Disusun Oleh:
Eka Puspita
11194692110098
Menyetujui,
RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)
3. ENZIM JANTUNG
Enzim jantung adalah sejenis protein yang diproduksi oleh jantung
untuk membantu kerja organ ini. Pada kondisi normal, jumlah enzim jantung
dalam darah tidaklah banyak. Beberapa jenis enzim jantung yang digunakan
untuk mendiagnosis penyakit antara lain:
a. Troponin adalah enzim jantung yang paling sering dijadikan sebagai
patokan untuk mendiagnosis penyakit jantung sebab enzim ini lah yang
paling sensitif dibanding enzim lainnya. Saat seseorang mengalami
serangan jantung, tak perlu waktu lama hingga troponin masuk ke aliran
darah, yaitu sekitar 3-4 jam. Enzim ini juga akan bertahan di aliran darah
paling lama setelah serangan jantung terjadi, meski enzim-enzim yang
lain kadarnya sudah kembali normal. Pada pemeriksaan enzim jantung,
ada dua jenis troponin yang akan dilihat nilainya, yaitu Troponin T dan
Troponin I. Troponin T merupakan enzim jantung utama yang akan
membantu mengetahui bahwa jantung sedang mengalami stres atau
tekanan berlebih dan otot jantung tidak mendapatkan cukup oksigen
(Yonarti. 2013).
b. Kreatin kinase (Creatinine kinase atau CK) dan Creatinin Kinase Myocard
Band (CK-MB), yang merupakan protein dari jaringan jantung dan otot
rangka. Protein ini meningkat 3-6 jam setelah kerusakan jantung dan
mencapai puncak pada 18-24 jam pada CK dan 12-14 jam pada CK-MB.
Saat Anda mengalami serangan jantung, kadar kreatin kinase dapat
meningkat hingga dua kali lipat dalam darah. Meski begitu, peningkatan
kadar kreatin kinase tidaklah spesifik menandakan adanya gangguan
jantung. Jumlahnya juga dapat meningkat apabila ada penyakit lain yang
diderita pasien. Sebaliknya, CK-MB bisa menjadi patokan yang lebih
sensitif untuk mendeteksi serangan jantung dibanding CK.
Kekurangannya, kadar CK-MB akan cepat kembali turun ke kadar semula
satu atau dua hari setelah serangan terjadi (Yonarti. 2013).
c. Myoglobin yang merupakan protein dari jaringan jantung dan sel otot
lainnya. Myoglobin meningkat 2-3 jam setelah terjadi kerusakan pada
jantung, dan mencapai puncak pada 8-12 jam (Yonarti. 2013).
C. ETIOLOGI
D. FAKTOR RESIKO
1. Faktor Yang Tidak Dapat Diubah
Faktor Resiko penyakit jantung coroner yang tidak dapat diubah antara
lain (P2ptm.kemkes.go.id. 2021):
a. Umur
Umur memiliki hubungan yang kuat dengan perkembangan proses
aterosklerosis. Aterosklerosis yang dideteksi di arteri karotis
menunjukkan peningkatan ketebalan tunika intima seiring dengan
bertambahnya usia. Pada pria, resiko aterosklerosis meningkat
setelah usia 45 tahun, sedangkan pada wanita, peningkatannya
terjadi setelah usia 55 tahun.
b. Jenis Kelamin
Wanita memiliki resiko lebih rendah mengalami penyakit
kardiovaskuler dibandingkan laki-laki. Estrogen merupakan salah satu
kunci proteksi dari penyakit kardiovaskuler pada wanita. Estrogen
berperan penting dalam vasodilatasi vaskuler. Reseptor estrogen
lebih banyak didapatkan pada wanita dibandingkan laki-laki. Studi lain
menunjukkan bahwa wanita dapat meningkatkan kadar HDL pada diet
dengan lemak jenuh, sedangkan laki-laki tidak. Hal ini juga mendasari
efek protektif kardiovaskuler pada wanita. Faktor menopause
menyebabkan wanita memiliki resiko penyakit kardiovaskuler yang
sama dengan laki-laki diusia yang sama.
c. Keturunan (Ras)
Penelitian Anand et. al. 2000 di Kanada menunjukkan bahwa ras
Asia Timur mengalami peningkatan prevalensi penyakit
kardiovaskuler dibandingkan dengan ras Eropa dan China. Ras Eropa
memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan ras China. Peneliti
menyebutkan bahawa ras Asia Timur memiliki lebih banyak plasma
lipid dan abnormalitas glukosa dibandingkan ras lain. Selain itu ras
Asia Timur juga mengalami peningkatan konsentrasi fibrinogen
plasma, plasminogen activator inhibitor 1, lipoprotein a dan
homosistein. Studi lain menunjukkan ada peningkatan prevalensi
aterosklerosis pada orang kulit putih dibandingkan hispanik dan ras
kulit hitam.
Risiko penyakit jantung koroner lebih tinggi pada seseorang yang
memiliki keluarga dengan riwayat penyakit jantung. Risiko akan makin
tinggi bila memiliki ayah atau saudara laki-laki yang terdiagnosis
penyakit jantung sebelum usia 55 tahun dan memiliki ibu atau
saudara perempuan yang terserang penyakit jantung sebelum usia 65
tahun.
2. Faktor Yang Dapat Diubah
Faktor Resiko penyakit jantung koroner yang tidak dapat diubah antara
lain (P2ptm.kemkes.go.id. 2021):
a. Merokok
Rokok adalah faktor risiko utama penyakit jantung koroner.
Kandungan nikotin dan karbon monoksida di dalam asap rokok dapat
memacu jantung bekerja lebih cepat sehingga membebani kerja
jantung. Kedua senyawa tersebut juga meningkatkan risiko terjadinya
penggumpalan darah. Di samping itu, senyawa lain pada rokok juga
dapat merusak dinding pembuluh jantung dan menyebabkan
penyempitan.
b. Dislipidemia
Kadar kolesterol yang tinggi (hiperkolesterolemia) dapat
meningkatkan risiko aterosklerosis. Kolesterol tinggi bisa terjadi akibat
kadar kolesterol jahat (LDL) yang berlebihan, atau kadar kolesterol
baik (HDL) yang rendah. Beberapa parameter yang dipakai untuk
mengetahui adanya resiko PJK dan hubungannya dengan adanya
kolesterol darah yaitu kolesterol total, HDL kolesterol serta kadar LDL
kolesterol
c. Hipertensi
Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka waktu panjang
akan mengganggu fungsi endotel, sel-sel pelapis dinding dalam
pembuluh darah (termasuk pembuluh koroner). Disfungsi endotel ini
mengawali proses pembentukan kerak yang dapat mempersempit
liang koroner. Pengidap hipertensi beresiko dua kali lipat menderita
penyakit jantung koroner.
d. Diabetes Melitus
Kadar gula darah tinggi bisa menyebabkan dinding pembuluh darah
menebal dan menghambat aliran darah. Penderita diabetes juga
diketahui dua kali lipat lebih berisiko terserang penyakit jantung
koroner.
e. Kurang Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik akan memperbaiki sistem kerja jantung dengan
meningkatkan efisiensi kerja jantung, mengurangi keluhan nyeri dada,
melebarkan pembuluh darah, membuat kolateral bila sudah ada
penyempitan pembuluh darah koroner dan mencegah timbulnya
penggumpalan darah.
f. Berat badan berlebih (obesitas)
Distribusi lemak tubuh berperan penting dalam peningkatan faktor
resiko penyakit jantung. Penumpukan lemak di bagian sentral tubuh
akan meningkatkan resiko penyakit jantung. Obesitas memaksa
jantung bekerja lebih keras. Obesitas menyebabkan bertambahnya
volume darah dan perluasan sistem sirkulasi sehingga berkorelasi
terhadap tekanan darah sistolik. (Seseorang bisa dikatakan menderita
obesitas jika memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 30.
g. Diet yang tidak sehat
Risiko penyakit jantung koroner bisa meningkat akibat pola makan
yang tidak sehat, seperti terlalu banyak mengonsumsi makanan
dengan kadar gula atau garam tinggi, atau makanan yang
mengandung kadar lemak jenuh dan lemak trans yang tinggi.
h. Stres
Penelitian menunjukkan bahwa stres yang tidak dikelola dengan baik
berpotensi menyebabkan penyakit jantung koroner. Stres juga bisa
memicu faktor risiko lain, seperti merokok atau mengonsumsi
makanan tinggi gula secara berlebihan.
i. Konsumsi Alkohol berlebih
Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan dapat merusak otot
jantung dan memperburuk kondisi orang yang memiliki faktor risiko
penyakit jantung koroner, seperti hipertensi dan obesitas.
E. KLASIFIKASI
Penyakit Jantung Koroner dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu
artherosclerosis, angina pectoris, dan acute miocard infark (Rayka, Ivan.
2012)
1. Artherosclerosis
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar
maupun kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit,
neutrofii, monosit, dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima dan
akhirnya ke tunika media. Arteri yang paling sering terkena adalah arteri
koroner,aorta,dan arteri-arteri serebral
2. Angina pectoris
Angina pektoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada
yang khas, yaitu seperti di tekan atau terasa berat di dada yang sering
kali menjalar ke lengan kiri. Hal ini biasa timbul saat pasien melakukan
aktivitas dan segera hilang saat aktivitas dihentikan. Angina pektoris juga
dl klasifikasikan lagi menjadi 3 macam adalah sebagai berikut.
a. Angina Pektoris Stabil
Stable angina atau angina stabil sering muncul ketika penderitanya
melakukan aktivitas yang berat atau saat mengalami tekanan
emosional. Stable angina ini memiliki pola yang teratur, dengan durasi
yang singkat, biasanya tidak lebih dari 5 menit. Istirahat dan obat-
obatan biasanya akan mengurangi keluhan.
b. Angina Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina/ UA)
Unstable angina merupakan jenis angina yang lebih berbahaya.
Angina jenis ini biasanya muncul tiba-tiba, tidak bergantung pada
aktivitas yang dilakukan dan bisa berlanjut meskipun penderitanya
sudah beristirahat. Rentang waktu terjadinya unstable angina lebih
panjang dengan intensitas nyeri yang lebih parah daripada stable
angina. Gejala yang ditimbulkan angina jenis ini juga tidak hilang
walau penderita sudah beristirahat atau minum obat. Unstable angina
umumnya merupakan pertanda dari serangan jantung.
c. Angina varian Prinzmetal
Angina varian Prinzmetal adalah gejala angina saat islirahat dan
elevasi segmen S-T pada EKG yang menandakan iskemia
transmural. Angina varian Prinzmetal disebabkan oleh adanya
kekakuan di arteri jantung, sehingga terjadi penurunan jumlah aliran
darah untuk sementara waktu. Angina jenis ini biasanya muncul saat
istirahat, pada malam hari, ataupun di pagi hari. Intensitas nyerinya
cukup berat namun biasanya bisa mereda dengan pemberian obat-
obatan. Angina varian Prinzmetal dengan cepat hilang dengan
pemberian nitrogliserin dan dapat diprovokasi oleh asetilkolin.
3. Acute miocard infark (serangan jantung)
Infark miokard akut (IMA) merupakan kejadian nekrosis miokard yang
disebabkan oleh sindrom iskemik tak stabil. Infark miokard akut (IMA)
disebabkan kerusakan ireversibel pada otot jantung akibat pasokan
oksigen yang kurang. Keberadaan infark miokard dapat mengganggu
fungsi sistolik maupun diastolik, dan meningkatkan risiko aritmia pada
pasien. Gejala yang muncul biasanya nyeri dada daerah antara tulang
belikat, lengan kiri, perut bagian atas, dan rahang. Nyeri seperti ada yang
mencengkram di dalam dada, nyeri dapat timbul saat beristirahat, seluruh
tubuh terasa lelah, kepala terasa ringan, pusing, berkeringat dingin,
jantung berdetak cepat (palpitasi), sesak dan tidak nyaman.
Infark miokard akut (IMA) dapat diklasifikasikan berdasarkan keberadaan
elevasi segmen ST, yaitu:
- ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI): Infark miokard
dengan gambaran elevasi segmen ST pada elektrokardiografi (EKG)
- Non-ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI): Infark
miokard tanpa disertai gambaran elevasi segmen ST pada EKG.
G. PATOFISIOLOGI
Penyakit jantung koroner berawal dari penimbunan lemak pada
pembuluh darah arteri yang mensuplai darah ke jantung. Akibat dari proses
ini pembuluh darah arteri menyempit dan mengeras, sehingga jantung
kekurangan pasokan darah yang kaya oksigen. Akibatnya fungsi jantung
terganggu dan harus bekerja sangat keras. Penyakit ini sering juga disebut
dengan istilah atherosclerosis (Mauliani, Winda. 2020).
Aterosklerosis merupakan komponen penting yang berperan dalam
proses pengapuran atau penimbunan elemen-elemen kolesterol. Salah satu
hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa kolesterol dalam batas normal juga
sangat penting bagi tubuh. Masalahnya akan berbeda ketika asupan
kolesterol berlebihan. Asupan lemak yang adekuat yang berhubungan
dengan keadaan patologi yaitu Penyakit Jantung Koroner erat hubungannya
dengan peningkatan kadar profil lipid (Mauliani, Winda. 2020).
Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh
pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia
miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan
perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan menekankan fungsi
miokardium. Apabila iskemia ini berlangsung lebih dari 30-45 menit akan
menyebabkan kerusakan sel yang sifatnya irreversible serta nekrosis atau
kematian otot jantung. Bagian yang mengalami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen. Otot yang mengalami infark mula-
mula akan tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah
regional. Dalam waktu 24 jam akan timbul edema pada sel-sel, respons
peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan dilepaskan
oleh sel-sel yang mengalami kematian (Mauliani, Winda. 2020).
Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh
penumpukan lemak disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam
pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya berupa plak fibrosa pembuluh
darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan pendarahan dibagian dalam
pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan klot darah. Pada akhirnya
dampak akut sekaligus fatal dari penyakit jantung koroner berupa serangan
jantung (Mauliani, Winda. 2020).
H. PATHWAY
Etiologi/Faktor pencetus
Miokardium Hipoksia
Kekuatan kontraksi
Metabolism areob Metabolism anaerob miokard menurun
Ansietas
Aktivitas pernapasan
Dipnea
meningkat
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) dapat mendeteksi adanya
gangguan aktifitas listrik jantung yang terjadi akibat adanya
sumbatan di arteri koroner jantung
2) Pemeriksaan EKG Treadmill merupakan pemeriksaan EKG
dengan uji beban/uji latih jantung. Aktifitas listrik jantung direkam
ketika aktifitas jantung meningkat akibat latihan (berjalan di atas
papan treadmill)
3) Pemeriksaan laboratorium, dilakukan untuk megetahui kadar
trigiserida sebagai faktor resiko peningkat. Dari pemeriksaan
darah juga dapat diketahui ada tidaknya serangan jantung akut
dengan melihat kenaikan enzim jantung. Enzim pada jantung yaitu
4) Foto dada, Hasil dari pemeriksaan rontgen dada dapat menilai
ukuran dari jantung untuk melihat ada atau tidaknya pembesaran
jantung (kardiomegali), melihat kelainan dari paru. Pada
pemeriksaan rontgen dada tidak dapat melihat adanya kelainan
penyakit jantung koroner tetapi, ukuran jantung dapat menilai
apakah seseorang penderita berada pada penyakit jantung
koroner lanjut atau mungkin berlanjut pada payah jantung.
5) Ekokardiografi, pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mengamati
struktur jantung seperti katup jantung, otot jantung, misalnya
penebalan otot jantung, sekat jantung (yang membagi jantung
menjadi 4 ruangan jantung), serta kantung jantung.
6) Ct Angiogram Koroner (Ct Coronary Angiogram), pada saat
scaning di tabung CT, zat kontras di injeksikan. CT angiogram
dapat menilai skor kalsium, untuk menilai banyaknya masa
kalsium di dinding pembuluh darah. Bila nilainya 0, artinya tidak
ada endapan kalsium di dinding pembuluh darah. Bila nilainya >0,
artinya ada endapan kalsium di dinding pembuluh darah
7) Magnetic resonance angiography (MRA), Prosedur ini
menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan dengan
penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna untuk
mendiagnosa adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun
pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung.
8) Kateterisasi jantung atau Angiografi Koroner, cara kerja dari
kateterisasi jantung sendiri yaitu memasukkan kateter yang
seukuran ujung lidi, kemudian selang ini di masukkan ke dalam
pembuluh arteri. Kateterisasi dapat dilakukan pada pangkal paha,
lipatan lengan atau melalui pembuluh darah di lengan bagian
bawah. Kemudian kateter didorong menuju muara pembuluh
koroner lalu disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi
pembuluh koroner, dari situ dapat kita lihat adanya penyempitan
atau tidak ada penyimbatan.Atas dasar hasil dari kateteriasasi
jantung dapat di tentukan rencana tindak lanjut bagi pasien
penyakit jantung koroner
9) Ultrasound Intra Vaskular (IVUS)
Ultrasonografi intravaskuler merupakan pemeriksaan ini dapat
memberikan banyak informasi mengenai kondisi sesungguhnya
dari lumen dan dimensi pembuluh darah arteri koroner, serta
karakteristik dari plak aterosklerosis yang ada didalamnya. Tujuan
utama penggunaan IVUS adalah untuk membantu dalam
pemilihan strategi intervensi sehingga pemasangan stent akan
mendapat hasil yang optimal dan baik.
c. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri Akut
2) Resiko Penurunan Curah Jantung
3) Intoleransi Aktivitas
4) Pola napas tidak efektif
5) Kecemasan
d. Intervensi keperawatan
Terapeutik
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
3. Intoleransi TOLERANSI AKTIVITAS MANAJEMEN ENERGI (I.0578)
aktivitas (L.05047) Observasi
(D.0056) Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
keperawatan selama 1x24 jam 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
diharapkan toleransi aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
meningkat dengan kriteria hasil : 4. Monitor ketidaknyamanan selama beraktivitas
1. Keudahan dalam melakukan Terapeutik
aktivitas sehari-hari dari skala 3 1. Sediakakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
sedang ke skala 5 meingkat 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
2. Kekuatan tubuh bagian atas 3. Berkat aktivitas distraksi yang menenangkan
dari skala 3 ke skala 5 meningat 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur
3. Kekuatan tubu bagian bawah Edukasi
dari skala 3 ke skala 5 1. Anjurkan tirah baring
meningkat 2. Anjurkna melakukan aktivitas secara berkala
4. Keluhan lelah saat beraktivitas 3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
dari skala 3 ke skala 5 sedang tidak berkurang
5. Perasaan lemah saat 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
beraktivitas dari skala 3 ke Kolaborasi
skala 5 menurun 1. Kolaborasi dengan ahli gizi cara meningkatkan asupan makanan
4. Pola nafas tidak POLA NAPAS (L.01004) PEMANTAUAN RESPIRASI (I.010114)
efektif (D.0005) Observasi
Setelah dilakukan Tindakan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
keperawatan diharapkan pola - Monitor pola napas
napas tidak efektif membaik - Monitor adanya produksi sputum
dengan kriteria hasil: - Monitor adanya sumbatan jalan napas
1. Penggunaan otot bantu nafas, - Auskultasi bunyi napas
dari cukup meningkat (2) ke - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
menurun (5)
2. Pemanjangan fase ekspirasi Terapeutik
dari cukup meningkat (2) ke - Dokumentasikan hasil pemantauan
menurun (5)
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
5. Ansietas TINGKAT ANSIETAS (L.09093) REDUKSI ANSIETAS (I.09314)
(D.0080) Observasi
Setalah dilakukan asuhan 1. Identifikasi saat ansietas berubah
keperawatan selama 1x24 jam 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
diharapkan tingkat ansietas 3. Monitor tanda-tanda ansietas
menurun dengan kriteria hasil: Terapeutik
1. Verbalisasi kebingungan dari 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbhjan kepercayaan
skala 3 sedang ke skala 5 2. Temani pasien untuk mengurnagi kecemasan jika perlu
menurun 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
2. Perilaku gelisah dari skala 3 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
sedang ke skala 5 menurun 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
3. Perilaku tegang dari skala 3 Edukasi
sedag ke skala 5 menurun 1. Jelaskan prosedur termasuk sensai yang mungkin dialami
4. Konsentrasi dari skala 3 sedang 2. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan
ke skala 5 membaik prognosis
5. Pola tidur dari skala 3 sedang 3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
ke skala 5 memmbaik 4. Latih tehnik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antiansietas jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Fitriyani, N., & Ns, M. K. (2020). Modul Praktik Klinik Keperawatan dasar.
Surakarta: Prodi D3 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Mauliani, Winda (2020). ASUHAN GIZI PADA PASIEN CAD DISERTAI CHF,
DAN BRONKOPNEUMONIA. Diploma thesis. Poltekkes Kemenkes
Riau.
Mutarobin, M. 2019. Analisis Asuhan Keperawatan Pasien Coronary Artery
Disease Pre Coronary Artery Bypass Grafting. Quality: Jurnal
Kesehatan, 13(1), 9-21.
Rayka, Ivan. (2012). Gambaran Klinis Dan Pola EKG Pada Pasien Penyakit
Jantung Koroner Di Rumah Sakit PT. Pusri Palembang Periode
Januari 2011 - Desember 2011. Kripsi. Palembang: Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
Yonarti. (2013). Hubungan Antara Jumlah Dan Lokasi Stenosis Arteri Koronaria
Dengan Durasi Qrs Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner. Thesis.
Makassar: Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.