Anda di halaman 1dari 8

PENGENDALIAN BAHAYA DAN ALAT PELINDUNG DIRI

Disusun oleh:
Restu Pamungkas (03031282126030)

Guru Pembimbing:
Enggal Nurisman, MT.

TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PENDAHULUAN

Keselamatan kerja merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dan


dikondisikan oleh pihak perusahaan. Dengan kondisi keselamatan kerja yang baik pekerja
dapat melaksanakan pekerjaannya dengan aman, nyaman dan selamat. Pekerja yang merasa
aman, nyaman dan selamat saat bekerja di tempat kerja akan mendorong tercapainya hasil
kerja yang lebih baik dibandingkan dengan pekerja yang merasa tidak aman, nyaman dan
selamat saat bekerja di tempat kerja

Kemajuan pengetahuan dan teknologi yang terjadi di era globalisasi saat ini tidak saja
dialami oleh negara industri tetapi juga oleh negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia. Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO) tahun 2013, 1
pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja
mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya 2012, ILO mencatatat angka kematian
dikarenakan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun
(Depkes, 2014).

Keberhasilan dalam penerapan K3 di suatu perusahaan dapat dilihat dari kasus - kasus
kecelakaan kerja yang terjadi. Kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia menunjukkan angka
- angka yang harus diberikan perhatian serius untuk pekerja Indonesia. Data kecelakaan kerja
di Indonesia atas populasi tenaga kerja 7 - 8 juta menujukan 100.000 peristiwa kecelakaan
kerja dengan hilang hari kerja setiap tahunya. Kerugian rata - rata Rp. 100 - 200 milyar per
tahunnya dan korban meninggal per tahunnya rata - rata antara 1500 - 2000 orang, penelitian
kasus untuk tahun 2000 akibat kecelakaan kerja 70 juta hari kerja atau 500 juta jam kerja
hilang. Peristiwa kecelakaan kerja yang terjadi selain kecelakaan kerja berat terdapat juga
kecelakaan kerja ringan atau hampir kecelakaan (Suma’mur, 2009).
DASAR TEORI

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 2.1.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) Menurut Widodo (2015, p.234), Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah
bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja
di sebuah institusi maupun lokasi proyek. Menurut Rivai dan Sagala (2013, p.792),

Keselamatan dan Kesehatan Kerja menunjuk kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal


dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh
perusahaan. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Bab III pasal 3 tentang
keselamatan kerja disebutkan syarat-syarat keselamatan kerja sebagai berikut:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diripada waktu kebakaran atau kejadian-
kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembapan, debu,
kotoran asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis,
peracunan, infeksi dan penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Rachmawati (2012, p.171), tujuan
manajemen K3 adalah:
1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggitingginya, baik
buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-pekerja bebas.
2. Sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaankecelakaan akibat
kerja, pemeliharaan, dan peningkatan kesehatan, dan gizi tenaga kerja, perawatan dan
mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia, pemberantasan kelelahan
kerja, pelipat ganda kegairahan serta kenikmatan kerja.
PEMBAHASAN

Hazard adalah sesuatu yang mempunyai potensi untuk menimbulkan celaka. Bukan hanya
celaka kepada manusia, juga terhadap lingkungan, asset, dan reputasi perusahaan. Berikut
adalah beberapa metode pengendalian bahaya (hazard):
1. Engineering control, yaitu dengan menambahkan berbagai peralatan dan mesin yang
dapat mengurangi bahaya dari sumbernya. Contohnya adalah penggunaan exhaust dan
system ventilasi untuk meminimalisir bahaya debu atau gas. Akan tetapi pengendalian
dengan system engineering control membutuhkan dana yang besar.
2. Administrative control, yaitu dengan membuat berbagai prosedur kerja termasuk
kebijakan manajemen dalam implementasi K3. Tujuannya adalah agar pekerja bekerja
sesuai dengan instruksi yang sudah ditetapkan sehinggan kecelakaan atau kesalahan kerja
dapat dihindari. Termasuk didalam adminstarsi control yaitu dengan menyediakan alat
pelindung diri (APD) atau personnel pertective equipment (PPE) bagi setiap pekerja yang
terpajan dengan bahaya di tempat kerja.
3. Metoda lain yang dapat digunakan untuk pengendalian bahaya adalah Inherently Safer
Alternative Method, dimana metoda ini memiliki empat strategi pengendalian bahaya,
yaitu:
1. Minimize yaitu dengan cara meminimalkan tingkat bahaya dari sumbernya dengan
cara mengurangi jumlah pemakaian atau volume penyimpanan dan proses.
2. Substitue yaitu dengan cara mengganti bahan yang berbahaya dengan yang kurang
berbahaya. Contohnya hádala menggunakan metoda water base sebagai
pengganti solven base. Water base lebih aman dan ramah lingkungan
dibandingkan solven base.
3. Moderate, mengurangi bahaya dengan cara menurunkan konsentrasi bahan kimia
yang digunakan. Contohnya adalah menggunakan bahan kimia dengan konsentrasi
yang lebih rendah sehingga tingkat bahaya pajanannya menjadi lebih rendah.
4. Simplify, mengurangi bahaya dengan cara membuat prosesnya menjadi lebih
sederhana sehingga lebih mudah di control.

Berdasarkan jenisnya, bahaya dapat diklasifikasikan atas:

A. Primary Hazards

1. Bahaya fisik, misalnya yang berkaitan dengan peralatan seperti bahaya listrik.
2. Bahaya kimia, misalnya yang berkaitan dengan material/ bahan seperti antiseptik,
aerosol, insektisida, dan lain-lain.
3. Bahaya biologi, misalnya yang berkaitan dengan mahluk hidup yang berada di
lingkungan kerja seperti virus dan bakteri.
4. Bahaya psikososial, misalnya yang berkaitan aspek sosial psikologis maupun organisasi
pada pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat memberi dampak pada aspek fisik dan
mental pekrja. Seperti misalnya pola kerja yang tak beraturan, waktu kerja yang diluar
waktu normal, beban kerja yang melebihi kapasitas mental, tugas yang tidak berfariasi,
suasana lingkungan kerja yang terpisah atau terlalu ramai dll sebagainya. (Djunedi, 2007)
B. Secondary hazard (bahaya sekunder)
Secondary hazard atau disebut juga bahaya sekunder adalah bahaya yang muncul sebagai
akibat terjadinya interaksi antara komponen-komponen pekerjaan (yang juga bisa berfungsi
sebagai sumber primary hazard). Interaksi ini sering kita sebut sebagai pekerjaan/ sistem
kerja (Djunedi, 2007).

Alat Pelindung Diri (APD)


Definisi APD dalam HSE regulasi adalah semua peralatan yang melindungi pekerja
selama bekerja termasuk pakaian yang harus di pakai pada saat bekerja, pelindung kepala
(helmet), sarung tangan (gloves), pelindung mata (eye protection), pakaian yang bersifat
reflektive, sepatu, pelindung pendegaran (hearing protection) dan pelindung pernapasan
(masker). [HSE, 1992]

Penggunaan APD di tempat kerja di sesuaikan dengan pajanan bahaya yang di hadapi di area
kerja. Berikut adalah jenis bahaya dan APD yang diperlukan:

Gambar-gambar Alat Pelindung Diri (APD)


a) Pelindung Tubuh (Baju Kerja/ Protective Overall);

Baju Kerja dan Sabuk Pengaman dalam


Baju Kerja
Pelaksanaan

b) Pelindung Kaki (Sepatu Keselamatan/Safety Shoes);

Sepatu Kerja dengan Pengaman Besi Sepatu Kerja dengan Pengaman Besi
c) Pelindung Kepala (Helm Keselamatan/Safety Helmet);

d) Pelindung Mata (Kaca Mata Keselamatan/Safety Glasses);

e) Pelindung Tangan (Sarung Tangan/Safety Gloves);

f) Pelindung Pernafasan (Masker/Dust Mask);

g) Pelindung Telinga (Tutup Telinga/Ear Protection/Ear Plug)


h) Sabuk Pengaman (Safety Belt)

Sabuk Pengaman
Cara Pemakaian Sabuk Pengaman

PENUTUP
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sangat diperlukan karena
menyangkut perusahaan dan karyawannya. Penerapan K3 ini juga harus memiliki prosedur
yang benar yang harus diikuti sesuai dengan aturan perundangundangan, karena apabila K3
tidak terlaksana, tentu akan memberikan dampak buruk terhadap perusahaan dan
karyawannya sendiri.
Lingkungan kerja yang kurang aman merupakan salah satu ancaman bagi para
karyawan pada saat bekerja oleh karena itu, kurangnya pengetahuan dan pelatihan yang
diberikan perusahan terhadap Karyawan menyebabkan karyawan lalai dan tidak patuh
terhadap peraturan dalam menggunakan alat pelindung diri (APD) dikarenakan karyawan
merasa tidak nyaman dalam penggunaan alat pelindung diri dari segi bentuk dan ukuran
sehingga masih rentannya terjadi kecelakaan kerja. Serta kurang dilakukannya pengontrolan
atau pengawasan yang dilakukan pihak manajemen terhadap para pekerja dan kondisi
lingkungan kerja sehingga masih adanya para karyawan yang acuh dan tidak menaati
peraturan dengan baik. Oleh sebab itu diperlukannya usaha-usaha yang lebih maksimal lagi
yang harus dilakukan perusahaan dalam menanggulangi bahaya dalam bekerja dan
kecelakaan kerja.

Anda mungkin juga menyukai