Anda di halaman 1dari 43

FALSAFAH PENDIDIKAN JASMANI

Drs. Agus Mahendra, M.A.

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DIREKTORAT PENDIDIKAN LUAR BIASA
Bagian Proyek Pendidikan Kesehatan Jasmani Pendidikan Luar Biasa
2003

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Kedudukan dan Makna Pendidikan
B. Hakikat Pendidikan Jasmani 
C. Tujuan Pendidikan Jasmani 
D. Gerak Sebagai Kebutuhan Anak 
E. Pentingnya Pendidikan Jasmani

BAB II KONSEP DAN FALSAFAH PENJAS


A. Pengertian Pendidikan Jasmani 
B. Perbedaan Makna Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga 
C. Dasar Falsafah Pendidikan Jasmani 
D. Landasan Ilmiah Pelaksanaan Pendidikan Jasmani 

BAB III ASAS PENGEMBANGAN PENJAS DI SDLB/SLB TINGKAT


DASAR
A. Asas Pengembangan dan Penetapan Sasaran Pendidikan Jasmani 
B. Model Orientasi Kurikulum dalam Pendidikan Jasmani 
C. Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani 
D. Arah Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Jasmani 
E. Arah Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Jasmani bagi Anak Luar Biasa

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Kedudukan Dan Makna Pendidikan Jasmani

Bangsa kita sedang dihadapkan pada kondisi centang perenang. Krisis


multimuka yang datang menyusul terjadinya krisis ekonomi dan krisis moneter
yang memukul bangsa kita di titik akhir milenium kedua, hingga kini masih
membekaskan luka dalam bagi sebagian besar masyarakat kita. Luka itu terasa
lebih pedih dan lama bagi bangsa kita, di tengah kondisi dunia yang sedang
dihadapkan pada krisis perebutan kekuasaan politik dunia, dengan nuansa kental
perebutan kekuatan ekonomi dan teknologi di sebagian besar dunia maju.

Kemampuan ekonomi bangsa Indonesia telah terlempar pada keadaan tak


terkendali, menghasilkan persoalan-persoalan seperti pemangkasan anggaran,
harga barang yang membubung, kesulitan dan konflik penduduk kota, rangkaian
pengangguran, hingga defisit pemerintah yang semakin menggunung.

Jika negara maju lainnya sudah mengambil langkah-langkah pasti terhadap


persoalan global yang menantang tersebut, Indonesia tetap berada dalam kondisi
lesu. Bagi negara lain, misalnya, keterbatasan sumber energi yang berbasis pada
penggunaan minyak bumi telah diantisipasi dengan jalan memproduksi alat
transportasi dan pengoperasian pabrik-pabrik yang akrab lingkungan dan hemat
energi. Perhatian terhadap lingkungan telah mengarah pada upaya
pengimplementasian alat-alat dan aturan yang membatasi toleransi kebisingan
suara, radiasi, dan polusi serta perusakan tanah, hutan dan sungai. Penekanan
asas akuntabilitas telah mendorong para pembayar pajak untuk mengetahui
kemana saja uang mereka dihabiskan. Ancaman perpecahan antar etnis dan
konflik bangsa-bangsa mengarah pada diberdayakannya pendidikan dalam
semua jenjang dan mata pelajaran sebagai alat untuk menumbuhkan saling
pengertian dan cinta damai pada para siswa dan masyarakatnya. Ini semua
berbeda tajam dengan apa yang tengah terjadi di negara kita.

Tidak cukup dengan itu, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang
sudah mencapai tahap yang sangat maju, telah pula menghadapkan bangsa kita,
terutama para remaja dan anak-anak, pada gaya hidup yang semakin menjauh
dari semangat perkembangan total, karena lebih mengutamakan keunggulan
kecerdasan intelektual, sambil mengorbankan kepentingan keunggulan fisik dan
moral individu. Budaya hidup sedenter (kurang gerak) karenanya semakin kuat
menggejala di kalangan anak-anak dan remaja, berkombinasi dengan semakin
hilangnya ruang-ruang publik dan tugas kehidupan yang memerlukan upaya fisik
yang keras. Segalanya menjadi mudah, demikian pernyataan para ahli, sehingga
lambat laun kemampuan fisik manusia sudah tidak diperlukan lagi.
Dikhawatirkan, secara evolutif manusia akan berubah bentuk fisiknya, mengarah
pada bentuk yang tidak bisa kita bayangkan, karena banyak anggota tubuh kita,
dari mulai kaki dan lengan sudah dipandang tidak berfungsi lagi.

Dalam kondisi demikian, patutlah kita mempertanyakan kembali peranan dan


fungsi pendidikan, khususnya pendidikan jasmani: apakah peranan yang bisa
dimainkan oleh program pendidikan jasmani dalam kondisi dunia dan bangsa
yang semakin dihadapkan pada kuatnya potensi konflik tersebut? Apa peranan
pendidikan jasmani dalam mempersiapkan para pewaris bangsa ini untuk
mampu bersaing secara sehat dalam persaingan global sekarang dan kelak? Apa
pula peranan pendidikan jasmani dan olahraga dalam mengantisipasi
kemungkinan terjadinya evolusi kehidupan manusia yang cenderung tidak lagi
memerlukan perangkat fisik yang utuh untuk menjalankan tugasnya sehari-hari?

Buku ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar di atas, serta


menawarkan satu alternatif dalam memandang peranan dan fungsi Pendidikan
Jasmani yang seharusnya dilaksanakan di sekolah-sekolah, termasuk di sekolah
luar Biasa (SLB).

 
B. Hakikat Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang


memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam
kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan
jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total,
daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik
dan mentalnya.

Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang


sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih
khusus lagi, penjas berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan
wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan
pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap
wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang
menjadikannya unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan
jasmani yang berkepentingan dengan perkembangan total manusia.

Per definisi, pendidikan jasmani diartikan dengan berbagai ungkapan dan


kalimat. Namun esensinya sama, yang jika disimpulkan bermakna jelas, bahwa
pendidikan jasmani memanfaatkan alat fisik untuk mengembangan keutuhan
manusia. Dalam kaitan ini diartikan bahwa melalui fisik, aspek mental dan
emosional pun turut terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang cukup
dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya pendidikan moral, yang
penekanannya benar-benar pada perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak
turut terkembangkan, baik langsung maupun secara tidak langsung.

Karena hasil-hasil kependidikan dari pendidikan jasmani tidak hanya terbatas


pada manfaat penyempurnaan fisik atau tubuh semata, definisi penjas tidak
hanya menunjuk pada pengertian tradisional dari aktivitas fisik. Kita harus
melihat istilah pendidikan jasmani pada bidang yang lebih luas dan lebih abstrak,
sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran dan juga tubuh.

Sungguh, pendidikan jasmani ini karenanya harus menyebabkan perbaikan


dalam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian
seseorang. Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini termasuk pula penekanan pada
ketiga domain kependidikan: psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan
meminjam ungkapan Robert Gensemer, penjas diistilahkan sebagai proses
menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa.” Artinya, dalam
tubuh yang baik ‘diharapkan’ pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan dengan
pepatah Romawi Kuno: Men sana in corporesano.

Kesatuan Jiwa dan Raga

Salah satu pertanyaan sulit di sepanjang jaman adalah pemisahan antara jiwa dan
raga atau tubuh. Kepercayaan umum menyatakan bahwa jiwa dan raga terpisah,
dengan penekanan berlebihan pada satu sisi tertentu, disebut dualisme, yang
mengarah pada penghormatan lebih pada jiwa, dan menempatkan kegiatan fisik
secara lebih inferior.

Pandangan yang berbeda lahir dari filsafat monisme, yaitu suatu kepercayaan
yang memenangkan kesatuan tubuh dan jiwa. Kita bisa melacak pandangan ini
dari pandangan Athena Kuno, dengan konsepnya “jiwa yang baik di dalam raga
yang baik.” Moto tersebut sering dipertimbangkan sebagai pernyataan ideal dari
tujuan pendidikan jasmani tradisional: aktivitas fisik mengembangkan seluruh
aspek dari tubuh; yaitu jiwa, tubuh, dan spirit. Tepatlah ungkapan Zeigler bahwa
fokus dari bidang pendidikan jasmani adalah aktivitas fisik yang
mengembangkan, bukan semata-mata aktivitas fisik itu sendiri. Selalu terdapat
tujuan pengembangan manusia dalam program pendidikan jasmani.

Akan tetapi, pertanyaan nyata yang harus dikedepankan di sini bukanlah ‘apakah
kita percaya terhadap konsep holistik tentang pendidikan jasmani, tetapi, apakah
konsep tersebut saat ini bersifat dominan dalam masyarakat kita atau di antara
pengemban tugas penjas sendiri?

Dalam masyarakat sendiri, konsep dan kepercayaan terhadap pandangan


dualisme di atas masih kuat berlaku. Bahkan termasuk juga pada sebagian besar
guru penjas sendiri, barangkali pandangan demikian masih kuat mengakar, entah
akibat dari kurangnya pemahaman terhadap falsafah penjas sendiri, maupun
karena kuatnya kepercayaan itu. Yang pasti, masih banyak guru penjas yang
sangat jauh dari menyadari terhadap peranan dan fungsi pendidikan jasmani di
sekolah-sekolah, sehingga proses pembelajaran penjas di sekolahnya masih lebih
banyak ditekankan pada program yang berat sebelah pada aspek fisik semata-
mata. Bahkan, dalam kasus Indonesia, penekanan yang berat itu masih
dipandang labih baik, karena ironisnya, justru program pendidikan jasmani di
kita malahan tidak ditekankan ke mana-mana. Itu karena pandangan yang sudah
lebih parah, yang memandang bahwa program penjas dipandang tidak penting
sama sekali.
Nilai-nilai yang dikandung penjas untuk mengembangkan manusia utuh
menyeluruh, sungguh masih jauh dari kesadaran dan pengakuan masyarakat kita.
Ini bersumber dan disebabkan oleh kenyataan pelaksanaan praktik penjas di
lapangan. Teramat banyak kasus atau contoh di mana orang menolak manfaat
atau nilai positif dari penjas dengan menunjuk pada kurang bernilai dan tidak
seimbangnya program pendidikan jasmani di lapangan seperti yang dapat
mereka lihat. Perbedaan atau kesenjangan antara apa yang kita percayai dan apa
yang kita praktikkan (gap antara teori dan praktek) adalah sebuah duri dalam
bidang pendidikan jasmani kita.

Hubungan Pendidikan Jasmani dengan Bermain dan Olahraga

Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga mempertimbangkan


hubungan antara bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih
dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari.
Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam
memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.

Bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita


mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif,
meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti
olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat
ditemukan di dalam keduanya.

Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan
bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata
suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat
kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat
menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.

Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang


terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan
diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan
proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis,
digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur
tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas
kesepakatan semua pihak yang terlibat.

Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak
dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa
kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi.
Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga
tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat
penting dalam hakikatnya.

Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari bermain


maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga
harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-
katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan
kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan
penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan
olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.

Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan,


dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika
digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan
menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis
tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika
umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa,
tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan bermain dapat eksis
meskipun secara murni untuk kepentingan kesenangan, untuk kepentingan
pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak
harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama.

Lalu bagaimana dengan rekreasi dan dansa (dance)?

Para ahli memandang bahwa rekreasi adalah aktivitas untuk mengisi waktu
senggang. Akan tetapi, rekreasi dapat pula memenuhi salah satu definisi
“penggunaan berharga dari waktu luang.” Dalam pandangan itu, aktivitas
diseleksi oleh individu sebagai fungsi memperbaharui ulang kondisi fisik dan
jiwa, sehingga tidak berarti hanya membuang-buang waktu atau membunuh
waktu. Rekreasi adalah aktivitas yang menyehatkan pada aspek fisik, mental dan
sosial. Jay B. Nash menggambarkan bahwa rekreasi adalah pelengkap dari kerja,
dan karenanya merupakan kebutuhan semua orang.

Dengan demikian, penekanan dari rekreasi adalah dalam nuansa “mencipta


kembali” (re-creation) orang tersebut, upaya revitalisasi tubuh dan jiwa yang
terwujud karena ‘menjauh’ dari aktivitas rutin dan kondisi yang menekan dalam
kehidupan sehari-hari. Landasan kependidikan dari rekreasi karenanya kini
diangkat kembali, sehingga sering diistilahkan dengan pendidikan rekreasi, yang
tujuan utamanya adalah mendidik orang dalam bagaimana memanfaatkan waktu
senggang mereka.

Sedangkan dansa adalah aktivitas gerak ritmis yang biasanya dilakukan dengan
iringan musik, kadang dipandang sebagai sebuah alat ungkap atau ekspresi dari
suatu lingkup budaya tertentu, yang pada perkembangannya digunakan untuk
hiburan dan memperoleh kesenangan, di samping sebagai alat untuk menjalin
komunikasi dan pergaulan, di samping sebagai kegiatan yang menyehatkan.

Di Amerika, dansa menjadi bagian dari program


pendidikan jasmani, karena dipandang sebagai
alat untuk membina perbendaharaan dan
pengalaman gerak anak, di samping untuk
meningkatkan kebugaran jasmani serta pewarisan
nilai-nilai. Meskipun menjadi bagian penjas,
dansa sendiri masih dianggap sebagai cabang dari
seni. Kemungkinan bahwa dansa digunakan
dalam penjas terutama karena hasilnya yang
mampu mengembangkan orientasi gerak tubuh.
Bahkan ditengarai bahwa aspek seni dari dansa
dipandang mampu mengurangi kecenderungan
penjas agar tidak terlalu berorientasi kompetitif
dengan memasukkan unsur estetikanya. Jadi
sifatnya untuk melengkapi fungsi dan peranan
penjas dalam membentuk manusia yang utuh seperti diungkap di bagian-bagian
awal naskah ini.

C. Tujuan Pendidikan Jasmani

Apakah sebenarnya tujuan pendidikan jasmani? Menjawab pertanyaan demikian,


banyak guru yang masih berbeda pendapat. Ada yang menjawab bahwa
tujuannya adalah untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berolahraga.
Ada pula yang berpendapat, tujuannya adalah meningkatkan taraf kesehatan
anak yang baik, dan tidak bisa disangkal pula pasti ada yang mengatakan, bahwa
tujuan pendidikan jasmani adalah untuk meningkatkan kebugaran jasmani.
Kesemua jawaban di atas benar belaka. Hanya saja barangkali bisa dikatakan
kurang lengkap, sebab yang paling penting dari kesemuanya itu tujuannya
bersifat menyeluruh.

Secara sederhana, pendidikan jasmani memberikan kesempatan kepada siswa


untuk:

 Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan


aktivitas jasmani, perkembangan estetika, dan perkembangan sosial.
 Mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk menguasai
keterampilan gerak dasar yang akan mendorong partisipasinya dalam
aneka aktivitas jasmani.
 Memperoleh dan mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang
optimal untuk melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dan
terkendali.
 Mengembangkan nilai-nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas
jasmani baik secara kelompok maupun perorangan.
 Berpartisipasi dalam aktivitas jasmani yang dapat mengembangkan
keterampilan sosial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif
dalam hubungan antar orang.
 Menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktivitas jasmani,
termasuk permainan olahraga.

Diringkaskan dalam terminologi yang populer, maka tujuan pembelajaran


pendidikan jasmani itu harus mencakup tujuan dalam domain psikomotorik,
domain kognitif, dan tak kalah pentingnya dalam domain afektif.

Pengembangan domain psikomotorik secara umum dapat diarahkan pada dua


tujuan utama, pertama mencapai perkembangan aspek kebugaran jasmani, dan
kedua, mencapai perkembangan aspek perseptual motorik. Ini menegaskan
bahwa pembelajaran pendidikan jasmani harus melibatkan aktivitas fisik yang
mampu merangsang kemampuan kebugaran jasmani serta sekaligus bersifat
pembentukan penguasaan gerak keterampilan itu sendiri.
Kebugaran jasmani merupakan aspek
penting dari domain psikomotorik, yang
bertumpu pada perkembangan
kemampuan biologis organ tubuh.
Konsentrasinya lebih banyak pada
persoalan peningkatan efisiensi fungsi
faal tubuh dengan segala aspeknya
sebagai sebuah sistem (misalnya sistem
peredaran darah, sistem pernapasan,
sistem metabolisme, dll.)

Dalam pengertian yang lebih resmi,


sering dibedakan konsep kebugaran
jasmani ini dengan konsep kebugaran
motorik. Keduanya dibedakan dalam hal:
kebugaran jasmani menunjuk pada aspek kualitas tubuh dan organ-organnya,
seperti kekuatan (otot), daya tahan (jantung-paru), kelentukan (otot dan
persendian); sedangkan kebugaran motorik menekankan aspek penampilan yang
melibatkan kualitas gerak sendiri seperti kecepatan, kelincahan, koordinasi,
power, keseimbangan, dll. Namun dalam naskah ini, penulis akan menggunakan
konsep kebugaran jasmani tersebut untuk menunjuk pada keseluruhan aspek di
atas.

Pengembangan keterampilan gerak merujuk pada proses penguasaan suatu


keterampilan atau tugas gerak yang melibatkan proses mempersepsi rangsangan
dari luar, kemudian rangsangan itu diolah dan diprogramkan sampai terjadinya
respons berupa tindakan yang sesuai dengan rangsangan itu.

Penekanan proses pembelajarannya lebih banyak ditujukan pada proses


perangsangan yang bervariasi, sehingga setiap kali anak selalu mengerahkan
kemampuannya dalam mengolah informasi, ketika akan menghasilkan gerak.
Dengan cara itu, kepekaan sistem saraf anak semakin dikembangkan.

Domain kognitif mencakup pengetahuan tentang fakta, konsep, dan lebih


penting lagi adalah penalaran dan kemampuan memecahkan masalah. Aspek
kognitif dalam pendidikan jasmani, tidak saja menyangkut penguasaan
pengetahuan faktual semata-mata, tetapi meliputi pula pemahaman terhadap
gejala gerak dan prinsipnya, termasuk yang berkaitan dengan landasan ilmiah
pendidikan jasmani dan olahraga serta manfaat pengisian waktu luang.

Domain afektif mencakup sifat-sifat psikologis yang menjadi unsur kepribadian


yang kukuh. Tidak hanya tentang sikap sebagai kesiapan berbuat yang perlu
dikembangkan, tetapi yang lebih penting adalah konsep diri dan komponen
kepribadian lainnya, seperti intelegensia emosional dan watak. Konsep diri
menyangkut persepsi diri atau penilaian seseorang tentang kelebihannya. Konsep
diri merupakan fondasi kepribadian anak dan sangat diyakini ada kaitannya
dengan pertumbuhan dan perkembangan mereka setelah dewasa kelak.

Intelegensia emosional mencakup beberapa sifat penting, yakni pengendalian


diri, kemampuan memotivasi diri, ketekunan, dan kemampuan untuk berempati.
Pengendalian diri merupakan kualitas pribadi yang mampu menyelaraskan
pertimbangan akal dan emosi yang menjadi sifat penting dalam kehidupan sosial
dan pencapaiannya untuk sukses hidup di masyarakat. Demikian juga dengan
ketekunan; tidak ada pekerjaan yang dapat dicapai dengan baik tanpa ada
ketekunan. Ini juga berlaku sama dengan kemampuan memotivasi diri,
kemandirian untuk tidak selalu diawasi dalam menyelesaikan tugas apapun.

Di lain pihak, kemampuan berempati merupakan kualitas pribadi yang mampu


menempatkan diri di pihak orang lain, dengan mencoba mengetahui perasaan
oran lain. Karena itu pula empati disebut juga sebagai kecerdasan hubungan
sosial. “Cubitlah diri kamu sendiri, sebelum mencubit orang lain. Niscaya kamu
akan mengetahui, apa yang boleh dan tidak boleh kamu lakukan pada orang
lain,” merupakan kearifan leluhur, yang jika diperas maknanya, tidak lain adalah
penekanan kemampuan berempati.

D. Gerak Sebagai Kebutuhan Anak

Dunia anak-anak adalah dunia yang segar, baru, dan senantiasa indah, dipenuhi
keajaiban dan keriangan. Demikian Rachel Carson dalam sebuah ungkapannya.
Namun demikian, menurut Carson, adalah kemalangan bagi kebanyakan kita
bahwa dunia yang cemerlang itu terenggut muram dan bahkan hilang sebelum
kita dewasa.

Dunia anak-anak memang menakjubkan, mengandung aneka ragam pengalaman


yang mencengangkan, dilengkapi berbagai kesempatan untuk memperoleh
pembinaan . Bila guru masuk ke dalam dunia itu, ia dapat membantu anak-anak
untuk mengembangkan pengetahuannya, mengasah kepekaan rasa hatinya serta
memperkaya keterampilannya.

Bermain adalah dunia anak. Sambil bermain mereka belajar. Dalam hal belajar,
anak-anak adalah ahlinya. Segala macam dipelajarinya, dari menggerakkan
anggota tubuhnya hingga mengenali berbagai benda di lingkungan sekitarnya.
Bayangkan keceriaan yang didapatnya ketika ia menyadari baru saja menambah
pengetahuan dan keterampilan. “Lihat, saya sudah bisa “ teriaknya kepada
semua orang.
Belajar dan keceriaan merupakan dua hal penting dalam masa kanak-kanak. Hal
ini termasuk upaya mempelajari tubuhnya sendiri dan berbagai kemungkinan
geraknya. Gerak adalah rangsangan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Kian banyak ia bergerak, kian banyak hal yang ditemui dan dijelajahi.
Kian baik pula kualitas pertumbuhannya.

Perhatikan tiga kata kunci di atas: gerak, gembira, dan belajar. Anak-anak suka


bergerak dan suka belajar. Perhatikan bagaimana anak-anak bermain di
lapangan. Di sana akan tampak, mereka bergerak dengan keterlibatan yang total
dan dipenuhi kegembiraan. Bagi anak, gerak semata-mata untuk kesenangan,
bukan di dorong oleh maksud dan tujuan tertentu. Gerak adalah kebutuhan
mutlak anak-anak.
Sayangnya, ketika usianya semakin meningkat, aktivitas anak-anak semakin
berkurang. Ketika memasuki usia sekolah, ia belajar dengan cara yang berbeda.
Mereka lebih banyak diminta duduk tenang untuk mendengarkan penjelasan
guru tentang berbagai hal. Lingkungan belajar pun semakin sempit, dibatasi oleh
empat sisi dinding kelas yang membelenggu. Karena dipaksa untuk diam, dan
mendengarkan orang lain berbicara, belajar tidak lagi menarik bagi anak.
Keceriaan mereka terampas dan hilanglah sebagian “keajaiban” dunia anak-anak
mereka. Tidak heran bila anak merasa bahwa belajar ternyata kegiatan yang
tidak menyenangkan.

E. Pentingnya Pendidikan Jasmani

Beban belajar di sekolah begitu berat dan menekan kebebasan anak untuk
bergerak. Kebutuhan mereka akan gerak tidak bisa terpenuhi karena keterbatasan
waktu dan kesempatan. Lingkungan sekolah tidak menyediakan wilayah yang
menarik untuk dijelajahi. Penyelenggara pendidikan di sekolah yang lebih
mengutamakan prestasi akademis, memberikan anak tugas-tugas belajar yang
menumpuk.

Kehidupan sekolah yang demikian berkombinasi pula dengan kehidupan di


rumah dan lingkungan luar sekolah. Jika di sekolah anak kurang bergerak, di
rumah keadaannya juga demikian. Kemajuan teknologi yang dicapai pada saat
ini, malah mengungkung anak-anak dalam lingkungan kurang gerak. Anak
semakin asyik dengan kesenangannya seperti menonton TV atau bermain video
game. Tidak mengherankan bila ada kerisauan bahwa kebugaran anak-anak
semakin menurun.

Dengan semakin rendahnya kebugaran jasmani, kian meningkat pula gejala


penyakit hipokinetik (kurang gerak). Kegemukan, tekanan darah tinggi, kencing
manis, nyeri pinggang bagian bawah, adalah contoh dari penyakit kurang gerak .
Akibatnya penyakit jantung tidak lagi menjadi monopoli orang dewasa, tetapi
juga sudah menyerang anak-anak.

Sejalan dengan itu, pengetahuan dan kebiasaan makan yang buruk pun semakin
memperparah masalah kesehatan yang mengancam kesejahteraan masyarakat.
Dengan pola gizi yang berlebihan, para ‘pemalas gerak’ itu akan menimbun
lemak dalam tubuhnya secara berlebihan. Mereka menghadapkan diri mereka
sendiri pada resiko penyakit degenaratif (menurunnya fungsi organ) yang
semakin besar.

Pendidikan Jasmani tampil untuk mengatasi masalah tersebut sehingga


kedudukannya dianggap penting. Melalui program yang direncanakan secara
baik, anak-anak dilibatkan dalam kegiatan fisik yang tinggi intensitasnya.
Pendidikan Jasmani juga tetap menyediakan ruang untuk belajar menjelajahi
lingkungan yang ada di sekitarnya dengan banyak mencoba, sehingga
kegiatannya tetap sesuai dengan minat anak. Lewat pendidikan jasmanilah anak-
anak menemukan saluran yang tepat untuk bergerak bebas dan meraih kembali
keceriaannya, sambil terangsang perkembangan yang bersifat menyeluruh.

Secara umum, manfaat pendidikan jasmani di sekolah mencakup sebagai


berikut:

1.    Memenuhi kebutuhan anak akan gerak

Pendidikan jasmani memang merupakan dunia anak-anak dan sesuai dengan


kebutuhan anak-anak. Di dalamnya anak-anak dapat belajar sambil bergembira
melalui penyaluran hasratnya untuk bergerak. Semakin terpenuhi kebutuhan
akan gerak dalam masa-masa pertumbuhannya, kian besar kemaslahatannya bagi
kualitas pertumbuhan itu sendiri.

2. Menge
Mengenalkan anak pada lingkungan
dan potensi dirinya

Pendidikan jasmani adalah waktu


untuk ‘berbuat’. Anak-anak akan
lebih memilih untuk ‘berbuat’ sesuatu
dari pada hanya harus melihat atau
mendengarkan orang lain ketika
mereka sedang belajar. Suasana
kebebasan yang ditawarkan di
lapangan atau gedung olahraga sirna
karena sekian lama terkurung di
antara batas-batas ruang kelas.
Keadaan ini benar-benar tidak sesuai
dengan dorongan nalurinya.

Dengan bermain dan bergerak anak benar-benar belajar tentang potensinya dan
dalam kegiatan ini anak-anak mencoba mengenali lingkungan sekitarnya. Para
ahli sepaham bahwa pengalaman ini penting untuk merangsang pertumbuhan
intelektual dan hubungan sosialnya dan bahkan perkembangan harga diri yang
menjadi dasar kepribadiannya kelak.

3. Menanamkan dasar-dasar keterampilan yang berguna

Peranan pendidikan jasmani di Sekolah Dasar cukup unik, karena turut


mengembangkan dasar-dasar keterampilan yang diperlukan anak untuk
menguasai berbagai keterampilan dalam kehidupan di kemudian hari. Menurut
para ahli, pola pertumbuhan anak usia sekolah hingga menjelang akil balig atau
remaja disebut pola pertumbuhan lambat. Pola ini merupakan kebalikan dari
pola pertumbuhan cepat yang dialami anak ketika mereka baru lahir hingga usia
5 tahunan. Dalam hal ini berlaku dalil:

“... ketika memasuki masa pertumbuhan cepat, kemampuan untuk


mempelajari keterampilan-keterampilan baru berjalan lambat.
Sebaliknya, dalam masa pertumbuhan yang lambat, kemampuan
untuk mempelajari keterampilan meningkat.”
Karena pada usia SD tingkat pertumbuhan sedang lambat-lambatnya, maka pada
usia-usia inilah kesempatan anak untuk mempelajari keterampilan gerak sedang
tiba pada masa kritisnya. Konsekuensinya,
keterlantaran pembinaan pada masa ini
sangat berpengruh terhadap perkembangan
anak pada masa berikutnya.

4. Menyalurkan energi yang berlebihan

Anak adalah mahluk yang sedang berada


dalam masa kelebihan energi. Kelebihan
energi ini perlu disalurkan agar tidak
menganggu keseimbangan perilaku dan
mental anak. Segera setelah kelebihan energi tersalurkan, anak akan memperoleh
kembali keseimbangan dirinya, karena setelah istirahat, anak akan kembali
memperbaharui dan memulihkan energinya secara optimum.

5. Merupakan proses pendidikan secara serempak baik fisik, mental maupun


emosional

Pendidikan jasmani yang benar akan memberikan sumbangan yang sangat


berarti terhadap pendidikan anak secara keseluruhan. Hasil nyata yang diperoleh
dari pendidikan jasmani adalah perkembangan yang lengkap, meliputi aspek
fisik, mental, emosi, sosial dan moral. Tidak salah jika para ahli percaya bahwa
pendidikan jasmani merupakan wahana yang paling tepat untuk “membentuk
manusia seutuhnya”.

BAB II 
KONSEPSI DAN FALSAFAH PENDIDIKAN JASMANI

A. Pengertian Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Artinya,


penjas bukan hanya dekorasi atau ornamen yang ditempel pada program sekolah
sebagai alat untuk membuat anak sibuk. Tetapi penjas adalah bagian penting dari
pendidikan. Melalui penjas yang diarahkan dengan baik, anak-anak akan
mengembangkan keterampilan yang berguna bagi pengisian waktu senggang,
terlibat dalam aktivitas yang kondusif untuk mengembangkan hidup sehat,
berkembang secara sosial, dan menyumbang pada kesehatan fisik dan
mentalnya.

Meskipun penjas menawarkan kepada anak untuk bergembira, tidaklah tepat


untuk mengatakan pendidikan jasmani diselenggarakan semata-mata agar anak-
anak bergembira dan bersenang-senang. Bila demikian seolah-olah pendidikan
jasmani hanyalah sebagai mata pelajaran ”selingan”, tidak berbobot, dan tidak
memiliki tujuan yang bersifat mendidik.

Pendidikan jasmani merupakan wahana pendidikan, yang memberikan


kesempatan bagi anak untuk mempelajari hal-hal yang penting. Oleh karena itu,
pelajaran penjas tidak kalah penting dibandingkan dengan pelajaran lain seperti;
Matematika, Bahasa, IPS dan IPA, dan lain-lain.

Namun demikian tidak semua guru penjas menyadari hal tersebut, sehingga
banyak anggapan bahwa penjas boleh dilaksanakan secara serampangan. Hal ini
tercermin dari berbagai gambaran negatif tentang pembelajaran penjas, mulai
dari kelemahan proses yang menetap misalnya membiarkan anak bermain
sendiri hingga rendahnya mutu hasil pembelajaran, seperti kebugaran jasmani
yang rendah.

Di kalangan guru penjas sering ada anggapan bahwa pelajaran pendidikan


jasmani dapat dilaksanakan seadanya, sehingga pelaksanaannya cukup dengan
cara menyuruh anak pergi ke lapangan, menyediakan bola sepak untuk laki-laki
dan bola voli untuk perempuan. Guru tinggal mengawasi di pinggir lapangan.

Mengapa bisa terjadi demikian? Kelemahan ini berpangkal pada


ketidakpahaman guru tentang arti dan tujuan pendidikan jasmani di sekolah, di
samping ia mungkin kurang mencintai tugas itu dengan sepenuh hati.

Apakah sebenarnya pendidikan jasmani dan apa tujuannya? Secara umum


pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai berikut:

Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan melalui


aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Definisi di atas mengukuhkan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian tak
terpisahkan dari pendidikan umum. Tujuannya adalah untuk membantu anak
agar tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional, yaitu menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Pencapaian tujuan
tersebut berpangkal pada perencanaan pengalaman gerak yang sesuai dengan
karakteristik anak.

Jadi, pendidikan jasmani diartikan sebagai proses pendidikan melalui aktivitas


jasmani atau olahraga. Inti pengertiannya adalah mendidik anak. Yang
membedakannya dengan mata pelajaran lain adalah alat yang digunakan adalah
gerak insani, manusia yang bergerak secara sadar. Gerak itu dirancang secara
sadar oleh gurunya dan diberikan dalam situasi yang tepat, agar dapat
merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak didik.

Tujuan pendidikan jasmani sudah tercakup dalam pemaparan di atas yaitu


memberikan kesempatan kepada anak untuk mempelajari berbagai kegiatan yang
membina sekaligus mengembangkan potensi anak, baik dalam aspek fisik,
mental, sosial, emosional dan moral. Singkatnya, pendidikan jasmani bertujuan
untuk mengembangkan potensi setiap anak setinggi-tingginya. Dalam bentuk
bagan, secara sederhana tujuan penjas meliputi tiga ranah (domain) sebagai satu
kesatuan, sebagai berikut:
Tujuan di atas merupakan pedoman bagi guru penjas dalam melaksanakan
tugasnya. Tujuan tersebut harus bisa dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang
direncanakan secara matang, dengan berpedoman pada ilmu mendidik. Dengan
demikian, hal terpenting untuk disadari oleh guru penjas adalah bahwa ia harus
menganggap dirinya sendiri sebagai pendidik, bukan hanya sebagai pelatih atau
pengatur kegiatan.

Misi pendidikan jasmani tercakup dalam tujuan pembelajaran yang meliputi


domain kognitif, afektif dan psikomotor. Perkembangan pengetahuan atau sifat-
sifat sosial bukan sekedar dampak pengiring yang menyertai keterampilan gerak.
Tujuan itu harus masuk dalam perencanaan dan skenario pembelajaran.
Kedudukannya sama dengan tujuan pembelajaran pengembangan domain
psikomotor.

Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut , guru perlu membiasakan diri
untuk mengajar anak tentang apa yang akan dipelajari berlandaskan pemahaman
tentang prinsip-prinsip yang mendasarinya. Pergaulan yang terjadi di dalam
adegan yang bersifat mendidik itu dimanfaatkan secara sengaja untuk
menumbuhkan berbagai kesadaran emosional dan sosial anak. Dengan demikian
anak akan berkembang secara menyeluruh, yang akan mendukung tercapainya
aneka kemampuan.

B. Perbedaan Makna Pendidikan Jasmani dan Pendidikan


Olahraga

Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini
adalah : “Apakah pendidikan jasmani?” Pertanyaan yang cukup aneh ini justru
dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut.

Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa
dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga.
Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib
dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan
olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi pelajaran
“pendidikan jasmani dan kesehatan” (penjaskes) dalam kurikulum1994.

Perubahan nama tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang


menjelaskan makna dan tujuan kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar
guru menganggap bahwa perubahan nama itu tidak memiliki perbedaan, dan
pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis dari kedua istilah di
atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula. Pertanyaannya, apa
bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan jasmani ?

Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan
olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang
olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ?
Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa
keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan
memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.

Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga
tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru
memilih metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang
interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.

Adapun pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar


menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid diperkenalkan
berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai keterampilan berolahraga.
Yang ditekankan di sini adalah ‘ hasil ‘ dari pembelajaran itu, sehingga metode
pengajaran serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan
yang ingin dicapai. Ciri-ciri pelatihan olahraga menyusup ke dalam proses
pembelajaran.

Yang sering terjadi pada pembelajaran ‘pendidikan olahraga‘ adalah bahwa guru
kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan murid. Jika siswa harus
belajar bermain bola voli, mereka belajar keterampilan teknik bola voli secara
langsung. Teknik-teknik dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan,
sementara tahapan penyajian tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan
anak kurang diperhatikan.

Guru demikian akan berkata: “kalau perlu tidak usah ada pentahapan, karena
anak akan dapat mempelajarinya secara langsung. Beri mereka bola, dan
instruksikan anak supaya bermain langsung”. Anak yang sudah terampil
biasanya dapat menjadi contoh, dan anak yang belum terampil belajar dari
mengamati demonstrasi temannya yang sudah mahir tadi. Untuk pengajaran
model seperti ini, ada ungkapan: “Kalau anda ingin anak-anak belajar renang,
lemparkan mereka ke kolam yang paling dalam, dan mereka akan bisa sendiri“

Tabel di bawah menekankan perbedaan antara pendidikan jasmani dengan


pendidikan olahraga.

Perbedaan antara Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga


Pendidikan Jasmani Pendidikan Olahraga
 Sosialisasi atau mendidik via  Sosialisasi atau mendidik ke
olahraga dalam olahraga
 Menekankan perkembangan  Mengutamakan penguasaan
kepribadian menyeluruh keterampilan berolahraga
 Menekankan penguasaan  Menekankan penguasaan teknik
keterampilan dasar. dasar

Pendidikan jasmani tentu tidak bisa dilakukan dengan cara demikian. Pendidikan
jasmani adalah suatu proses yang terencana dan bertahap yang perlu dibina
secara hati-hati dalam waktu yang diperhitungkan.
Bila orientasi pelajaran pendidikan jasmani adalah agar anak menguasai
keterampilan berolahraga, misalnya sepak bola, guru akan lebih menekankan
pada pembelajaran teknik dasar dengan kriteria keberhasilan yang sudah
ditentukan. Dalam hal ini, guru tidak akan memperhatikan bagaimana agar setiap
anak mampu melakukannya, sebab cara melatih teknik dasar yang bersangkutan
hanya dilakukan dengan cara tunggal. Beberapa anak mungkin bisa mengikuti
dan menikmati cara belajar yang dipilih guru tadi. Tetapi sebagian lain merasa
selalu gagal, karena bagi mereka cara latihan tersebut terlalu sulit, atau terlalu
mudah.

Anak-anak yang berhasil akan merasa puas dari cara latihan tadi, dan segera
menyenangi permainan sepak bola. Tetapi bagaimana dengan anak-anak lain
yang kurang berhasil? Mereka akan serta merta merasa bahwa permainan sepak
bola terlalu sulit dan tidak menyenangkan, sehingga mereka tidak menyukai
pelajaran dan permainan sepak bola tadi. Apalagi bila ketika mereka melakukan
latihan yang gagal tadi, mereka selalu diejek oleh teman-teman yang lain atau
bahkan oleh gurunya sendiri.

Anak-anak dalam ‘kelompok gagal’ ini biasanya mengalami perasaan negatif.


Akibatnya, citra diri anak tidak berkembang dan anak cenderung menjadi anak
yang rendah diri.

Melalui pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif, semua kecenderungan


tadi bisa dihapuskan, karena guru memilih cara agar anak yang kurang terampil
pun tetap menyukai latihan memperoleh pengalaman sukses. Di samping guru
membedakan bentuk latihan yang harus dilakukan setiap anak, kriteria
keberhasilannya pun dibedakan pula. Untuk ‘kelompok mampu’ kriteria
keberhasilan lebih berat dari anak yang kurang mampu, misalnya dalam
pelajaran renang di tentukan: mampu meluncur 10 meter untuk anak mampu,
dan hanya 5 meter untuk anak kurang mampu.

Dengan cara demikian, semua


anak merasakan apa yang disebut
“perasaan berhasil” tadi, dan anak
makin menyadari bahwa
kemampuannya pun meningkat,
seiring dengan seringnya mereka
mengulang-ulang latihan. Cara ini
disebut gaya mengajar
‘partisipatif’ karena semua anak
merasa dilibatkan dalam proses
pembelajaran.

Untuk mencegah terjadinya bahaya lain dari kegagalan, guru pendidikan jasmani
harus mengembangkan cara respons siswa terhadap anak yang gagal dan
melarang siswa untuk melemparkan ejekan pada temannya.

C. Dasar Falsafah Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari


pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan
untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas, proses pendidikan di
sekolah akan pincang.

Sumbangan nyata pendidikan jasmani adalah untuk mengembangkan


keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi pendidikan jasmani menjadi unik,
sebab berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina
keterampilan. Hal ini sekaligus mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani
dari pelajaran-pelajaran lainnya. Jika pelajaran lain lebih mementingkan
pengembangan intelektual, maka melalui pendidikan jasmani terbina sekaligus
aspek penalaran, sikap dan keterampilan.

Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan
jasmani, yaitu:
 meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan siswa,
 meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya, serta
 meningkatkan pengertian siswa dalam prinsip-prinsip gerak serta
bagaimana menerapkannya dalam praktek.

Adakah pelajaran lain (seperti bahasa, matematika, atau IPS) yang bisa
menyumbang kemampuan-kemampuan seperti di atas?

Untuk meneliti aspek penting dari penjas, dasar-dasar pemikiran seperti berikut
perlu dipertimbangkan:

1. Kebugaran dan kesehatan

Kebugaran dan kesehatan akan dicapai melalui program pendidikan jasmani


yang terencana, teratur dan berkesinambungan. Dengan beban kerja yang cukup
berat serta dilakukan dalam jangka waktu yang cukup secara teratur, kegiatan
tersebut akan berpengaruh terhadap perubahan kemampuan fungsi organ-organ
tubuh seperti jantung dan paru-paru. Sistem peredaran darah dan pernapasan
akan bertambah baik dan efisien, didukung oleh sistem kerja penunjang lainnya.
Dengan bertambah baiknya sistem kerja tubuh akibat latihan, kemampuan tubuh
akan meningkat dalam hal daya tahan, kekuatan dan kelentukannya. Demikian
juga dengan beberapa kemampuan motorik seperti kecepatan, kelincahan dan
koordinasi.

Pendidikan jasmani juga dapat membentuk gaya hidup yang sehat. Dengan
kesadarannya anak akan mampu menentukan sikap bahwa kegiatan fisik
merupakan kebutuhan pokok dalam hidupnya, dan akan tetap dilakukan di
sepanjang hayat. Sikap itulah yang kemudian akan membawa anak pada kualitas
hidup yang sehat, sejahtera lahir dan batin, yang disebut dengan istilah wellness.

Konsep sehat dan sejahtera secara menyeluruh berbeda dengan pengertian sehat
secara fisik. Anak-anak dididik untuk meraih gaya hidup sehat secara total serta
kebiasan hidup yang sehat, baik dalam arti pemahaman maupun prakteknya.
Kebiasaan hidup sehat tersebut bukan hanya kesehatan fisik, tetapi juga
mencakup juga kesejahteraan mental, moral, dan spiritual. Tanda-tandanya
adalah anak lebih tahan dalam menghadapi tekanan dan cobaan hidup, berjiwa
optimis, merasa aman, nyaman, dan tenteram dalam kehidupan sehari-hari.

2. Keterampilan fisik

Keterlibatan anak dalam asuhan permainan, senam, kegiatan bersama, dan lain-
lain, merangsang perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk
menguasai berbagai keterampilan. Keterampilan tersebut bisa berbentuk
keterampilan dasar misalnya berlari dan melempar serta keterampilan khusus
seperti senam atau renang. Pada akhirnya keterampilan itu bisa mengarah kepada
keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Terkuasainya prinsip-prinsip gerak

Pendidikan jasmani yang baik harus mampu meningkatkan pengetahuan anak


tentang prinsip-prinsip gerak. Pengetahuan tersebut akan membuat anak mampu
memahami bagaimana suatu keterampilan dipelajari hingga tingkatannya yang
lebih tinggi. Dengan demikian, seluruh gerakannya bisa lebih bermakna. Sebagai
contoh, anak harus mengerti mengapa kaki harus dibuka dan bahu direndahkan
ketika anak sedang berusaha menjaga keseimbangannya. Mereka juga
diharapkan mengerti mengapa harus dilakukan pemanasan sebelum berolahraga,
serta apa akibatnya terhadap derajat kebugaran jasmani bila seseorang berlatih
tidak teratur?

Namun demikian, sumbangan pendidikan jasmani pun bukan hanya bersifat fisik
semata, melainkan merambah pada peningkatan kemampuan oleh pikir seperti
kemampuan membuat keputusan dan olah rasa seperti kemampuan memahami
perasaan orang lain (empati).

4. Kemampuan berpikir

Memang sulit diamati secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti oleh anak
dalam pendidikan jasmani dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak.
Namun demikian dapat ditegaskan di sini bahwa pendidikan jasmani yang
efektif mampu merangsang kemampuan berpikir dan daya analisis anak ketika
terlibat dalam kegiatan-kegiatan fisiknya. Pola-pola permainan yang
memerlukan tugas-tugas tertentu akan menekankan pentingnya kemampuan
nalar anak dalam hal membuat keputusan.

Taktik dan strategi yang melekat dalam berbagai permainan pun perlu dianalisis
dengan baik untuk membuat keputusan yang tepat dan cepat. Secara tidak
langsung, keterlibatan anak dalam kegiatan pendidikan jasmani merupakan
latihan untuk menjadi pemikir dan pengambil keputusan yang mandiri.

Dalam kegiatan pendidikan jasmani banyak sekali adegan pembelajaran yang


memerlukan diskusi terbuka yang menantang penalaran anak. Teknik gerak dan
prinsip-prinsip yang mendasarinya merupakan topik-topik yang menarik untuk
didiskusikan. Peraturan permainan dan variasi-variasi gerak juga bisa dijadikan
rangsangan bagi anak untuk memikirkan pemecahannya.

5. Kepekaan rasa

Dalam hal olah rasa, pendidikan jasmani menempati posisi yang sungguh unik.
Kegiatannya yang selalu melibatkan anak dalam kelompok kecil maupun besar
merupakan wahana yang tepat untuk berkomunikasi dan bergaul dalam lingkup
sosial. Dalam kehidupan sosial, setiap individu akan belajar untuk bertanggung
jawab melaksanakan peranannya sebagai anggota masyarakat. Di dalam
masyarakat banyak norma yang harus ditaati dan aturan main yang
melandasinya. Melalui penjas, norma dan aturan juga dipelajari, dihayati dan
diamalkan.

Untuk dapat berperan aktif, anak pun akan menyadari bahwa ia dan
kelompoknya harus menguasai beberapa keterampilan yang diperlukan.
Sesungguhnyalah bahwa kegiatan pendidikan jasmani disebut sebagai ajang
nyata untuk melatih keterampilan-keterampilan hidup (life skill), agar seseorang
dapat hidup berguna dan tidak menyusahkan masyarakat. Keterampilan yang
dipelajari bukan hanya keterampilan gerak dan fisik semata, melainkan terkait
pula dengan keterampilan sosial, seperti berempati pada orang lain, menahan
sabar, memberikan respek dan penghargaan pada orang lain, mempunyai
motivasi yang tinggi, serta banyak lagi. Seorang ahli menyebut bahwa kesemua
keterampilan di atas adalah keterampilan hidup. Sedangkan ahli yang lain
memilih istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence).

6. Keterampilan sosial

Kecerdasan emosional atau keterampilan hidup bermasyarakat sangat


mementingkan kemampuan pengendalian diri. Dengan kemampuan ini
seseorang bisa berhasil mengatasi masalah dengan kerugian sekecil mungkin.
Anak-anak yang rendah kemampuan pengendalian dirinya biasanya ingin
memecahkan masalah dengan kekerasan dan tidak merasa ragu untuk melanggar
berbagai ketentuan.

Pendidikan jasmani menyediakan pengalaman nyata untuk melatih keterampilan


mengendalikan diri, membina ketekunan dan motivasi diri. Hal ini diperkuat lagi
jika proses pembelajaran direncanakan sebaik-baiknya. Setiap adegan
pembelajaran dalam permainan dapat dijadikan arena dialog dan perenungan
tentang apa sisi baik-buruknya suatu keputusan. Tak pelak, ini merupakan cara
pembinaan moral yang efektif.

Sebagai contoh, jika dalam sebuah proses penjas terjadi pertengkaran antara dua
orang anak, guru bisa segera menghentikan kegiatan seluruh kelas dan
mengundang mereka untuk membicarakannya. Sebab-sebab pertengkaran diteliti
dan guru memancing pendapat anak-anak tentang apa perlunya mereka
bertengkar, selain itu mereka dirangsang untuk mencari pemecahan yang paling
baik untuk kedua belah pihak.

Demikian juga dalam setiap adegan proses permainan yang memerlukan


kesiapan mentaati peraturan permainan. Di samping guru mempertanyakan
pentingnya peraturan untuk ditaati, guru dapat juga mengundang siswa untuk
melihat berbagai konsekuensinya jika peraturan itu dilanggar. Lalu guru dapat
menanyakan pendapat siswa tentang tujuan permainan. Misalnya guru
bertanya: :”Apakah memenangkan pertandingan dengan segala cara bisa
dibenarkan?”, “Apakah kalah dalam suatu permainan benar-benar merugikan?”
bahkan lebih jauh lagi mungkin guru bisa memilih topik di luar kejadian yang
mereka alami sendiri, misalnya topik tentang tawuran antar pelajar dari sekolah
yang berbeda. Topik ini menarik untuk dibicarakan dari sisi moral serta
akibatnya terhadap kehidupan bermasyarakat.

7. Kepercayaan diri dan citra diri (self esteem)

Melalui pendidikan jasmani kepercayaan diri dan citra diri (self esteem) anak
akan berkembang. Secara umum citra diri diartikan sebagai cara kita menilai diri
kita sendiri. Citra diri ini merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian
anak. Dengan citra diri yang baik seseorang merasa aman dan berkeinginan
untuk mengeksplorasi dunia. Dia mau dan mampu mengambil resiko, berani
berkomunikasi dengan teman dan orang lain, serta mampu menanggulangi
stress.

Cara membina citra diri ini tidak cukup hanya dengan selalu berucap “saya pasti
bisa” atau “ saya paling bagus”. Tetapi perlu dinyatakan dalam usaha dan
pembiasan perilaku. Di situlah penjas menyediakan kesempatan pada anak untuk
membuktikannya. Ketika anak-anak berhasil mempelajari berbagai keterampilan
gerak dan kemampuan tubuhnya, perasaan positif akan berkembang dan ia
merasa optimis atau mampu untuk berbuat sesuatu. Dengan perasaan itu anak-
anak akan merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan yang baik dan pada
gilirannya akan mempengaruhi pula kualitas usahanya di lain waktu, agar sama
seperti yang dicitrakannya. Bila siswa merasa gagal sebelum berusaha, keadaan
ini disebut perasaan negatif, lawan dari perasaan positif.

Kejadian demikian yang berulang-ulang akan memperkuat kepercayaan bahwa


dirinya memang memiliki kemampuan, sehingga terbentuk menjadi kepercayaan
diri yang kuat. Karena itu penting bagi guru penjas untuk menyajikan tugas-
tugas belajar yang bisa menyediakan pengalaman sukses dan menimbulkan
perasaan berhasil (feeling of success) pada setiap anak. Salah satu siasat yang
dapat dikerjakan adalah ukuran keberhasilan belajar tidak bersifat mutlak. Tiap
anak memakai ukurannya masing-masing.

D. Landasan Ilmiah Pelaksanaan Pendidikan Jasmani

Secara ilmiah pelaksanaan pendidikan jasmani mendapat dukungan dari berbagai


disiplin ilmu, di mana pandangan-pandangan dari setiap disiplin tersebut dapat
dijadikan sebagai landasan bagi berlangsungnya program penjas di sekolah-
sekolah. Di bagian ini, penulis akan menguraikan landasan ilmiah dari minimal
tiga disiplin ilmu, yaitu dari sudut pandang biologis, sudut pandang psikologis,
dan yang terakhir sudut pandang sosiologis.

1. Landasan Biologis bagi Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani adalah disiplin yang berorientasi tubuh, di samping


berorientasi pada disiplin mental dan sosial. Guru pendidikan jasmani karenanya
harus memiliki penguasaan yang kokoh terhadap fungsi fisikal dari tubuh untuk
memahami secara lebih baik pemanfaatannya dalam kegiatan pendidikan
jasmani. Khususnya dalam masa modern dewasa ini, ketika pendidikan gerak
dipandang teramat penting, pengetahuan tentang bagaimana tubuh manusia
berfungsi dipandang amat krusial agar bisa melaksanakan tugas pengajaran
dengan baik.

Joseph W. Still telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk meneliti


perilaku fisikal dan intelektual manusia. Meskipun penelitiannya sudah
berlangsung di masa lalu, namun masih menemukan faktanya di masa kini,
bahkan maknanya seolah mendapatkan angin baru dalam era teknologi dewasa
ini. Dalam penelitiannya, Still menemukan bahwa keberhasilan manusia dalam
pencapaian prestasi, baik dalam hal prestasi fisikal maupun dalam prestasi
intelektual, berhubungan dengan usia serta dapat digambarkan dalam bentuk
sebuah kurva, di mana kurva itu bisa menaik dan bisa menurun, sesuai dengan
perjalanan usia manusia.

Dalam kurva hasil penelitian Still ditunjukkan bahwa tidak lebih dari 5%
populasi manusia berhasil mendaki kurva keberhasilan, sedang selebihnya lebih
banyak mengikuti kurva kegagalan, terutama setelah melewati usia antara 25
hingga 35 tahun. Yang menarik, menurut dugaan Still, kurva kegagalan dalam
pertumbuhan fisik menunjukkan bahwa perkembangan fisik manusia dewasa ini
semakin berkurang. Sebabnya, manusia modern sekarang dihadapkan pada
rendahnya melakukan latihan fisik, di samping karena terlalu banyak makan,
minum, dan merokok; sehingga mereka merosot kondisinya setelah usia 30
tahunan.

Demikian juga dalam hal pertumbuhan dan perkembangan psikologis, yang


menunjukkan kurva kegagalan dalam hal prestasinya. Ciri-ciri perkembangan
mental menunjukkan puncak prestasi pada tahap perkembangan yang berbeda.
Kemampuan mengingat dicapai pada usia muda, imajinasi kreatif mencapai
puncaknya pada usia dua puluhan hingga tiga puluhan, keterampilan
menganalisis dan sintesis suatu persoalan berakhir di usia pertengahan,
sedangkan pada usia-usia berikutnya berkembang kemampuan berfilsafat.

Secara biologis, manusia dirancang untuk menjadi mahluk yang aktif. Meskipun
perubahan dalam jaman dan peradaban telah menyebabkan penurunan dalam
jumlah aktivitas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas dasar yang
berkaitan dengan kehidupan, sebenarnya tubuh manusia tidaklah berubah.
Karenanya, manusia harus tetap menyadari bahwa dalam hal kesehatan
tubuhnya, dasar biologisnya menuntut dan mengakui pentingnya aktivitas fisik
yang keras dalam hidupnya. Jika tidak, kesehatan, produktivitas, serta efektivitas
hidupnya akan menurun drastis. Dalam hal itulah pendidikan jasmani yang baik
di sekolah dan di masa-masa berikut dalam hidupnya dipandang amat penting
dalam menjaga kemampuan bilogis manusia. Dipandang dari sudut ini,
pendidikan jasmani terikat dekat pada kekuatan mental, emosional, sosial, dan
spiritual manusia.

Lanjutannya...

{  About Us | Web Info | WEb Stat | Web Link | Contact | Email }


CopyRight @  Direktorat PLB, 2004           ==> Versi@2005 | 2006
nalkan anak pada

lingkungan dan potensi dirinya

Pendidikan jasmani adalah waktu untuk ‘berbuat’. Anak-anak akan lebih


memilih untuk ‘berbuat’ sesuatu dari pada hanya harus melihat atau
mendengarkan orang lain ketika mereka sedang belajar. Suasana kebebasan yang
ditawarkan di lapangan atau gedung olahraga sirna karena sekian lama terkurung
di antara batas-batas ruang kelas. Keadaan ini benar-benar tidak sesuai dengan
dorongan nalurinya.

Dengan bermain dan bergerak anak benar-benar belajar tentang potensinya dan
dalam kegiatan ini anak-anak mencoba mengenali lingkungan sekitarnya. Para
ahli sepaham bahwa pengalaman ini penting untuk merangsang pertumbuhan
intelektual dan hubungan sosialnya dan bahkan perkembangan harga diri yang
menjadi dasar kepribadiannya kelak.

3. Menanamkan dasar-dasar keterampilan yang berguna

Peranan pendidikan jasmani di Sekolah Dasar cukup unik, karena turut


mengembangkan dasar-dasar keterampilan yang diperlukan anak untuk
menguasai berbagai keterampilan dalam kehidupan di kemudian hari. Menurut
para ahli, pola pertumbuhan anak usia sekolah hingga menjelang akil balig atau
remaja disebut pola pertumbuhan lambat. Pola ini merupakan kebalikan dari
pola pertumbuhan cepat yang dialami anak ketika mereka baru lahir hingga usia
5 tahunan. Dalam hal ini berlaku dalil:

“... ketika memasuki masa pertumbuhan cepat, kemampuan untuk


mempelajari keterampilan-keterampilan baru berjalan lambat.
Sebaliknya, dalam masa pertumbuhan yang lambat, kemampuan
untuk mempelajari keterampilan meningkat.”
Karena pada usia SD tingkat pertumbuhan sedang lambat-lambatnya, maka pada
usia-usia inilah kesempatan anak untuk mempelajari keterampilan gerak sedang
tiba pada masa kritisnya. Konsekuensinya, keterlantaran pembinaan pada masa
ini sangat berpengruh terhadap perkembangan anak pada masa berikutnya.
4. Menyalurkan energi yang berlebihan

Anak adalah mahluk yang sedang berada dalam masa kelebihan energi.
Kelebihan energi ini perlu disalurkan agar tidak menganggu keseimbangan
perilaku dan mental anak. Segera setelah kelebihan energi tersalurkan, anak akan
memperoleh kembali keseimbangan dirinya, karena setelah istirahat, anak akan
kembali memperbaharui dan memulihkan energinya secara optimum.

5. Merupakan proses pendidikan secara serempak baik fisik, mental maupun


emosional

Pendidikan jasmani yang benar akan memberikan sumbangan yang sangat


berarti terhadap pendidikan anak secara keseluruhan. Hasil nyata yang diperoleh
dari pendidikan jasmani adalah perkembangan yang lengkap, meliputi aspek
fisik, mental, emosi, sosial dan moral. Tidak salah jika para ahli percaya bahwa
pendidikan jasmani merupakan wahana yang paling tepat untuk “membentuk
manusia seutuhnya”.

BAB II 
KONSEPSI DAN FALSAFAH PENDIDIKAN JASMANI

A. Pengertian Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Artinya,


penjas bukan hanya dekorasi atau ornamen yang ditempel pada program sekolah
sebagai alat untuk membuat anak sibuk. Tetapi penjas adalah bagian penting dari
pendidikan. Melalui penjas yang diarahkan dengan baik, anak-anak akan
mengembangkan keterampilan yang berguna bagi pengisian waktu senggang,
terlibat dalam aktivitas yang kondusif untuk mengembangkan hidup sehat,
berkembang secara sosial, dan menyumbang pada kesehatan fisik dan
mentalnya.

Meskipun penjas menawarkan kepada anak untuk bergembira, tidaklah tepat


untuk mengatakan pendidikan jasmani diselenggarakan semata-mata agar anak-
anak bergembira dan bersenang-senang. Bila demikian seolah-olah pendidikan
jasmani hanyalah sebagai mata pelajaran ”selingan”, tidak berbobot, dan tidak
memiliki tujuan yang bersifat mendidik.

Pendidikan jasmani merupakan wahana pendidikan, yang memberikan


kesempatan bagi anak untuk mempelajari hal-hal yang penting. Oleh karena itu,
pelajaran penjas tidak kalah penting dibandingkan dengan pelajaran lain seperti;
Matematika, Bahasa, IPS dan IPA, dan lain-lain.
Namun demikian tidak semua guru penjas menyadari hal tersebut, sehingga
banyak anggapan bahwa penjas boleh dilaksanakan secara serampangan. Hal ini
tercermin dari berbagai gambaran negatif tentang pembelajaran penjas, mulai
dari kelemahan proses yang menetap misalnya membiarkan anak bermain
sendiri hingga rendahnya mutu hasil pembelajaran, seperti kebugaran jasmani
yang rendah.

Di kalangan guru penjas sering ada anggapan bahwa pelajaran pendidikan


jasmani dapat dilaksanakan seadanya, sehingga pelaksanaannya cukup dengan
cara menyuruh anak pergi ke lapangan, menyediakan bola sepak untuk laki-laki
dan bola voli untuk perempuan. Guru tinggal mengawasi di pinggir lapangan.

Mengapa bisa terjadi demikian? Kelemahan ini berpangkal pada


ketidakpahaman guru tentang arti dan tujuan pendidikan jasmani di sekolah, di
samping ia mungkin kurang mencintai tugas itu dengan sepenuh hati.

Apakah sebenarnya pendidikan jasmani dan apa tujuannya? Secara umum


pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai berikut:

Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan melalui


aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Definisi di atas mengukuhkan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian tak
terpisahkan dari pendidikan umum. Tujuannya adalah untuk membantu anak
agar tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional, yaitu menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Pencapaian tujuan
tersebut berpangkal pada perencanaan pengalaman gerak yang sesuai dengan
karakteristik anak.

Jadi, pendidikan jasmani diartikan sebagai proses pendidikan melalui aktivitas


jasmani atau olahraga. Inti pengertiannya adalah mendidik anak. Yang
membedakannya dengan mata pelajaran lain adalah alat yang digunakan adalah
gerak insani, manusia yang bergerak secara sadar. Gerak itu dirancang secara
sadar oleh gurunya dan diberikan dalam situasi yang tepat, agar dapat
merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak didik.

Tujuan pendidikan jasmani sudah tercakup dalam pemaparan di atas yaitu


memberikan kesempatan kepada anak untuk mempelajari berbagai kegiatan yang
membina sekaligus mengembangkan potensi anak, baik dalam aspek fisik,
mental, sosial, emosional dan moral. Singkatnya, pendidikan jasmani bertujuan
untuk mengembangkan potensi setiap anak setinggi-tingginya. Dalam bentuk
bagan, secara sederhana tujuan penjas meliputi tiga ranah (domain) sebagai satu
kesatuan, sebagai berikut:
Tujuan di atas merupakan pedoman bagi guru penjas dalam melaksanakan
tugasnya. Tujuan tersebut harus bisa dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang
direncanakan secara matang, dengan berpedoman pada ilmu mendidik. Dengan
demikian, hal terpenting untuk disadari oleh guru penjas adalah bahwa ia harus
menganggap dirinya sendiri sebagai pendidik, bukan hanya sebagai pelatih atau
pengatur kegiatan.

Misi pendidikan jasmani tercakup dalam tujuan pembelajaran yang meliputi


domain kognitif, afektif dan psikomotor. Perkembangan pengetahuan atau sifat-
sifat sosial bukan sekedar dampak pengiring yang menyertai keterampilan gerak.
Tujuan itu harus masuk dalam perencanaan dan skenario pembelajaran.
Kedudukannya sama dengan tujuan pembelajaran pengembangan domain
psikomotor.

Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut , guru perlu membiasakan diri
untuk mengajar anak tentang apa yang akan dipelajari berlandaskan pemahaman
tentang prinsip-prinsip yang mendasarinya. Pergaulan yang terjadi di dalam
adegan yang bersifat mendidik itu dimanfaatkan secara sengaja untuk
menumbuhkan berbagai kesadaran emosional dan sosial anak. Dengan demikian
anak akan berkembang secara menyeluruh, yang akan mendukung tercapainya
aneka kemampuan.

B. Perbedaan Makna Pendidikan Jasmani dan Pendidikan


Olahraga

Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini
adalah : “Apakah pendidikan jasmani?” Pertanyaan yang cukup aneh ini justru
dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut.

Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa
dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga.
Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib
dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan
olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi pelajaran
“pendidikan jasmani dan kesehatan” (penjaskes) dalam kurikulum1994.

Perubahan nama tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang


menjelaskan makna dan tujuan kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar
guru menganggap bahwa perubahan nama itu tidak memiliki perbedaan, dan
pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis dari kedua istilah di
atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula. Pertanyaannya, apa
bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan jasmani ?

Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan
olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang
olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ?
Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa
keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan
memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.

Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga
tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru
memilih metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang
interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.

Adapun pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar


menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid diperkenalkan
berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai keterampilan berolahraga.
Yang ditekankan di sini adalah ‘ hasil ‘ dari pembelajaran itu, sehingga metode
pengajaran serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan
yang ingin dicapai. Ciri-ciri pelatihan olahraga menyusup ke dalam proses
pembelajaran.

Yang sering terjadi pada pembelajaran ‘pendidikan olahraga‘ adalah bahwa guru
kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan murid. Jika siswa harus
belajar bermain bola voli, mereka belajar keterampilan teknik bola voli secara
langsung. Teknik-teknik dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan,
sementara tahapan penyajian tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan
anak kurang diperhatikan.

Guru demikian akan berkata: “kalau perlu tidak usah ada pentahapan, karena
anak akan dapat mempelajarinya secara langsung. Beri mereka bola, dan
instruksikan anak supaya bermain langsung”. Anak yang sudah terampil
biasanya dapat menjadi contoh, dan anak yang belum terampil belajar dari
mengamati demonstrasi temannya yang sudah mahir tadi. Untuk pengajaran
model seperti ini, ada ungkapan: “Kalau anda ingin anak-anak belajar renang,
lemparkan mereka ke kolam yang paling dalam, dan mereka akan bisa sendiri“

Tabel di bawah menekankan perbedaan antara pendidikan jasmani dengan


pendidikan olahraga.

Perbedaan antara Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga


Pendidikan Jasmani Pendidikan Olahraga
 Sosialisasi atau mendidik via  Sosialisasi atau mendidik ke
olahraga dalam olahraga
 Menekankan perkembangan  Mengutamakan penguasaan
kepribadian menyeluruh keterampilan berolahraga
 Menekankan penguasaan  Menekankan penguasaan teknik
keterampilan dasar. dasar

Pendidikan jasmani tentu tidak bisa dilakukan dengan cara demikian. Pendidikan
jasmani adalah suatu proses yang terencana dan bertahap yang perlu dibina
secara hati-hati dalam waktu yang diperhitungkan.
Bila orientasi pelajaran pendidikan jasmani adalah agar anak menguasai
keterampilan berolahraga, misalnya sepak bola, guru akan lebih menekankan
pada pembelajaran teknik dasar dengan kriteria keberhasilan yang sudah
ditentukan. Dalam hal ini, guru tidak akan memperhatikan bagaimana agar setiap
anak mampu melakukannya, sebab cara melatih teknik dasar yang bersangkutan
hanya dilakukan dengan cara tunggal. Beberapa anak mungkin bisa mengikuti
dan menikmati cara belajar yang dipilih guru tadi. Tetapi sebagian lain merasa
selalu gagal, karena bagi mereka cara latihan tersebut terlalu sulit, atau terlalu
mudah.

Anak-anak yang berhasil akan merasa puas dari cara latihan tadi, dan segera
menyenangi permainan sepak bola. Tetapi bagaimana dengan anak-anak lain
yang kurang berhasil? Mereka akan serta merta merasa bahwa permainan sepak
bola terlalu sulit dan tidak menyenangkan, sehingga mereka tidak menyukai
pelajaran dan permainan sepak bola tadi. Apalagi bila ketika mereka melakukan
latihan yang gagal tadi, mereka selalu diejek oleh teman-teman yang lain atau
bahkan oleh gurunya sendiri.

Anak-anak dalam ‘kelompok gagal’ ini biasanya mengalami perasaan negatif.


Akibatnya, citra diri anak tidak berkembang dan anak cenderung menjadi anak
yang rendah diri.

Melalui pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif, semua kecenderungan


tadi bisa dihapuskan, karena guru memilih cara agar anak yang kurang terampil
pun tetap menyukai latihan memperoleh pengalaman sukses. Di samping guru
membedakan bentuk latihan yang harus dilakukan setiap anak, kriteria
keberhasilannya pun dibedakan pula. Untuk ‘kelompok mampu’ kriteria
keberhasilan lebih berat dari anak yang kurang mampu, misalnya dalam
pelajaran renang di tentukan: mampu meluncur 10 meter untuk anak mampu,
dan hanya 5 meter untuk anak kurang mampu.

Dengan cara demikian, semua anak merasakan apa yang disebut “perasaan
berhasil” tadi, dan anak makin menyadari bahwa kemampuannya pun
meningkat, seiring dengan seringnya mereka mengulang-ulang latihan. Cara ini
disebut gaya mengajar ‘partisipatif’ karena semua anak merasa dilibatkan dalam
proses pembelajaran.

Untuk mencegah terjadinya bahaya lain dari kegagalan, guru pendidikan jasmani
harus mengembangkan cara respons siswa terhadap anak yang gagal dan
melarang siswa untuk melemparkan ejekan pada temannya.

C. Dasar Falsafah Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari


pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan
untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas, proses pendidikan di
sekolah akan pincang.

Sumbangan nyata pendidikan jasmani adalah untuk mengembangkan


keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi pendidikan jasmani menjadi unik,
sebab berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina
keterampilan. Hal ini sekaligus mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani
dari pelajaran-pelajaran lainnya. Jika pelajaran lain lebih mementingkan
pengembangan intelektual, maka melalui pendidikan jasmani terbina sekaligus
aspek penalaran, sikap dan keterampilan.

Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan
jasmani, yaitu:

 meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan siswa,


 meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya, serta
 meningkatkan pengertian siswa dalam prinsip-prinsip gerak serta
bagaimana menerapkannya dalam praktek.
Adakah pelajaran lain (seperti bahasa, matematika, atau IPS) yang bisa
menyumbang kemampuan-kemampuan seperti di atas?

Untuk meneliti aspek penting dari penjas, dasar-dasar pemikiran seperti berikut
perlu dipertimbangkan:

1. Kebugaran dan kesehatan

Kebugaran dan kesehatan akan dicapai melalui program pendidikan jasmani


yang terencana, teratur dan berkesinambungan. Dengan beban kerja yang cukup
berat serta dilakukan dalam jangka waktu yang cukup secara teratur, kegiatan
tersebut akan berpengaruh terhadap perubahan kemampuan fungsi organ-organ
tubuh seperti jantung dan paru-paru. Sistem peredaran darah dan pernapasan
akan bertambah baik dan efisien, didukung oleh sistem kerja penunjang lainnya.
Dengan bertambah baiknya sistem kerja tubuh akibat latihan, kemampuan tubuh
akan meningkat dalam hal daya tahan, kekuatan dan kelentukannya. Demikian
juga dengan beberapa kemampuan motorik seperti kecepatan, kelincahan dan
koordinasi.

Pendidikan jasmani juga dapat membentuk gaya hidup yang sehat. Dengan
kesadarannya anak akan mampu menentukan sikap bahwa kegiatan fisik
merupakan kebutuhan pokok dalam hidupnya, dan akan tetap dilakukan di
sepanjang hayat. Sikap itulah yang kemudian akan membawa anak pada kualitas
hidup yang sehat, sejahtera lahir dan batin, yang disebut dengan istilah wellness.

Konsep sehat dan sejahtera secara menyeluruh berbeda dengan pengertian sehat
secara fisik. Anak-anak dididik untuk meraih gaya hidup sehat secara total serta
kebiasan hidup yang sehat, baik dalam arti pemahaman maupun prakteknya.
Kebiasaan hidup sehat tersebut bukan hanya kesehatan fisik, tetapi juga
mencakup juga kesejahteraan mental, moral, dan spiritual. Tanda-tandanya
adalah anak lebih tahan dalam menghadapi tekanan dan cobaan hidup, berjiwa
optimis, merasa aman, nyaman, dan tenteram dalam kehidupan sehari-hari.
2. Keterampilan fisik

Keterlibatan anak dalam asuhan permainan, senam, kegiatan bersama, dan lain-
lain, merangsang perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk
menguasai berbagai keterampilan. Keterampilan tersebut bisa berbentuk
keterampilan dasar misalnya berlari dan melempar serta keterampilan khusus
seperti senam atau renang. Pada akhirnya keterampilan itu bisa mengarah kepada
keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Terkuasainya prinsip-prinsip gerak

Pendidikan jasmani yang baik harus mampu meningkatkan pengetahuan anak


tentang prinsip-prinsip gerak. Pengetahuan tersebut akan membuat anak mampu
memahami bagaimana suatu keterampilan dipelajari hingga tingkatannya yang
lebih tinggi. Dengan demikian, seluruh gerakannya bisa lebih bermakna. Sebagai
contoh, anak harus mengerti mengapa kaki harus dibuka dan bahu direndahkan
ketika anak sedang berusaha menjaga keseimbangannya. Mereka juga
diharapkan mengerti mengapa harus dilakukan pemanasan sebelum berolahraga,
serta apa akibatnya terhadap derajat kebugaran jasmani bila seseorang berlatih
tidak teratur?

Namun demikian, sumbangan pendidikan jasmani pun bukan hanya bersifat fisik
semata, melainkan merambah pada peningkatan kemampuan oleh pikir seperti
kemampuan membuat keputusan dan olah rasa seperti kemampuan memahami
perasaan orang lain (empati).

4. Kemampuan berpikir

Memang sulit diamati secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti oleh anak
dalam pendidikan jasmani dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak.
Namun demikian dapat ditegaskan di sini bahwa pendidikan jasmani yang
efektif mampu merangsang kemampuan berpikir dan daya analisis anak ketika
terlibat dalam kegiatan-kegiatan fisiknya. Pola-pola permainan yang
memerlukan tugas-tugas tertentu akan menekankan pentingnya kemampuan
nalar anak dalam hal membuat keputusan.

Taktik dan strategi yang melekat dalam berbagai permainan pun perlu dianalisis
dengan baik untuk membuat keputusan yang tepat dan cepat. Secara tidak
langsung, keterlibatan anak dalam kegiatan pendidikan jasmani merupakan
latihan untuk menjadi pemikir dan pengambil keputusan yang mandiri.

Dalam kegiatan pendidikan jasmani banyak sekali adegan pembelajaran yang


memerlukan diskusi terbuka yang menantang penalaran anak. Teknik gerak dan
prinsip-prinsip yang mendasarinya merupakan topik-topik yang menarik untuk
didiskusikan. Peraturan permainan dan variasi-variasi gerak juga bisa dijadikan
rangsangan bagi anak untuk memikirkan pemecahannya.

5. Kepekaan rasa
Dalam hal olah rasa, pendidikan jasmani menempati posisi yang sungguh unik.
Kegiatannya yang selalu melibatkan anak dalam kelompok kecil maupun besar
merupakan wahana yang tepat untuk berkomunikasi dan bergaul dalam lingkup
sosial. Dalam kehidupan sosial, setiap individu akan belajar untuk bertanggung
jawab melaksanakan peranannya sebagai anggota masyarakat. Di dalam
masyarakat banyak norma yang harus ditaati dan aturan main yang
melandasinya. Melalui penjas, norma dan aturan juga dipelajari, dihayati dan
diamalkan.

Untuk dapat berperan aktif, anak pun akan menyadari bahwa ia dan
kelompoknya harus menguasai beberapa keterampilan yang diperlukan.
Sesungguhnyalah bahwa kegiatan pendidikan jasmani disebut sebagai ajang
nyata untuk melatih keterampilan-keterampilan hidup (life skill), agar seseorang
dapat hidup berguna dan tidak menyusahkan masyarakat. Keterampilan yang
dipelajari bukan hanya keterampilan gerak dan fisik semata, melainkan terkait
pula dengan keterampilan sosial, seperti berempati pada orang lain, menahan
sabar, memberikan respek dan penghargaan pada orang lain, mempunyai
motivasi yang tinggi, serta banyak lagi. Seorang ahli menyebut bahwa kesemua
keterampilan di atas adalah keterampilan hidup. Sedangkan ahli yang lain
memilih istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence).

6. Keterampilan sosial

Kecerdasan emosional atau keterampilan hidup bermasyarakat sangat


mementingkan kemampuan pengendalian diri. Dengan kemampuan ini
seseorang bisa berhasil mengatasi masalah dengan kerugian sekecil mungkin.
Anak-anak yang rendah kemampuan pengendalian dirinya biasanya ingin
memecahkan masalah dengan kekerasan dan tidak merasa ragu untuk melanggar
berbagai ketentuan.

Pendidikan jasmani menyediakan pengalaman nyata untuk melatih keterampilan


mengendalikan diri, membina ketekunan dan motivasi diri. Hal ini diperkuat lagi
jika proses pembelajaran direncanakan sebaik-baiknya. Setiap adegan
pembelajaran dalam permainan dapat dijadikan arena dialog dan perenungan
tentang apa sisi baik-buruknya suatu keputusan. Tak pelak, ini merupakan cara
pembinaan moral yang efektif.

Sebagai contoh, jika dalam sebuah proses penjas terjadi pertengkaran antara dua
orang anak, guru bisa segera menghentikan kegiatan seluruh kelas dan
mengundang mereka untuk membicarakannya. Sebab-sebab pertengkaran diteliti
dan guru memancing pendapat anak-anak tentang apa perlunya mereka
bertengkar, selain itu mereka dirangsang untuk mencari pemecahan yang paling
baik untuk kedua belah pihak.

Demikian juga dalam setiap adegan proses permainan yang memerlukan


kesiapan mentaati peraturan permainan. Di samping guru mempertanyakan
pentingnya peraturan untuk ditaati, guru dapat juga mengundang siswa untuk
melihat berbagai konsekuensinya jika peraturan itu dilanggar. Lalu guru dapat
menanyakan pendapat siswa tentang tujuan permainan. Misalnya guru
bertanya: :”Apakah memenangkan pertandingan dengan segala cara bisa
dibenarkan?”, “Apakah kalah dalam suatu permainan benar-benar merugikan?”
bahkan lebih jauh lagi mungkin guru bisa memilih topik di luar kejadian yang
mereka alami sendiri, misalnya topik tentang tawuran antar pelajar dari sekolah
yang berbeda. Topik ini menarik untuk dibicarakan dari sisi moral serta
akibatnya terhadap kehidupan bermasyarakat.

7. Kepercayaan diri dan citra diri (self esteem)

Melalui pendidikan jasmani kepercayaan diri dan citra diri (self esteem) anak
akan berkembang. Secara umum citra diri diartikan sebagai cara kita menilai diri
kita sendiri. Citra diri ini merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian
anak. Dengan citra diri yang baik seseorang merasa aman dan berkeinginan
untuk mengeksplorasi dunia. Dia mau dan mampu mengambil resiko, berani
berkomunikasi dengan teman dan orang lain, serta mampu menanggulangi
stress.

Cara membina citra diri ini tidak cukup hanya dengan selalu berucap “saya pasti
bisa” atau “ saya paling bagus”. Tetapi perlu dinyatakan dalam usaha dan
pembiasan perilaku. Di situlah penjas menyediakan kesempatan pada anak untuk
membuktikannya. Ketika anak-anak berhasil mempelajari berbagai keterampilan
gerak dan kemampuan tubuhnya, perasaan positif akan berkembang dan ia
merasa optimis atau mampu untuk berbuat sesuatu. Dengan perasaan itu anak-
anak akan merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan yang baik dan pada
gilirannya akan mempengaruhi pula kualitas usahanya di lain waktu, agar sama
seperti yang dicitrakannya. Bila siswa merasa gagal sebelum berusaha, keadaan
ini disebut perasaan negatif, lawan dari perasaan positif.

Kejadian demikian yang berulang-ulang akan memperkuat kepercayaan bahwa


dirinya memang memiliki kemampuan, sehingga terbentuk menjadi kepercayaan
diri yang kuat. Karena itu penting bagi guru penjas untuk menyajikan tugas-
tugas belajar yang bisa menyediakan pengalaman sukses dan menimbulkan
perasaan berhasil (feeling of success) pada setiap anak. Salah satu siasat yang
dapat dikerjakan adalah ukuran keberhasilan belajar tidak bersifat mutlak. Tiap
anak memakai ukurannya masing-masing.

D. Landasan Ilmiah Pelaksanaan Pendidikan Jasmani

Secara ilmiah pelaksanaan pendidikan jasmani mendapat dukungan dari berbagai


disiplin ilmu, di mana pandangan-pandangan dari setiap disiplin tersebut dapat
dijadikan sebagai landasan bagi berlangsungnya program penjas di sekolah-
sekolah. Di bagian ini, penulis akan menguraikan landasan ilmiah dari minimal
tiga disiplin ilmu, yaitu dari sudut pandang biologis, sudut pandang psikologis,
dan yang terakhir sudut pandang sosiologis.

1. Landasan Biologis bagi Pendidikan Jasmani


Pendidikan jasmani adalah disiplin yang berorientasi tubuh, di samping
berorientasi pada disiplin mental dan sosial. Guru pendidikan jasmani karenanya
harus memiliki penguasaan yang kokoh terhadap fungsi fisikal dari tubuh untuk
memahami secara lebih baik pemanfaatannya dalam kegiatan pendidikan
jasmani. Khususnya dalam masa modern dewasa ini, ketika pendidikan gerak
dipandang teramat penting, pengetahuan tentang bagaimana tubuh manusia
berfungsi dipandang amat krusial agar bisa melaksanakan tugas pengajaran
dengan baik.

Joseph W. Still telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk meneliti


perilaku fisikal dan intelektual manusia. Meskipun penelitiannya sudah
berlangsung di masa lalu, namun masih menemukan faktanya di masa kini,
bahkan maknanya seolah mendapatkan angin baru dalam era teknologi dewasa
ini. Dalam penelitiannya, Still menemukan bahwa keberhasilan manusia dalam
pencapaian prestasi, baik dalam hal prestasi fisikal maupun dalam prestasi
intelektual, berhubungan dengan usia serta dapat digambarkan dalam bentuk
sebuah kurva, di mana kurva itu bisa menaik dan bisa menurun, sesuai dengan
perjalanan usia manusia.

Dalam kurva hasil penelitian Still ditunjukkan bahwa tidak lebih dari 5%
populasi manusia berhasil mendaki kurva keberhasilan, sedang selebihnya lebih
banyak mengikuti kurva kegagalan, terutama setelah melewati usia antara 25
hingga 35 tahun. Yang menarik, menurut dugaan Still, kurva kegagalan dalam
pertumbuhan fisik menunjukkan bahwa perkembangan fisik manusia dewasa ini
semakin berkurang. Sebabnya, manusia modern sekarang dihadapkan pada
rendahnya melakukan latihan fisik, di samping karena terlalu banyak makan,
minum, dan merokok; sehingga mereka merosot kondisinya setelah usia 30
tahunan.

Demikian juga dalam hal pertumbuhan dan perkembangan psikologis, yang


menunjukkan kurva kegagalan dalam hal prestasinya. Ciri-ciri perkembangan
mental menunjukkan puncak prestasi pada tahap perkembangan yang berbeda.
Kemampuan mengingat dicapai pada usia muda, imajinasi kreatif mencapai
puncaknya pada usia dua puluhan hingga tiga puluhan, keterampilan
menganalisis dan sintesis suatu persoalan berakhir di usia pertengahan,
sedangkan pada usia-usia berikutnya berkembang kemampuan berfilsafat.

Secara biologis, manusia dirancang untuk menjadi mahluk yang aktif. Meskipun
perubahan dalam jaman dan peradaban telah menyebabkan penurunan dalam
jumlah aktivitas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas dasar yang
berkaitan dengan kehidupan, sebenarnya tubuh manusia tidaklah berubah.
Karenanya, manusia harus tetap menyadari bahwa dalam hal kesehatan
tubuhnya, dasar biologisnya menuntut dan mengakui pentingnya aktivitas fisik
yang keras dalam hidupnya. Jika tidak, kesehatan, produktivitas, serta efektivitas
hidupnya akan menurun drastis. Dalam hal itulah pendidikan jasmani yang baik
di sekolah dan di masa-masa berikut dalam hidupnya dipandang amat penting
dalam menjaga kemampuan bilogis manusia. Dipandang dari sudut ini,
pendidikan jasmani terikat dekat pada kekuatan mental, emosional, sosial, dan
spiritual manusia.

Lanjutannya...

 
{  About Us | Web Info | WEb Stat | Web Link | Contact | Email }
CopyRight @  Direktorat PLB, 2004           ==> Versi@2005 | 2006

KONSEP OLAHRAGA DAN PENJAS


Latar Belakang

Konsep pendidikan jasmani merupakan bagian penting dalam proses pendidikan. Artinya pendidikan
jasmani bukan hanya dekorasi atau ornamen yang titempel dalam program sekolah sebagai alat
untuk membuat anak sibuk, tetapi pendidikan jasmani adalah bagian yang terpenting dalam
pendidikan. Melalui pendidikan jasmani diarahkan dengan baik anak-anak akan mengembangkan
ketrampilan yang berguna bagi pengisian waktu senggang, terlibat dalam aktifas yang konduksif
untuk mengembangkan hidup sehat, berkembang secara sosial, dan menyumbang pada kesehatan
fisik dan mentalnya meskipun pendidikan jasmani menawarkan kepada anak untuk bergembira,
tidaklah tepat untuk mengatakan penjas diselenggarakan semata-mata agar anak-anak bergembira
dan bersenang-senang.
Jadi pendidikan jasmani diartikan sebagai proses pendidikan melalui aktivitas jasmani atau
olahraga. Inti pengertiaanya adalah mendidik anak. Yang membedakannya dengan mata pelajaran
lain adalah alat yang digunakan adalah gerak insani, manusia yang bergerak secara sadar oleh
gurunya dan diberikan dalam situasi yang tepat, agar dapat merangsang pertumbuhan dan
perkembangan anak didik.
Tujuan pendidikan jasmani yaitu memberi kesempatan kepada anak untuk mempelajari berbagai
kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi anak baik dalam aspek fisik,
mental,sosil, emosional dan moral. Singkatnya pendidikan jasmani bertujuan mengembangkan
potensi setiap anak setingi-tingginya yaitu meliputi ranah kognitif, Psikomotor, dan afaktef. Jadi
tidak salah jika para ahli percaya bahwa pendidikan jasmani merupakan wahana yang paling tepat
untuk “membentuk manusia seutuhnya” karena pada dasarnya hasil riset telah menunjukan adanya
hasil psikologis yang positif dan keuntungan sosial dari keterlibatan anak muda dalam aktifitas
jasmani. Bukti terkuat adalah dalam lingkup self - esteem, dan self concept dikalangan adolens.
Selain itu juga ada bukti mengenai hubungan positif anatara aktifitas jasmani dan kemampuan
kognitif
Temuan juga menunjukan hubungan negative antara aktifitas jasmani dan sejumlah simtom psiko-
somatik yang berarti menunjukan bahwa anak-anak muda yang lebih aktif dalam olahraga dan
aktivitas jasmani memiliki kemampuan yang lebih tinggi mengatasi stress. Temuan juga serupa
untuk gejala kenakalan dan penyimpangan perilaku remaja.

PEMBAHASAN
“PENJAS DAPAT BERDAMPINGAN/ SEJALAN DENGAN OLAHRAGA”
A. Pendidikan Jasmani

Dalam UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada BAB II pasal 3 yang
berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” 
Pendidikan jasmani merupakan usaha pendidikan dengan menggunakan aktivitas otot-otot besar
hingga proses pendidikan yang berlangsung tidak terhambat oleh gangguan kesehatan dan
pertumbuhan badan. Sebagai bagian integral dari proses pendidikan keseluruhan, pendidikan
jasmani merupakan usaha yang bertujuan untuk mengembangkan kawasan organic, neuromuskuler,
intelektual dan social .
Pendidikan jasmani pada hakekatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik
dan kesehatan untuk untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam
bentuk fisik, mental, serta emosional. 
Bila ditinjau per difinisi pendidikan jasmani diartikan dengan berbagai ungkapan dan kalimat.
Namun esensinya sama, yang disimpulkan bermakna jelas, bahwa pendidikan jasmani
memanfaatkan alat fisik untuk mengembangkan keutuhan manusia. berkaitan dengan hal ini,
diartikan melalui fisik, aspek mental dan emosional turut berkembang, bahkan dengan
penekanannya yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya pendidikan moral
penekanannya benar-benar pada perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut berkembang
baik langsung maupun tidak langsung. 
Maka dari beberapa kutipan di atas Sumbangan penjas pun bukan hanya bersifat fisik semata,
melainkan menambah pada peningkatan kemampuan olah pikir, seperti kemampuan membuat
keputusan dan olah rasa seperti kemampuan memahami perasaan orang lain (empati)
Kemudian ditinjau dari Tujuan penjas itu sebenarnya memberi kesempatan kepada anak untuk
berbagai kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi anak baik dalam aspek fisik,
mental, sosial, emosional dan moral Singkatnya penjas bertujuan untuk mengembangkan potensi
setiap anak setinggi-tingginya. 
Diringkaskan dalam termologi yang popular maka tujuan pembelajaran pendidikan harus mencakup
tujuan dalam domain psikomotor, kognitif dan tidak kala pentingnya domain afektif.
Domain Psikomotor
Pengembangan domain psikomotor secara umum dapat diarahkan pada tujuan utama, yang pertama
yang mencakup aspek kebugaran jasmani, dan yang kedua mencapai perkembangan aspek
perseptua motorik. Ini menegaskan bahwa pendidikan jasmani harus melibatkan aktivitas fisik yang
mampu merangsang kemampuan kebugaran jasmani serta sekaligus bersifat pembentukan
penguasaan gerak ketrampilan itu sendiri.
Domain kognitif
Domain kognitif mencakup pengetahuan tentang fakta, konsep, yang lebih penting lagi adalah
penalaran dan kemampuan memecahkan masalah. Aspek kognitif dalam pendidikan jasmani, tidak
saja menyangkut penguasaan pengetahuan faktual semata-mata tetapi meliputi pemahaman
terhadap gejala gerak dan prinsipnya, termasuk yang berkaitan dengan, landasan ilmiah pendidikan
jasmani dan olahraga serta pengisian waktu luang.
Domain afektif
Domain afektif mencakup sifat- sifat psikologis yang menjadi unsure kepribadian yang kukuh. Tidak
hanya tentang sikap sebagai kesiapan berbuat yang perlu dikembangkan tetapi yang lebih penting
adalah konsep diri dan komponen kepribadian lainnya, seperti intelegensi emosional dan watak.
Konsep diri menyangkut presepsi diri atau penilain seseorang tentang kelebihannya. Konsep diri
merupakan fondasi kepribadian anak dan sangat diyakini ada kaitannya dengan pertumbuhan dan
perkembangan mereka setelah dewasa kelak.
Jadi inplikasi penting dari pendidikan jasmani adalah untuk mengatasi kepentingan social seperti :
pengakuan dan menerima peraturan dan norma-norma bersama, belajar bersama,menerima
pimpinan. Mengembangkan perasaan kemasyarakatan dan pengakuan terhadap orang lain sebagai
pribadi. Belajar bertanggung jawab terhadap yang lain, member pertolongan,perlindungan dan
berkorban. Dan belajar mengenal dan mengalami bentuk-bentuk pelepasan lelah secaraaktif untuk
pengisian waktu senggang . 

B. Olahraga
Dalam UU RI No.3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional pada BAB II, Pasal 4 yang
berbunyi:
“Keolahragaan nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran,
prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin,
mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta
mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa.” 
Sementara itu dalam Declaration on sport yang dikeluarkan UNESCO, dikemukana batasan yang di
susun oleh Majelis Internasional Olahraga dan Pendidikan Jasmani (International Council of Sport
and Physical Education, ICSPE) sebagai berikut : Setiap aktifitas fisik berupa permainan dan
dilakukan dalam bentuk pertandingan, baik melawan unsure-unsur alam, orang lain maupun diri
sendiri disebut olahraga.” Selanjutnya dalam deklarasi tersebut dikemukakan tentang sportivitas
atau Fair Play, dimana bersikap memandang lawan sebagai kawan bermain. Sportivitas berfungsi
memurnikan olahraga dan menjadikan olahraga menjadi alat yang ampuh bagi pendidikan.

C. Kesimpulan:
Dari beberapa hal di atas saya berpendapat bahwa Pendidikan Jasmani dapat berdampingan/
sejajar dengan Olahraga, dimana saya memandang dari beberapa aspek seperti halnya ; Pendidikan
jasmani yang benar dan olahraga yang benar akan memberikan sumbangan yang sangat berarti
terhadap pendidikan anak secara keseluruhan . Hal nyata yang diperoleh dalam pendidikan jasmani
dan olahraga adalah perkembangan yang lengkap, meliputi aspek fisik, mental, emosi, sosial dan
moral. Saya percaya bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan wahana yang paling tepat
untuk “ membentuk manusia seutuhnya”
Kinerja Organ Tubuh Sepanjang
Hari
Kinerja Organ Tubuh Sepanjang Hari

Tubuh memiliki jam biologis yang mengatur berbagai fungsi organ sepanjang hari agar bekerja sesuai
ritme yang telah ditentukan. Mulai dari jantung, usus hingga sistem hormonal mengalami perubahan
sejak pagi hari hingga tengah malam.

Berikut ini beberapa perubahan ritme tubuh yang terjadi sepanjang hari, seperti dikutip dari
Slimseeker, Senin (18/4/2011).

Pukul 1-2 dinihari: Fase tidur paling lelap


Pada jam-jam tersebut, aktivitas berbagai sistem organ banyak yang diistirahatkan. Namun bagi yang
hamil, produksi progesteron akan meningkat sehingga peluang untuk melahirkan pada tengah malam
selalu lebih tinggi.

Pukul 4-5 pagi: Suhu tubuh paling rendah


Pukul 5-6 pagi: Peningkatan tekanan darah paling tajam
Produksi melatonin atau hormon yang memicu rasa kantuk mulai berhenti, sementara tekanan darah
meningkat paling tajam dibandingkan waktu lainnya. Produksi kortisol atau hormon stres meningkat
sehingga otak siap untuk bekerja seharian, namun peningkatannya tidak sampai memicu stres.

Pukul 7 pagi: Hormon seks meningkat


Peningkatan testosteron pada pria maupun wanita terjadi pada pagi hari, sehingga mampu
membangkitkan gairah seks. Karena itu, pagi hari adalah waktu yang tepat untuk bercinta.

Pukul 8 pagi: Pergerakan usus meningkat


Jam ini cocok untuk buang air besar (BAB) pada pagi hari. Karena pada jam ini adalah proses alamiah,
yakni terjadi pergerakan usus paling tinggi pada waktu tersebut. Pengukuran berat badan paling
akurat dilakukan pada pagi hari setelah buang air besar.
Pukul 9 pagi: Metabolisme paling tinggi
Waktu yang tepat untuk sarapan pagi adalah sekitar pukul 9 karena ada peningkatan metabolisme.
Artinya lemak-lemak yang diserap dari makanan pada waktu-waktu tersebut tidak akan banyak yang
menumpuk.

Pukul 10-11 siang: Kewaspadaan tinggi


Ibarat mesin diesel, tubuh dan pikiran sudah panas dan mencapai kondisi ideal untuk beraktivitas saat
menjelang siang. Tingkat kewaspadaan tinggi, jarang ada yang mengantuk kecuali memang sedang
kurang tidur.

Pukul 11-2 siang: Stres meningkat


Jeda istirahat dibutuhkan untuk memberi kesempatan bagi tubuh dan pikiran untuk menyegarkan diri.
Makan siang di luar bisa menyegarkan pikiran, sekaligus membiarkan tubuh terkena sinar matahari
yang bisa memperkuat sistem kekebalan tubuh.

Pukul 2-3 siang: Koordinasi terbaik


Melakukan banyak hal sekaligus atau multitasking paling cocok dilakukan pada siang hari, karena
kemampuan otak untuk melakukan koordinasi berada pada titik tertinggi. Di sisi lain, proses
pencernaan makanan belum selesai sehingga kemampuan fisik agak berkurang.

Pukul 3-5 sore: Denyut jantung paling stabil


Jika ingin berolahraga, sore hari adalah waktu paling tepat karena level adrenalin berada di level
tertinggi. Selain itu, denyut jantung dan tekanan darah paling stabil sehingga cocok untuk melakukan
aktivitas fisik.

Pukul 5-8 sore: Proses pembuangan racun


Fungsi hati dalam memproses racun-racun sisa metabolisme paling tinggi pada sore hari, sehingga
perlu didukung dengan minum air putih. Keinginan untuk ngemil juga tinggi karena kemampuan
indra penciuman (hidung) dan perasa (lidah) meningkat.

Pukul 8-10 malam: Metabolisme dan pergerakan usus berkurang


Karena aktivitas fisik berkurang, maka pembakaran energi tidak banyak terjadi di malam hari. Artinya
jika makan di malam hari, maka cadangan energi yang disimpan dalam bentuk lemak juga akan
semakin banyak.

Pukul 10-11 malam: Hormon seks meningkat lagi


Dibandingkan pagi hari, peningkatan libido atau gairah seks pada malam hari tidak terlalu tinggi
karena secara fisik sudah kelelahan. Namun peluang terjadinya ovulasi dan pembuahan paling tinggi
pada hubungan seks malam hari menjelang tidur ketimbang pagi hari.

artikel terkait Kinerja Organ Tubuh Sepanjang Hari


 Antara Olahraga dan Makan
Antara Olahraga dan Makan Ada orang yang memilih makan dulu baru olahraga atau sebaliknya.
Mana yang benar olahraga dulu atau makan dulu? Berikut penjelasan ilmiahnya. ...

 Kandungan Makanan Bagi Penderita Batu Ginjal


Kandungan Makanan Yang Boleh dan Tidak Bagi Penderita Batu Ginjal Jenis makanan yang
mengandung mineral tertentu dapat menyebabkan timbulnya batu ginjal, oleh karenanya 
menghindari jeni ...

 Resiko Kebohongan Adalah Stroke


Resiko Kebohongan Adalah Stroke Disamping secara agama merupakan larangan, berbohong juga
selalu mendatangkan rasa gelisah dan bersalah.Dan ternyata berbohong juga memiliki efek yang
buruk bagi ...

 apa itu asam urat..?


apa itu asam urat..? Asam urat adalah sisa metabolisme zat purin yang berasal dari makanan yang
dikonsumsi. Purin adalah zat yang terdapat pada tiap bahan ...

 Cara Sederhana Cegah Diabetes


Cara Sederhana Cegah Diabetes Jalan kaki sungguh memberikan khasiat yang beragam. Mulai dari
kebugaran, meningkatkan stamina, mencegah osteoporosis. Jalan kaki juga ternyata juga bisa
mencegah ...

Anda mungkin juga menyukai