat di tuntut untuk saling tolong

menolong ketika saudara mengalami musibah.

3. Reksadana Syariah : Reksadana syariah mengganti system deviden dengan bagi hasil

mudharabah dan hanya mempertimbangkan investasi-investasi yang halal sebagai

portofolionya.

4. Pasar Modal Syariah : Sebagaimana reksadana syariah, pasar modal syariah juga

menggunakan prinsip yang sama.

5. Pegadaian Syariah (Rahn) : Lembaga ini menggunakan system jasa administrasi dan

bagi-hasil untuk menggantikan prinsip bunga.

6. Lembaga Zakat, Infak, Shadaqah dan Waqaf : Lembaga ini merupakan lembaga yang

hanya ada dalam system keuangan Islam, karena Islam mendorong umatnya untuk

menjadi sukatelawan dalam beramal (volunteer). Dana ini hanya bisa di alokasikan

untuk kepentingan social atau peruntukan yang telah digariskan menurut syariah

Islam.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pengertian jual beli ( ‫ ) البيع‬secara syara‟ adalah tukar menukar harta dengan
harta lain memiliki dan memberi kepemilikan. Menurut terminologi jual beli disebut
persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang menyerahkan/menjual
barang) dan pembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli barang yang dijual).
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan
yang ditambah keuntungan atau margin yang disepakati dan penjual harus
mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli. Salam adalah akad
jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman barang di kemudian hari
oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat
akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Dan Istiṣna῾secara terminologi
adalah transaksi terhadap barang dagangan dalam tanggungan yang disyaratkan untuk
mengerjakannya.
Secara umum, lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi
keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dana dari unit
surplus ekonomi, baik sector usaha, lembaga pemerintahan maupun individu (rumah
tangga) untuk penyediaan dana bagi unit ekonomi lain. Tugas utama sistem sistem
keuangan adalah mengalihkan dana tersedia (loanable funds) dari penabung kepada
pengguna dana untuk kemudian digunakan membeli barang dan jasa-jasa disamping
untuk investasi sehingga ekonomi dapat tumbuh dan meningkatkan standar
kehidupan. Tujuan akhir lembaga keuangan syariah adalah sebagai tujuan dari
syariat islam itu sendiri, yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat (falah)
melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah). Menurut
As-Shatibi, tujuan utama syariat islam adalah mencapai kesejahteraan manusia yang
terletak pada perlindungan terhadap lima ke-mashlahah-an, yaitu keimanan, ilmu,
kehidupan, harta dan kelangsungan keturunan.
              Fungsi lembaga keuangan syariah bisa ditinjau dari empat asapek, yaitu
Dari sisi jasa-jasa finansial, kedudukannya dalam sistem perbankan sistem finansial
dan sistem moneter. Keempat fungsi lembaga tersebut, yaitu: Fungsi lembaga
keuangan ditinjau dari sisi jasa-jasa penyedia finansial, Fungsi lembaga keuangan
ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem perbangkan,   Fungsi
lembaga keuangan ditinjau dari lembaga keuangan dalam sistem moneter, dan  Fungsi
lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga dalam sistem finansial.

B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini kami masih merasa banyak kekurangan dalam
pengetikan maupun isi pembahasan, karena kami masih dalam masa pembelajaran.
Oleh karena itu kami sebagai penulis mengharapkan kepada teman-teman semua dan

11
dosen pembimbing untuk memberikan kritik dan saran yang membangun agar saya
dapat menyapai kesempurnaan dalam pembuatan makalah ini , karena tidak ada
satupun yang sempurna kecuali Allah SWT. Dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.walisongo.ac.id/6833/3/BAB%20II.pdf (jumat, 16/10/2020. 10.25)


http://repository.radenintan.ac.id/1277/3/BAB_II.pdf (Sabtu 17/10/2020. 09.40)

http://eprints.walisongo.ac.id/6539/3/BAB%20II.pdf (Sabtu, 17/10/2020. 23.38)

https://zinsari.files.wordpress.com/2020/03/papsi-bprs-3.3-akad-jual-beli-salam-38-41.pdf
(Sabtu,23.00)

http://sintapuspita203.blogspot.com/2017/04/rukun-dan-syarat-jual-beli-murabahah.html
(Senin, 19/10/2020. 12.30)

https://almanhaj.or.id/3029-jual-beli-salam-dan-syaratnya.html (Senin, 19/10/2020. 14.20)

http://nadheadiahayups.blogspot.com/2014/12/syarat-dan-rukun-istishna.html (Senin,
19/10/2020. 15.00)

12

Anda mungkin juga menyukai