DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Kedudukan dan Makna Pendidikan
B. Hakikat Pendidikan Jasmani
C. Tujuan Pendidikan Jasmani
D. Gerak Sebagai Kebutuhan Anak
E. Pentingnya Pendidikan Jasmani
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kedudukan Dan Makna Pendidikan Jasmani
Tidak cukup dengan itu, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang
sudah mencapai tahap yang sangat maju, telah pula menghadapkan bangsa kita,
terutama para remaja dan anak-anak, pada gaya hidup yang semakin menjauh
dari semangat perkembangan total, karena lebih mengutamakan keunggulan
kecerdasan intelektual, sambil mengorbankan kepentingan keunggulan fisik dan
moral individu. Budaya hidup sedenter (kurang gerak) karenanya semakin kuat
menggejala di kalangan anak-anak dan remaja, berkombinasi dengan semakin
hilangnya ruang-ruang publik dan tugas kehidupan yang memerlukan upaya fisik
yang keras. Segalanya menjadi mudah, demikian pernyataan para ahli, sehingga
lambat laun kemampuan fisik manusia sudah tidak diperlukan lagi.
Dikhawatirkan, secara evolutif manusia akan berubah bentuk fisiknya, mengarah
pada bentuk yang tidak bisa kita bayangkan, karena banyak anggota tubuh kita,
dari mulai kaki dan lengan sudah dipandang tidak berfungsi lagi.
B. Hakikat Pendidikan Jasmani
Salah satu pertanyaan sulit di sepanjang jaman adalah pemisahan antara jiwa dan
raga atau tubuh. Kepercayaan umum menyatakan bahwa jiwa dan raga terpisah,
dengan penekanan berlebihan pada satu sisi tertentu, disebut dualisme, yang
mengarah pada penghormatan lebih pada jiwa, dan menempatkan kegiatan fisik
secara lebih inferior.
Pandangan yang berbeda lahir dari filsafat monisme, yaitu suatu kepercayaan
yang memenangkan kesatuan tubuh dan jiwa. Kita bisa melacak pandangan ini
dari pandangan Athena Kuno, dengan konsepnya “jiwa yang baik di dalam raga
yang baik.” Moto tersebut sering dipertimbangkan sebagai pernyataan ideal dari
tujuan pendidikan jasmani tradisional: aktivitas fisik mengembangkan seluruh
aspek dari tubuh; yaitu jiwa, tubuh, dan spirit. Tepatlah ungkapan Zeigler bahwa
fokus dari bidang pendidikan jasmani adalah aktivitas fisik yang
mengembangkan, bukan semata-mata aktivitas fisik itu sendiri. Selalu terdapat
tujuan pengembangan manusia dalam program pendidikan jasmani.
Akan tetapi, pertanyaan nyata yang harus dikedepankan di sini bukanlah ‘apakah
kita percaya terhadap konsep holistik tentang pendidikan jasmani, tetapi, apakah
konsep tersebut saat ini bersifat dominan dalam masyarakat kita atau di antara
pengemban tugas penjas sendiri?
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan
bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata
suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat
kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat
menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.
Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak
dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa
kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi.
Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga
tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat
penting dalam hakikatnya.
Para ahli memandang bahwa rekreasi adalah aktivitas untuk mengisi waktu
senggang. Akan tetapi, rekreasi dapat pula memenuhi salah satu definisi
“penggunaan berharga dari waktu luang.” Dalam pandangan itu, aktivitas
diseleksi oleh individu sebagai fungsi memperbaharui ulang kondisi fisik dan
jiwa, sehingga tidak berarti hanya membuang-buang waktu atau membunuh
waktu. Rekreasi adalah aktivitas yang menyehatkan pada aspek fisik, mental dan
sosial. Jay B. Nash menggambarkan bahwa rekreasi adalah pelengkap dari kerja,
dan karenanya merupakan kebutuhan semua orang.
Sedangkan dansa adalah aktivitas gerak ritmis yang biasanya dilakukan dengan
iringan musik, kadang dipandang sebagai sebuah alat ungkap atau ekspresi dari
suatu lingkup budaya tertentu, yang pada perkembangannya digunakan untuk
hiburan dan memperoleh kesenangan, di samping sebagai alat untuk menjalin
komunikasi dan pergaulan, di samping sebagai kegiatan yang menyehatkan.
Dunia anak-anak adalah dunia yang segar, baru, dan senantiasa indah, dipenuhi
keajaiban dan keriangan. Demikian Rachel Carson dalam sebuah ungkapannya.
Namun demikian, menurut Carson, adalah kemalangan bagi kebanyakan kita
bahwa dunia yang cemerlang itu terenggut muram dan bahkan hilang sebelum
kita dewasa.
Bermain adalah dunia anak. Sambil bermain mereka belajar. Dalam hal belajar,
anak-anak adalah ahlinya. Segala macam dipelajarinya, dari menggerakkan
anggota tubuhnya hingga mengenali berbagai benda di lingkungan sekitarnya.
Bayangkan keceriaan yang didapatnya ketika ia menyadari baru saja menambah
pengetahuan dan keterampilan. “Lihat, saya sudah bisa “ teriaknya kepada
semua orang.
Belajar dan keceriaan merupakan dua hal penting dalam masa kanak-kanak. Hal
ini termasuk upaya mempelajari tubuhnya sendiri dan berbagai kemungkinan
geraknya. Gerak adalah rangsangan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Kian banyak ia bergerak, kian banyak hal yang ditemui dan dijelajahi.
Kian baik pula kualitas pertumbuhannya.
Beban belajar di sekolah begitu berat dan menekan kebebasan anak untuk
bergerak. Kebutuhan mereka akan gerak tidak bisa terpenuhi karena keterbatasan
waktu dan kesempatan. Lingkungan sekolah tidak menyediakan wilayah yang
menarik untuk dijelajahi. Penyelenggara pendidikan di sekolah yang lebih
mengutamakan prestasi akademis, memberikan anak tugas-tugas belajar yang
menumpuk.
Sejalan dengan itu, pengetahuan dan kebiasaan makan yang buruk pun semakin
memperparah masalah kesehatan yang mengancam kesejahteraan masyarakat.
Dengan pola gizi yang berlebihan, para ‘pemalas gerak’ itu akan menimbun
lemak dalam tubuhnya secara berlebihan. Mereka menghadapkan diri mereka
sendiri pada resiko penyakit degenaratif (menurunnya fungsi organ) yang
semakin besar.
2. Menge
Mengenalkan anak pada lingkungan
dan potensi dirinya
Dengan bermain dan bergerak anak benar-benar belajar tentang potensinya dan
dalam kegiatan ini anak-anak mencoba mengenali lingkungan sekitarnya. Para
ahli sepaham bahwa pengalaman ini penting untuk merangsang pertumbuhan
intelektual dan hubungan sosialnya dan bahkan perkembangan harga diri yang
menjadi dasar kepribadiannya kelak.
BAB II
KONSEPSI DAN FALSAFAH PENDIDIKAN JASMANI
Namun demikian tidak semua guru penjas menyadari hal tersebut, sehingga
banyak anggapan bahwa penjas boleh dilaksanakan secara serampangan. Hal ini
tercermin dari berbagai gambaran negatif tentang pembelajaran penjas, mulai
dari kelemahan proses yang menetap misalnya membiarkan anak bermain
sendiri hingga rendahnya mutu hasil pembelajaran, seperti kebugaran jasmani
yang rendah.
Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut , guru perlu membiasakan diri
untuk mengajar anak tentang apa yang akan dipelajari berlandaskan pemahaman
tentang prinsip-prinsip yang mendasarinya. Pergaulan yang terjadi di dalam
adegan yang bersifat mendidik itu dimanfaatkan secara sengaja untuk
menumbuhkan berbagai kesadaran emosional dan sosial anak. Dengan demikian
anak akan berkembang secara menyeluruh, yang akan mendukung tercapainya
aneka kemampuan.
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini
adalah : “Apakah pendidikan jasmani?” Pertanyaan yang cukup aneh ini justru
dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut.
Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa
dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga.
Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib
dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan
olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi pelajaran
“pendidikan jasmani dan kesehatan” (penjaskes) dalam kurikulum1994.
Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan
olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang
olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ?
Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa
keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan
memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.
Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga
tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru
memilih metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang
interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.
Yang sering terjadi pada pembelajaran ‘pendidikan olahraga‘ adalah bahwa guru
kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan murid. Jika siswa harus
belajar bermain bola voli, mereka belajar keterampilan teknik bola voli secara
langsung. Teknik-teknik dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan,
sementara tahapan penyajian tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan
anak kurang diperhatikan.
Guru demikian akan berkata: “kalau perlu tidak usah ada pentahapan, karena
anak akan dapat mempelajarinya secara langsung. Beri mereka bola, dan
instruksikan anak supaya bermain langsung”. Anak yang sudah terampil
biasanya dapat menjadi contoh, dan anak yang belum terampil belajar dari
mengamati demonstrasi temannya yang sudah mahir tadi. Untuk pengajaran
model seperti ini, ada ungkapan: “Kalau anda ingin anak-anak belajar renang,
lemparkan mereka ke kolam yang paling dalam, dan mereka akan bisa sendiri“
Pendidikan jasmani tentu tidak bisa dilakukan dengan cara demikian. Pendidikan
jasmani adalah suatu proses yang terencana dan bertahap yang perlu dibina
secara hati-hati dalam waktu yang diperhitungkan.
Bila orientasi pelajaran pendidikan jasmani adalah agar anak menguasai
keterampilan berolahraga, misalnya sepak bola, guru akan lebih menekankan
pada pembelajaran teknik dasar dengan kriteria keberhasilan yang sudah
ditentukan. Dalam hal ini, guru tidak akan memperhatikan bagaimana agar setiap
anak mampu melakukannya, sebab cara melatih teknik dasar yang bersangkutan
hanya dilakukan dengan cara tunggal. Beberapa anak mungkin bisa mengikuti
dan menikmati cara belajar yang dipilih guru tadi. Tetapi sebagian lain merasa
selalu gagal, karena bagi mereka cara latihan tersebut terlalu sulit, atau terlalu
mudah.
Anak-anak yang berhasil akan merasa puas dari cara latihan tadi, dan segera
menyenangi permainan sepak bola. Tetapi bagaimana dengan anak-anak lain
yang kurang berhasil? Mereka akan serta merta merasa bahwa permainan sepak
bola terlalu sulit dan tidak menyenangkan, sehingga mereka tidak menyukai
pelajaran dan permainan sepak bola tadi. Apalagi bila ketika mereka melakukan
latihan yang gagal tadi, mereka selalu diejek oleh teman-teman yang lain atau
bahkan oleh gurunya sendiri.
Untuk mencegah terjadinya bahaya lain dari kegagalan, guru pendidikan jasmani
harus mengembangkan cara respons siswa terhadap anak yang gagal dan
melarang siswa untuk melemparkan ejekan pada temannya.
Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan
jasmani, yaitu:
meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan siswa,
meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya, serta
meningkatkan pengertian siswa dalam prinsip-prinsip gerak serta
bagaimana menerapkannya dalam praktek.
Adakah pelajaran lain (seperti bahasa, matematika, atau IPS) yang bisa
menyumbang kemampuan-kemampuan seperti di atas?
Untuk meneliti aspek penting dari penjas, dasar-dasar pemikiran seperti berikut
perlu dipertimbangkan:
Pendidikan jasmani juga dapat membentuk gaya hidup yang sehat. Dengan
kesadarannya anak akan mampu menentukan sikap bahwa kegiatan fisik
merupakan kebutuhan pokok dalam hidupnya, dan akan tetap dilakukan di
sepanjang hayat. Sikap itulah yang kemudian akan membawa anak pada kualitas
hidup yang sehat, sejahtera lahir dan batin, yang disebut dengan istilah wellness.
Konsep sehat dan sejahtera secara menyeluruh berbeda dengan pengertian sehat
secara fisik. Anak-anak dididik untuk meraih gaya hidup sehat secara total serta
kebiasan hidup yang sehat, baik dalam arti pemahaman maupun prakteknya.
Kebiasaan hidup sehat tersebut bukan hanya kesehatan fisik, tetapi juga
mencakup juga kesejahteraan mental, moral, dan spiritual. Tanda-tandanya
adalah anak lebih tahan dalam menghadapi tekanan dan cobaan hidup, berjiwa
optimis, merasa aman, nyaman, dan tenteram dalam kehidupan sehari-hari.
2. Keterampilan fisik
Keterlibatan anak dalam asuhan permainan, senam, kegiatan bersama, dan lain-
lain, merangsang perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk
menguasai berbagai keterampilan. Keterampilan tersebut bisa berbentuk
keterampilan dasar misalnya berlari dan melempar serta keterampilan khusus
seperti senam atau renang. Pada akhirnya keterampilan itu bisa mengarah kepada
keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun demikian, sumbangan pendidikan jasmani pun bukan hanya bersifat fisik
semata, melainkan merambah pada peningkatan kemampuan oleh pikir seperti
kemampuan membuat keputusan dan olah rasa seperti kemampuan memahami
perasaan orang lain (empati).
4. Kemampuan berpikir
Memang sulit diamati secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti oleh anak
dalam pendidikan jasmani dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak.
Namun demikian dapat ditegaskan di sini bahwa pendidikan jasmani yang
efektif mampu merangsang kemampuan berpikir dan daya analisis anak ketika
terlibat dalam kegiatan-kegiatan fisiknya. Pola-pola permainan yang
memerlukan tugas-tugas tertentu akan menekankan pentingnya kemampuan
nalar anak dalam hal membuat keputusan.
Taktik dan strategi yang melekat dalam berbagai permainan pun perlu dianalisis
dengan baik untuk membuat keputusan yang tepat dan cepat. Secara tidak
langsung, keterlibatan anak dalam kegiatan pendidikan jasmani merupakan
latihan untuk menjadi pemikir dan pengambil keputusan yang mandiri.
5. Kepekaan rasa
Dalam hal olah rasa, pendidikan jasmani menempati posisi yang sungguh unik.
Kegiatannya yang selalu melibatkan anak dalam kelompok kecil maupun besar
merupakan wahana yang tepat untuk berkomunikasi dan bergaul dalam lingkup
sosial. Dalam kehidupan sosial, setiap individu akan belajar untuk bertanggung
jawab melaksanakan peranannya sebagai anggota masyarakat. Di dalam
masyarakat banyak norma yang harus ditaati dan aturan main yang
melandasinya. Melalui penjas, norma dan aturan juga dipelajari, dihayati dan
diamalkan.
Untuk dapat berperan aktif, anak pun akan menyadari bahwa ia dan
kelompoknya harus menguasai beberapa keterampilan yang diperlukan.
Sesungguhnyalah bahwa kegiatan pendidikan jasmani disebut sebagai ajang
nyata untuk melatih keterampilan-keterampilan hidup (life skill), agar seseorang
dapat hidup berguna dan tidak menyusahkan masyarakat. Keterampilan yang
dipelajari bukan hanya keterampilan gerak dan fisik semata, melainkan terkait
pula dengan keterampilan sosial, seperti berempati pada orang lain, menahan
sabar, memberikan respek dan penghargaan pada orang lain, mempunyai
motivasi yang tinggi, serta banyak lagi. Seorang ahli menyebut bahwa kesemua
keterampilan di atas adalah keterampilan hidup. Sedangkan ahli yang lain
memilih istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence).
6. Keterampilan sosial
Sebagai contoh, jika dalam sebuah proses penjas terjadi pertengkaran antara dua
orang anak, guru bisa segera menghentikan kegiatan seluruh kelas dan
mengundang mereka untuk membicarakannya. Sebab-sebab pertengkaran diteliti
dan guru memancing pendapat anak-anak tentang apa perlunya mereka
bertengkar, selain itu mereka dirangsang untuk mencari pemecahan yang paling
baik untuk kedua belah pihak.
Melalui pendidikan jasmani kepercayaan diri dan citra diri (self esteem) anak
akan berkembang. Secara umum citra diri diartikan sebagai cara kita menilai diri
kita sendiri. Citra diri ini merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian
anak. Dengan citra diri yang baik seseorang merasa aman dan berkeinginan
untuk mengeksplorasi dunia. Dia mau dan mampu mengambil resiko, berani
berkomunikasi dengan teman dan orang lain, serta mampu menanggulangi
stress.
Cara membina citra diri ini tidak cukup hanya dengan selalu berucap “saya pasti
bisa” atau “ saya paling bagus”. Tetapi perlu dinyatakan dalam usaha dan
pembiasan perilaku. Di situlah penjas menyediakan kesempatan pada anak untuk
membuktikannya. Ketika anak-anak berhasil mempelajari berbagai keterampilan
gerak dan kemampuan tubuhnya, perasaan positif akan berkembang dan ia
merasa optimis atau mampu untuk berbuat sesuatu. Dengan perasaan itu anak-
anak akan merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan yang baik dan pada
gilirannya akan mempengaruhi pula kualitas usahanya di lain waktu, agar sama
seperti yang dicitrakannya. Bila siswa merasa gagal sebelum berusaha, keadaan
ini disebut perasaan negatif, lawan dari perasaan positif.
Dalam kurva hasil penelitian Still ditunjukkan bahwa tidak lebih dari 5%
populasi manusia berhasil mendaki kurva keberhasilan, sedang selebihnya lebih
banyak mengikuti kurva kegagalan, terutama setelah melewati usia antara 25
hingga 35 tahun. Yang menarik, menurut dugaan Still, kurva kegagalan dalam
pertumbuhan fisik menunjukkan bahwa perkembangan fisik manusia dewasa ini
semakin berkurang. Sebabnya, manusia modern sekarang dihadapkan pada
rendahnya melakukan latihan fisik, di samping karena terlalu banyak makan,
minum, dan merokok; sehingga mereka merosot kondisinya setelah usia 30
tahunan.
Secara biologis, manusia dirancang untuk menjadi mahluk yang aktif. Meskipun
perubahan dalam jaman dan peradaban telah menyebabkan penurunan dalam
jumlah aktivitas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas dasar yang
berkaitan dengan kehidupan, sebenarnya tubuh manusia tidaklah berubah.
Karenanya, manusia harus tetap menyadari bahwa dalam hal kesehatan
tubuhnya, dasar biologisnya menuntut dan mengakui pentingnya aktivitas fisik
yang keras dalam hidupnya. Jika tidak, kesehatan, produktivitas, serta efektivitas
hidupnya akan menurun drastis. Dalam hal itulah pendidikan jasmani yang baik
di sekolah dan di masa-masa berikut dalam hidupnya dipandang amat penting
dalam menjaga kemampuan bilogis manusia. Dipandang dari sudut ini,
pendidikan jasmani terikat dekat pada kekuatan mental, emosional, sosial, dan
spiritual manusia.
Lanjutannya...
Dengan bermain dan bergerak anak benar-benar belajar tentang potensinya dan
dalam kegiatan ini anak-anak mencoba mengenali lingkungan sekitarnya. Para
ahli sepaham bahwa pengalaman ini penting untuk merangsang pertumbuhan
intelektual dan hubungan sosialnya dan bahkan perkembangan harga diri yang
menjadi dasar kepribadiannya kelak.
Anak adalah mahluk yang sedang berada dalam masa kelebihan energi.
Kelebihan energi ini perlu disalurkan agar tidak menganggu keseimbangan
perilaku dan mental anak. Segera setelah kelebihan energi tersalurkan, anak akan
memperoleh kembali keseimbangan dirinya, karena setelah istirahat, anak akan
kembali memperbaharui dan memulihkan energinya secara optimum.
BAB II
KONSEPSI DAN FALSAFAH PENDIDIKAN JASMANI
Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut , guru perlu membiasakan diri
untuk mengajar anak tentang apa yang akan dipelajari berlandaskan pemahaman
tentang prinsip-prinsip yang mendasarinya. Pergaulan yang terjadi di dalam
adegan yang bersifat mendidik itu dimanfaatkan secara sengaja untuk
menumbuhkan berbagai kesadaran emosional dan sosial anak. Dengan demikian
anak akan berkembang secara menyeluruh, yang akan mendukung tercapainya
aneka kemampuan.
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini
adalah : “Apakah pendidikan jasmani?” Pertanyaan yang cukup aneh ini justru
dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut.
Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa
dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga.
Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib
dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan
olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi pelajaran
“pendidikan jasmani dan kesehatan” (penjaskes) dalam kurikulum1994.
Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan
olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang
olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ?
Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa
keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan
memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.
Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga
tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru
memilih metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang
interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.
Yang sering terjadi pada pembelajaran ‘pendidikan olahraga‘ adalah bahwa guru
kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan murid. Jika siswa harus
belajar bermain bola voli, mereka belajar keterampilan teknik bola voli secara
langsung. Teknik-teknik dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan,
sementara tahapan penyajian tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan
anak kurang diperhatikan.
Guru demikian akan berkata: “kalau perlu tidak usah ada pentahapan, karena
anak akan dapat mempelajarinya secara langsung. Beri mereka bola, dan
instruksikan anak supaya bermain langsung”. Anak yang sudah terampil
biasanya dapat menjadi contoh, dan anak yang belum terampil belajar dari
mengamati demonstrasi temannya yang sudah mahir tadi. Untuk pengajaran
model seperti ini, ada ungkapan: “Kalau anda ingin anak-anak belajar renang,
lemparkan mereka ke kolam yang paling dalam, dan mereka akan bisa sendiri“
Pendidikan jasmani tentu tidak bisa dilakukan dengan cara demikian. Pendidikan
jasmani adalah suatu proses yang terencana dan bertahap yang perlu dibina
secara hati-hati dalam waktu yang diperhitungkan.
Bila orientasi pelajaran pendidikan jasmani adalah agar anak menguasai
keterampilan berolahraga, misalnya sepak bola, guru akan lebih menekankan
pada pembelajaran teknik dasar dengan kriteria keberhasilan yang sudah
ditentukan. Dalam hal ini, guru tidak akan memperhatikan bagaimana agar setiap
anak mampu melakukannya, sebab cara melatih teknik dasar yang bersangkutan
hanya dilakukan dengan cara tunggal. Beberapa anak mungkin bisa mengikuti
dan menikmati cara belajar yang dipilih guru tadi. Tetapi sebagian lain merasa
selalu gagal, karena bagi mereka cara latihan tersebut terlalu sulit, atau terlalu
mudah.
Anak-anak yang berhasil akan merasa puas dari cara latihan tadi, dan segera
menyenangi permainan sepak bola. Tetapi bagaimana dengan anak-anak lain
yang kurang berhasil? Mereka akan serta merta merasa bahwa permainan sepak
bola terlalu sulit dan tidak menyenangkan, sehingga mereka tidak menyukai
pelajaran dan permainan sepak bola tadi. Apalagi bila ketika mereka melakukan
latihan yang gagal tadi, mereka selalu diejek oleh teman-teman yang lain atau
bahkan oleh gurunya sendiri.
Dengan cara demikian, semua anak merasakan apa yang disebut “perasaan
berhasil” tadi, dan anak makin menyadari bahwa kemampuannya pun
meningkat, seiring dengan seringnya mereka mengulang-ulang latihan. Cara ini
disebut gaya mengajar ‘partisipatif’ karena semua anak merasa dilibatkan dalam
proses pembelajaran.
Untuk mencegah terjadinya bahaya lain dari kegagalan, guru pendidikan jasmani
harus mengembangkan cara respons siswa terhadap anak yang gagal dan
melarang siswa untuk melemparkan ejekan pada temannya.
Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan
jasmani, yaitu:
Untuk meneliti aspek penting dari penjas, dasar-dasar pemikiran seperti berikut
perlu dipertimbangkan:
Pendidikan jasmani juga dapat membentuk gaya hidup yang sehat. Dengan
kesadarannya anak akan mampu menentukan sikap bahwa kegiatan fisik
merupakan kebutuhan pokok dalam hidupnya, dan akan tetap dilakukan di
sepanjang hayat. Sikap itulah yang kemudian akan membawa anak pada kualitas
hidup yang sehat, sejahtera lahir dan batin, yang disebut dengan istilah wellness.
Konsep sehat dan sejahtera secara menyeluruh berbeda dengan pengertian sehat
secara fisik. Anak-anak dididik untuk meraih gaya hidup sehat secara total serta
kebiasan hidup yang sehat, baik dalam arti pemahaman maupun prakteknya.
Kebiasaan hidup sehat tersebut bukan hanya kesehatan fisik, tetapi juga
mencakup juga kesejahteraan mental, moral, dan spiritual. Tanda-tandanya
adalah anak lebih tahan dalam menghadapi tekanan dan cobaan hidup, berjiwa
optimis, merasa aman, nyaman, dan tenteram dalam kehidupan sehari-hari.
2. Keterampilan fisik
Keterlibatan anak dalam asuhan permainan, senam, kegiatan bersama, dan lain-
lain, merangsang perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk
menguasai berbagai keterampilan. Keterampilan tersebut bisa berbentuk
keterampilan dasar misalnya berlari dan melempar serta keterampilan khusus
seperti senam atau renang. Pada akhirnya keterampilan itu bisa mengarah kepada
keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun demikian, sumbangan pendidikan jasmani pun bukan hanya bersifat fisik
semata, melainkan merambah pada peningkatan kemampuan oleh pikir seperti
kemampuan membuat keputusan dan olah rasa seperti kemampuan memahami
perasaan orang lain (empati).
4. Kemampuan berpikir
Memang sulit diamati secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti oleh anak
dalam pendidikan jasmani dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak.
Namun demikian dapat ditegaskan di sini bahwa pendidikan jasmani yang
efektif mampu merangsang kemampuan berpikir dan daya analisis anak ketika
terlibat dalam kegiatan-kegiatan fisiknya. Pola-pola permainan yang
memerlukan tugas-tugas tertentu akan menekankan pentingnya kemampuan
nalar anak dalam hal membuat keputusan.
Taktik dan strategi yang melekat dalam berbagai permainan pun perlu dianalisis
dengan baik untuk membuat keputusan yang tepat dan cepat. Secara tidak
langsung, keterlibatan anak dalam kegiatan pendidikan jasmani merupakan
latihan untuk menjadi pemikir dan pengambil keputusan yang mandiri.
5. Kepekaan rasa
Dalam hal olah rasa, pendidikan jasmani menempati posisi yang sungguh unik.
Kegiatannya yang selalu melibatkan anak dalam kelompok kecil maupun besar
merupakan wahana yang tepat untuk berkomunikasi dan bergaul dalam lingkup
sosial. Dalam kehidupan sosial, setiap individu akan belajar untuk bertanggung
jawab melaksanakan peranannya sebagai anggota masyarakat. Di dalam
masyarakat banyak norma yang harus ditaati dan aturan main yang
melandasinya. Melalui penjas, norma dan aturan juga dipelajari, dihayati dan
diamalkan.
Untuk dapat berperan aktif, anak pun akan menyadari bahwa ia dan
kelompoknya harus menguasai beberapa keterampilan yang diperlukan.
Sesungguhnyalah bahwa kegiatan pendidikan jasmani disebut sebagai ajang
nyata untuk melatih keterampilan-keterampilan hidup (life skill), agar seseorang
dapat hidup berguna dan tidak menyusahkan masyarakat. Keterampilan yang
dipelajari bukan hanya keterampilan gerak dan fisik semata, melainkan terkait
pula dengan keterampilan sosial, seperti berempati pada orang lain, menahan
sabar, memberikan respek dan penghargaan pada orang lain, mempunyai
motivasi yang tinggi, serta banyak lagi. Seorang ahli menyebut bahwa kesemua
keterampilan di atas adalah keterampilan hidup. Sedangkan ahli yang lain
memilih istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence).
6. Keterampilan sosial
Sebagai contoh, jika dalam sebuah proses penjas terjadi pertengkaran antara dua
orang anak, guru bisa segera menghentikan kegiatan seluruh kelas dan
mengundang mereka untuk membicarakannya. Sebab-sebab pertengkaran diteliti
dan guru memancing pendapat anak-anak tentang apa perlunya mereka
bertengkar, selain itu mereka dirangsang untuk mencari pemecahan yang paling
baik untuk kedua belah pihak.
Melalui pendidikan jasmani kepercayaan diri dan citra diri (self esteem) anak
akan berkembang. Secara umum citra diri diartikan sebagai cara kita menilai diri
kita sendiri. Citra diri ini merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian
anak. Dengan citra diri yang baik seseorang merasa aman dan berkeinginan
untuk mengeksplorasi dunia. Dia mau dan mampu mengambil resiko, berani
berkomunikasi dengan teman dan orang lain, serta mampu menanggulangi
stress.
Cara membina citra diri ini tidak cukup hanya dengan selalu berucap “saya pasti
bisa” atau “ saya paling bagus”. Tetapi perlu dinyatakan dalam usaha dan
pembiasan perilaku. Di situlah penjas menyediakan kesempatan pada anak untuk
membuktikannya. Ketika anak-anak berhasil mempelajari berbagai keterampilan
gerak dan kemampuan tubuhnya, perasaan positif akan berkembang dan ia
merasa optimis atau mampu untuk berbuat sesuatu. Dengan perasaan itu anak-
anak akan merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan yang baik dan pada
gilirannya akan mempengaruhi pula kualitas usahanya di lain waktu, agar sama
seperti yang dicitrakannya. Bila siswa merasa gagal sebelum berusaha, keadaan
ini disebut perasaan negatif, lawan dari perasaan positif.
Dalam kurva hasil penelitian Still ditunjukkan bahwa tidak lebih dari 5%
populasi manusia berhasil mendaki kurva keberhasilan, sedang selebihnya lebih
banyak mengikuti kurva kegagalan, terutama setelah melewati usia antara 25
hingga 35 tahun. Yang menarik, menurut dugaan Still, kurva kegagalan dalam
pertumbuhan fisik menunjukkan bahwa perkembangan fisik manusia dewasa ini
semakin berkurang. Sebabnya, manusia modern sekarang dihadapkan pada
rendahnya melakukan latihan fisik, di samping karena terlalu banyak makan,
minum, dan merokok; sehingga mereka merosot kondisinya setelah usia 30
tahunan.
Secara biologis, manusia dirancang untuk menjadi mahluk yang aktif. Meskipun
perubahan dalam jaman dan peradaban telah menyebabkan penurunan dalam
jumlah aktivitas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas dasar yang
berkaitan dengan kehidupan, sebenarnya tubuh manusia tidaklah berubah.
Karenanya, manusia harus tetap menyadari bahwa dalam hal kesehatan
tubuhnya, dasar biologisnya menuntut dan mengakui pentingnya aktivitas fisik
yang keras dalam hidupnya. Jika tidak, kesehatan, produktivitas, serta efektivitas
hidupnya akan menurun drastis. Dalam hal itulah pendidikan jasmani yang baik
di sekolah dan di masa-masa berikut dalam hidupnya dipandang amat penting
dalam menjaga kemampuan bilogis manusia. Dipandang dari sudut ini,
pendidikan jasmani terikat dekat pada kekuatan mental, emosional, sosial, dan
spiritual manusia.
Lanjutannya...
{ About Us | Web Info | WEb Stat | Web Link | Contact | Email }
CopyRight @ Direktorat PLB, 2004 ==> Versi@2005 | 2006
Konsep pendidikan jasmani merupakan bagian penting dalam proses pendidikan. Artinya pendidikan
jasmani bukan hanya dekorasi atau ornamen yang titempel dalam program sekolah sebagai alat
untuk membuat anak sibuk, tetapi pendidikan jasmani adalah bagian yang terpenting dalam
pendidikan. Melalui pendidikan jasmani diarahkan dengan baik anak-anak akan mengembangkan
ketrampilan yang berguna bagi pengisian waktu senggang, terlibat dalam aktifas yang konduksif
untuk mengembangkan hidup sehat, berkembang secara sosial, dan menyumbang pada kesehatan
fisik dan mentalnya meskipun pendidikan jasmani menawarkan kepada anak untuk bergembira,
tidaklah tepat untuk mengatakan penjas diselenggarakan semata-mata agar anak-anak bergembira
dan bersenang-senang.
Jadi pendidikan jasmani diartikan sebagai proses pendidikan melalui aktivitas jasmani atau
olahraga. Inti pengertiaanya adalah mendidik anak. Yang membedakannya dengan mata pelajaran
lain adalah alat yang digunakan adalah gerak insani, manusia yang bergerak secara sadar oleh
gurunya dan diberikan dalam situasi yang tepat, agar dapat merangsang pertumbuhan dan
perkembangan anak didik.
Tujuan pendidikan jasmani yaitu memberi kesempatan kepada anak untuk mempelajari berbagai
kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi anak baik dalam aspek fisik,
mental,sosil, emosional dan moral. Singkatnya pendidikan jasmani bertujuan mengembangkan
potensi setiap anak setingi-tingginya yaitu meliputi ranah kognitif, Psikomotor, dan afaktef. Jadi
tidak salah jika para ahli percaya bahwa pendidikan jasmani merupakan wahana yang paling tepat
untuk “membentuk manusia seutuhnya” karena pada dasarnya hasil riset telah menunjukan adanya
hasil psikologis yang positif dan keuntungan sosial dari keterlibatan anak muda dalam aktifitas
jasmani. Bukti terkuat adalah dalam lingkup self - esteem, dan self concept dikalangan adolens.
Selain itu juga ada bukti mengenai hubungan positif anatara aktifitas jasmani dan kemampuan
kognitif
Temuan juga menunjukan hubungan negative antara aktifitas jasmani dan sejumlah simtom psiko-
somatik yang berarti menunjukan bahwa anak-anak muda yang lebih aktif dalam olahraga dan
aktivitas jasmani memiliki kemampuan yang lebih tinggi mengatasi stress. Temuan juga serupa
untuk gejala kenakalan dan penyimpangan perilaku remaja.
PEMBAHASAN
“PENJAS DAPAT BERDAMPINGAN/ SEJALAN DENGAN OLAHRAGA”
A. Pendidikan Jasmani
Dalam UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada BAB II pasal 3 yang
berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Pendidikan jasmani merupakan usaha pendidikan dengan menggunakan aktivitas otot-otot besar
hingga proses pendidikan yang berlangsung tidak terhambat oleh gangguan kesehatan dan
pertumbuhan badan. Sebagai bagian integral dari proses pendidikan keseluruhan, pendidikan
jasmani merupakan usaha yang bertujuan untuk mengembangkan kawasan organic, neuromuskuler,
intelektual dan social .
Pendidikan jasmani pada hakekatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik
dan kesehatan untuk untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam
bentuk fisik, mental, serta emosional.
Bila ditinjau per difinisi pendidikan jasmani diartikan dengan berbagai ungkapan dan kalimat.
Namun esensinya sama, yang disimpulkan bermakna jelas, bahwa pendidikan jasmani
memanfaatkan alat fisik untuk mengembangkan keutuhan manusia. berkaitan dengan hal ini,
diartikan melalui fisik, aspek mental dan emosional turut berkembang, bahkan dengan
penekanannya yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya pendidikan moral
penekanannya benar-benar pada perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut berkembang
baik langsung maupun tidak langsung.
Maka dari beberapa kutipan di atas Sumbangan penjas pun bukan hanya bersifat fisik semata,
melainkan menambah pada peningkatan kemampuan olah pikir, seperti kemampuan membuat
keputusan dan olah rasa seperti kemampuan memahami perasaan orang lain (empati)
Kemudian ditinjau dari Tujuan penjas itu sebenarnya memberi kesempatan kepada anak untuk
berbagai kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi anak baik dalam aspek fisik,
mental, sosial, emosional dan moral Singkatnya penjas bertujuan untuk mengembangkan potensi
setiap anak setinggi-tingginya.
Diringkaskan dalam termologi yang popular maka tujuan pembelajaran pendidikan harus mencakup
tujuan dalam domain psikomotor, kognitif dan tidak kala pentingnya domain afektif.
Domain Psikomotor
Pengembangan domain psikomotor secara umum dapat diarahkan pada tujuan utama, yang pertama
yang mencakup aspek kebugaran jasmani, dan yang kedua mencapai perkembangan aspek
perseptua motorik. Ini menegaskan bahwa pendidikan jasmani harus melibatkan aktivitas fisik yang
mampu merangsang kemampuan kebugaran jasmani serta sekaligus bersifat pembentukan
penguasaan gerak ketrampilan itu sendiri.
Domain kognitif
Domain kognitif mencakup pengetahuan tentang fakta, konsep, yang lebih penting lagi adalah
penalaran dan kemampuan memecahkan masalah. Aspek kognitif dalam pendidikan jasmani, tidak
saja menyangkut penguasaan pengetahuan faktual semata-mata tetapi meliputi pemahaman
terhadap gejala gerak dan prinsipnya, termasuk yang berkaitan dengan, landasan ilmiah pendidikan
jasmani dan olahraga serta pengisian waktu luang.
Domain afektif
Domain afektif mencakup sifat- sifat psikologis yang menjadi unsure kepribadian yang kukuh. Tidak
hanya tentang sikap sebagai kesiapan berbuat yang perlu dikembangkan tetapi yang lebih penting
adalah konsep diri dan komponen kepribadian lainnya, seperti intelegensi emosional dan watak.
Konsep diri menyangkut presepsi diri atau penilain seseorang tentang kelebihannya. Konsep diri
merupakan fondasi kepribadian anak dan sangat diyakini ada kaitannya dengan pertumbuhan dan
perkembangan mereka setelah dewasa kelak.
Jadi inplikasi penting dari pendidikan jasmani adalah untuk mengatasi kepentingan social seperti :
pengakuan dan menerima peraturan dan norma-norma bersama, belajar bersama,menerima
pimpinan. Mengembangkan perasaan kemasyarakatan dan pengakuan terhadap orang lain sebagai
pribadi. Belajar bertanggung jawab terhadap yang lain, member pertolongan,perlindungan dan
berkorban. Dan belajar mengenal dan mengalami bentuk-bentuk pelepasan lelah secaraaktif untuk
pengisian waktu senggang .
B. Olahraga
Dalam UU RI No.3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional pada BAB II, Pasal 4 yang
berbunyi:
“Keolahragaan nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran,
prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin,
mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta
mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa.”
Sementara itu dalam Declaration on sport yang dikeluarkan UNESCO, dikemukana batasan yang di
susun oleh Majelis Internasional Olahraga dan Pendidikan Jasmani (International Council of Sport
and Physical Education, ICSPE) sebagai berikut : Setiap aktifitas fisik berupa permainan dan
dilakukan dalam bentuk pertandingan, baik melawan unsure-unsur alam, orang lain maupun diri
sendiri disebut olahraga.” Selanjutnya dalam deklarasi tersebut dikemukakan tentang sportivitas
atau Fair Play, dimana bersikap memandang lawan sebagai kawan bermain. Sportivitas berfungsi
memurnikan olahraga dan menjadikan olahraga menjadi alat yang ampuh bagi pendidikan.
C. Kesimpulan:
Dari beberapa hal di atas saya berpendapat bahwa Pendidikan Jasmani dapat berdampingan/
sejajar dengan Olahraga, dimana saya memandang dari beberapa aspek seperti halnya ; Pendidikan
jasmani yang benar dan olahraga yang benar akan memberikan sumbangan yang sangat berarti
terhadap pendidikan anak secara keseluruhan . Hal nyata yang diperoleh dalam pendidikan jasmani
dan olahraga adalah perkembangan yang lengkap, meliputi aspek fisik, mental, emosi, sosial dan
moral. Saya percaya bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan wahana yang paling tepat
untuk “ membentuk manusia seutuhnya”
Kinerja Organ Tubuh Sepanjang
Hari
Kinerja Organ Tubuh Sepanjang Hari
Tubuh memiliki jam biologis yang mengatur berbagai fungsi organ sepanjang hari agar bekerja sesuai
ritme yang telah ditentukan. Mulai dari jantung, usus hingga sistem hormonal mengalami perubahan
sejak pagi hari hingga tengah malam.
Berikut ini beberapa perubahan ritme tubuh yang terjadi sepanjang hari, seperti dikutip dari
Slimseeker, Senin (18/4/2011).