Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL

PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN


DI APOTEK KIMIA FARMA DRIEN RAMPAK
BERDASARKAN PERMENKES RI
NO 73 TAHUN 2016

OLEH :
RISNA LUTVIA
200205340

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2022
PENGESAHAN PROPOSAL

PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN


DI APOTEK KIMIA FARMA DRIEN RAMPAK
BERDASARKAN PERMENKES RI
NO 73 TAHUN 2016

OLEH
RISNA LUTVIA
200205340

Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Dipresentasikan

Medan, Desember 2021

Disetujui Oleh : Disahkan Oleh :


Pembimbing, Ketua Program Studi,

dr. Dicky Yuswardi Wiratma, M.Kes apt. Cut Masyithah Thaib, M.Si
NIDN 0119088203 NIDN 0101018106

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat

dan karuniaNya sehingga Proposal Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Standar

Pelyanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan Permenkes No 73 Tahun

2016” bertujuan untuk mengetahui Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Kimia Farma Drien Rampak Berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian

Permenkes No. 73 Tahun 2016, dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Penulis menyadari dalam penyusunan Proposal Skripsi ini tidak lepas dari

dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, sepenuh hati. Dan juga penulis

menyadari bahwa dalam penulisan Proposal Skripsi ini masih banyak kekurangan

dan jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal ini.

Medan, Desember 2021

Penulis,

Risna Lutvia

iii
DAFTAR ISI

JUDUL .......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 3
1.3 Hipotesis....................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5


2.1 Apotek .......................................................................................... 5
2.1.1 Persyaratan Apotek .............................................................. 5
2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek ..................................................... 6
2.1.3 Apotek Kimia Farma ............................................................ 7
2.1.4 Sarana dan Prasarana Apotek ............................................... 9
2.1.5 Sumber Daya Manusia ......................................................... 10
2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian .................................................... 13
2.2.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai 13
2.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik .................................................... 20
2.2.3 Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian................................. 29

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 32


3.1 Jenis Penelitian ............................................................................. 32
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 32
3.3 Populasi dan Sampel ..................................................................... 32
3.3.1 Popilasi ................................................................................ 32
3.3.2 Sampel ................................................................................. 32
3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 33
3.5 Prosedur Penelitian ....................................................................... 33
3.6 Cara Pengukuran Variabel ............................................................ 34
3.7 Analisis Data ................................................................................ 34

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 35

LAMPIRAN .................................................................................................. 37

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Logo Kimia Farma Apotek ......................................................... 7


Gambar 2. Struktur Organisasi ..................................................................... 9
Gambar 3. Screenshoot Konsultasi Proposal Skripsi .................................... 42
Gambar 4. Bukti Pembayaran ...................................................................... 43

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Tilik Pelayanan Kefarmasian Apotek ............................... 37


Lampiran 2. Bimbingan Konsul ...................................................................... 41
Lampiran 3. Bukti Pembayaran ....................................................................... 43

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Tilik Sumber Daya Manusia ................................................. 38


Tabel 2. Daftar Tilik Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai .......................................................................... 38
Tabel 3. Daftar Tilik Pelayanan Farmasi Klinik ............................................ 39
Tabel 4. Daftar Tilik Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian ........................ 40
Tabel 5. Bimbingan Skripsi .......................................................................... 41

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau

upaya kesehatan penunjang, salah satu sarana kesehatan yaitu apotek. (Amalia,

2019) Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

kefarmasian oleh apoteker yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan

masyarakat. (Supardi, 2019)

Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya

kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan,

mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait obat (drug related

problems), masalah famakoekonomi, dan farmasi sosial (soco-

pharmaceoconomy). (Amalia, 2019) Apoteker juga harus mampu berkomunikasi

dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung

penggunaan obat yang rasional. Dalam melakukan praktik tersebut, apoteker juga

dituntut untuk melakukan monitoring penggunaan obat dan melakukan evaluasi

serta mendokumentasikan segala aktivitas kegiatannya. (Kemenkes, 2016)

Sebagai upaya agar apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian

dengan baik maka pemerintah menerbitkan Permenkes No. 73 tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek untuk dijadikan sebagai pedoman

praktik apoteker dalam menjalankan tugas profesi untuk melindungi masyarakat

dari pelayanan, dan evaluasi mutu pelayanan. (Prabandari, 2019)

Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian di apotek diperlukan

komitmen dan kerjasama semua pemangku kepentingan. Hal tersebut diharapkan

1
akan menjadikan pelayanan kefarmasian di apotek semakin optimal dan dapat

dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyarakat, yang pada akhirnya dapat

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. (Aristantya, 2017) Pelayanan

kefarmasian di apotek meliputi dua kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat

manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik. pengeleloan sediaan farmasi (obat,

bahan obat, obat tradisional dan kosmetika) merupakan suatu kegiatan yang

dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, pemusnahan, dan

pencatatan/pelaporan. (Nofiani, 2021) Sedangkan pelayanan farmasi klinik

merupakan pelayanan langsung yang diberikan oleh apoteker kepada pasien dalam

rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek

samping yang meliputi pengkajian resep, pelayanan informasi obat (PIO), home

care, pemantauan terapi obat (PTO), monitoring efek samping obat (MESO), dan

konseling. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana

dan prasarana. (Supardi, 2019)

Peran dan fungsi pelayanan kefarmasian di apotek belum begitu dirasakan

oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah belum optimalnya pelayanan

kefarmasian yang diberikan apoteker di apotek. Hal ini dibuktikan dengan

penelitian-penelitian sebelumnya, hasil penelitian di kota Bandung menunjukkan

standar pelayanan kefarmasian di Apotek X belum semuanya menerapkan standar

pelayanan kefarmasian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(Amalia, 2016) Dan penelitian di Apotek Baitusyifa Mejasem belum semuanya

menerapkan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan peraturan perundang-

undangan. (Nofiani, 2021)

2
Berdasarkan permasalahan diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang

penerapan standar pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma Drien Rampak.

Apotek Kimia Farma Drien Rampak merupakan cabang dari Kimia Farma Group

yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibidang kefarmasian. Yang

seharusnya sudah melakukan standar pelayanan kefarmasian sesuai dengan

perundang-undangan maka dari itu peneliti ingin mengetahui apakah Apotek

Kimia Farma Drien Rampak sudah melakukan standar pelayanan kefarmasian

secara menyeluruh sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun

2016 tentang pelayanan kefarmasian di apotek.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kimia Farma Drien

Rampak telah dilaksanakan secara menyeluruh oleh apoteker berdasarkan

berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian Permenkes No. 73 Tahun 2016 ?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma Drien Rampak belum

sepenuhnya terlaksana sebagaimana mestinya sesuai dengan Permenkes No. 73

tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian apotek.

3
1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kimia Farma

Drien Rampak sudah dilakukan secara menyeluruh berdasarkan Standar

Pelayanan Kefarmasian Permenkes No. 73 Tahun 2016.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti :

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam mengaplikasikan

ilmu yang telah didapat selama menjalani program studi Sarjana

Farmasi Universitas Sari Mutiara Indonesia

2. Bagi apotek terkait :

Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan dalam memperbaiki berbagai

masalah terkait standar pelayanan kefarmasian yang diterapkan pada

apotek agar dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan.

3. Bagi instansi

Untuk menambah referensi tentang evaluasi pelaksanaan Pelayanan

Kefarmasian di Apotek.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

kefarmasian oleh Apoteker. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud ialah

pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian. (Lolo, 2020) Apotek harus dikelola

oleh seorang apoteker yang profesional, berlokasi didaerah yang mudah dikenali

oleh masyarakat dan terdapat papan petunjuk yang tertulis kata “apotek”.

(Supardi, 2019).

2.1.1 Persyaratan Apotek

Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin

Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja

sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan

apotek disuatu tempat tertentu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan bahwa

persyaratan apotek adalah:

1. Untuk mendapat izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama

dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap

dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan

farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

5
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan

komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.

3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar

sediaan farmasi. (Kemenkes, 2017)

2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek

Tugas dan Fungsi Apotek Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009

menyebutkan tugas dan fungsi apotek adalah:

1. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah

mengucapkan sumpah jabatan.

2. Sebagai sarana farmasi tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian.

3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan

farmasi antara lain obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetika.

4. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi

lainnya kepada tenaga kesehatan lain dan masyarakat, termasuk

pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan

mutu obat.

5. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau

penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan

obat tradisional (Firmansyah, 2009 ; Kemenkes, 2009).

6
2.1.3 Apotek Kimia Farma

Gambar 1. Logo PT Kimia Farma Apotek

Sejarah PT Kimia Farma Apotek dimulai hampir dua abad yang lalu

yaitu tahun 1817 pada saat itu merupakan perusahaan farmasi pertama kali

didirikan oleh Hindia Belanda di Indonesia bernama NV Chemicalien

Handle Rathkamp & Co. Kemudian pada awal kemerdekaan dinasionalisasi

oleh pemerintah Republik Indonesia dan seterusnya pada tanggal 16

Agustus 1971 menjadi PT (Persero) Kimia Farma, sebuah perusahaan

farmasi negara yang bergerak dalam bidang industri farmasi, distribusi, dan

apotek. Sampai dengan tahun 2002, apotek merupakan salah satu kegiatan

usaha PT Kimia Farma (Persero) Tbk, yang selanjutnya pada awal tahun

2003 di-spin-off menjadi PT Kimia Farma Apotek. (Oswita, 2016).

PT Kimia Farma Apotek saat ini bertrasnformasi menjadi healthcare

provider company, suatu perusahaan jaringan layanan kesehatan terintegrasi

dan terbesar di Indonesia, yang pada akhir tahun 2020 memiliki 1278

apotek, 500 klinik dan praktek dokter bersama, 75 laboratorium klinik, dan

10 optik, dengan visi menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang

7
terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di

Indonesia. (Oswita, 2016)

1. Apotek Kimia Farma Drien Rampak

Apotek Kimia Farma Drien Rampak berada di wilayah Aceh Barat jln.

Nasional Banda Aceh-Tapaktuan No. 02 Johan Pahlawan, berdasarkan

ditinjau dari lokasinya Apotek Kimia Farma Drien Rampak berada di daerah

perkotaan serta jalur lalu lintas yang ramai dan tersedia lahan parkir yang

luas.

Kegiatan di Apotek Kimia Farma Drien Rampak dilakukan selama 15

jam dalam sehari yaitu dari jam 08.00 WIB sampai jam 23.00 WIB. Untuk

memaksimalkan pelayanan dan memberikan kemudahan bagi pasien untuk

mendapatkan obat di apotek Kimia Farma Drien Rampak, jam kerja dibagi

menjadi 2 shift, yaitu :

Shift pagi : 08.00 s/d 15.00

Shift siang : 15.00 s/d 22.00

2. Struktur Personalia

Pegawai yang bertugas di Apotek Kimia Farma Drien Rampak

berjumlah 4 orang yang terdiri dari 1 orang apoteker penanggung Jawab

Apotek (APA), 3 orang Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK).

8
Struktur organisasi di Apotek Kimia Farma Drien Rampak

APA

TTK TTK TTK

Gambar 2. Struktur Organisasi

2.1.4 Sarana dan Prasarana Apotek

Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan

kefarmasian di apotek meliputi:

1. Ruang penerimaan resep

Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat

penerimaan resep, satu set meja dan kursi, serta satu set komputer. Ruang

penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat

oleh pasien.

2. Ruang pelayanan resep dan peracikan

Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara

terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang

peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan

obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan

pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan

resep, etiket dan label obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan

sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan.

9
3. Ruang penyerahan obat

Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat

digabungkan dengan ruang penerimaan resep.

4. Ruang konseling

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi

konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu

konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.

5. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,

kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan

keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari

obat, pallet, pendingin ruangan, lemari pendingin, lemari penyimpanan

khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus,

pengukur suhu dan kartu suhu

6. Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan

dengan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai serta pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. (Hasibuan,

2019)

2.1.5 Sumber Daya Manusia

Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker.

Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta

10
keterampilan di bidang farmsai dan diberi wewenang serta tanggung jawab

untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. (sudrajat, 2017) dapat dibantu

oleh apoteker pendamping dan/atau (TTK) yang memiliki surat tanda

registrasi dan surat izin praktik dalam melakukan pelayanan kefarmasian

apoteker harus memenuhi kriteria: (Kermenkes, 2009)

1. Persyaratan administrasi

a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi

b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

c. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku

d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)

2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.

3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional


Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang

berkesinambungan.

4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan

pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop,

pendidikan berkelanjutan atau mandiri.

5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan


perundang undangan, sumpah apoteker, standar profesi (standar

pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang

berlaku. Dalam melakukan pelayanan kefarmasian seorang apoteker

harus menjalankan peran yaitu:

a. Pemberi layanan apoteker sebagai pemberi pelayanan harus


betinteraksi dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasi

11
pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara

berkesinambungan.

b. Pengambil keputusan apoteker harus mempunyai kemampuan


dalam mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh sumber

daya yang ada secara efektif dan efisien.

c. Komunikator apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien


maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi

pasien. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan

berkomunikasi yang baik.

d. Pemimpin apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk


menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi

keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta

kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.

e. Pengelola apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia,


fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus

mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi

informasi tentang obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan

obat.

f. Pembelajaran seumur hidup apoteker harus terus meningkatkan


pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi melalui pendidikan

berkelanjutan (Continuing Professional Development/CPD)

g. Peneliti apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah


dalam mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan

kefarmasian dan memanfaatkannya dalam. (Kermenkes, 2016)

12
2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian

Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan

sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan

kefarmasian. Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu

kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan

tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana.

(Supardi, 2019)

2.2.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai.

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan

menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali

biaya.(Kemenkes, 2019). Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan

bahan medis habis pakai dilakukan sesuai undang-undang yang berlaku

meliputi:

1. Perencanaan

Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP merupakan

tahap awal untuk menetapkan jenis serta jumlah sediaan farmasi, alat

kesehatan dan BMHP yang sesuai dengan kebutuhan. (Anggraini, 2020)

Dalam membuat perencanaan perencanaan pengadaan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola

morbiditas, pola konsumsi, metode proxy consumption. (Kermenkes, 2016)

13
a. Metode Morbiditas

Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan

pola penyakit. Metode morbiditas memperkirakan keperluan obat s/d

obat tertentu berdasarkan dari jumlah, kejadian penyakit dan

mempertimbangkan pola standar pengobatan untuk penyakit tertentu.

Pada prakteknya, penggunaan metode morbiditas untuk penyusunan

rencana kebutuhan obat di apotek jarang diterapkan karena keterbatasan

data terkait pola penyakit. Faktor yang perlu diperhatikan adalah

perkembangan pola penyakit dan lead time. (Kemenkes, 2019)

b. Metode Konsumsi

Metode konsumsi didasarkan pada data konsumsi sediaan farmasi.

Metode ini sering dijadikan perkiraan yang paling tepat dalam

perencanaan sediaan farmasi. Klinik yang sudah mapan biasanya

menggunakan metode konsumsi. Metode konsumsi menggunakan data

dari konsumsi periode sebelumnya dengan penyesuaian yang

dibutuhkan. Perhitungan dengan metode konsumsi didasarkan atas

analisa data konsumsi sediaan farmasi periode sebelumnya ditambah

stok penyangga (buffer stock), stok waktu tunggu (lead time) dan

memperhatikan sisa stok. Buffer stock dapat mempertimbangkan

kemungkinan perubahan pola penyakit dan kenaikan jumlah kunjungan

(misal : adanya kejadian luar biasa). Jumlah buffer stock bervariasi

antara 10% sampai 20% dari kebutuhan atau tergantung kebijakan

Klinik. Sedangkan stok lead time adalah stok obat yang dibutuhkan

14
selama waktu tunggu sejak obat dipesan sampai obat diterima

(Anggraini, 2019).

c. Metode Proxy Consumption

Metode proxy consumption adalah metode perhitungan kebutuhan

obat menggunakan data kejadian penyakit, konsumsi obat, permintaan,

atau penggunaan, dan/atau pengeluaran obat dari apotek yang telah

memiliki sistem pengelolaan obat dan mengekstrapolasikan konsumsi

atau tingkat kebutuhan berdasarkan cakupan populasi atau tingkat

layanan yang diberikan. Metode proxy consumption dapat digunakan

untuk perencanaan pengadaan di apotek baru yang tidak memiliki data

konsumsi di tahun sebelumnya. Selain itu, metode ini juga dapat

digunakan di apotek yang sudah berdiri lama apabila data metode

konsumsi dan/atau metode morbiditas tidak dapat dipercaya. Sebagai

contoh terdapat ketidaklengkapan data konsumsi diantara bulan januari

hingga desember. Metode ini dapat menghasilkan gambaran ketika

digunakan pada suatu apotek dengan apotek lain yang memiliki

kemiripan profil masyarakat dan jenis pelayanan. Metode ini juga

bermanfaat untuk gambaran pengeceka silang dengan metode yang lain.

(Anggraini, 2019)

2. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan

sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. (Kemenkes, 2016)

Pengadaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

15
a. Sediaan farmasi diperoleh dari Pedagang Besar Farmasi (PBF)

yang memiliki izin.

b. Alat kesehatan dan BMHP diperoleh dari penyalur alat kesehatan

(PAK) yang memiliki izin.

c. Terjaminnya keaslian, legalitas dan kualitas setiap sediaan farmasi,

alat kesehatan dan BMHP yang dibeli.

d. sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang dipesan datang

tepat waktu.

e. Dokumen terkait sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP mudah

ditelusuri

f. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP lengkap sesuai dengan

perencanaan

Waktu pengadaan obat dilakukan berdasarkan kebutuhan dengan

mempertimbangkan hasi analisa dari data:

a. Sisa stok dengan memperhatikan waktu (tingkat kecukupan obat

dan perbekalan kesehatan)

b. Kapasitas sarana penyimpanan.

c. Waktu tunggu. (pedoman pelayanan apotek) (pedoman pelayanan

apotek

Pengadaan sediaan farmasi dilaksanakan berdasarkan surat pesanan

yang ditandatangani apoteker pemegang SIA dengan mencantumkan nomor

SIPA. Surat pesanan dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua) serta tidak

dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi. Satu rangkap surat pesanan

diserahkan kepada distributor dan 1 (satu) rangkap sebagai arsip. Apabila

16
Surat pesanan tidak bisa dilayani baik sebagian atau seluruhnya, maka

Apotek harus meminta surat penolakan pesanan dari pemasok. (Anggraini,

2020)

3. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam

surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. (Kemenkes, 2016)

Pemeriksaan sediaan farmasi yang dilakukan meliputi:

a. Kondisi kemasan termasuk segel, label/penandaan dalam keadaan

baik.

b. Kesesuaian nama, bentuk, kekuatan sediaan obat, isi kemasan

antara arsip surat pesanan dengan obat yang diterima.

c. Kesesuaian antara fisik obat dengan Faktur pembelian dan/atau

Surat pengiriman barang (SPB). (Kemenkes, 2019)

4. Penyimpanan

a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.

Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada

wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus

ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-

kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal

kadaluwarsa.

b. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai

sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

17
c. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan

barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi

d. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk

sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.

e. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out)

dan FIFO (First In First Out). (Kemenkes, 2016)

5. Pemusnahan dan penarikan

a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan

jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak

yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh

Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh

apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang

memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.

b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun

dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker

disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan

cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan

berita acara dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan

kabupaten/kota.

c. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis

pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara

yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

18
d. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi

standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh

pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM

(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik

izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan

kepada Kepala BPOM.

e. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan

terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh menteri.

(Kemenkes, 2016)

6. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah

persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan

atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk

menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,

kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian

persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau

elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama obat, tanggal

kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

(Kermenkes, 2016)

7. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat

pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk

19
penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

(Kemenkes, 2016)

Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan

internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen

apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal

merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai

dengan ketentuan peraturan perundangundangan, meliputi pelaporan

narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai

pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

(Kemenkes, 2016)

2.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan

kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan

dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien. (Kemenkes, 2016)

Pelayanan farmasi klinik meliputi :

1. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik

dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi:

a. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

b. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor

telepon dan paraf; dan

20
c. tanggal penulisan resep. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi

bentuk dan kekuatan sediaan; stabilitas; dan kompatibilitas

(ketercampuran obat).

Pertimbangan klinis meliputi:

a. ketepatan indikasi dan dosis obat;

b. aturan, cara dan lama penggunaan obat;

c. duplikasi dan/atau polifarmasi; reaksi obat yang tidak diinginkan

(alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain);

d. kontra indikasi; dan

e. interaksi.

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka

apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. Pelayanan resep dimulai

dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat,

pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap

alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan

pemberian obat (medication error). Petunjuk teknis mengenai pengkajian

dan pelayanan resep akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

(Kemenkes, 2016)

2. Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi

obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:

a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep:

1) menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep;

21
2) mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan

dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan

keadaan fisik obat.

b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan

c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

1) warna putih untuk obat dalam/oral;

2) warna biru untuk obat luar dan suntik;

3) menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk

suspensi atau emulsi.

d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk

obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari

penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:

a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan

pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket,

cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara

penulisan etiket dengan resep);

b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;

c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;

d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat;

e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang

terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan

minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara

penyimpanan obat dan lain-lain;

22
f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara

yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin

emosinya tidak stabil;

g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau

keluarganya;

h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh

apoteker (apabila diperlukan);

i. Menyimpan resep pada tempatnya;

Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan

formulir. Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau

pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien

yang memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan

obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai. (Kermenkes, 2016)

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,

dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek

penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.

Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda

pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,

keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping,

interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan

lain-lain.

23
Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meliputi:

a. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;

b. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan

masyarakat (penyuluhan);

c. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;

d. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mehasiswa

farmasi yang sedang praktik profesi;

e. melakukan penelitian penggunaan obat;

f. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;

g. melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan informasi obat harus didokumentasikan untuk membantu

penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat. Hal-hal yang harus

diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi obat :

a. Topik pertanyaan

b. Tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan metode

pelayanan obat (lisan, tertulis, lewat telpon)

c. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain

seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data

laboratorium);

d. Uraian pertanyaan;

e. Jawaban pertanyaan;

f. Referensi;

Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data

apoteker yang memberikan pelayanan informasi obat. (kemenkes, 2016)

24
4. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran

dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat

dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali

konseling, apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat

kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health

Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau

keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan. kriteria

pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati

dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).

b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya :

TB, DM, AIDS, epilepsi).

c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus

(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).

d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit

(digoksin, fenitoin, teofilin).

e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk

indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk

pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat

disembuhkan dengan satu jenis obat.

f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

25
Tahap kegiatan konseling:

a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien

b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui three

prime questions, yaitu:

1) Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?

2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat

anda?

3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan

setelah anda menerima terapi obat tersebut?

d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan

masalah penggunaan obat

e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien

apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda

tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi

yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan Formulir.

(Kemenkes, 2016)

5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan

pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk

kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.

Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh apoteker,

meliputi :

a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan

dengan pengobatan.

26
b. Identifikasi kepatuhan pasien.

c. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah,

misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin

d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum

e. Monotoring pelaksanaan efektifitas dan keamanan enggunaan obat

berdasarkan catatan pengobatan pasien

f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah.

(Kemenkes, 2016)

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan terapi obat (PTO) merupakan proses yang memastikan

bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau

dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria

pasien:

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multidiagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat

yang merugikan.

Kegiatan:

a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien

yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan

27
riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga

pasien atau tenaga kesehatan lain

c. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat

antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian

obat tanpa indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu

tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi obat yang tidak

diinginkan atau terjadinya interaksi obat

d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan

menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan

terjadi

e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi

rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek

terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki

f. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah

dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga

kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi. (Kemenkes,

2016)

7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat

yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang

digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau

memodifikasi fungsi fisiologis.

28
Kegiatan:

a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi

mengalami efek samping obat.

b. Mengisi formulir MESO

c. Melaporkan ke pusat monitoring efek Samping obat nasional.

faktor yang perlu diperhatikan:

1) Kerjasama dengan tim kesehatan lain.

2) Ketersediaan formulir monitoring efek samping obat.

(Kemenkes, 2016)

2.2.3 Evaluasi mutu pelayanan kefarmasian

Evaluasi mutu di apotek dilakukan terhadap:

1. Mutu Manajerial

a. Metode Evaluasi

1) Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas

pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan

pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan

standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan

alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan pelayanan

kefarmasian secara sistematis. Audit dilakukan oleh apoteker

berdasarkan hasil monitoring terhadap proses dan hasil

pengelolaan.

29
2) Review
Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan pelayanan

kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review

dilakukan oleh apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap

pengelolaan sediaan farmasi dan seluruh daya yang digunakan.

3) Observasi
Observasi dilakukan oleh apoteker berdasarkan hasil

monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan sediaan

farmasi.

b. Indikator Evaluasi Mutu

1) kesesuaian proses terhadap standar

2) efektifitas dan efisiensi (Kemenkes, 2016)

2. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik

a. Metode Evaluasi Mutu

1) Audit

Audit dilakukan oleh apoteker berdasarkan hasil monitoring

terhadap proses dan hasil pelayanan farmasi klinik.

2) Review

Review dilakukan oleh apoteker berdasarkan hasil monitoring

terhadap pelayanan farmasi klinik dan seluruh sumber daya

yang digunakan.

3) Survei

Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan

kuesioner. Survei dilakukan oleh apoteker berdasarkan hasil

30
monitoring terhadap mutu pelayanan dengan menggunakan

angket/ kuesioner atau wawancara.

4) Observasi
Observasi dilakukan oleh apoteker berdasarkan hasil

monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan sediaan

farmasi.

b. Indikator Evaluasi Mutu

Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan

adalah:

1) Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero deffect dari

medication error;

2) Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu

pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;

3) Lama waktu pelayanan resep antara 15-30 menit;

4) Keluaran pelayanan kefarmasian secara klinik berupa

kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya

gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala,

memperlambat perkembangan penyakit. (Kermenkes, 2016)

31
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilangsungkan adalah penelitian survey deskriptif yang

bersifat yuridis normatif yaitu dengan mengkaji data sekunder yang berupa bahan-

bahan hukum terutama bahan hukum primer berupa peraturan perundang-

undangan dan bahan hukum sekunder berupa daftar tilik dengan memahami

hukum sebagai seperangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem

perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia dan didukung

dengan kenyataan dilapangan. (Supardi, 2019)

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2022 dan

bertempat di Apotek Kimia Farma Drien Rampak Aceh Barat.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini ialah seluruh karyawan Apotek Kimia

Farma Drien Rampak Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel yang dipakai pada penelitian ini ialah Apoteker

Penanggung Jawab di Apotek Kimia Farma Drien Rampak Aceh Barat.

32
3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk mengevaluasi pelaksanaan standar pelayanan

kefarmasian yang dilaksanakan secara pengamatan langsung oleh peneliti serta

wawancara terhadap tenaga kefarmasian memakai daftar tilik berkaitan dengan

pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma Drien Rampak. Daftar tilik

disusun sesuai dengan Permenkes RI No 73 Tahun 2016 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang termasuk di dalamnya pengelolaan

sediaan farmasi serta bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik, sumber

daya manusia, sarana dan prasarana.

3.5 Prosedur Penelitian

Langkah penelitian yang akan dilaksanakan :

1. Menyiapkan daftar tilik yang akan diisi oleh peneliti melalui

wawancara secata langsung kepada apoteker

2. Meminta izin Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan USM untuk

melakukan penelitian di Apotek Kimia Farma Drien Rampak

3. Mengumpulkan data tentang penilaian standar pengelolaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di Apotek Kimia

Farma Drien Rampak

4. Mengolah data daftar tilik dengan menggunakan program Microsoft

excel. (Hasibuan, 2019)

33
3.6 Cara Pengukuran Variabel

Penilaian mutu pelayanan kefarmasian menggunakan daftar tilik Ditjen

Binfar dan Alkes tahun 2008 tentang pemenuhan standar pelayanan kefarmasian

dan sesuai dengan Permenkes nomor 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan

kefarmasian di apotek, yang mencakup pelayanan farmasi klinik, pengelolaan

sediaan farmasi, sumber daya kefarmasian dan evaluasi mutu pelayanan.

Penilaian untuk setiap jawaban pada pertanyaan:

1. Pelayanan Farmasi Klinik

Jika dilakukan oleh apoteker ( 2 ), jika dilakukan oleh tenaga teknis

kefarmasian ( 1 ), tidak dilakukan( 0 )

2. Pengelolaan sediaan farmasi

Jawaban Ya ( 2 ), Jawaban Tidak ( 0 )

3. Sumber daya kefarmasian

Jawaban Ya ( 2 ), Jawaban Tidak ( 0 )

4. Evaluasi Mutu Pelayanan

Jawaban Ya ( 2 ), Jawaban Tidak ( 0 ) (Aristantya,2017)

3.7 Analisis Data

Data yang didapatkan melalui hasil daftar tilik selanjutnya dilakukan

pengolahan menggunakan program Microsoft Excel disajikan berbentuk tabel

serta dianalisa melaui perbandingan fakta yang didapatkan dengan ketetapan yang

berlaku.

34
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, T. (2019). Evaluasi Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek di Apotek X


Berdasarkan Permenkes Nomor 73 Tahun 2016. Jurnal. Politeknik META
Industri Cikarang. 1(1) : 49-58

Anggraini, W., DKK.. 2020). Buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Apotek.


Malang : Universitas Islam Negeri Maulana Malik.

Aristantya, N. (2017). Mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek-apotek Kota


Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Skripsi. Medan. Universitas
Sumatra Utara

Firmansyah, M., (2009). Tata Cara Mengurus Perizinan Usaha Farmasi &
Kesehatan. Jakarta Selatan : Transmedia Pustaka. Hal. 26-27

Hairunnisa, S., Purwanti, U.N., Desnita, R. (2018). Evaluasi Penerapan Standar


Pelayanan Kefarmasian di Apotek-Apotek Kabupaten Kubu Raya Tahun
2018. Jurnal. Tanjungpura. Universtitas Tanjung Pura

Hasibuan, R.R. (2019). Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian dalam Bidang


Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai di Apotek Kota Medan. Skripsi. Medan. Universitas Sumatra Utara

Kemenkes. (2019). Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.


Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Kemenkes RI. (2017) Permenkes RI No 9 Tahun 2017 Tentang Apotek. Jakarta.


Kementerian Republik Indonesia

Kemenkes RI. (2016). Permenkes RI No 73 Tahun 2016 Tentang Standar


Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Kementerian Republik
Indonesia

Kemenkes RI. (2009). Permenkes RI No 51 Tahun 2009 Tentang Perkerjaan


Kefarmasian. Jakarta. Kementerian Republik Indonesia

Lolo, A.W., (2020). Farmasi Komunitas. Jateng : Ikapi.

Nofiani. Sandra. Prabandati, S., Barlian, A. (2020) Evaluasi Pelayanan


Kefarmasian di Apotek Baitusyifa Mejasem Berdasarkan Permenken No 73
Tahun 2016. Jurnal. Politeknik Harapan Bersama

Oswita, D.N., (2016). Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan


Resep Di Beberapa Apotek Kimia Farma Di Medan. Skripsi. Fakultas
Farmasi USU Medan.

35
Prabandari, S. Putri, R.A. (2019). Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di
Apotek Wilayah Kota Tegal Tahun 2018 (Berdasarkan Permenkes No. 35
Tahun 2014). Jurnal. Politeknik Harapan Bersama. 8(1) : 65-71

Sutdrajat, A., 2017). Wikipedia Apoteker. Guepedia. hal. 9

Supardi, S., Yuniar, Y., Sari, D.S., (2019). Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek di Beberapa Kota Indonesia. Jurnal. Jakarta. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

36
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Tilik Pelayanan Kefarmasian di Apotek. (Aristantya, 2017)

DAFTAR TILIK STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN


DI APOTEK
Nama Apotek :

Alamat Apotek :

A. KETENAGAAN

1. Jumlah Tenaga Farmasi dan Kualifikasi :

Jumlah Apoteker : orang

Jumlah Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) : orang

Jumlah Tenaga Non Farmasi : orang

2. Status Apoteker

Tidak merangkap pekerjaan (khusus di apotek)

Merangkap pekerjaan (tidak khusus di apotek)

3. Frekuensi Kehadiran Apoteker

Selama buka apotek

Setiap hari, pada jam tertentu

2-3 seminggu

1 kali seminggu

1 kali sebulan

37
B. PELAYANAN KEFARMASIAN

1. Sumber Daya Kefarmasian


Tabel 1. Daftar Tilik Sumber Daya Manusia

NO KEGIATAN YA TIDAK
1 Sumber Daya Manusia
Apoteker :
a. Memiliki STRA
b. Memiliki Surat Izin Praktek Apoteker
c. Menggunakan atribut praktek (baju praktek,
tanda pengenal)
2 Tersedia Sarana dan Prasarana
a. Ruang penerimaan resep
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan
c. Ruang penyerahan obat
d. Ruang konseling
e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi
f. Ruang arsip

5. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai
Tabel 2. Daftar Tilik Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai

NO KEGIATAN YA TIDAK
1 Dilakukan perencanaan pengadaan sediaan
farmasi
2 Dilakukan pengadan obat melalui jalur resmi
3 Dilakukan pengecekan saat penerimaan
4 Penyimpanan
a. Obat/bahan obat disimpan dalam wadah
dan kondisi yang sesuai
b. Penyimpanan sesuai dengan bentuk
sediaan dan kelas terapi obat serta disusun
secara alfabetis
c. Pengeluaran obat sesuai sistem FEFO
dan FIFO

38
5 Dilakukan pemusnahan obat kadaluarsa atau
rusak
6 Dilakukan pengendalian stok obat (manual atau
elektronik)
7 Dilakukan pencatatan dan pelaporan

6. Pelayanan Farmasi Klinik

Tabel 3. Daftar Tilik Pelayanan Farnasi Klinik


YA
NO KEGIATAN Dilakukan oleh, TIDAK
Apoteker TTK
1 Pengkajian resep
Kajian administrasi :
a. Nama, umur, jenis kelamin, dan
berat badan
b. Nama, SIP, alamat, no telp, dan
paraf dokter
c. Tanggal penulisan resep
Kajian kesesuaian farmasetik
a. Bentuk dan kekuatan sediaan
b. Stabilitas
c. Kompatibilitas (ketercampuran
obat)
Pertimbangan klinis
a. Ketetapan indikasi dan dosis
obat
b. Aturan, cara dan lama
penggunaan obat
c. Duplikasi dan/atau polifarmasi
d. Reaksi obat yang tidak
diinginkan
e. Kontra indikasi
f. Interaksi obat
Apabila ditemukan
ketidaksesuaian, menghubungi
dokter penulis resep
2 Dispensing
a. Menyiapkan oba sesuai hasil

39
pengkajian resep
b. Memeriksa kondisi fisik dan
tanggal kadaluwarsa obat
c. Memberikan etiket pada obat
3 Penyerahan obat
a. Memeriksa ulang kesesuaian
penulisan etiket dan resep
b. Memastikan bahwa yang
menerima obat adalah pasien
atau keluarganya
c. Memberikan informasi cara
penggunaan obat dan hal-hal
yang terkait dengan obat
4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
5 Konseling
Pelayanan Kefarmasian di rumah
7
(home pharmacy care)
Monitoring Efek Samping Obat
8
(MESO)

7. Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian

Tabel 4. Daftar Tilik Evaluasi Pelayanan Mutu

NO KEGIATAN YA TIDAK

1 Evaluasi mutu manajerial


a. Tersedia SPO (Standar Prosedur Operasional)
b. Melakukan observasi/audit/review kesesuaian
SPO
c. Melakukan audit stock sediaan farmasi
(Stock opname)
2 Evaluasi mutu pelayanan farmasi klinik
a. Audit penyerahan obat kepada pasien
b. Audit waktu pelayanan

40
Lampiran 2. Bimbingan Skripsi

KARTU BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : Risna Lutvia


NIM : 200205340
Dosen Pebimbing : dr. Dicky Yuswardi Wiratma, M.Kes
Judul Skripsi : Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Kimia Farma Drien Rampak Berdasarkan Permenkes RI No
73 Tahun 2016

Tabel 5. Bimbingan Skripsi


Tanggal Paraf Dosen
Pokok Bahasan
Bimbingan Pembimbing
26/11/2021 Pengajuan judul skripsi

07/12/2021 Konsul perubahan judul skripsi

13/12/2021 Konsul BAB 1

17/12/2021 Konsul BAB 2

17/12/2021 Konsul BAB 3

20/12/2021 Konsul Kuesioner

20/12/2021 ACC

41
Gambar 3. Screenshoot Konsultasi Proposal Skripsi

42
Lampiran 3. Bukti Pembayaran

Gambar 3. Bukti Pembayaran

43

Anda mungkin juga menyukai