Anda di halaman 1dari 10

ATIKAN:

Jurnal Kajian Pendidikan, 3(2) Desember 2013

MARYAENI

Pendidikan Karakter dan Multikultural:


Pilar-pilar Pendidikan dan Kebangsaan
di Indonesia

IKHTISAR: Pendidikan karakter akan berhasil seiring dengan pendidikan multikultural, yang di dalamnya
terkandung nilai-nilai universal. Pendidikan karakter, melalui proses pendidikan multikultural, akan
menghasilkan manusia yang bermutu, berakhlak mulia, dan berkepribadian, yang tidak hanya mengandalkan
kecerdasan intelektual tetapi juga kecerdasan sosial, emosi, dan religiusitas. Pendidikan karakter dan
multikultural, dengan demikian, merupakan dua hal yang penting bagi bangsa Indonesia. Pendidikan karakter
akan bermuara pada kepribadian yang khas, sementara pendidikan multikultural merupakan pendekatan
yang progresif dalam rangka transformasi pendidikan untuk merespons kritik dan kebijakan serta praktek
pendidikan secara umum. Bisa dikatakan bahwa hasil pendidikan multikultural adalah terbentuknya karakter
yang diharapkan oleh empat pilar pendidikan dari UNESCO (United Nations for Educational, Scientific, and
Cultural Organization); dan implementasinya di Indonesia dapat diwujudkan untuk mengamalkan Pancasila,
mencapai cita-cita dalam UUD (Undang-Undang Dasar) 1945, menjaga keutuhan NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia), dan mempererat kebersamaan dan kekompakan masyarakat Indonesia seperti
diinginkan oleh semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika atau berbeda-beda namun tetap satu juga.
KATA KUNCI: Pendidikan karakter, pendidikan multikultural, kesatuan dalam keragaman, serta empat pilar
pendidikan dan kebangsaan di Indonesia.

ABSTRACT: This paper entitled “Character and Multicultural Educations: The pillars of Education and
Nationalism in Indonesia”. Character education will be managed in line with multicultural education, in which
it is containing the universal values . Character education, through the process of multicultural education,
will produce quality human, noble, and personality, which is not only accentuated to intellectual but also
rely on social intelligence, emotional, and religiosity. Character education and multicultural, however, are
two things that are important to the nation of Indonesia. Character education will lead to the distinctive
personality, while multicultural education is a progressive approach to the transformation of education in
order to respond to criticism and education policies and practices in general. It can be said that the result of
multicultural education is the formation of character education as expected by the four pillars of UNESCO
(United Nations for Educational, Scientific, and Cultural Organization); and its implementation in Indonesia can
be realized for implementing the Pancasila, achieving the ideals based on the Constitution 1945, maintaining
the integrity of the Unitary State ofthe Republic of Indonesia, and strengthen the unity and cohesiveness
of Indonesian society as desired by the state motto, Unity in Diversity, or it is different but still one too.
KEY WORD: Character education, multicultural education, unity in diversity, and four pillars of education and
nationalism in Indonesia.

PENDAHULUAN tesebut tidak mengenal dan memahami


Jika kita ingin maju dan berkembang sejarahnya? Dari zaman kerjaaan yang ada di
janganlah menengok masa lalu. Biarkan yang Nusantara sampai dengan era Reformasi kini,
lalu berlalu begitu saja. Benarkah demikian? adakah yang tidak dikorbankan? Ternyata
Kenangan, peristiwa atau kejadian, dan sejarah telah banyak anggota dari berbagai lapisan
ternyata tidak bisa begitu saja dilupakan. masyarakat yang menjadi korban.
Bagaimana suatu bangsa akan menghargai Pertama, perbedaan perlakuan antara
jasa-jasa para pahlawannya, jika bangsa “darah biru” (golongan elite) dan rakyat

Prof. Dr. Maryaeni adalah Guru Besar di Jurusan Sastera Indonesia, Fakultas Sastera UM (Universitas Negeri Malang), Jalan Semarang
No.5 Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia. Untuk kepentingan akademik, penulis dapat dihubungi dengan alamat emel: maryaenium@
gmail.com

129
MARYAENI,
Pendidikan Karakter dan Multikultural

jelata (golongan alit). Kedua, perbedaan negara tercinta ini. Statemen terakhir ini tidak
penyikapan warga terdidik dan tidak terdidik. termasuk golongan yang disebut oleh Chairil
Ketiga, pemilahan warga negara laki-laki dan Anwar, seperti berikut ini:
perempuan. Keempat, pemerataan dalam
segala bidang yang tidak kunjung usai. Kelima, Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan,
kemenangan, dan harapan.
hukum dan perundangan-undangan yang
Atau tidak untuk apa-apa?
tidak konsisten. Dan keenam, keberpihakan Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata.
penguasa terhadap kaum elite atau elite politik. Kaulah sekarang yang berkata (Anwar, 2000).
Semua berangkat dari titik nol, yang
awalnya tidak bertujuan pasti karena hanya Kita, warga negara dan masyarakat
meneruskan film-film lama yang selalu diputar Indonesia, memahami pesan yang disampaikan
pada saat-saat yang tepat. Masih ingatkah kita oleh Chairil Anwar tersebut. Namun, secara
pada salah satu larik sajak Chairil Anwar berikut praktis, tindakan dan perilaku sebagian
ini? warga negara Indonesia abai terhadap
pesan yang teramat dalam itu. Betapa tidak,
Kami sudah coba apa yang kami bisa. “Kaulah sekarang berkata” mengandung arti
Tapi kerja belum selesai,
belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
bahwa kita, warga negara Indonesia, yang
(Anwar, 2000). diminta untuk mengisi kemerdekaan, bukan
menciptakan kerusuhan dan mengkorup
Bagaimana bangsa ini memberi makna atas uang negara demi kepentingan pribadi dan
pengorbanan para pahlawan, pejuang, dan golongan.
pemimpin bangsa, terlepas dari kesalahan dan Persoalan demi persoalan, fenomena satu
dosa mereka? Atau kita lupakan saja mereka ke fenomena yang lain, kiranya perlu dicermati
demi tidak untuk apa-apa? Setiap era dari sebagai permasalahan yang menjadi tanggung
sebuah kepemimpinan atau pemerintahan jawab bersama, sebagai warga negara
tidak ada yang bersih dan tidak ada yang bebas Indonesia yang baik. Terlebih jika persoalan
dari pengorbanan. Siapakah yang dikorbankan? dan fenomena tersebut sangat erat kaitannya
Berbagai peristiwa anarkis telah membekas dengan produk pendidikan kita selama ini.
pada nurani anak bangsa ini. Kekerasan antar Pendidikan tidak pernah salah dari berbagai
kelompok yang merebak beberapa dasawarsa aspeknya. Proses pendidikan diharapkan bisa
terakhir ini, kecurigaan dan prasangka menghasilkan manusia yang sesuai dengan jiwa
yang menyebabkan ketidakpercayaan dan Pancasila dan semangat UUD (Undang-Undang
perpecahan antar kelompok, dan pandangan Dasar) 1945, saling berbagi, menghormati,
diskriminasi dari golongan tertentu yang dan gotong-royong sesuai dengan jiwa NKRI
menyebabkan rendahnya rasa kesatuan dan (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan
persatuan bangsa. Perselisihan dan tawuran Bhinneka Tunggal Ika (walaupun berbeda-beda
antar geng, antar pelajar, dan antar warga namun satu juga). Tidak salah jika Proklamator
yang seringkali membuat orang tua mengeluh dan Presiden Pertama Indonesia, Ir. Soekarno,
dengan keresahan segunung. berpesan dengan mengatakan, “Perdjuanganku
Persoalan sosial-politik pula bisa menjadi lebih mudah karena mengusir pendjadjah, tapi
contoh dan pajangan yang sangat mudah perdjuanganmu akan lebih sulit karena melawan
ditiru, bahkan dipraktekkan setiap saat. Simak bangsamu sendiri” (dalam Adams, 1966).
saja persoalan korupsi, penyalahgunaan Permasalahan yang tidak mudah dipecahkan
kewenangan, pembelokkan fakta, adalah bagaimana 4 Pilar Kebangsaan, yaitu
pengingkaran tuduhan, penyangkalan yang Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka
unlogic, yang terus-menerus ditayangkan oleh Tunggal Ika itu bisa diwujudkan? Sementara
media massa cetak dan elektronik. itu bangsa Indonesia sendiri dihadapkan pada
Banyak para petinggi di negara Indonesia masalah karakter bangsa yang tidak jelas.
ini yang diseret ke meja hijau karena perilaku Benarkah karakter bangsa ini telah tercerabut
dan tindakan mereka yang melanggar norma dari akarnya? Bagaimana seharusnya model
dan aturan yang berlaku di masyarakat dan di pendidikan karakter di negara tercinta ini?

130
ATIKAN:
Jurnal Kajian Pendidikan, 3(2) Desember 2013

Semua aspek ini sebenarnya sudah mapan di (Putri, 2010). Pendidikan berbasis karakter
bumi pertiwi, hanya saja akhir-akhir ini agak akan menghasilkan karakter khas ke-Timur-an
dipinggirkan, disingkirkan, dan diabaikan oleh sebagai manusia yang sadar bahwa dirinya
bangsa Indonesia sendiri. sebagai makhluk, manusia, serta warga negara
yang berbudaya dan berkarakter.
PENDIDIKAN KARAKTER Terkait dengan pendidikan karakter ini
Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu adalah sejalan dengan empat pilar pendidikan
bangsa, bagaimanapun, mesti diprioritaskan. yang dicanangkan oleh UNESCO (United
Bukankah salah satu indikator negara maju Nations for Educational, Scientific, and Cultural
adalah sistem pendidikan yang baik? Ini Organization), yakni: (1) Learning to know atau
pernah disampaikan oleh Bapak Pendidikan belajar mengetahui, (2) Learning to do atau
Indonesia, Ki Hajar Dewantara, bahwa SDM belajar bekerja, (3) Learning to be atau belajar
(Sumber Daya Manusia) yang berkualitaslah menjadi diri sendiri, dan (4) Learning to live
yang dapat menyongsong dan bertahan hidup together atau belajar hidup bersama (dalam
di masa yang akan datang. Selain itu, kualitas Muhammad, 2013). Pilar ketiga nampaknya
SDM yang handal adalah manusia-manusia berimplikasi pada belajar untuk mandiri dan
yang mampu bersaing secara kompetitif, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk
sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. mewujudkan tujuan bersama. Sedangkan pilar
SDM yang demikianlah yang diharapkan dapat keempat berarti belajar untuk memahami
bepartisipasi dalam percaturan dunia yang selalu dan menghargai orang lain, termasuk sejarah
berubah, berkembang, dan penuh teka-teki . mereka, etnis mereka, nilai-nilai, dan agama
Namun demikian, kehandalan kualitas mereka. Pilar keempat ini ditujukan dan perlu
SDM tidak bisa dipandang dari satu sisi saja. diterapkan, terutama bagi negera-negara yang
Ibarat mata uang, maka kedua sisi haruslah sedang berkembang.
seimbang. Kualitas SDM selayaknya dilihat Satu hal yang perlu juga dicermati
juga dari sisi IQ (Intelligence Quotients atau adalah pilar keempat, yaitu learning to live
kecerdasan intelektual), SQ (Spiritual Quotients together atau belajar hidup bersama. Dengan
atau kecerdasan spiritual), dan EQ (Emotional pertimbangan tertentu, pilar keempat
Quotients atau kecerdasan emosional), bahkan tersebut bisa diterapkan pada semua jenjang
gabungan dari EQ dan SQ yang dikenal sebagai pendidikan, mulai dari SD (Sekolah Dasar)
ESQ (Emotional and Spiritual Quotient). sampai dengan PT (Perguruan Tinggi). Hidup
Hal ini setara dengan pendidikan karakter bersama, berdampingan, sama-sama menjadi
bangsa Indonesia. Karakter adalah cara siswa/mahasiswa, saling membantu, saling
berpikir dan berperilaku yang menjadi menolong, dan bekerja sama adalah nafas yang
ciri khas tiap individu untuk hidup dan perlu dipahami secara praktis, bukan melulu
bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga teoretis. Pembentukan sikap positif dan saling
dan masyarakat maupun bangsa dan negara. menghargai sesama, antar individu, antar etnis,
Individu yang berkarakter baik adalah individu dan antar bangsa perlu terus dipupuk dan
yang bisa membuat keputusan dan siap dikembangkan.
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari Permasalahan yang muncul, berdasarkan
keputusan yang ia buat (Suyanto, 2000). pembentukan sikap dan saling menghargai
Pendidikan karakter adalah pemberian tersebut, adalah bagaimana kita memahami
pandangan mengenai berbagai jenis nilai dan menghargai sesama, terutama dengan
hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, semakin tampak jelasnya campur etnis dalam
kepedulian, tanggung jawab, kebenaran, satu praktek pembelajaran? Hal ini terkait
keindahan, kebaikan, dan keimanan. Dengan dengan pemahaman kita terhadap istilah
demikian, pendidikan berbasis karakter “multikulturalisme”, yang mestinya diterapkan
dapat mengintegrasikan informasi yang secara nyata di lembaga pendidikan manapun
diperolehnya selama dalam pendidikan untuk di Indonesia.
dijadikan pandangan hidup yang berguna Diakui atau tidak, Indonesia (Nusantara)
bagi upaya penanggulangan persoalan hidup merupakan salah satu negara multikultural

131
MARYAENI,
Pendidikan Karakter dan Multikultural

terbesar di dunia. Kondisi sosialnya yang Masyarakat di dalam budaya, biasanya,


beragam, dibarengi dengan kondisi mengintepretasikan makna simbol,
geografis, kultural, bahasa, dan agama artefak, dan perilaku dengan cara-cara
yang beragam pula. Keragaman tersebut yang sama, sebab mereka adalah pemilik
dapat dilihat berdasarkan keragaman etnis kebudayaan tersebut. Dalam hal ini, Derman-
yang ada di Indonesia. Dalam konteks ini, Spark menawarkan definisi culture yang
fenomena ketertinggalan etnis dalam proses komprehensif, sebagai berikut:
pembangunan, yang bermuara pada gejala
kemiskinan struktural, telah melahirkan [...] the values, traditions, social, and political
relationships, and worldwide shared by a group
kekerasan dan perlawanan terhadap
of people bound together by a combination of
pemerintah pusat, yang menjadi salah satu ciri factors that include one or more of the following:
juga dari negara yang bersifat multikultural a common history, geographic location, language,
(Ahmad Wani & Suwirta, 2013). Dimana ada social class, dan religion (dalam Maryaeni, 2013).
kemiskinan di situ ada kekerasan dan semua itu
berakar dari rasa ingin memenuhi kebutuhan Kebudayaan hanya memiliki arti
hidup. “kebudayaan” jika dilihat baik secara makro
Luasnya geografi di Indonesia juga maupun mikro. Pemerintah Indonesia memiliki
berakibat pada sulitnya pengawasan, yang kebjikan tersendiri dalam kaitannya dengan
mestinya dilakukan di setiap titik. Karena itu, pembangunan kebudayaan ini. Dalam kebijakan
tidak heran jika perusakan lingkungan dan PELITA (Pembangunan Lima Tahun) pada masa
hutan menjadi tidak terkendali, yang akhir- Orde Baru (1966-1998), misalnya, ditegaskan
akhir ini sering dibicarakan dengan topik bahwa pembangunan kebudayaan nasional
“illegal loging”. Selain itu, gerakan separatisme diarahkan untuk memberikan wawasan budaya
dan menipisnya rasa kemanusiaan untuk dan makna pada pembangunan nasional dalam
menghargai dan menghormati hak-hak orang segenap dimensi kehidupan bermasyarakat,
lain menjadi permasalan tersendiri di Indonesia. berbangsa, dan bernegara. Pembangunan
Belum lagi masalah KKN (Korupsi, Kolusi, dan kebudayaan nasional ditujukan untuk
Nepotisme) juga merupakan permasalahan meningkatkan harkat dan martabat manusia,
yang tidak terpisahkan dari adanya gejala jatidiri dan kepribadian bangsa, mempertebal
multikulturalisme di Indonesia. rasa harga diri, kebanggaan nasional, serta
Lalu, apa yang harus kita lakukan dengan memperkukuh jiwa persatuan dan kesatuan
mencermati dan menelaah persoalan bangsa sebagai pencerminan pembangunan
keragaman tersebut? Nampaknya, diperlukan yang berbudaya. Dalam pengembangan
suatu strategi yang mampu mewadahi semua kebudayaan bangsa perlu ditumbuhkan
fenomena dan persoalan yang ada. Strategi kemampuan untuk mengembangkan nilai
dimaksud, salah satunya, adalah dengan budaya daerah yang luhur dan beradab, serta
pendidikan multikultural.
menyerap nilai budaya asing yang positif untuk
memperkaya budaya nasional (MPR RI, 1988).
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Lebih lanjut ditegaskan bahwa kebudayaan
Sebelum masuk pada topik pembicaraan
nasional yang mencerminkan nilai luhur bangsa
tersebut, ada baiknya kita bicara sedikit
itu terus dipelihara, dibina, dan dikembangkan
tentang culture. Banyak cara dan
dengan memperkuat penghayatan dan
pandangan untuk mendefinisikan tentang
pengamalan Pancasila, meningkatkan
culture. Esensi culture adalah bagaimana
kelompok masyarakat menginterpretasikan, kualitas kehidupan, memperkuat jatidiri
menggunakan, dan menyadari elemen kultural dan kepribadian bangsa, rasa harga diri dan
yang nyata, misalnya artefak dan alat-alat kebanggaan nasional, memperkukuh jiwa
kebudayaan. Nilai, simbol, interpretasi, dan persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu
perspektif itu sangat berbeda antara satu menjadi penggerak bagi perwujudan cita-cita
orang dengan orang lainnya dalam masyarakat bangsa. Oleh karena itu, hasrat masyarakat
modern (Banks, 2004). untuk berperan aktif dalam proses pembinaan

132
ATIKAN:
Jurnal Kajian Pendidikan, 3(2) Desember 2013

dan pengembangan kebudayaan nasional terus pengetahuan yang dimiliki siswa sesuai dengan
digairahkan (MPR RI, 1988). latar belakangnya, serta dari mana siswa
Dari pernyataan di atas jelas bahwa berasal, apakah dari desa, pinggiran, daerah
kebudayaan, yang mengandung nilai luhur tertinggal, dari kota kecil, sampai dengan kota
itu, harus dipelihara dan dipraktekkan dalam metropolitan.
kehidupan keseharian. Tidak mengherankan Sebagai sebuah pendekatan, atau strategi
jika pada akhirnya bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan, pendidikan
memandang bahwa norma, adat-istiadat, dan multikutural memiliki tujuan yang pasti dan
perilaku luhur dipandang sebagai sesuatu terarah, sehingga secara operasional dapat
yang sangat berguna pada era globalisasi dicapai oleh semua unsur dalam suatu institusi
ini. Artinya, menipisnya perilaku, sikap, serta pendidikan.
solidaritas dan kerja sama di era sekarang ini
sangat dirasakan gejalanya dan perlu ditangani A major goal of multicultural education is
to reform the school and other educational
segera melalui proses pendidikan. Ini pula yang
institutions so that students from diverse racial,
mendasari pentingnya pendidikan multikultural ethnic, and social-class groups will experience
yang acapkali terpinggirkan, kalau tidak boleh educational quality. Another important goal of
dikatakan dianak-tirikan. multicultural education – reveale in this literature
Banyak dan bervariasinya definisi tentang – is to give both male and female students an
equal chance to experience educational success
“kebudayaan”, maka beragam pula pendapat and mobility (Sadker & Sadker, 1982).
tentang “pendidikan multikultural”. Satu
pendapat tentang pendidikan multikultural J.A. Banks (2004) juga menekankan
sengaja dikutip secara lengkap berikut ini, agar bahwa tujuan pendidikan multikultural itu
pemahaman kita tentang hal tersebut lebih akan berhasil jika perubahan-perubahan
jelas dan komprehensif. dirancang dan direncanakan secara matang,
misalnya perubahan kurikulum, bahan ajar,
Multicultural education is a progressive approach
for transforming education that holistically
gaya mengajar dan belajar, sikap, persepsi,
critiques and responds to discriminatory policies perilaku administrasi dan guru, tujuan, norma,
and practices in education. It is grounded dan budaya sekolah. Hal ini menunjukkan
in ideals of social justice, education equity, bahwa sebagai suatu organisasi tampaknya
critical pedagogy, and a dedication to providing
memerlukan sistem yang jelas arahnya.
educational experiences in which all students
reach their full potentials as learners and Jika diniatkan untuk mendirikan lembaga
as socially aware and active beings, locally, yang berlabel “pendidikan multikultural”,
nationally, and globally. Multicultural education maka seluruh unsur dan komponen di dalam
acknowledges that schools are essential to laying pendidikan haruslah dirancang secara matang.
the foundation for the transformation of society
and the elimination of injustice (Gorski, 2010).
Sebagai ilustrasi sederhana dan sering
dicontohkan adalah: jika kita (guru) mengajar
di pedalaman Kalimantan atau Papua, maka
Pendidikan multikultural merupakan
guru harusnya berhati-hati pada saat dia
pendekatan yang progresif dalam rangka
menjelaskan alat transportasi. Guru bisa
transformasi pendidikan untuk merespon
saja menjelaskan berbagai alat transportasi,
kritik kebijakan dan praktek pendidikan secara
misalnya pesawat, kapal, mobil, sepeda motor,
umum. Hal ini berarti bahwa pendidikan
dan lain-lain. Tetapi ketika kita (guru) akan
umum dianggap tidak mampu mewadahi
menyebutkan “kereta api”, maka kita (guru)
semua permasalahan pendidikan. Beberapa
harus berpikir dulu. Bagaimana menjelaskan
pandangan juga sependapat bahwa
tentang “kereta api”, sementara alat
pendekatan multikultural bisa dimanfaatkan
tranportasi jenis ini tidak ada di dekat siswa.
untuk mengantarkan siswa dari keragaman
Jika kita (guru) tidak menyadari hal ini, maka
menuju keseragaman yang berkualitas sama
informasinya akan lewat begitu saja tanpa
(Maryaeni, 2013). Tidak ada perbedaan dan
ada pemahaman dari siswa. Itulah pentingnya
tidak harus dibedakan siapa siswa yang
pemahaman budaya yang mesti dimiliki
mengikuti pelajaran, bagaimana beragamnya
anggota kelas, termasuk pengajarnya.

133
MARYAENI,
Pendidikan Karakter dan Multikultural

Selanjutnya, lima dimensi pendidikan puisi Chairil Anwar dengan judul Kerawang
multikultural, menurut J.A. Banks (2004), Bekasi. Apa yang dilakukan oleh guru ketika
adalah: (1) Content integration, (2) Knowledge mengajarkan kedua jenis puisi itu? Apa tugas
construction, (3) Prejudice reduction, (4) yang akan diberikan kepada siswanya? Jika kita
Equity pedagogy, dan (5) Empowering school (guru) mengajar di pedalaman Kalimantan atau
culture and social structure. Masing-masing Papua, lalu meminta siswa mengkonstruk apa
penjelasannya adalah sebagai berikut: yang sudah dijelaskan guru?
Pertama, Content integration. Ini berkaitan Ketiga, Prejudice reduction. Tugas guru
erat dengan aktivitas guru di kelas ketika dalam hal ini cukup berat, karena guru harus
akan menyampaikan suatu contoh, data, dan berusaha “menipiskan” atau meniadakan
informasi dari keragaman kultur dan kelompok prasangka pada diri masing-masing siswa
untuk menyamakan konsep, prinsip-prinsip, yang beragam itu. Sikap ras, perilaku yang
dan generalisasi terhadap teori dari suatu berasal dari tanah kelahiran, harusnya
mata ajar yang ada. Contoh, tentang kereta dilebur menjadi sikap dan perilaku yang lebih
api di atas merupakan hal sederhana yang demokratis, begitu pula nilai yang dibawa dari
patut mendapat perhatian kita (guru). Contoh etnis asalnya. Semua ini diupayakan untuk
lain, sulit membayangkan kehidupan nelayan, membantu mengembangkan diri siswa sendiri
jika lingkungan kita adalah penambang dan/ dalam rangka mencapai keseimbangan dan
atau petani. Terdapat istilah-istilah khusus keharmonisan dalan kelompok sosial di dalam
yang mungkin perlu dijelaskan panjang-lebar, kelas tersebut. Ini sejalan dengan “learn to
misalnya kata jala. Bagi nelayan, kata ini tidak live together”, seperti yang dicanangkan
sulit karena keseharian selalu berhubungan oleh UNESCO (United Nations for Educational,
dengan jala (jaring ikan), namun sulit bagi siswa Scientific, and Cultural Organization) pada
yang kesehariannya berkutat dengan cangkul awal akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21
dan alat-alat pertanian yang lain. (Muhammad, 2013).
Kedua, Knowledge construction. Keempat, Equity pedagogy. Rasa keadilan
Ketika proses kontruksi pengetahuan perlu diberikan kepada peserta didik yang
diimplementasikan di dalam kelas, guru berasal dari ras, etnis, dan kelas sosial yang
membantu siswa untuk memahami bagaimana berbeda-beda antara satu dengan yang lain.
pengetahuan diciptakan dan bagaimana Keadilan ini merupakan pendekatan, strategi,
pengetahuan itu dipengaruhi oleh ras, etnik, dan metode untuk memfasilitasi pencapaian
dan posisi individu di dalam kelas sosial atau tujuan pembelajaran. Artinya, bahwa keadilan
kelompok. Tidaklah mudah mengantarkan perlu diberikan kepada peserta didik agar
siswa agar memiliki pengetahuan dan terhindar dari rasa tidak percaya diri, rendah
wawasan yang sama, ketika seorang guru diri, dikucilkan dari pergaulan, tidak diajak
harus menjelaskan mata pelajaran tertentu; bermain, dan sebagainya. Tampaknya,
sementara siswa diharapkan untuk mampu pendidikan di tanah air Indonesia sudah
mengkonstruk pengetahuan yang disampaikan menerapkan pendekatan dan metode ini; dan
oleh guru tersebut di dalam kelas. Variasi banyak bukti yang bisa dilihat pada lembaga
materi dan pendekatan mesti dicobakan pendidikan, terutama pendidikan tinggi.
agar tercapai tujuan yang diinginkan dan Berbaurnya peserta didik dari berbagai etnis
menghindarkan dari hal-hal yang bisa memicu di Indonesia merupakan daya tarik tersendiri
kesalahfahaman. dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Dicontohkan satu hasil karya sastera yang Dalam perjalan sejarah, pembedaan atau
nota bene selalu menampilkan karakteristik sikap membedakan antara satu etnis dengan
penulisnya, alam sekitar yang digambarkan etnis yang lain, kelas sosial dalam masyarakat
penulis, tema yang diajukan penulis, dan antara yang satu dengan masyarakat yang
seterusnya. Bagaimana seluruh siswa di lain, agama satu dengan agama yang lain, dan
Indonesia memahami puisi Sutardji Calsum seterusnya akan mampu memicu konflik dan
Bachri, misalnya, dengan judul Tragedi Sihka perpecahan. Karena itu, tawuran antar warga
Winka dan Sepisau. Begitu juga dengan bisa disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya

134
ATIKAN:
Jurnal Kajian Pendidikan, 3(2) Desember 2013

hal-hal kecil yang mampu menyulut tawuran, wawasan tentang sistem pendidikan nasional
perbedaan pandangan, batas wilayah, dan lain- yang punya karakteristik tersendiri, khususnya
lain. milik bangsa Indonesia.
Kelima, Empowering school culture and Apakah kelemahan kita, sebagai bangsa
social structure. Konsep pemberdayaan budaya Indonesia? Kelemahan kita ialah bahwa kita
sekolah dan struktur sosial ini difungsikan kurang percaya diri sebagai bangsa, sehingga
untuk mendeskripsikan proses restrukturisasi kita menjadi bangsa penjiplak produk luar
budaya dan organisasi lembaga, dalam hal negeri; kurang mempercayai satu sama lain,
ini sekolah, agar siswa dari berbagai ras, padahal kita ini asalnya adalah masyarakat
etnik, dan kelas sosial yang berbeda akan yang sama-sama gemar bergotong-royong.
mengalami sendiri pendidikan yang penuh Tidak ada empat pilar yang kita miliki ini sama
damai dan pemberdayaan budaya. Seperti persis dengan pilar-pilar kebangsaan di negara
kita sadari bahwa pendidikan multikultural lain. Karena itu, empat pilar kebangsaan jelas
adalah pendidikan yang unik. Betapa tidak, bersumber dan bermuara pada budaya bangsa
mengelola peserta didik yang berbeda-beda Indonesia yang khas, yang tidak dimiliki oleh
dalam hal sosial-ekonomi, kelas sosial, dan bangsa lain. Jika boleh dirangkum, maka empat
etnik itu memerlukan ketelatenan dan sikap pilar kebangsaan Indonesia tersebut (versi
berbesar hati yang luar biasa dari para guru dan penulis) adalah sebagai berikut:
pendidiknya. Hal ini bukan berarti masalahnya
sangat berat, melainkan karakteristik Meskipun berbeda pada hakikatnya adalah satu
jua. Persatuan dan kesatuan telah terwadahi
pendidikan multikultural memang berbeda
dalam rumah kita, NKRI (Negara Kesatuan
dengan pendidikan pada umumnya. Republik Indonesia). Berangkat dari rumah, kita
Keunikan lain yang dihadapi dalam kejar dan gapai cita-cita dengan berpedoman
pendidikan multikultural adalah prinsip dan pada falsafah negara Pancasila dan UUD (Undang-
standar etika yang menunjukkan pernyataan Undang Dasar) 1945. Kita langkahkan kaki,
satukan rasa, eratkan tali persaudaraan. Perkuat
tentang dibangunnya perilaku oleh nilai-nilai. dan perkokoh harapan. Tataplah dan membaralah
Kode-kode etik didapatkan dari nilai-nilai semangat kebersamaan dalam dada bangsa
normatif. Nilai-nilai normatif pula dibangun Indonesia.
melalui interaksi keseharian dalam komunitas.
Pola-pola interaksi yang mapan disaring dan Persoalan yang muncul di permukaan
disimbolkan dalam bahasa, yang merupakan adalah yang seringkali di luar batas norma dan
refleksi dari sejarah komunitas, religi, dan kebiasaan bangsa Indonesia dan merupakan
budaya. Pandangan multikultural di era cemin bahwa bangsa ini telah melupakan
globalisasi kini mengacu pada pelayanan akar budayanya, khilaf dengan adat-istiadat,
profesional, bahwa nilai-nilai tersebut meresap menyimpang dari rel keamanusiaan, serta
ke seluruh aspek kehidupan praktis dan bahwa perilaku yang tidak sesuai dengan alam dan
dialog merupakan sesuatu yang penting untuk budaya Indonesia. Betapa tidak? Perampokan
meningkatkan pandangan dan pemikiran yang melayangkan nyawa, kekerasan di
terhadap kekuatan moral (Tjeltveit, 2000). setiap titik daerah, curanmor (pencurian
kendaraan bermotor), perkosaan, jual-beli bayi,
EMPAT PILAR KEBANGSAAN DAN penyelundupan obat terlarang dan berbagai
PENTINGNYA PENDIDIKAN jenis makanan yang diolah dengan zat-zat
Empat pilar kebangsaan di Indonesia, yaitu berbahaya, serta isu SARA (Suku, Agama, Ras,
Pancasila, UUD (Undang-Undang Dasar) 1945, dan Antargolongan) merupakan fenomena
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), yang jamak dan lumrah di Indonesia. Apakah
dan Bhinneka Tunggal Ika tidak bisa begitu saja ini simbol kemajuan bangsa? Apakah ini simbol
dikaitkan dengan empat pilar pendidikan yang modernisasi, dengan gaya hidup jet set, pola
dicanangkan oleh UNESCO (United Nations for hidup acak-acakan, pandangan hidup yang
Educational, Scientific, and Cultural Organization). tidak jelas, dan seterusnya?
Jika ada yang mencoba mengaitkannya, maka Di sinilah pentingnya konsep learning
itu sama saja artinya dengan tidak memiliki to live together, yang mencoba dan belajar

135
MARYAENI,
Pendidikan Karakter dan Multikultural

memahami serta menghargai orang lain Biarpun Bumi Bergoncang


dengan asal-usul etnis, nilai-nilai, dan Kau Tetap Indonesiaku
Andaikan Matahari Terbit dari Barat
agamanya. Terjadinya proses learning to live Kaupun Tetap Indonesiaku
together pada model pendidikan multikultural Tak Sebilah Pedang yang Tajam
dan penerapan pilar keempat dari UNESCO Dapat Palingkan Daku darimu
– seperti penanaman sikap kebiasaan hidup Kusingsingkan Lengan
Rawe-rawe Rantas
bersama, saling menghargai, terbuka,
Malang-malang Tuntas
memberi dan menerima – perlu dikembangkan Denganmu ...
dan ditingkatkan, bukan hanya di lembaga
pendidikan, melainkan juga pada semua Indonesia ... Merah Darahku, Putih Tulangku
lapisan masyarakat. Pengkondisian ke arah Bersatu dalam Semangatmu
Indonesia ... Debar Jantungku, Getar Nadiku
yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling Berbaur dalam Angan-anganmu
pengertian antar ras, suku, dan agama mutlak Kebyar-kebyar, Pelangi Jingga
perlu direalisasikan dengan berbagai model Indonesia ... Merah Darahku, Putih Tulangku
dan domain pendidikan yang komprehensif. Bersatu dalam Semangatmu
Indonesia ... Nada Laguku, Symphoni Perteguh
Dengan mengaplikasikan empat pilar
Selaras dengan Symphonimu
kebangsaan dalam konteks pendidikan di Kebyar-kebyar, Pelangi Jingga (dalam http://
Indonesia, serta empat pilar pendidikan dari id.wikipedia.org/wiki/Gombloh, 15/4/2013).
UNESCO, diharapkan agar masyarakat Indonesia
dapat mengembangkan dan meningkatkan Sementara itu empat pilar pendidikan
kualitas kompetensi intelektual dan profesional, dari UNESCO (United Nations for Educational,
serta dimilikinya sikap, kepribadian, dan moral Scientific, and Cultural Organization), anggaplah
seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan merupakan cara atau strategi untuk membekali
UUD 1945. Dengan kompetensi yang dimiliki anak bangsa Indonesia agar menjadi manusia
dan sikap manusia Indonesia yang diidamkan, yang Pancasilais, berkarakter, yang tidak
pada gilirannya mata dunia akan tertuju kepada akan lupa dengan cita-cita luhur para pendiri
masyarakat Indonesia yang bermartabat dan dan pahlawan bangsa. Adalah sarana untuk
pandai bersyukur. Bangsa Indonesia memang memahami bahwa anak bangsa adalah
harus selalu ingat dengan lagu Syukur, seperti penerus cita-cita dan memperjuangkan dan
kutipan syairnya berikut ini: “[...] tanah mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan
air pusaka / Indonesia tercinta / Syukur aku Republik Indonesia); meski anak bangsa
sembahkan / kehadirat-Mu, Tuhan” (dalam TPS, tahu bahwa ada berbedaan, namun tetaplah
2007). satu rasa dan jiwa dalam proses mencapai
Bersyukur kita dengan apa yang kita miliki, kedamaian di muka bumi Nusantara.
yaitu tanah air Indonesia. Dengan selalu Karena itu, tidaklah cukup jika sekedar
menyebut nama-Nya (Tuhan), kita akan selalu learning to know. IQ (Intelligence Quotients
merasakan betapa nikmatnya menjadi manusia atau kecerdasan intelektual) bukan tujuan
Indonesia yang berjiwa Pancasila, berhaluan utama pendidikan anak bangsa, sebab tanpa
UUD 1945, bersatu dalam keaneragaman, dan keterampilan yang memadai, IQ akan “oleng”
berdiam di wilayah NKRI yang damai. Mestinya diterpa ombak badai peradaban. Karena itu,
kita bisa menikmati betapa semangat dari learning to do merupakan kecakapan dan
seorang seniman Gombloh (almarhum) telah keterampilan yang harus dimiliki oleh anak
memberi syair lagu yang sangat berarti, bahkan bangsa Indonesia sebagai bekal hidup dan untuk
bermakna kepada rakyat Indonesia. Mari kita mencapai learning to be, yang bisa berkembang
simak lagi syair lagu Gombloh tersebut dengan sesuai dengan kepribadian bangsa.
judul Kebyar Kebyar, berikut ini: Jika anak bangsa sudah memiliki IQ
seperti yang diharapkan, memiliki kecakapan
Indonesia ... Merah Darahku, Putih Tulangku hidup seperti yang diinginkan, dan bisa
Bersatu dalam Semangatmu
Indonesia ... Debar Jantungku, Getar Nadiku
mengembangkan diri untuk menghadapi
Berbaur dalam Angan-anganmu peradaban, maka aspek terakhir yang perlu
Kebyar-kebyar, Pelangi Jingga disadari oleh anak bangsa Indonesia adalah

136
ATIKAN:
Jurnal Kajian Pendidikan, 3(2) Desember 2013

bahwa dia tidak bisa hidup sendiri, tapi Bibliografi


harus learning to live together. Hidup itu baru
dikatakan “hidup”, jika anak bangsa bisa hidup Adams, Cindy. (1966). Bung Karno, Penjambung Lidah
berdampingan dengan yang lain, sebagai Rakjat Indonesia: Sebuah Otobiografi sebagaimana
teman, saudara, keluarga, masyarakat, dan Ditjeritakan kepada Cindy Adams. Djakarta: Penerbit
Hadji Mas Agung.
warga negara, yang bernaung di bawah satu Ahmad Wani, Hilal & Andi Suwirta. (2013). “Ethnic Conflict
payung (rumah) bernama Tanah Air Indonesia. in Nigeria: A Need for True Federalism” dalam
Berdasarkan itu pula, pendidikan multikultural TAWARIKH: International Journal for Historical Studies,
memegang peranan penting dalam Vol.5(1) October. Bandung, Indonesia: Minda Masagi
Press, ASPENSI, and UVRI Makassar, pp.57-70.
menyukseskan hidup gotong-royong, bahu- Anwar, Chairil. (2000). Kerikil Tajam dan Yang Terampas
membahu, saling membantu, saling percaya, dan Yang Putus. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat,
saling menghormati, saling menghargai, dan pertama terbit tahun 1949.
seterusnya. Banks, J.A. (2004). “Multicultural Education: Historical,
Development, Dimensions, and Practice” in J.A. Banks
[ed]. Handbook of Research on Multicultural Education.
KESIMPULAN San Fransisco: Jossey-Bass.
Pendidikan karakter bangsa akan berhasil Gorski, Paul C. (2010). “The Challenge of Defining
seiring dengan pendidikan multikultural, Multicultural Education”. Tersedia [online] juga di
yang di dalamnya terkadung nilai-nilai http://www.edchange.org/multicultural/initial.html
[diakses di Malang, Jawa Timur: 15 Maret 2012].
Pancasila. Pendidikan karakter, melalui proses http://id.wikipedia.org/wiki/Gombloh [diakses di Malang,
pendidikan multikultural, akan menghasilkan Jawa Timur: 15 April 2012].
manusia Indonesia yang bermutu, berakhlak Maryaeni. (2013). “Pendidikan Multikultural: Keragaman
mulia, dan berkepribadian, yang tidak hanya dalam Keseragaman”. Tersedia [online] juga di
mengandalkan kecerdasan intelektual tetapi http://www.maryaeni.com/pendidikan-multikultural-
keragaman-dalam-keseragaman.html [diakses di
juga kecerdasan sosial, emosi, dan religiusitas. Malang, Jawa Timur: 15 April 2013].
Secara kebetulan, atau dengan tidak MPR RI [Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
disengaja, munculnya empat pilar pendidikan Indonesia]. (1988). GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara)
dari UNESCO (United Nations for Educational, dan Ketetapan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
Tahun 1988. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
Scientific, and Cultural Organization) adalah
Muhammad, Nur. (2013). “Empat Pilar Pendidikan
seiring dengan pentingnya empat pilar Menurut UNESCO dan Lima Pilar Pendidikan di
kebangsaaan di Indonesia. Hal itu bukan Indonesia”. Tersedia [online] juga di http://nurs07.
berarti tidak berhubungan, melainkan bisa blogspot.com/2012/10/empat-pilar-pendidikan-
dicari benang merahnya. Ketika bangsa menurut-unesco.html [diakses di Malang, Jawa Timur:
15 April 2013].
Indonesia menerapkan empat pilar pendidikan Putri, Rizkyana Z. (2010). “Pendidikan Berbasis
dari UNESCO, maka empat pilar kebangsaan Pembangunan Karakter”. Tersedia [online] juga di
juga mendesak untuk disosialisakan kepada http://putrizkyana.blogspot.com [diakses di Malang,
seluruh lapisan masyarakat. Keberhasilan Jawa Timur: 15 Maret 2012].
Sadker & Sadker. (1982). Sex Equity Handbook for Schools.
sosialisasi empat pilar kebangsaan ini akan New York: Longman.
sangat menopang keberhasilan empat Suyanto. (2000). Refleksi dan Reformasi Pendidikan di
pilar pendidikan dari UNESCO. Demikian Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: Penerbit
pula sebaliknya, keberhasilan empat pilar Adicita.
pendidikan dari UNESCO akan sangat Tjeltveit, Alan C. (2000). “Natural Moral Sense as Basis
for Professional Ethics: An Important Proposal but
membantu suksesnya empat pilar kebangsaan Unlikely to Produce Excellence” dalam Journal of
di Indonesia. Psychology and Theology. Canada: Rosemead School
Akhirnya, saya ingin menandaskan sekali of Psychology Publisher.
lagi, dengan menyanyikan salah satu lagu TPS [Tim Puspa Swara]. (2007). Kumpulan Lagu Nasional,
Persembahan untuk Indonesiaku: Plus Akor dan
terkenal di masa perjuangan, “Maju Tak Riwayat Komponis Indonesia. Jakarta: Penerbit Puspa
Gentar”, yang salah satu bunyi syairnya adalah: Edukasi.
“Maju tak gentar membela yang benar / Maju
serentak tentu kita menang” (dikutip dalam
TPS, 2007:93).

137
MARYAENI,
Pendidikan Karakter dan Multikultural

Pendidikan Karakter, Multikultural, dan Bhinneka Tunggal Ika di Indonesia


(Sumber: www.google.com, 8/9/2013)

Meskipun berbeda pada hakikatnya adalah satu jua. Persatuan dan kesatuan telah terwadahi dalam rumah kita, NKRI
(Negara Kesatuan Republik Indonesia). Berangkat dari rumah, kita kejar dan gapai cita-cita dengan berpedoman pada
falsafah negara Pancasila dan UUD (Undang-Undang Dasar) 1945. Kita langkahkan kaki, satukan rasa, eratkan tali
persaudaraan. Perkuat dan perkokoh harapan. Tataplah dan membaralah semangat kebersamaan dalam dada bangsa
Indonesia.

138

Anda mungkin juga menyukai