Anda di halaman 1dari 7

PENEGAKAN HUKUM YANG BERKEADILAN (STUDI KASUS HUKUM PRITA MULYASARI)

latar Belakang

Makna keadilan seringkali ditafsirkan berbeda-beda dan bersifat abstrak karena adil bagi salah
satu pihak belum tentu adil bagi pihak lainnya. Keadilan itu pun mempunyai banyak dimensi,
dalam berbagai bidang, misalnya ekonomi, maupun hukum. Dewasa ini, berbicara mengenai
keadilan merupakan hal yang senantiasa dijadikan topik utama dalam setiap penyelesaian
masalah yang berhubungan dengan penegakan hukum. Banyak kasus hukum yang tidak
terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran hukum dan keadilan dan keadilan
dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak menemukan keadaan yang
sebenarnya. Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi panglima dalam
menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh sekelompok orang yang mampu membelinya
atau orang yang membelinya atau orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.

Pelaksanaan penegakan hukum terjadi apabila terjadi pelanggaran terhadap hukum tersebut.
Melalui sikap penegakan, hukum dapat diimplementasikan. Dalam menegakkan hukum ada tiga
unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu : kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan
(zweckmassigkeit) dan keadilan (gerechtigkeit). Penegakan hukum harus berdasarkan atas
pristiwa yang terjadi secara konkrit sehingga penegakan hukum dapat diterapkan. Pada dasarnya
penegakkan hukum harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan tidak boleh 
menyimpang “fiat justitia et pereat mundus” yang artinya meskipun dunia ini runtuh hukum
harus ditegakkan. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan
sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang
diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena
dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib dan stabilitas keamanan dapat
dikendalikan dengan baik karena hukum bertujuan untuk menjaga ketertiban masyarakat.

Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum.


Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi
manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan
atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat. Unsur yang ke tiga adalah keadilan.
Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum keadilan
diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus bersifat adil sedangkan hukum
bersifat umum, mengikat setiap orang, dan bersifat menyamaratakan. setiap orang yang
melanggar hukum harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang melanggar hukum
tersebut Sebaliknya keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyama-ratakan, adil
bagi kelompok tertentu belum tentu dirasakan adil kelompok lainnya.

Jika dalam penegakkan hukum hanya diperhatikan kepastian hukum saja. maka unsur-unsur
lainnya akan dikorbankan. Demikian pula jika yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan, maka
kepastian hukum dan keadilan dikorbankan dan begitu selanjutnya. Dalam penegakkan hukum
ketiga unsur tersebut harus berimbang dan sesuai dengan proporsinya masing-masing. Tanpa
kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan.
Tetapi terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum
akibatnya akan bersifat kaku dan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya
adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam
apabila dilaksanakan secara ketat “lex dura, sed tamen scripta” yang artinya bahwa undang-
undang itu kejam, tetapi memang demikianlah keadaannya. Dalam kenyataannya mengusahakan
agar ketiga unsur tersebut dapat berjalan berimbang secara proporsionaltidaklah mudah. Menurut
tatanan Undang- u ndang Dasar 1945, untuk menjamin penegakan hukum yang berkeadilan,
terdapat berbagai sendi konstitusional, yaitu :

1). Sendi negara berdasarkan konstitusi (sistem konstitusional) dan negara berdasarkan atas
hukum (de rechtsstaat).

2).   Sendi kerakyatan atau demokrasi

3).   Sendi kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

4).   Sendi penyelenggaraan pemerintahan menurut asas-asas penyelenggaraan pemerintah yang


baik

Keberadaan lembaga peradilan sebagai salah satu pendistribusi keadilan tidak dapat dilepaskan
dari penerimaan dan penggunaan hukum moderen di Indonesia. Hukum moderen di Indonesia
diterima dan dijalankan sebagai suatu institusi baru yang didatangkan atau dipaksakan (imposed)
dari luar. Padahal secara jujur, dilihat dari optik sosio kultural, hukum moderen yang kita pakai
tetap merupakan semacam benda asing dalam tubuh kita. Oleh sebab itu, untuk menanggulangi
kesulitan yang dialami bangsa Indonesia disebabkan menggunakan hukum moderen, adalah
menjadikan hukum moderen sebagai kaidah positif menjadi kaidah cultural. Persoalannya,
karena sistem hukum moderen yang liberal itu tidak dirancang untuk memikirkan dan
memberikan keadilan yang luas kepada masyarakat, melainkan untuk melindungi kemerdekaan
individu. Di samping itu juga, akibat sistem hukum liberal tidak dirancang untuk memberikan
keadilan substantif, maka seorang dengan kelebihan materil akan memperoleh keadilan yang
lebih dari pada yang tidak.

Apabila kita terus menerus berpegang kepada doktrin liberal, maka kita akan tetap berputar-putar
dalam pusaran kesulitan untuk mendatangkan atau menciptakan keadilan dalam masyarakat.
Dalam rangka melepaskan diri dari doktrin liberal itulah, maka gagasan orang-orang atau pihak-
pihak untuk mencari dan menemukan keadilan melalui forum alternatif di luar lembaga
pengadilan moderen sesungguhnya merupakan upaya penolakan terhadap cara berpikir hukum
yang tertutup. Hal itu disebabkan para pencari keadilan masih sangat merasakan, betapa pun
tidak sekuat seperti pada abad ke-sembilan belas, filsafat liberal dalam hukum dewasa ini masih
sangat besar memberi saham terhadap kesulitan menegakkan keadilan substansial (substantial
justice). Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Pengadilan di sini bukan diartikan
semata-mata sebagai badan untuk mengadili, melainkan sebagai pengertian yang abstrak, yaitu
hal memberikan keadilan. Hal memberikan keadilan berarti yang bertalian dengan tugas badan
pengadilan atau hakim dalam memberi keadilan, yaitu memberikan kepada yang bersangkutan.
Konkritnya kepada yang mohon keadilan apa yang menjadi haknya atau apa hukumnya.
Eksistensi pengadilan sebagai lembaga yang berfungsi menyelenggarakan proses peradilan
dalam menerima, memeriksa, dan mengadili sengketa masyarakat, tugas-tuganya diwakili oleh
hakim. Oleh karena itu, kepercayaan masyarakat terhadap hukum serta institusi peradilan di
negara ini ditentukan oleh kredibilitas dan profesionalitas hakim dalam menjalankan tugasnya
menyelesaikan sengketa serta menegakkan keadilan.

Jadi, para hakim dituntut untuk secara totalitas melibatkan dirinya pada saat membuat putusan,
bukan hanya mengandalkan kemahirannya mengenai perundang-undangan. Menurut Roeslan
Saleh, seorang hakim diharapkan senantiasa menempatkan dirinya dalam hukum, sehingga
hukum baginya merupakan hakekat dari hidupnya. Hakim tidak boleh menganggap hukum
sebagai suatu rangkaian dari larangan dan perintah yang akan mengurangi kemerdekaannya,
melainkan sebaliknya hukum harus menjadi sesuatu yang mengisi kemerdekaannya. Oleh karena
hukum itu bukan semata-mata peraturan atau undang-undang, tetapi lebih dari pada itu adalah
suatu perilaku. Undang-undang memang penting dalam negara hukum, akan tetapi bukan
segalanya dan proses memberi keadilan kepada masyarakat tidak begitu saja berakhir melalui
kelahiran pasal-pasal undang-undang. Jika kita amati potret penegakan hukum di Indonesia saat
ini belumlah berjalan dengan baik, bahkan bisa dikatakan buruk. Lemahnya penegakan hukum di
Indonesia saat ini dapat tercermin dari berbagai penyelesaian kasus besar yang belum tuntas
salah satunya praktek korupsi yang menggurita, namun ironisnya para pelakunya sangat sedikit
yang terjerat oleh hukum. Kenyataan tersebut justru berbanding terbalik dengan beberapa kasus
yang melibatkan rakyat kecil, dalam hal ini aparat penegakkan hukum cepat tanggap, karena
sebagaimana kita ketahui yang terlibat kasus korupsi merupakan kalangan berdasi alias para
pejabat dan orang-orang berduit yang memiliki kekuatan (power) untuk menginterfensi
efektifitas dari penegakan hukum itu sendiri.

Salah satu peristiwa yang cukup menyita perhatian masyarakat baik dari golongan ekonomi
menengah kebawah hingga ekonomi menengah keatas yaitu kasus yang membelit seorang ibu
yang bernama Prita Mulyasari, peristiwa yang terjadi pada 3 juni 2009 hingga akhir desember
2009 lalu mengenai keluhan prita sebagai pasien pada Rumah Sakit Omni Internasional melalui
surat elektronik (email) kepada sahabatnya pada bulan agustus 2008 ini ternyata mendapat
tuntutan baik perdata maupun pidana dari pihak Rumah Sakit Omni Internasional internasional
kepengadilan negeri tangerang banten. Rumah Sakit Omni Internasional menjadi terkenal di
Indonesia utamanya terkait dengan kasus pencemaran nama baik yang dituduhkan oleh pihak
rumah sakit kepada salah seorang mantan pasiennya Prita Mulyasari, karena menulis keluhan
atas pelayanan rumah sakit yang tidak memuaskan melalui media publikasi internet. Peristiwa ini
akan berdampak pada kepercayaan masyarakat sebagai pasien terhadap rumah sakit.
Kepercayaan yang sebelumnya positif terhadap rumah sakit dengan pemberitaan seperti ini pasti
akan mempengaruhi nilai kepercayaan mereka bukan hanya terhadap Rumah Sakit Omni
Internasional tetapi juga terhadap rumah sakit yang jauh dibawa standar rumah sakit bertaraf
internasional. Masyarakat yang menyakini bahwa Rumah Sakit Omni Internasional yang bertaraf
internasional saja bisa terjadi malpraktik seperti yang dialami Prita Mulyasari apalagi rumah
sakit yang terbilang dibawah standar rumah sakit umum besar yang lainnya.

Contoh 10 kasus hukum Indonesia:

1. Kasus Nenek Minah

Pada 19 November 2009, nenek Minah (55) dihukum oleh PN Purwokerto selama 1 bulan 15
hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan. Dia dinyatakan bersalah karena memetik 3 buah
kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), Ajibarang, Banyumas. Selama
persidangan dengan agenda putusan berlangsung penuh keharuan. Bahkan ketua majelis hakim,
Muslih Bambang Luqmono SH, terlihat menangis saat membacakan vonis.

2. Kasus Susu Formula Berbakteri

Kasus bermula pada 15 Februari 2008 IPB memuat di website mereka tentang adanya susu yang
tercemar bakteri itu Enterobacter Sakazakii. Namun, pemerintah tidak membuka nama-nama
merek susu tersebut.

Lantas, salah seorang masyarakat, David Tobing, menggugat pemerintah atas sikap diam
tersebut. Pada 26 April 2010, Mahkamah Agung (MA) memerintahkan Menkes cs
mengumumkan ke publik nama-nama merek susu formula berbakteri tersebut. Bukannya
mematuhi perintah MA, Menkes cs selalu berkelit. Meski kasus ini juga telah masuk ke
parleman, hingga saat ini Menkes cs tetap bungkam.

3. Kasus Mantri Desa Misran

Mantra desa, Misran, dipidana penjara 3 bulan oleh PN Tenggarong tahun 2009. Dia dihukum
karena menolong orang tetapi dianggap salah karena bukan dokter. Putusan ini lalu dikuatkan
oleh PT Samarinda, beberapa waktu setelah itu.

Akibat putusan pengadilan ini, 8 mantri memohon keadilan ke MK karena merasa


dikriminalisasikan oleh UU Kesehatan. Lantas, MK mengabulkan permohonan Misran pada 27
Juni 2011. Akibat dikabulkannya permohonan ini, maka mantri desa di seluruh Indonesia boleh
melayani masyarakat layaknya dokter atau apoteker dalam kondisi darurat.

MK menilai pasal 108 ayat (1) UU No 36\/2009 bertentamgan dengan UUD 1945. Pasal yang
tidak mempunyai kekuatan hukum yaitu sepanjang frase ” … harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai peraturan perundangan,”.

4. Kasus Hendarman Supandji

Hukum Tata Negara seakan mendapat gempa hebat ketika MK permohonan judicial review UU
Kejaksaan No 16\/2004 yang diajukan mantan Menteri Hukum dan HAM Yuzril Ihza Mahendra
pada 22 September 2009 lalu. Sebab, baru kali ini seorang Jaksa Agung, sepanjang sejarah
ketatanegaraan Indonesia, bisa terjungkal lewat kepiawaian seorang warga negara, Yusril.

Lewat berbagai argumennya, Yusril bisa meyakinkan MK bahwa pengangkatan Hendarman


illegal karena belum dilantik untuk masa periode kedua. MK memutuskan bahwa masa bhakti
Jaksa Agung berakhir seiring habisnya masa jabatan Presiden.

5. Kasus Prita Mulyasari

Drama hukum Prita menjadi magnet semua pihak. Bahkan, seluruh calon presiden 2009 harus
menyambangi Prita guna pencitraan kampanye. Pada 29 Desember 2009 silam, Majelis hakim
PN Tangerang memutus bebas Prita Mulyasari dari tuntutan jaksa 6 bulan penjara. Alasan utama
membebaskan Prita karena unsur dakwaan pencemaran nama baik tidak terbukti.

Namun, MA membalikan semuanya. MA mengabulkan kasasi jaksa dan menyatakan Prita


Mulyasari bersalah dalam kasus pencemaran nama baik RS Omni Alam Sutera, Tangerang. Prita
divonis 6 bulan, tapi dengan masa percobaan selama 1 tahun. Kasus ini lalu dimintakan upaya
hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK).

6. Kasus Reklamasi Pantai Jakarta

MA mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup


(KLH). Dalam putusan kasasi tersebut, Kepmen No 14\/200, KLH menilai reklamasi dan
revitalisasi Pantai Utara (Pantura) tidak sah secara hukum. Artinya, seluruh aktivitas reklamasi
pantai utara Jakarta illegal.

Mendapati putusan kasasi MA inim Pemprov DKI Jakarta bersama 6 perusahaan swasta yang
melakukan reklamasi di Teluk Jakarta yaitu PT BME, PT THI, PT MKY, PT PJA, PT JP dan PT
Pel II mengajukan perlawanan dengan mengajukan upaya hukum luar biasa PK. Anehnya, MA
mengabulkan permohonan PK tersebut, bertolak belakang dengan putusan MA dalam kasasi.

7. Kasus Kriminalisasi Pemulung

PN Jakpus pada 3 Mei 2010 memvonis bebas Chairul Saleh seorang pemulung yang dituduh
memiliki ganja seberat 1,6 gram. Pria 38 tahun ini dipaksa mengakui memiliki ganja oleh
sejumlah oknum polisi ini.

Orang nomor 1 di tubuh Polri waktu itu, Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri pun turun
tangan untuk menindaklanjuti kasus dugaan rekayasa ini. Dia langsung menelpon Kapolda Metro
Jaya Irjen Wahyono untuk meminta kepastian adanya rekayasa tersebut.

Dalam sidang disiplin Propam Polres Jakpus menjatuhkan hukuman kepada 4 polisi yang terlibat
dalam rekayasa kasus kepemilikan ganja terhadap pemulung Chairul Saleh ini. Kanit Narkoba
Polsek Kemayoran Aiptu Suyanto didemosi sedangkan penyidik Brigadir Rusli ditunda kenaikan
pangkatnya selama 1 tahun.

Kemudian Aiptu Ahmad Riyanto ditunda kenaikan pangkat selama satu tahun, serta dimutasi
secara demosi. Dan untuk Brigadir Dicky ditempatkan ke tempat khusus selama 7 hari.

8. Kasus iPad

Dua terdakwa kasus penjualan iPad Randy Lester Samusamu dan Dian Yudha Negara, divonis
bebas PN Jakpus, 25 Oktober lalu. Keduanya didakwa jaksa menjual iPad tidak berbuku manual
bahasa Indonesia dan tidak bersertifikat. Namun dakwaan jaksa ini ditolak majelis hakim.
Namun, jaksa ngotot dan mengajukan kasasi ke MA.
Kasus serupa masih bergulir di PN Jaksel dengan terdakwa Charlie Sianipar.

9. Kasus Citizen Lawsuit

Gugatan warga negara (citizen lawsuit\/CLS) melawan pemerintah menjadi alternative politik
ketika seluruh instrument tersumbat. Dengan CLS ini, maka warga negara dapat mengadu ke
hakim untuk memerintahkan negara berbuat sesuatu

Seperti yang dibuat PN Jakpus dengan menghukum para tergugat untuk segera membuat UU
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hakim menilai para tergugat,yaitu Presiden RI,
Ketua DPR, Wapres RI, Menko Kesra, Menko Perekonomian, Menkeu, Menkum HAM,
Menkes, Mensos, Menakertrans dan Menhan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena
lalai tidak membuat UU BPJS.

Sebelumnya, untuk pertama kali, putusan fenomenal gugatan CLS di buat PN Jakpus pada 2003
pada kasus penelantaran TKI Malaysia di Nunukan. Namun terobosan hukum ini sempat vakum
beberapa lama hingga muncul putusan CLS dalam kasus Ujian Nasional (UN) 2009 yang
dimenangkan warga.

10. Kasus Kendaraan Parkir Hilang

Kini, masyarakat tidak perlu takut kehilangan kendarannya diparkiran. Kalau hilang, gugat
pengelola parkir ke pengadilan. Sebab, salah satu hakim agung Andi Samsan Nganro
memenangkan perkara mobil hilang di tempat parkir, saat dia menjadi hakim di PN Jakpus.

"Klausul-klausul baku dalam karcis parkir adalah perjanjian yang berat sebelah alias sepihak.
Perjanjian semacam itu adalah batal demi hukum" kata Andi dalam amar putusannya.

1.2       Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai
berikut.

1).   Apa yang di maksud dengan penegakkan hukum yang berkeadilan dan bagaimana
keterkaitannya dengan pancasila ?

2).   Bagaimanakah kasus Prita Mulyasari jika dikaitkan dengan penegakkan hukum yang
berkeadilan ?

1.3       Tujuan


Tujuan pembuatan paper yang berjudul penegakkan hukum yang berkeadilan studi kasus hukum
Prita Mulyasari ini adalah sebagai berikut :

1).   Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan penegakkan hukum yang berkeadilan dan
bagaimana keterkaitannya dengan pancasila.

2).   Untuk mengetahui bagaimanakah kasus Prita Mulyasari jika dikaitkan dengan penegakkan
hukum yang berkeadilan.

Anda mungkin juga menyukai