Anda di halaman 1dari 15

HADIS HASAN

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Studi Al-Hadist


Dosen Pengampu : Ma’murotussa’adah, M.S.I

Disusun oleh:

Abdurrahman (2008096022)

Putri Ramandhani (2008096024)

Miftakhul Huda (2008096031)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunianya kelompok kami dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul “Hadis
Hasan dan Permasalahannya” yang disusun guna memenuhi tugas dari Ibu
Ma’muroatusa’adah M.S.I. pada mata kuliah Studi Al-hadits di UIN Walisongo Semarang.
Selain itu kelompok kami juga berharap agar makalah ini dapat menambahkan wawasan bagi
pembaca tentang “Hadis Hasan”

Kelompok kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu


Ma’muroatusa’adah, M.S.I. selaku dosen pengampu mata kuliah Studi Al-hadits. Semoga
tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang ditekuni kelompok kami. Dan kelompok kami juga mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini, kelompok kami juga
menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena
itu, kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, 20 Maret 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadis Hasan................................................................................................ 3
B. Hukum Hadis Hasan..................................................................................................... 5
C. Kehujjahan Hadis Hasan............................................................................................... 5
D. Macam-Macam Hadis Hasan........................................................................................ 5
E. Dhabitnya Seorang Rawi.............................................................................................. 7
F. Istilah-Istilah yang Digunakan dalam Hadis Hasan...................................................... 8
G. Tingkatan-Tingkatan Hadis Hasan............................................................................... 9
H. Kitab-Kitab Hadis Hasan..............................................................................................
...................................................................................................................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................................
...................................................................................................................................11
B. Saran.............................................................................................................................
...................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
...............................................................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis atau sunnah adalah sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an, keduanya
merupakan pedoman hidup umat islam, hadis mempunyai fungsi penting dalam menjelaskan
setiap ayat-ayat Muhkamat maupun Mutasyabihat dan sebagai penjelas terhadap ayat-ayat
Al-Qur’an surah an-nahl ayat 44. Dalam hadis ada yang dalam periwayatannya telah
memenuhi syarat-syarat tertentu untuk diterimanya sebagai hadis atau hadis maqbul dan
hadis yang periwayatannya tidak memenuhi kriteria-kriteria disebut hadis mardud.
Hal ini terjadi disebabkan keragaman orang yang menerima maupun meriwayatkan
hadis Rasulullah. Berbagai macam hadis yang menimbulkan kontraversi dari berbagai
analisis atas kesahihan sebuah hadis baik dari segi putusnya sanad dan tumpah tindihnya
makna dari matan pun bermunculan untuk menentukan kualitas hadis.
Kualitas sanad dan matan-nya, para pakar hadits membagi hadits menjadi tiga yaitu
hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dha’if. Ulama yang mula-mula memperkenalkan
pembagian hadis menjadi shahih, hasan dan dha’if adalah Imam al- Tirmidzi.
Taqiyyuddin ibn Taimiyah mengatakan, sebelum Imam Al-Tirmidzi di kalangan
ulama belum dikenal pembagian hadis menjadi 3 bagian, mereka membaginya menjadi
shahih, hasan, dan dha’if. Di sini saya akan membahas hadis hasan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadis hasan?
2. Apa hukum hadis hasan?
3. Bagaimana kehujjahan hadis hasan?
4. Apa macam-macam hadis hasan?
5. Ada berapa kedhabithan seorang rawi?
6. Apa istilah yang digunakan hadis hasan?
7. Bagaimana tingkatan-tingkatan hadis hasan?
8. Apa kitab-kitab hadis hasan

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian hadis hasan.
2. Untuk mengetahui hukum hadits hasan.
3. Untuk mengetahui kehujjahan hadis hadis hasan.
4. Untuk mengetahui macam-macam hadits hasan.
1
5. Untuk mengetahui kedhabithan seorang rawi.
6. Untuk mengetahui istilah yang digunakan hadis hasan.
7. Untuk mengetahui tingkatan-tingkatan hadits hasan.
8. Untuk mengetahui kitab-kitab hadis hasan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadis Hasan
Istilah hadits hasan dipopulerkan oleh Imam al-Turmudzi. Alasannya hadits
semacam ini tidak pantas disebut dhai’if, tetapi kurang tepat disebut shahih.1
ِ َ‫َما تَ ْستَ ِه ْي ِه النَّف‬
‫س َوت َِم ي ِل اِلَ ْي ِه‬
Sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu.2
Hasan berasal dari bahasa al-hasnu (‫ )الحسن‬bermakna al-jamal (‫ = )الجمال‬keindahan.
Menurut istilah para ulama memberikan hadits hasan secara beragam. Namun, yang lebih
kuat dikemukakan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam An-Nukhbah, yaitu:
‫ فئا ن خف الضبط فا‬,‫وخير االحاد بنقل عدل تام الضبط متصل السند غير معلل وال شاذ هو الصحيح لذاته‬
‫لحسن لذاته‬

Khabar ahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna ke dhabith-annya,
bersambung sanadnya, tidak ber’illat, dan tidak ada syadz dinamakan shahih lidzatih.
Jika kurang sedikit ke dhabith-annya disebut hasan lidzatih.3
Pengertian dari Ibnu Hajar memberikan definisi:

‫ما نهّله عدل قليل الضبط متصل المسند غير معلل والشاذ‬

Hadis yang dinukilkan oleh orang yang adil yang kurang sedikit kedlabithannya,
bersambung-sambung sanadnya sampai kepada Nabi dan tidak mempunyai ‘illat serta
tidak syadz.
Menurut Imam Turmudzi yang dimaksudkan hasan:

‫ان الحسن عندنا ماسلم من شذوذ ومن متّهم ويروي من غ‬

Hasan menurut pendapat kami, ialah hadis yang selamat dari syadz dan selamat dari
orang-orang yang tertuduh, dan hadis itu diriwayatkan melalui beberapa jalan (tidak hanya
satu wajah/sanad).

Menurut Al Khathtaby:

‫ ما عرف رجاله واشته ّر ت مخارجه‬:‫الخطابى‬

Hadis hasan ialah hadis yang dikenal perawi-perawinya dan masyhur


bersumber/tempat keluarnya.4

1
Muh. Zuhri,(Yogyakarta: Tiara Wacana yogya), 2011 hlm 93.
2
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia) 2002 hlm 114.
3
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara), 2010 hlm 159.
4
Moh. Anwar, Ilmu Mushthalah Hadis, (Surabaya: Al Ikhlas) 1981 hlm 60.

3
‫ض ْبطُ هُ َغ ْي ُر َشا ذ َوالَ ُم ع َّل ل‬ َّ َ‫ص َل َسنَ ُدهُ بِنَ ْق ِل عَد ل خ‬
َ ‫ف‬ ُ ‫يث ْال َح ًسنُ هُ َو ْال َح ِدي‬
َ َّ‫ْث الَّ ِذى اِت‬ ُ ‫ْال َح ِد‬

Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang
adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya tidak rancu dan tidak bercacat. Hadis
sahih diriwayatkan oleh rawi yang sempurna daya hafalnya yakni kuat hafalannya dan
tingkat akurasinya, sedangkan rawi hadis hasan adalah yang rendah tingkat daya hafalnya.5

Syarat-syarat hadis hasan dibagi menjadi lima:


1. Muttasil sanadnya.
2. Rawinya adil.
3. Rawinya dhabith.
Kedhabitan rawi di sini tingkatannya di bawah ke dhabitan rawi hadis shahih, yakni
kurang sempurna kedhabithannya.
4. Tidak termasuk hadits syadz.
5. Tidak terdapat illat (cacat).6

Imam Ahmad dan gurunya, Yahya bin Said Al-Qaththan, adalah dua orang imam
yang agung. Bahz bin Hakim adalah orang yang jujur dan dapat menjaga diri sehingga
dinilai tsiqat oleh Ali bin al-Madini, Yahya bin Main, Al-Nisa’i dan lainnya. Akan tetapi
sebagian ulama mempermasalahkan sebagian riwayatnya. Hal ini tidak mencabut sifat ke
dhabit-annya. Contoh hadis hasan, hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah,
Ibnu Hibban dari Al-Hasan bin Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bin Amr dari Abu
Salamah dari Abi Hurairah, bahwa Nabi bersabda:

‫اعمار امتي ما بين الستين الي السبعين واقلهم من يجوز ذلك‬

“Usia umatku sekitar 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi demikian itu.”
Para perawi di hadis di atas tsiqah semua kecuali Muhammad bin Amr dia adalah
shaduq= sangat benar. Oleh para ulama hadis nilai ta’dil shaduq tidak mencapai dhabith
tamm sekalipun telah mencapai keadilan, kedhabithannya kurang sedikit jika
dibandingkan dengan kedhabithan shahih seperti tsiqatun (terpercaya) dan sesamanya.7

Contoh hadis hasan yang diriwayatkan Ahmad, ia berkata, ”Yahya bin Said
meriwayatkan hadis kepada kami dari Bahz bin Hakim, ia mengatakan“meriwayatkan
hadis kepadaku, Bapakku dan kakekku, katanya: Aku bertanya:
5
Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) 2012 hlm 374.
6
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, (Yogyakarta: Pustakapelajar) 2009 hlm 59.
7
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Bumi Aksara) 2010 hlm 160.

4
َ ‫ك ثُ َّم االَ ْق َر‬
‫ب‬ َ ‫ك ثُ َّم اَبَا‬ ُ ‫ قَال قُ ْل‬,َ‫ ثُ َّم ُأ َمك‬:‫ تُ َّم َم ْن؟ قَ َل‬:‫ت‬
َ ‫ ثُ َم َم ْن؟ قَال اُ َّم‬,‫ت‬ ُ ‫ قَا َل قُ ْل‬,‫ك‬
َ ‫ اُ َم‬:‫ال‬
َ َ‫يَا َرسُوْ َل هللاِ ِم ْن اَبَرُّ ؟ ق‬
‫ب‬َ ‫فَاااْل َ ْق َر‬

“Ya Rasululloh, kepada siapakah aku harus berbakti?” Rasululloh menjawab, “kepada
ibumu.” Aku bertanya, “lalu kepada siapa?” Rasululloh menjawab, “Lalu kepada
ibumu.” Aku bertanya,”lalu kepada siapa?” Rasululloh menjawab kepada “ibumu
kemudian bapakmu, kemudian kerabat terdekat dan selanjutnya”.8
B. Hukum Hadis Hasan
Hukum hadis hasan fungsinya sebagai hujjah dan implementasinya adalah sama
seperti hadis shahih, meskipun kualitasnya di bawah hadis shahih. Jika terjadi
pertentangan antara hadis shahih dan hadis hasan, maka mendahulukan hadis shahih,
karena tingkat kualitas hadis dibawah hadis shahih. Hanya saja, jika terjadi pertentangan
antara hadis shahih dengan hadis hasan maka harus mendahulukan hadis shahih, karena
tingkat kualitas hadis hasan berada dibawah hadis shahih. Hal ini merupakan konsekuensi
logis dari dimensi kesempurnaan kedhabitan rawi-rawi hadis hasan, yang tidak seoptimal
kesempurnaan kedhabitan rawi-rawi hadis shahih.9

C. Kehujahan Hadits Hasan


Hadis hasan dapat dijadikan hujjah walaupun kualitasnya di bawah hadis shahih.
Semua Fuqaha, sebagian Muhadditsin dan Ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit
dari kalangan orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadis
(musyaddidin) . Bahkan sebagian Muhadditsin yang mempermudah dalam persyaratan
shahih (mutasahilin) memasukkannya ke dalam hadis shahih, seperti Al-Hakim, Ibnu
Hibban, dan Ibnu Khuzaimah.10

D. Macam-Macam Hadis Hasan


Hadis shahih dibagi menjadi dua yaitu:
1. Hadits Hasan Li Dzatihi
Adalah hadis yang memenuhi syarat sebagai hadis shahih, hanya saja kualitas
kedhabitan salah seorang atau beberapa orang perawinya berada di bawah kualitas
perawi hadis shahih.11
‫ما اشتهر راويه با لصدق واالمانة ولم يصل في الحفظ واالتقان رتبة رجال الصحيح‬

8
Nuruddin ‘itr, ‘Ulumul Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) 2012 hlm 375.
9
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, (Yogyakarta: Pustakapelajar) 2009 hlm 60.
10
Abdul Majid Khon, Ulumul hadis, (Jakarta: Bumi Aksara) 2010 hlm 161.
11
Mohammad Gufron & Rahmawati, Ulumul Hadits, (yogyakarta: Teras) 2013 hlm 127.

5
Hadis yang terkenal para perawinya tentang kejujuran dan amanahnya tetapi
hafalannya tidak mencapai derajat para perawi hadis shahih.12
Definisi ini sama pengertiannya dengan definisi yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar
di atas, dan definisi inilah yang juga dimaksudkan oleh Al Khaththaby diatas.13
‫ لو الأن أشق على‬:‫عن محمدبن عمروعن أبي سلمة عن أبي هريرة ان رسول ال ّل صلى ال ّل عليه وسلم قال‬
‫أمتي ألمرتهم بالسواك عند كل صالة‬

Dari Muhammad ibn ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa Rasululloh
saw. Berkata, “Sekiranya tidak merepotkan kepada umatku, niscaya aku perintah
mereka bersiwak (gosok gigi) untuk setiap kali hendak sholat.
Diperoleh informasi bahwa seorang periwayat yang bernama Muhammad ibn ‘Amru
ibn ‘Alqamah terkenal kejujurannya. Tetapi, ia tidak termasuk orang yang kuat hafalan.
Karena itu ada yang menilainya lemah dari segi kekuatan hafalan, dan ada yang menilai
“adil” dari segi kejujurannya, sehingga hadis ini disebut Hasan li dzatihi. Kemudian ia
naik derajat menjadi shahih li ghairihi karena hadis tersebut diriwayatkan melalui jalur
lain, oleh al-A’raj dan Sa’id al-Maqbari.

2. Hadits Hasan Li Ghairih


Adalah hadis yang pada asalnya tidak hasan kemudian meningkat mencapai derajat
hasan karena ada sesuatu yang mendukungnya. Hadis itu asalnya dhaif disebabkan
mursal atau tadlis atau rawi-rawinya tidak dikenal, atau hafalan rawi-rawinya yang
jujur dan terpercaya itu lemah, atau dalam sanadnya terdapat rawi yang tertutup dan dia
rawi yang tidak pelupa dan termasuk orang fasiq, dan hadis itu ditolong oleh rawi-rawi
yang kenamaan yang dikuatkan oleh hadis mutabi’ atau hadis syahid sehingga tingkatan
hadis itu meningkat sampai pada derajat hasan.
Dari dua definisi di atas dapat dipahami bahwa hadis dhaif bisa naik menjadi hasan
li ghairihi.
Hadis itu bisa meningkat dari hadis munkar, atau hadis yang tidak diketahui
sumbernya, apabila dilihat dari dimensi banyak-nya riwayat-riwayat lain, seperti hadis
yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dan dia menilainya hasan, dari Abdullah bin
‘Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya, berbunyi sebagai berikut:
ِ ُ‫ك َو َمال‬
‫ك‬ ِ ‫ت ِم ْن نَ ْف ِس‬ ِ ‫ اَ َر‬:‫صلَّى ال ُّّل َع لَ ْي ِه َو َسلَ َم‬
ِ ‫ض ْي‬ َ ‫ت َع لَى نَ ْعلَي ِْن فَقَا َل َرسُ وْ ُل ال ّل‬
ْ ‫اِ َّن اِ ْم َر اَةً ِم ْن بَنِى فُزَ ا َر ِة تَ َز َّو َج‬
‫ت نَ َع ْم ف أ َجا َز‬ ْ َ‫بِنَ ْع لَ ْي ِن؟ قَال‬

“Bahwasanya seorang perempuan dari Bani Fuzarah menikah dengan mahar sepasang
sandal. Kemudian, Rasulullah berkata kepadanya, ‘Apakah kamu merelakan dirimu

12
Muh. Zuhri, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya) 2011 hlm 93-94.
13
Moh. Anwar, Ilmu Mushthalah Hadis, (Surabaya: Al Ikhlas) 1981 hlm 61.

6
dinikahi sedang harta yang diberikan kepadamu sebagai mahar hanya sepasang
sandal?’ Dia menjawab, Ya. Maka, Rasulullah SAW melangsungkan perkawinan itu.”14
E. Dhabitnya Seorang Rawi
Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian dhabith, namun apabila pendapat-
pendapat ulama tersebut digabungkan, maka butir-butir sifat dhabith adalah sebagai
berikut:
1. Periwayat memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya (diterimanya).
2. Periwayat itu hafal dengan baik riwayat yang telah didengarnya (diterimanya)
3. Periwayat itu mampu menyampaikan riwayat yang telah dihafalnya itu dengan baik:
a. Kapan saja dia menghendakinya
b. Sampai saat dia menyampaikan riwayat itu kepada orang lain.
Untuk butir (1) tidak semua ulama menyebutkannya. Sedangkan untuk butir (2) ulama
sependapat menyatakannya, dan untuk butir (3) pendapat ulama terbagi kepada dua versi;
ada yang tidak membatasi waktu dan ada yang membatasi waktu. Walaupun terbagi dua
pendapat, tetapi pada dasarnya kedua pendapat itu sama. Sebab, kemampuan hafalan yang
dituntut dari seorang periwayat, sehingga karenanya dia dapat dinyatakan sebagai seorang
yang dhabith, adalah tatkala periwayat itu menyampaikan riwayat kepada orang lain.
Periwayat yang mengalami perubahan kemampuan hafalan tetap dinyatakan sebagai
periwayat yang dhabith sampai saat sebelum mengalam perubahan. Sedangkan sesudah
mengalami perubahan dia dinyatakan tidak dhabith.
Adapun cara penetapan kedhabithan seorang periwayat menurut berbagai pendapat
ulama dapat dinyatakan sebagai berikut:
1) Kedhabithan periwayat dapat diketahui berdasarkan kesaksian ulama.
2) Kedhabithan periwayat dapat diketahui juga berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan
riwayat yang disampaikan oleh periwayat lain yang telah dikenal kedhabithannya.
Tingkat kesesuannya itu mungkin hanya sampai ke tingkat makna atau mungkin ke
tingkat harfiah.
3) Apabila seorang periwayat sesekali mengalami kekeliruan, maka dia masih dapat
dinyatakan sebagai periwayat yang dhabith. Tetapi apabila kesalahan itu sering terjadi,
maka periwayat yang bersangkutan tidak lagi disebut sebagai periwayat.
Dalam hubungan ini, yang menjadi dasar penetapan kedhabithan periwayat secara
implisit ialah hafalannya dan bukan tingkat kefahaman periwayat tersebut terhadap hadits
yang diriwayatkan.
14
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, (Yogyakarta: Pustakapelajar) 2009 hlm 62.

7
Karena bentuk kedhabithan para periwayat yang dinyatakan bersifat dhabith tidak
sama, maka dhabith terbagi dua istilah, yaitu:
1. Istilah dhabith diperuntukkan bagi periwayat yang:
a. Hafal dengan sempurna hadits yang diterimanya.
b. Mampu menyampaikan dengan baik hadits yang dihafalnya itu kepada orang lain.
2. Istilah tamm dhabith yang bila diindonesiakan dapat dipakai istilah dhabith plus,
diperuntukkan bagi periwayat yang:
a. Hafal dengan sempurna hadits yang diterimanya.
b. Mampu menyampaikan dengan baik hadits yang dihafalnya itu kepda orang lain.
c. Faham dengan baik hadits yang dihafalnya itu.15
Kedhabithan yang dibahas di atas termasuk dalam kategori dhabith shadr. Selain itu
ada lagi kedhabithan yang lain yaitu, dhabith kitab. Yang dimaksud dengan periwayat
dhabith kitab ialah periwayat yang ada padanya, apabila ada kesalahan tulisan dalam kitab,
dia mengetahui letak kesalahannya.

F. Istilah-Istilah yang Digunakan dalam Hadits Hasan


1. Di antara gelar ta’dil para perawi yang digunakan dalam hadis maqbul atau hasan
sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Jah wa At-Ta’dil adalah:
Orang yang dikenal/orang baik
= ‫ ْال َم ْع رُوْ ف‬Terpelihara
= ُ‫ ا ل َمحْ فُوْ ظ‬Orang baik
ُ ِ‫ ال ثَّاب‬Orang yang teguh/kuat
=‫ت‬
= ُّ‫ ْالقَ ِوي‬Orang kuat
= ‫ ا لُ ُم َشبَه‬Serupa dengan shahih
ْ ‫ الصَّالِ ُح‬Orang baik/bagus
= ‫\ال َجيِد‬
2. Perkataan mereka muhadditsin: ٌ ‫ ِدي‬--‫=هَ َذا َح‬ini hadis hasan sanadnya.
‫نا َِد‬--‫نُ اِأل ْس‬--‫ْث َح َس‬
Maknanya hadis ini hanya hasan sanad-nya saja sedang matan-nya perlu penelitian
lebih lanjut. Mukharrij hadis tersebut tidak menanggung kehasanan matan mungkin
ada syadzaz atau ilat.
ُ ‫ = َح ِدي‬ini hadis hasan shahih. Makna
َ ‫ْث َح َس ٌن‬
3. Ungkapan At-Tirmidzi dan yang lain: ‫ص ِح ْي ٌح‬
ungkapan ini ada beberapa pendapat, di antaranya:
a. Hadis tersebut memiliki dua sanad, yang shahih dan hasan.
b. Terjadi perbedaan dalam penilaian hadis sebagian berpendapat shahih dan

15
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad HaditsOp, Ct., hal:135-138.

8
golongan lain berpendapat hasan.
c. Atau dinilai hasan lidzatihi dan shahih li ghayrihi.16

G. Tingkatan-Tingkatan Hadits Hasan


Kualitas hadis hasan bertingkat-tingkat, sebagaimana halnya hadis shahih. Hal ini
ditentukan oleh dekatnya kedhabitan para rawi hadis hasan li dzatihi kepada kedhabitan
rawi hadis shahih.
Para ulama menyebutkan beberapa contoh berkaitan dengan tingkatan-tingkatan
hadis hasan li dzatihi.
Al-Dzahabi menyatakan bahwa tingkatan hadis hasan yang paling tinggi adalah
riwayat Bahz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya, dan yang sejenisnya yang menurut
satu pendapat dinyatakan sebagai hadits shahih. Hadis hasan tingkatan ini termasuk hadis
shahih pada tingkatan terendah. Tingkatan berikutnya adalah hadis yang diperselisihkan
kehasanan dan kedhaifannya, seperti hadis riwayat al-Haris bin Abdullah dan ‘Ashim bin
Dhamrah.
Dengan demikian, tingkatan hadis hasan berada di antara hadis sahih dan hadis
dhaif. Kadang-kadang ia dekat kepada hadis sahih dan kadang-kadang dekat dengan hadis
dhaif. Hadis seperti ini merupakan bahan kekhawatiran mereka.
Banyak keserupaan antara hadis hasan dan hadis shahih sehingga sekelompok ahli
hadis memasukkan hadis hasan ke dalam jajaran hadis shahih dan tidak menjadikannya
sebagai jenis hadis tersendiri. Demikianlah tampaknya maksud pernyataan al-Hakim Abu
Abdillah al-Naisaburi dalam berbagai kesempatan.17

H. Kitab-Kitab Hadits Hasan


Diantara kitab-kitab hadis yang memuat hadis hasan adalah sebagai berikut:
1. Jami’ At-Tirmidzi yang masyhur dikenal Sunan At-Tirmidzi. Kitab ini yang
mengkuatkan pertama istilah hadis hasan, karena semula hadis dari segi kualitasnya
hanya dua, yakni hadis hasan dan dha’if. Kemudian setelah mempertimbangkan cacat
sedikit saja misal dhabith yang kurang sempurna (ghayr tamm) sedikit dimasukkan ke
bagian dha’if maka diambillah jalan tengah yaitu hadis hasan.
2. Sunan Abi Dawud, di dalamnya terdapat hadis shahih, hasan, dan dha’if dengan
dijelaskan kecacatannya. Hadis yang dijelaskan kedha’ifannya dan tidak dinilai
keshahihannya oleh para ulama dinilai hasan oleh Abu Dawud.
16
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara) 2010 hlm 162.
17
Nuruddin ‘Itr, Ilmu ‘Ulumul Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) 2012 hlm 378-379.

9
3. Sunan Ad-Daruquthni yang dijelaskan di dalamnya banyak hadis hasan.18

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

18
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara) 2010 hlm 162

10
Hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang
adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya tidak rancu dan tidak bercacat.
Hukum hadis hasan jika terjadi pertentangan antara hadis shahih dan hadis hasan,
maka mendahulukan hadis shahih, karena tingkat kualitas hadis dibawah hadis shahih.
Hadis hasan dapat dijadikan hujah walaupun kualitasnya di bawah hadis shahih.
Semua Fuqaha, sebagian Muhadditsin dan Ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit
dari kalangan orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadis
(musyaddidin) .
Macam-macam hadis hasan ada dua yaitu hadis hasan li dzatihi dan hadis hasan li
ghairihi
Kualitas hadis hasan bertingkat-tingkat, sebagaimana halnya hadis shahih. Hal ini
ditentukan oleh dekatnya kedhabitan para rawi hadis hasan li dzatihi kepada kedhabitan
rawi hadis shahih.
kitab-kitab hadis yang memuat hadis hasan yaitu Jami’ At-Tirmidzi, Sunan Abi
Dawud, Sunan Ad-Daruquthni.

B. Saran

Terkait hadits hasan, kami menyadari bahwa dari berbagai referensi yang masih
banyak kekurangan seperti hadits hasan yang masih sedikit, sehingga terjadi kekurang
pahaman dalam menangkap sanad dan matan dari sebuah hadits hasan. Dan kami berharap
dari referensi makalah kali ini. Semoga dapat bermanfaat bagi pembawa dan barokah,
Aamiin.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Maliki, Alawi Muhammad. 2009, Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta: Pustakapelajar.

‘itr, Nuruddin. 2012, ‘Ulumul Hadis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Khon, Majid Abdul. 2010, Ulumul Hadis, Jakarta: Bumi aksara.

Gufron, Mohammad & Rahmawati. 2013, Ulumul Hadits, Yogyakarta: Sukses Offset.

Anwar, Moh. 1981, Ilmu Mushthalah Hadis, Surabaya: Al Ikhlas.

Zuhri, Moh. 2011, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Sahrani, Sohari. 2002, Ulumul Hadis, Bogor: Ghalia Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai