Anda di halaman 1dari 53

CRITICAL BOOK

REVIEW
MK. STRATEGI
BELAJAR MENGAJAR

SKOR NILAI :

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

DISUSUN OLEH :

NAMA MAHASISWA : Sari Ramadani Nasution


NIM : 1203111020
DOSEN PENGAMPU : Suyit ratno ,S.Pd, M.Pd
MATA KULIAH : Strategi Belajar Mengajar

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, atas berkat karunia- Nyalah saya dapat
menyelesaikan makalah Critical Book Review ini tanpa halangan yang berarti dan selesai
tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, saya tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih
kepada Bapak Suyit Ratno,S.Pd,M.Pd yang telah memberikan tugas Critical Book Review
ini sehingga saya dapat lebih memahami lebih jauh mengenai seperti apakah sebenarnya
yang di bahas dalam buku yang saya review serta apa kelebihan serta kekurangannya dan
oleh karena itu saya dapat menyelesaikan penyusunan buku ini dengan baik.

Saya sadar Critical Book Review ini mungkin masih jauh dari kata sempurna, untuk
itu saya berharap saran dan kritik dari semua pihak untuk kesempurnaan Critical Book
Report ini.

Akhirnya saya berharap semoga Critical Book Review ini bermanfaat bagi penulis
sendiri dan seluruh pembaca pada umumnya.

Medan, Oktober 2020

Sari Ramadani Nasution

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Rasionalisasi pentingnya CBR ................................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan CBR ............................................................................................ 1
C. Manfaat CBR .......................................................................................................... 1
D. Identitas buku yang direview................................................................................... 1
BAB II. RINGKASAN ISI BUKU ................................................................................... 2
A. Ringkasan Buku Utama ........................................................................................... 2
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................. 44
A. Pembahasan Isi Buku .............................................................................................. 44
B. Kelebihan dan Kekurangan Buku ............................................................................ 45
BAB IV PENUTUP............................................................................................................ 47
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 47
B. Rekomendasi .......................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 48
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 49

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CBR


Critical book report yang berbentuk makalah ini berisi tentang kesimpulan dari
perbandingan yang akan saya lakukan pada tiga buku dan saya akan menyertakan
ringkasan dari masing-masing buku (bab per bab), dimana buku pertama, kedua dan
ketiga memiliki judul yang berbeda. Dalam critical book riview ini, saya akan
memaparkan masalah tersebut lewat pembahasan berikut. Semoga usaha ini dapat
bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penyusun khususnya.
B. Tujuan Penulisan CBR
Tujuan yang ingin dicapai penyusun dalam penulisan critical book review ini
adalah untuk mengajak pembaca lebih memahami secara mendalam mengenai ketiga
buku tersebut.
C. Manfaat CBR
Meningkatkan kemampuan menemukan inti sari suatu buku, kemampuan
membandingkan buku dengan buku lainnya dengan baik. Melatih diri untuk berpikir
kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh setiap bab dari buku pertama, buku
kedua dan buku ketiga.
D. Identitas buku yang direview:
1. Identitas buku utama
a. Judul : Strategi Belajar-Mengajar
b. Pengarang / (Editor, jika ada) : Habibati, S.Pd.,M.Sc.
a. Penerbit : SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS
b. Kota terbit : Darussalam, Banda Aceh.
c. Tahun Terbit 2017
d. Tebal Buku : 193 Halaman
e. ISBN : 979-011-094-4

iv
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

BAB 1 Hakikat Strategi Belajar Mengajar


A. Hakikat Belajar Mengajar
1. Pengertian Belajar
Menurut Sudjana (2003:17) belajar adalah “suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang yang memiliki berbagai bentuk seperti
berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan,
kecakapan dan kemampuan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada
individu berkat adanya pengalaman. Pengalaman dalam proses belajar diartikan
sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan.
Menurut Slameto (1988: 2) belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
2. Pengertian Mengajar
Menurut Slameto (1988), mengajar adalah suatu proses di mana pengajar dan
murid menciptakan lingkungan yang baik, agar terjadi kegiatan belajar yang
berdaya guna, yang dilakukan dengan menata seperangkat nilai-nlai dan
kepercayaan yang ikut mewarnai pandangan mereka terhadap realitas
sekelilingnya.
Menurut Sudjana (2003) menjelaskan pengertian mengajar dari dua sudut
pandang. Sudut pandang pertama dilihat dari segi pengajar atau guru. Dalam hal
ini, mengajar diartikan sebagai proses penyampaian ilmu pengetahuan (bahan
pelajaran) kepada siswa. Kelemahan dari pengertian mengajar menurut
pandangan ini adalah siswa dianggap sebagai objek bukan subjek sehingga siswa
hanya menerima (pasif) apa yang diberikan guru. Hal ini berarti, guru memiliki
peran yang sangat menentukan (proses pengajaran berpusat pada guru/teacher
centred). Titik pandang kedua dilihat dari sudut siswa. Inti dari pandangan ini,
mengajar diartikan sebagai membimbing kegiatan siswa belajar

2
B. Prinsip-Prinsip Mengajar
Mengajar merupakan kegiatan yang menuntut siswa terlibat dalam aktivitas
pembelajaran sehingga mengajar memerlukan perhatian khusus agar siswa dapat
menjadi manusia dewasa yang sadar akan tangung jawab terhadap diri sendiri,
berkepribadian, dan bermoral. Oleh karena itu, mengajar merupakan tugas yang
cukup berat bagi guru, sehingga diperlukan prinsip-prinsip dalam mengajar untuk
mewujudkan tujuan mengajar tersebut. Adapun prinsip-prinsip mengajar menurut
Slameto (1988) antara lain:
1. Perhatian
Prinsip ini menyatakan bahwa seorang guru harus membangkitkan perhatian
siswa agar pelajaran yang diterimanya akan dihayati, diolah dalam pikirannya,
sehingga timbul pengertian.
2. Aktivitas
Prinsip ini menyatakan bahwa guru harus mendorong timbulnya aktivitas siswa
dalam berfikir maupun berbuat agar siswa menjadi aktif berpartisipasi, sehingga
ilmu pengetahuan akan dapat dimiliki dengan baik.
3. Apersepsi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru harus menghubungkan pelajaran yang akan
diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa atau pengalamannya,
sehingga membantu siswa untuk memperhatikan pelajarannya lebih baik.
4. Peragaan
Prinsip ini menyatakan bahwa guru harus berusaha menunjukka benda-benda
asli sehingga akan lebih menarik perhatian dan merangsang siswa untuk berfikir.
5. Repetisi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru perlu memberikan pengulangan pelajaran
yang sedang dijelaskan baik diberikan secara teratur, pada waktu-waktu tertentu,
atau setelah setiap unit/bab diberikan, maupun secara insidentil.
6. Korelasi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru wajib memperhatikan dan memikirkan
hubungan diantara setiap mata pelajaran.

3
7. Konsentrasi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru harus mengupayakan pemusatan perhatian
siswa pada salah satu pusat minat sehingga siswa memperoleh pengetahuan yang
luas dan mendalam.
8. Sosialisasi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru perlu meningkatkan cara berfikir siswa
sehingga siswa dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
9. Individualisasi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru harus menyelidiki dan mendalami
perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani Pendidikan yang sesuai
dengan perbedaannya itu.
10. Evaluasi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru wajib melakukan evaluasi untuk
meningkatkan proses berpikir siswa.
C. Proses Belajar dan Mengajar (PBM)
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam
kegiatan pengajaran. Dua kegiatan tersebut menjadi terpadu manakala terjadi
hubungan timbal balik (interaksi) antara guru dan siswa. Dengan kata lain belajar dan
mengajar dipandang sebagai sebuah proses.
Ada empat aspek pembentuk kegiatan belajar dan mengajar menurut Sudjana
(2003), yaitu:
1. Tujuan (Kemana proses itu akan dibawa),
2. Isi atau bahan (Apa yang menjadi isi dari PBM),
3. Metode dan alat pengajaran (Bagaimana cara melaksanakan proses tersebut),
4. Penilaian (Sejauh mana proses itu berhasil).
Menurut Chotimah & Dwitasari (2009) kemampuan guru dalam mengelola PBM
dikelompokkan atas 3 kelompok, yaitu:
1. Kemampuan merencanakan pengajaran, meliputi:
a. Menguasai materi pembelajaran,
b. Menyusun silabus,
c. Menyusun program tahunan/program semester,

4
d. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP), dengan memperhatikan
hal-hal berikut:
1) Karakteristik siswa
2) Kemampuan awal siswa
3) Perumusan tujuan pengajaran
4) Pemilihan bahan (scope) dan urutan bahan (sequence)
5) Pemilihan metode pengajaran
6) Pemilihan sarana/alat Pendidikan
7) Pemilihan strategi evaluasi
2. Kemampuan mengevaluasi atau menilai PBM, meliputi:
a. Membuka pelajaran
b. Melaksanakan inti PBM
c. Menutup pelajaran
3. Kemampuan melaksanakan PBM, meliputi:
a. Melaksanakan tes
b. Mengolah hasil penilaian
c. Melaporkan hasil penilaian
d. Melaksanakan program remedial/perbaikan pengajaran

BAB 2 Karakteristik Peserta Didik


A. Metode dalam Psikologi Perkembangan
Ada dua metode yang sering dipakai dalam meneliti perkembangan manusia,
yaitu longitudinal dan cross sectional. Dengan metode longitudinal, peneliti
mengamati dan mengkaji perkembangan satu atau banyak orang yang sama usia
dalam waktu yang lama. Misalnya penelitan Luis Terman (dalam Clark, 1984) yang
mengikuti perkembangan sekelompok anak jenius dari masa prasekolah sampai masa
dewasa waktu mereka sudah mencapai karier dan kehidupan yang mapan. Perbedaan
karakteristik setiap saat itulah yang diasumsikan sebagai tahap perkembangan.
Penelitian dengan metode longitudinal mempunyai kelebihan, yaitu kesimpulan yang
diambil lebih meyakinkan, karena membandingkan karakteristik anak pada usia yang
berbeda-beda, sehingga setiap perbedaan dapat diasumsiukan sebagai hasil
perkembangan dan pertumbuhan. Tetapi, metode ini memerlukan waktu sangat lama
untuk mendapat hasil yang sempurna.

5
Dengan metode cross sectional, peneliti mengamati dan mengkaji banyak anak
dengan berbagai usia dalam waktu yang sama. Misalnya, penelitian yang pernah
dilakukan oleh Arnold Gessel (dalam Sukmadinata, 2009) yang mempelajari ribuan
anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mentalnya, pola-pola
perkembangan dan kemampuannya, serta perilaku mereka. Perbedaan karakteristik
setiap kelompok itulah yang diasumsikan sebagai tahapan perkembangan.
B. Pendekatan dalam Psikologi Perkembangan
Kajian perkembangan manusia dapat menggunakan pendekatan menyeluruh atau
pendekatan khusus (Sukmadinata, 2009). Menganalisis seluruh segi perkembangan
disebut pendekatan menyeluruh/global. Segala segi perkembangan dideskripsikan
dalam pendekatan ini, seperti perkembangan fisik, motorik, sosial, intelektual, moral,
intelektual, emosi, religi, dan sebagainya. Pendekatan khusus ialah suatu kegiatan
menganalisis per aspek perkembangan, misalnya, ada peneliti yang memfokuskan
kajiannya pada perkambangan aspek fisik saja, aspek intelektual saja, aspek moral
saja, aspek emosi saja, dan lain sebagainya.
C. Teori Perkembangan
Ada beberapa teori perkembangan yang sering menjadi acuan dalam bidang
pendidikan, yaitu teori yang termasuk teori menyeluruh/global (Rousseau, Stanley
Hall, Havigurst), dan teori yang termasuk khusus/spesifik (Piaget, Kohlbergf,
Erikson), seperti yang diuraikan dalam Sukmadinata (2009).
1. Jean Jacques Rousseau
Jean Jacques Rousseau merupakan ahli pendidikan beraliran liberal yang
menjadi pendorong pembelajaran discovery. Rousseau mulai mengadakan kajian
pada tahun 1800an. Menurutnya perkembangan anak terbagi menjadi empat
tahap, yaitu:
a. Masa bayi infancy (0-2 tahun)
b. Masa anak/childhood (2-12 tahun)
c. Masa remaja awal/pubescence (12-15 tahun)
d. Masa remaja/adolescence (15-25 tahun)
2. Stanley Hall
Stanley Hall, seorang psikolog dari Amerika Serikat, merupakan salah satu
perintis kajian ilmiah tentang siklus hidup (life span) yang berteori bahwa
perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan) yang universal sebagai

6
bagian dari proses evolusi, paralel dengan perkembangan psikologis, namun
demikian, faktor lingkungan dapat mempengaruhi cepat lambatnya perubahan
tersebut. Misalnya, usia enam tahun adalah usia masuk sekolah di lingkungan
tertentu, tetapi ada yang memulai sekolah pada usia lebih lambat di lingkungan
yang lain. Konsekuensinya, irama perkembangan anak di kedua lingkungan
tersebut dapat berbeda. Stanley Hall membagi masa perkembangan menjadi empat
tahap, yaitu:
a. Masa kanak-kanak/infancy (0-4 tahun)
b. Masa anak/childhood (4-8 tahun)
c. Masa puber/youth 8-12 tahun)
d. Masa remaja/adolescence (12 – dewasa)
3. Robert J. Havigurst
Robert J. Havigurst dari Universitas Chicago mulai mengembangkan konsep
developmental task (tugas perkembangan) pada tahun 1940an, yang
menggabungkan antara dorongan tumbuh /berkembang sesuai dengan kecepatan
pertumbuhan dengan tantangan dan kesempatan yang diberikan oleh
lingkungannya. Havigurst menyusun tahap-tahap perkembangan menjadi lima
tahap berdasarkan masalah yang harus dipecahkan dalam setiap fase, yaitu:
a. Masa bayi / infancy (0 – ½ tahun)
b. Masa anak awal / early childhood (2/3 – 5/7 tahun)
c. Masa anak / late childhood (5/7 tahun – pubesen)
d. Masa adolesense awal / early adolescence (pubesen – pubertas)
e. Masa adolescence / late adolescence (pubertas – dewasa)
4. Jean Piaget
Jean Piaget latar belakangnya adalah pakar biologi dari Swiss (1897 – 1980)
(Harre dan Lamb, 1988). Teri-teorinya dikembangkan dari hasil pengamatan
terhadap tiga orang anak kandungnya sendiri, kebanyakan berdasarkan hasil
pengamatan pembicaraannya dengan anak atau antar anak-anak sendiri. Piaget
lebih memfokuskan kajiannya dalam aspek perkembangan kognitif anak dan
mengelompokkannya dalam empat tahap, yaitu:
a. Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)
b. Tahap praoperasional (2-4 tahun)
c. Tahap operasional konkrit (7-11 tahun)

7
d. Tahap operasonal formal (11-15 tahun)

5. Lawrence Kohlberg
Teori Kohlberg mengacu pada teori perkembangan Piaget yang berfokus pada
perkembangan kognitif, Kohlberg lebih berfokus pada kognitif moral atau moral
reasoning. Kemampuan kognitif moral seseorang dapat diukur dengan
menghadapkannya dengan dilemna moral hipotesis yang terkait dengan
kebenaran, keadilan, konflik terkait aturan dan kewajiban moral. Menurut
Kohlberg, perkembangan moral kognitif anak terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
a. Preconventional moral reasoning
b. Conventional moral reasoning
c. Post conventional moral reasoning
6. Erick Homburger Erickson
Erickson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis pengikut Sigmund
Freud. Dia memusatkan kajiannya pada perkembangan psikososial anak. Menurut
Erickson (dalam Harre & Lamb, 1988), perkembangan, anak melewati delapan
tahap perkembangan, disebut siklus kehidupan (life cycle) yang ditandai dengan
adanya krisis psikososial tertentu. Teori Erickson ini secara luas banyak diterima,
karena menggambarkan perkembangan manuasia mencakup seluruh siklus
kehidupan dan mengakui adanya interaksi antara individu dengan kontek sosial.

BAB 3 Teori Belajar


A. Teori behaviourisme
Teori behaviorisme (perilaku) ini dikemukakan oleh Ivan Petrovich Pavlov,
Edward Lee Throndike, Burrhus Frederic Skinner, Edwin R. Gutrie, dan Clark Hull.
Aliran ini memandang belajar sebagai perubahan tingkah laku sebagai akibat antara
stimulus dan respon. Aliran ini juga berpendapat tingkah laku peserta didik
merupakan reaksi terhadap lingkungan. Selain itu, teori ini mendeskripsikan
pembelajaran sebagi proses pelaziman dan hasil pembelajaran yang diharapkan
adalah peubahan perilaku berupa kebiasaan. Faktor-faktor yang dianggap penting
menurut teori ini adalah:
1. masukan atau input yang berupa stimulus
2. keluaran atau output yang berupa respon,

8
3. hubungan antara stimulus dan respon,
4. reinforcement (penguatan), baik berupa penguatan positif maupun penguatan
negatif.
Dalam bidang pendidikan strategi behavioris dapat digunakan untuk mengajar
“apa” (fakta-fakta). Kritik yang berhubungan dengan teori ini yaitu proses belajar
yang kompleks tidak terjelaskan. Kritik ini didasarkan oleh asumsi bahwa stimulus-
respon terlalu sederhana.
B. Teori Kognitivisme
Teori kognitivisme memandang, pertama, belajar merupakan peristiwa mental.
Kedua, perilaku didasari dorongan mental yang diatur oleh otaknya. Ketiga, belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang berhubungan dengan tujuan
belajar. Keempat, belajar dianggap sebagai proses internal. Asumsi yang mendasari
lahirnya teori ini adalah tiap orang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman,
dalam bentuk struktur kognitif (Baharuddin & Wahyuni, 2015). Hal ini berarti,
proses belajar berjalan baik jika pelajaran yang baru terkait dengan struktur kognitif
(pengetahuan awal) yang sudah ada. Teori ini dikemukakan oleh Jean Piaget, Jerome
Bruner, David Ausabel, dan Kohler.
Strategi kognitif dapat digunakan untuk mengajar “bagaimana” (proses dan
prinsip-prinsip). Kritik yang berhubungan dengan teori ini yaitu teori ini lebih dekat
ke psikologi. Selain itu, sulit melihat struktur kognitif yang ada pada setiap individu.
Aplikasi teori ini di dalam kelas dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan instruksional
2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh siswa
4. Menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok untuk topik yang akan
dipelajari siswa
5. Mempersiapkan pertanyaan yang dapat memacu kreatifitas siswa untuk berdiskusi
atau bertanya
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
C. Teori Humanistik
Teori ini bersifat abstrak, cenderung mendekati filsafat daripada dunia
pendidikan. Aliran ini tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal
daripada belajar apa adanya, seperti yang diamati dalam dunia keseharian. Teori ini

9
juga memandang proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia. Teori ini dikemukakan oleh Kolb, Bloom dan Krathwohl,
Habermas, Honey dan Mumford.
Kritik yang berhubungan dengan teori ini yaitu teori ini lebih dekat ke filsafat
daripada pendidikan. Contoh konkrit aplikasi teori ini dalam pembelajaran adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Menentukan materi pelajaran
3. Mengidentifikasi “entry behavior” mahasiswa
4. Mengidentifikasi topik-topik yang memungkinkan mahasiswa mempelajarinya
secara aktif (mengalami)
5. Mendesain wahana (lingkungan, media, fasilitas, dan sebagainya) yang akan
digunakan siswa untuk belajar
6. Membimbing siswa belajar secara aktif
7. Membimbing siswa memahami hakikat makna dari pengalaman belajar mereka
8. Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman tersebut
9. Membimbing siswa sampai mereka mampu mengaplikasikan konsep-konsep baru
ke situasi yang baru
10. Mengevaluasi proses dan hasil belajar-mengajar
D. Teori Sibernetik
Teori ini menekankan pada pengolahan informasi. Kritik yang berhubungan
dengan teori ini yaitu teori ini hanya menekankan pada sistem informasi dari materi.
Penerapan teori ini dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan pengajaran
2. Menentukan materi pelajaran,
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi tersebut,
4. Menentukan pendekatan belajar: Algoritmik? Heuristik?
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya,
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai
dengan urutan materi pelajaran
E. Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-

10
aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai (Baharuddin
& Wahyuni, 2015). Selain itu, teori ini juga memandang bahwa pengetahuan
dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Bagi siswa agar benar-benar memahami
dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,
menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-
ide. Teori ini berkembang dari kerja Jean Piaget, Vyangotsky, teori-teori pemrosesan
informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Jerome Bruner. Dalam
upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996)
mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai
berikut:
1. memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan
bahasa sendiri
2. memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif
3. memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
4. memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki
siswa
5. mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka
6. menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Strategi konstruktivis dapat digunakan untuk mengajar “mengapa” (tingkat
berfikir yang lebih tinggi yang dapat mengangkat makna personal dan keadaan dan
belajar kontekstual).
F. Teori Motivasi ARCS
Pengertian motivasi menurut Wlodkowski (1985) adalah kondisi yang
menimbulkan, mengarahkan, dan mempertahankan intensitas perilaku peserta didik.
Model motivasi ARCS merujuk pada Attention (perhatian), Relevance (Relevansi),
Confidence (kepercayaan diri), dan Satisfaction (kepuasan). Perhatian dalam belajar
terhadap hal-hal yang baru, aneh, kontradiktif, dan kompleks. Relevansi diartikan
belajar harus sesuai kebutuhan dan bermanfaat. Teori ini juga memandang belajar
harus membangun kepercayaan diri sehingga peserta didik mengalami kepuasan
sebagai akibat keterlibatan dalam kegiatan belajar yang menyenangkan. Penerapan
model ARCS dalam pembelajaran secara konkrit dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Menimbulkan dan mempertahankan perhatian mahasiswa

11
2. Menyampaikan tujuan perkuliahan
3. Mengingat kembali prinsip yang telah dipelajari
4. Menyampaikan materi perkuliahan
5. Memberikan bimbingan belajar
6. Memperoleh unjuk kerja mahasiswa
7. Memberikan umpan balik
8. Mengukur hasil belajar
9. Memperkuat retensi dan transfer belajar

BAB 4 Keterampilan Dasar Mengajar


A. Keterampilan Membuka Pelajaran
Membuka pelajaran didefinisikan sebagai suatu upaya guru untuk menciptakan
pra-kondisi bagi siswa agar mental dan perhatiannya terpusat pada pelajaran yang
akan dibahas sehingga memeberikan efek positif terhadap kegiatan belajar mengajar.
Dengan kata lain membuka pelajaran dilakukan guna mendapatkan atau
menimbulkan minat dan perhatian para siswa untuk menghadapi pelajaran yang akan
diberikan. Hal ini dapat juga diumpamakan sebagai appetizer atau makanan pembuka
dalam suatu hidangan yang ditujukan untuk membangkitkan selera terhadap
hidangan yang akan disajikan. Tujuan kegiatan membuka pelajaran adalah:
1. mendapatkan dan mempertahankan perhatian siswa,
2. memberi motivasi kepada siswa untuk menghadapi materi yang akan diberikan,
3. mengorientasikan para siswa terhadap tujuan khusus dari pelajaran,
4. mengetahui pengetahuan awal (prasyarat) yang telah dimiliki siswa,
5. menyampaikan garis besar materi yang akan dibahas.
Membuka pelajaran yang efektif di dalamnya akan mencakup komponen sebagai
berikut:
1. Menarik perhatian siswa
2. Menimbulkan motivasi.
3. Memberi acuan.
4. Membuat kaitan.
Tanda-tanda kegiatan membuka pelajaran yang sukses adalah:
1. guru merasa senang dan bersemangat,
2. humor muncul spontan,

12
3. siswa terlihat tertarik
4. interaksi positif yang tinggi
5. munculnya tanda-tanda afirmasi seperti: anggukan kepala, senyum, badan
condong ke depan, dan suasana tenang.

B. Keterampilan Menutup Pelajaran (Closing)


Menutup pelajaran didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan guru untuk
mengakhiri pelajaran atau kegiatan belajar mengajar. Seorang guru harus menutup
pelajaran sebaik ketika membukanya. Kegiatan pelajaran haruslah ditutup dengan
kesimpulan yang dapat membuat pelajaran yang baru diberikan menjadi lebih jelas.
Kegiatan menutup pelajaran juga dapat merupakan penguatan (reinforcement)
terhadap isi pelajaran yang baru saja disampaikan. Kegiatan menutup pelajaran
dimaksudkan untuk:
1. memusatkan perhatian siswa pada akhir pelajaran
2. memastikan bahwa para siswa telah menguasai atau memahami apa yang mereka
telah pelajari
3. memotivasi siswa untuk menggunakan pengetahuan yang baru didapat untuk
memecahkan berbagai persoalan dalam hidupnya, dan
4. mengorganisasikan semua kegiatan ataupun pelajaran yang telah dipelajari
menjadi satu kebulatan yang bermakna untuk memahami esensi pelajaran itu.
C. Keterampilan Menjelaskan
Pengertian menjelaskan dalam kegiatan pembelajaran mengacu kepada perbuatan
mengorganisasikan materi pelajaran dalam tata urutan yang terencana dan sistematis
sehingga dalam penyajiannya siswa dengan mudah dapat memahaminya. Komponen-
komponen keterampilan menjelaskan antara lain:
1. Keterampilan merencanakan penjelasan, yang terdiri dari:
a. Isi pesan dipilih dan disusun secara sistematis disertai dengan contoh-contoh,
b. Hal-hal yang berkaitan dengan siswa.
2. Keterampilan menyajikan penjelasan, yang terdiri dari:
a. Kejelasan
b. Penggunaan contoh dan ilustrasi yang mengikuti pola induktif dan deduktif,
c. Pemberian tekanan pada bagian-bagian yang penting,
d. Umpan balik.

13
D. Keterampilan Bertanya Dasar dan Lanjut
Ketrampilan bertanya merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai,
didalami, dan dikembangkan oleh guru dengan baik. Pertanyaan-pertanyaan lisan
yang baik memerlukan pemikiran yang cermat dan pemilihan kata yang tepat.
Keahlian ini akan menyebabkan pertanyaan-pertanyaan yang guru ajukan menuntut
siswa berfikir kritis dan mampu memberikan umpan balik tentang pemahaman siswa
pada materi yang sedang dibahas. Kegiatan bertanya jawab antara guru dan siswa,
siswa dan guru, dan antara siswa dengan siswa menunjukkan adanya interaksi di
kelas yang dinamis dan multi arah. Keterampilan bertanya dasar dan lanjut bertujuan
untuk:
1. membangkitkan motivasi dan menimbulkan partisipasi aktif siswa dalam belajar,
2. menyimpulkan atau mengulas pelajaran,
3. memberikan informasi evaluasi pembelajaran
4. menguji persiapan siswa dalam menghadapi pelajaran, memberikan umpan balik
tentang peningkatan pengetahuan siswa
5. meninjau tercapai atau tidaknya tujuan pelajaran, dan
6. membangkitkan gairah berfikir logis dan kritis siswa
E. Keterampilan Memberi Penguatan
Penguatan adalah respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan
kemungkinan berulangnya kembali perilaku itu. Memberi penguatan bertujuan untuk
mendorong siswa lebih melakukan yang diharapkan dalam proses pembelajaran.
Penerapan keterampilan ini dalam pembelajaran yaitu dengan memperhatikan siapa
sasarannya dan bagaimana teknik pelaksanaannya (hangat, penuh semangat,
bermakna, pilihan kata/kalimat yang tepat).
Menurut (Mulyasa, 2006), jenis-jenis penguatan terbagi atas tiga yaitu penguatan
positif, penguatan negatif, dan membiarkan
F. Keterampilan Mengadakan Variasi
Variasi mengandung makna perbedaan. Dalam kegiatan pembelajaran, pengertian
variasi merujuk pada kegiatan dan perbuatan guru, yang disengaja ataupun secara
spontan, yang dimaksudkan untuk memacu dan mengikat perhatian peserta didik
selama pelajaran berlangsung. Tujuan utama guru mengadakan variasi dalam
kegiatan pembelajaran untuk mengurangi kebosanan peserta didik sehingga
perhatian peserta didik terpusat pada pelajaran.

14
Komponen-komponen keterampilan mengadakan variasi terdiri dari:
1. Variasi gaya mengajar, meliputi suara, jeda, pemusatan, gerak dan kontak
pandang.
2. Variasi pengalihan penggunaan indra. Hal ini dapat dilakukan dengan
pemanipulasian indra pendengar, penglihatan, pencium,
3. peraba, dan perasa. Komponen variasi ini erat kaitannya dengan variasi
penggunaan media atau alat bantu pembelajaran.
4. Variasi pola interaksi, mencakup pola hubungan guru dan siswa.
5. Variasi kegiatan, dapat dilakukan dengan mengganti metode pembelajaran.
G. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok kecil merupakan salah satu format pembelajatran yang
mempunyai ciri-ciri: 1) melibatkan 3-9 orang siswa setiap kelompoknya, 2)
mempunyai tujuan yang mengikat, 3) berlangsung dalam interaksi tatap muka yang
formal, dan 4) berlangsung menurut proses yang sistematis.
Komponen-komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil terdiri
dari:
1. Memusatkan perhatian siswa,
2. Memperjelas pendapat siswa,
3. Menganalisiss pandangan siswa,
4. Meningkatkan kontribusi siswa,
5. Mendistribusikan pandangan siswa,
6. Menutup diskusi.
H. Keterampilan Mengelola Kelas
Pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah
laku siswa yang diinginkan, mengulang atau meniadakan tingkah laku yang tidak
diinginkan, dengan hubungan-hubungan interpersonal dan iklim sosio emosional
yang positif serta mengembangkan dan mempermudah organisasi kelas yang efektif.
Tujuan guru mengelola kelas adalah agar semua siswa yang ada di dalam kelas dapat
belajar dengan optimal dan mengatur sarana pembelajaran serta mengendalikan
suasana belajar yang menyenangkan untuk mencapai tujuan belajar. Dua komponen
utama dalam pengelolaan kelas adalah:
1. Keterampilan yang berhubungan dengan tindakan preventif berupa penciptaan dan
pemeliharaan kondisi belajar

15
2. Keterampilan yang berkembang dengan tindakan kreatif berupa pengembalian
kondisi belajar yang optimal.
I. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan
Mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan bentuk mengajar klasikal
biasa yang memungkinkan guru dalam waktu yang sama menghadapi beberapa
kelompok kecil yang belajar secara kelompok dan beberapa orang siswa yang belajar
atau bekerja secara perorangan. Komponen-komponen yang termasuk dalam
keterampilan ini meliputi:
1. Keterampilan mengadakan pendekatan pribadi
2. Keterampilan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran
3. Keterampilan membimbing dan memberi kemudahan belajar
4. Keterampilan merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.

BAB 5 Tahapan Mengajar


A. Tahapan Pra Instruksional
Tahapan ini disebut juga kegiatan pendahuluan/kegiatan awal/tahap memulai
proses belajar mengajar. Tahap ini bertujuan untuk menyiapkan mental siswa
sehingga siswa dapat fokus mengikuti keseluruhan proses pembelajaran sehingga
suasana belajar menjadi menyenangkan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan guru
pada tahapan ini diantaranya:
1. mengucap salam, menyapa, berdo‟a.
2. mengabsen siswa (bertanya siapa yang tidak hadir atau melihat denah kelas,
bertanya pada ketua kelas).
3. mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu secara singkat tapi menyeluruh.
4. mengkaitkan materi ajar yang akan dibahas dengan materi ajar sebelumnya
(melakukan apersepsi). Hal ini dapat dilakukan dengan bertanya kepada siswa
sampai dimana pembahasan pada pertemuan sebelumnya.
5. Mengadakan kuis atau pre-test tentang pembahasan yang lalu untuk mengetahui
kemampuan dasar siswa sebelum menerima materi ajar yang baru.
6. memberikan motivasi. Kegiatan ini bertujuan untuk memancing atau
meningkatkan keingintahuan siswa terhadap materi yang akan disampaikan.
7. menuliskan topik materi pelajaran.
8. menjelaskan tujuan pembelajaran.

16
9. menyampaikan cakupan materi (menuliskan subtopik materi ajar).
Hal yang perlu diperhatikan oleh guru saat menerapkan kegiatan-kegiatan tersebut
di atas adalah guru tidak selalu harus menerapkan semua kegiatan dalam satu waktu
pertemuan di dalam kelas. Ada kegiatan yang sifatnya pilihan (optional) untuk
dilakukan tergantung kebutuhan, situasi, dan suasana di dalam kelas seperti
mengadakan kuis/pre-test, bertanya tentang pembahasan sebelumnya, mengulang
kembali bahan pelajaran yang lalu secara singkat tapi menyeluruh, dan menghapus
papan tulis.
B. Tahapan Instruksional
Kegiatan inti atau tahap penyampaian materi ajar merupakan proses pembelajaran
untuk mencapai kompetensi, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan pendekatan saintifik yang disesuaikan dengan
karakteristik mata pelajaran dan peserta didik. Guru memfasilitasi peserta didik
untuk melakukan proses mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar,
dan mengkomunikasikan. Dalam setiap kegiatan guru harus memperhatikan
perkembangan sikap peserta didik pada kompetensi dasar dari kompetensi inti 1 dan
kompetensi inti 2 antara lain mensyukuri karunia Allah swt, jujur, teliti, kerja sama,
toleransi, disiplin, menghargai pendapat orang lain, tanggung jawab, dan lain
sebagainya yang tercantum dalam silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Dalam tahap ini juga akan tergambar pendekatan, metode, dan model
pembelajaran yang digunakan selama pembelajaran.
C. Kegiatan Penutup
Kegiatan ini disebut juga dengan kegiatan tindak lanjut/kegiatan akhir. Dalam
kegiatan penutup, guru bersama peserta didik melakukan:
1. mengajukan pertanyaan kepada kelas atau siswa secara individu mengenai semua
atau sebagian pokok materi yang telah dibahas.
2. memberikan kesempatan siswa untuk bertanya terhadap hal-hal yang masih belum
dimengerti atau jelas.
3. membuat rangkuman atau simpulan pelajaran.

17
4. memberikan penguatan terhadap jawaban dari pertanyaan siswa atau terhadap
kesimpulan yang diberikan siswa.
5. melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan.
6. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran
7. melakukan penilaian hasil belajar.
8. merencanakan tindak lanjut (pembelajaran remedial, program pengayaan, layanan
konseling).
9. memberikan tugas baik tugas individu maupun kelompok (dalam bentuk tugas
terstruktur maupun kegiatan mandiri tugas terstruktur).
10. menyampaikan rencana pembelajaran (pokok materi) yang akan dibahas pada
pertemuan berikutnya.
11. berdo‟a dan diakhiri dengan salam.
Ketiga tahapan tersebut di atas merupakan satu rangkaian kegiatan yang terpadu
tidak terpisahkan dan saling mendukung satu sama lainnya. Tahapan-tahapan ini
memerlukan keterampilan profesional dari seorang guru khususnya dalam
melaksanakan strategi mengajar yang optimal dalam mencapai tujuan yang
diharapkan.

BAB 6 Pendekatan Pembelajaran


A. Definisi Pendekatan Pembelajaran
Suatu strategi pembelajaran dapat dilaksanakan dengan beberapa pendekatan.
Pendekatan dalam proses belajar mengajar diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran (Istarani, 2012). Sagala (2005:68)
menyatakan bahwa, ”Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh
oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan
instruksional tertentu”.
Berbagai pendekatan pembelajaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli.
International Baccalaureate, sebuah program pendidikan yang menawarkan layanan
pendidikan internasional, telah menetapkan enam pendekatan pembelajaran (Huda,
2014). Keenam pendekatan tersebut adalah pendekatan: operasional, kolaboratif,
komunikatif, informatif, reflektif, dan berpikir dan berbasis masalah. Di bawah ini
merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai keenam pendekatan tersebut dan
disertakan beberapa contoh model pembelajaran yang telah diseleksi berdasarkan

18
karakteristik-karakteristiknya yang sesuai dengan tujuan dan kompetensi yang
hendak dicapai dalam setiap pendekatan. Dalam bab ini juga akan dijabarkan
beberapa pendekatan pembelajaran lainnya di luar yang ditetapkan oleh International
Baccalaureate.

B. Macam-Macam Pendekatan dalam Pembelajaran


1. Pendekatan Organisasional
Huda (2014) menyatakan bahwa tujuan pendekatan ini adalah siswa diarahkan
untuk mencapai beberapa kompetensi antara lain
a. mampu mengatur waktu dengan baik,
b. mampu mengatur tugas dengan efektif,
c. mampu terlibat dalam pembelajaran,
d. mampu mendekati tugas-tugas pembelajaran,
e. mampu menyajikan hasil kerja,
f. mampu mengorganisasi materi-materi, dan
g. mampu mengorganisasi kerjanya sendiri.
2. Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif menurut Huda (2014) bertujuan untuk mampu memiliki
dan melakukan hal-hal antara lain:
a. menerima orang lain,
b. membantu orang lain,
c. menghargai pendapat orang lain,
d. menghadapi tantangan, dan
e. bekerja sama dalam tim.
3. Pendekatan Komunikatif. Pendekatan pembelajaran komunikatif dimaksudkan
agar siswa mampu:
a. membaca dan menulis dengan baik,
b. belajar dengan orang lain,
c. menggunakan media,
d. menerima ide, gagasan, pendapat, atau informasi dari orang lain,

19
e. menyampaikan ide, gagasan, pendapat, atau informasi kepada orang lain secara
jelas dan tepat,
f. menjadi pendengar yang baik, dan
g. menghargai dan menghormati orang lain.
4. Pendekatan Informatif. Tujuan pendekatan informatif ini adalah siswa mampu
untuk:
a. mencari dan mengakses informasi dari berbagai sumber,
b. menyeleksi informasi tersebut,
c. mengolah informasi, dan
d. membagi informasi tersebut kepada orang lain.
5. Pendekatan Reflektif. Tujuan pendekatan reflektif ini adalah agar siswa mampu:
a. mengevaluasi kelebihan dirinya dalam belajar,
b. menyadari kekurangan dirinya dalam belajar,
c. mengetahui kesulitan-kesulitan belajarnya,
d. memperbaiki cara atau gaya belajarnya, dan
e. memecahkan permasalahan belajarnya.
6. Pendekatan Berpikir dan Berbasis Masalah
Penerapan pendekatan ini bertujuan agar siswa memiliki beberapa kompetensi
antara lain: “meneliti, mengemukakan pendapat, menerapkan pengetahuan
sebelumnya, memunculkan ide-ide, membuat keputusan-keputusan,
mengorganisasi ide-ide, membuat hubungan-hubungan, menghubungkan wilayah-
wilayah interaksi, dan mengapresiasi kebudayaan” (Huda, 2014:270).
Model-model yang termasuk dalam pendekatan ini antara lain: Problem Based
Learning (PBL), Problem Solving, Project Based Learning (PjBL), Problem
Posing Learning, Probing Prompting Learning (PPL), Open-Ended Learning,
SAVI, VAK, AIR, group investigation, Means Ends Analysis (MEA), Creative
Problem Solving (CPS), Dooble Loop Problem (DLP), scramble, mind mapping,
generative, circuit learning, complete sentence, concept sentence, dan treffinger.
7. Pendekatan Problem Solving (Penyelesaian Masalah)
Pendekatan ini diawali dengan adanya masalah yang harus diselesaikan oleh
seseorang melalui eksperimen atau observasi. G.Polya dalam Poedjiadi (2005)
mengemukakan langkah-langkah penyelesaian masalah sebagai berikut:

20
a. Memahami apa yang menjadi masalah dan mengetahui data apa saja yang
tersedia berkaitan dengan masalah tersebut
b. Pembuatan rencana atau proses perencanaan
c. Melaksanakan rencana yang telah tersusun
d. Melihat apakah hasilnya dan argumennya dapat diteliti kembali serta apakah
metodenya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah lain.
8. Pendekatan Keterampilan Proses
Pendekatan keterampilan proses ini telah lama dilaksanakan di Inggris yang
disebut sebagai science a process approach (SAPA). Pendekatan ini didefinisikan
sebagai menggunakan proses-proses mental, termasuk keterampilan psikomotor.
Pendekatan ini bertujuan agar peserta didik dibiasakan untuk mencari masalah
kemudian melakukan langkah-langkah yang dilakukan ilmuwan untuk
menghasilkan produk-produk sains berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan
teori (Poedjiadi, 2005). Lebih lanjut ia menyatakan langkah-langkah kerja yang
dilakukan ilmuwan dalam menghasilkan produk sains tersebut di atas adalah:
a. menemukan masalah
b. mencari informasil lebih lanjut tentang masalah,
c. mengemukakan hipotesis,
d. melakukan penelitian,
e. menarik kesimpulan, dan
f. mengkomunikasikan hasil penelitian.
9. Pendekatan Science, Environment, Technology and Society (SETS) atau Sains,
Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (SaLingTeMas)
Pendekatan SETS diartikan sebagai proses pembelajaran yang menghubungkan
antara sains dan teknologi yang terkait dengan kegunaannya bagi masyarakat serta
dengan penyelamatan lingkungan dari kerusakan (peduli terhadap lingkungan).
Dengan kata lain, di dalam kelas seorang guru harus mampu menunjukkan bahwa
ada hubungan antara sains, teknologi, masyarakat, dan lingkungan secara utuh dan
terpadu, karena ada produk teknologi yang dirakit atas dasar konsep-konsep sains
dan dibangun untuk kebutuhan masyarakat dan demi penyelamatan lingkungan
dari bencana atau kerusakan. Sebagai contoh adalah penggunaan teknologi
komputer untuk mengajarkan berbagai konsep sains yang berkaitan dengan
kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Tujuan pendekatan ini adalah untuk:

21
a. meningkatkan memotivasi dan prestasi belajar di samping memperluas
wawasan peserta didik,
b. menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa maupun masalah lingkungan
sosialnya,
c. meningkatkan kreativitas,
d. meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
e. meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan,
f. meningkatkan ketanggapan siswa terhadap perkembangan teknologi

10. Pendekatan Interaktif


Pendekatan ini dikemukakan oleh J. Faire dan M. Cosgrove. Pendekatan
interaktif didefinisikan sebagai pendekatan yang menghendaki siswa membuat
pertanyaan atau mencari masalah sendiri yang berhubungan dengan topik yang
diajarkan dan berusaha menyelesaikannya sendiri.
Tujuan pendekatan ini adalah untuk memacu peserta didik meningkatkan
kreativitas dan kemampuan berpikir kritis mereka baik dalam membuat
pertanyaan atau mencari masalah yang berhubungan dengan topik yang diajarkan
maupun dalam upaya menyelesaikan masalah tersebut. Peran guru dalam
pendekatan ini adalah sebagai fasilitator dan narasumber dalam diskusi kelas.
11. Pendekatan Nilai
Pendekatan nilai terdiri dari dua kata pendekatan dan nilai. Sebelum membahas
pengertian pendekatan nilai, kita perlu mengetahui apakah nilai itu. Menurut
Poedjiadi (2005), ada dua pandangan tentang nilai. Pertama, nilai merupakan
ukuran tertinggi dari perilaku manusia dan dijunjung tinggi oleh sekelompok
masyarakat serta digunakan sebagai pedoman dalam sikap dan bertingkah laku.
Kedua, nilai merupakan hal yang tergantung pada penangkapan dan perasaan
orang yang menjadi subjek terhadap sesuatu atau fenomena tertentu. Dengan kata
lain, pandangan pertama tentang nilai berarti “keyakinan”, sedangkan pandangan
kedua berarti “manfaat”.
Pendekatan nilai didefinisikan sebagai menghubungkan berbagai aspek nilai
dengan materi pelajaran yang sedang dibahas. Nilai-nilai yang dimaksud antara
lain nilai: religi, estetika, sosial budaya, ekonomi, pendidikan, kegunaan, dan

22
susila. Nilai-nilai ini dalam diri individu saling berpengaruh dan membentuk suatu
sistem nilai yang merupakan kesatuan utuh.
Contoh pendekatan nilai religi dalam pembelajaran kimia yaitu adanya fakta
bahwa dalam tubuh manusia Allah swt menciptakan jutaan reaksi kimia yang
berjalan secara simultan sementara manusia hanya dapat mendeteksi adanya
reaksi-reaksi tersebut.
12. Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik adalah “pendekatan pembelajaran berbasis proses
keilmuan” (Tim Pembelajaran Mikro, 2016). Pendekatan ini menghendaki siswa
untuk terlibat dalam melakukan kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar, dan mengkomunikasikan. Kelima pengalaman belajar siswa
sebagai ciri. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk:
a. mendorong siswa berpikir kritis, analitis, dan tepat;
b. mendorong siswa berpikir tingkat tinggi;
c. meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah;
d. mendorong siswa untuk berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan,
dan tautan satu sama lain dari materi pelajaran; dan
e. mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan objektif dalam merespon
materi pembelajaran

BAB 7 Metode Pembelajaran


A. Definisi Metode Pembelajaran
Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, bisa terjadi dalam satu strategi pembelajaran bisa digunakan beberapa
metode. Metode pembelajaran didefinisikan sebagai suatu cara atau prosedur yang
dipakai untuk mencapai tujuan tertentu (Istarani, 2012).
Tugas guru adalah memilih metode mengajar yang tepat demi terciptanya
pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan bagi guru maupun peserta
didik. Metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan
belajar peserta didik. Adapun dasar-dasar pemilihan suatu metode mengajar, yaitu:
1. relevansi dengan tujuan pembelajaran,
2. relevansi dengan materi pembelajaran,
3. relevansi dengan kemampuan siswa,

23
4. relevansi dengan kemampuan siswa.
B. Berbagai Metode Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran terkadang guru dapat menggunakan dua metode
secara bersamaan. Ada beberapa metode pembelajaran inovatif yaitu: (1) metode
quantum, (2) metode partisipatori, (3) metode kolaboratif, dan (4) metode kooperatif.
Pada bab ini hanya akan dibahas metode pembelajaran kooperatif. Metode
pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai suatu kegiatan pembelajaran dimana
siswa belajar, berdiskusi, berdebat, bertukar informasi, dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara bersama yang anggotanya 4-6 orang, dengan struktur
kelompok heterogen” (Slavin dalam Suyatno, 2009). Kelompok yang heterogen
dapat dibentuk dengan memperhatikan aspek gender, latar belakang sosio-ekonomi
dan budaya serta kemampuan akademik peserta didik.
Metode-metode pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam mengajar sangat
banyak jumlahnya yaitu sekitar 90 jenis metode
1. Metode Tanya Jawab
Menurut Djamarah dan Zain (2006) metode tanya jawab adalah cara penyajian
pelajaran dalam bentuk guru bertanya siswa menjawab, atau siswa bertanya guru
menjawab. Hal ini berarti terdapat komunikasi langsung dua arah antara guru dan
siswa. sementara 50 diantaranya merupakan metode pembelajaran kooperatif.
2. Metode Diskusi
Menurut Djamarah dan Zain (2006) metode diskusi adalah cara penyajian
pelajaran dimana dua atau lebih siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa
berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan
dipecahkan bersama. Melalui metode ini masing-masing siswa saling tukar
menukar pengalaman, pendapat, ide, gagasan, dan informasi serta saling
mengajukan argumentasinya untuk memperkuat pendapat mereka.
3. Metode Eksperimen
Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa
melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang
dipelajari (Istarani, 2014). Melakukan percobaan di sini dalam artian siswa
mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan, menulis hasil percobaan,
menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil pengamatan mengenai suatu
objek, keadaan, atau proses tertentu.

24
4. Metode Discovery (Penemuan)
Metode discovery disebut juga metode inquiry atau ada ahli yang menyebutnya
sebagai metode discovery-inquiry. Metode ini didefinisikan sebagai cara penyajian
pelajaran, dimana siswa dibiarkan menemukan atau mengalami proses mental
secara individual, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Yang
dimaksud dengan proses mental tersebut adalah proses mengamati, mencerna,
menggolongkan, membuat hipotesis, mengukur, membuat kesimpulan, dan lain
sebagainya. Poedjiadi (2005) mendefinisikan metode inquiry sebagai cara
penyajian bahan ajar yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan
analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu maslah yang
dipertanyakan.
Pendekatan pembelajaran yang cocok diterapkan dengan metode ini adalah
pendekatan pemecahan masalah. Dalam penerapan metode ini guru berfungsi
sebagai supervisor, fasilitator, mediator, dan komentator
5. Metode Team Teaching
Metode team teaching adalah cara penyampaian materi ajar kepada siswa
dengan melibatkan beberapa orang guru di dalam maupun di luar kelas sekaligus.
Hal ini berarti guru yang menjadi tim ikut bertanggungjawab baik dari segi
perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi pembelajarannya. Dalam
pelaksanaannya terjadi sistem beregu dalam mengajarkan materi pelajaran yang
tidak dapat ditangani oleh seorang guru di kelas.
6. Metode Tutor Sebaya
Metode tutor sebaya adalah cara penyajian bahan ajar dengan memanfaatkan
siswa yang telah mampu menguasai materi untuk mengajarkan siswa lainnya yang
belum menguasai materi ajar. Hal ini berarti proses pembelajaran berlangsung dari
siswa, oleh siswa dan untuk siswa. Sementara peran guru di sini hanya sebagai
pemantau dan fasilitator
7. Metode Induktif
Metode induktif pertama kali dikemukakan oleh filosof Inggris yang bernama
Prancis Bacon. Metode ini diartikan sebagai cara penyajian materi ajar melalui
proses berpikir yang berlangsung dari khusus ke umum. Jadi, metode induktif
dimulai dengan pemberian berbagai kasus, fakta, contoh, atau sebab yang
mencerminkan suatu konsep atau prinsip. Kemudian siswa dibimbing untuk

25
mensintesiskan, menemukan, atau menyimpulkan prinsip dasar dari pelajaran
tersebut.
8. Metode Deduktif
Metode ini diartikan sebagai cara penyajian isi pelajaran melalui proses berpikir
yang bermula dengan menyajikan aturan atau prinsip umum yang diikuti dengan
contoh khusus (contoh penerapannya dalam situasi tertentu). Hal ini berarti metode
deduktif menjelaskan materi ajar yang bersifat teoritis ke bentuk realitas atau
menjelaskan hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus (Komara, 2014).
9. Metode Interaktif
Metode interaktif adalah suatu cara penyajian materi ajar dimana guru berperan
dalam menciptakan interaksi aktif antara guru dengan siswa, siswa dengan guru,
dan siswa dengan siswa serta dengan sumber pembelajaran yang menunjang
tercapainya tujuan belajar. Balen dalam Komara (2014) menyatakan bahwa ada tiga
keterampilan penting yang harus dimiliki siswa yaitu keterampilan berpikir,
keterampilan sosial, dan keterampilan praktis. Ketiga keterampilan tersebut dapat
dikembangkan dalam situasi belajar mengajar yang interaktif atau yang melibatkan
komunikasi multi-arah.
10. Metode Active Learning (Pembelajaran Aktif)
Metode active learning diartikan sebagai cara penyampaian materi pelajaran
dengan mengajak siswa untuk belajar secara aktif dalam semua proses
pembelajaran. Keaktifan yang dimaksud dalam pengertian ini adalah keaktifan
siswa dalam berbagai bentuk diantaranya keterlibatan mental, intelektual, fisik,
emosional, perbuatan, sikap, dan pengalaman langsung. Suyatno (2009)
mengatakan pembelajaran aktif memiliki dua dimensi, yaitu pembelajaran mandiri
dan pembelajaran aktif. Pembelajaran mandiri merujuk pada keterlibatan siswa
pada pembuatan keputusan tentang proses pembelajaran yang akan dilakukan,
sementara pembelajaran aktif merujuk pada situasi dimana siswa ditantang untuk
mencari pengetahuan secara aktif dengan menggunakan kemampuan mentalnya
saat melakukan pembelajaran.
Metode pembelajaran aktif didasarkan oleh asumsi bahwa setiap orang belajar
dengan cara yang berbeda. Silberman dalam Hamdani (2010) mengatakan metode
active learning merupakan cara pandang yang menganggap belajar sebagai proses
rekonstruksi pengetahuan dan menganggap mengajar sebagai kegiatan yang

26
mengembangkan inisiatif dan kemauan belajar siswa selama hidupnya. Rosada
(2007) mengemukakan bahwa active learning adalah belajar yang memperbanyak
aktivitas siswa dalam mengakses informasi dari berbagai sumber seperti buku teks,
perpustakaan, internet, atau sumber belajar lainnya dengan tujuan untuk menambah
pengalaman dan pengetahuan serta untuk melatih kemampuan analitis dan sintesis
siswa.
11. Metode Aktif-Reflektif
Metode aktif-reflektif didefinisikan sebagai cara penyampaian materi ajar
dengan mengajak siswa untuk belajar secara aktif dalam proses pembelajaran baik
fisik maupun mental dan kemudian meminta siswa untuk reflektif atau melakukan
analisa atas pengetahuan dan pengalaman belajar yang dimiliki dan dialaminya.

BAB 8 Model Pembelajaran


A. Definisi Model Pembelajaran
Menurut Poedjiadi (2005:119), model pembelajaran merupakan “Rencana, pola
atau pengaturan kegiatan guru dan peserta didik yang menunjukkan adanya interaksi
antara unsur-unsur yang terkait dalam pembelajaran yakni guru, peserta didik, dan
media termasuk bahan ajar atau materi subyeknya”.
Berikut ini akan diuraikan tentang berbagai jenis model pembelajaran yang dapat
diterapkan oleh guru ketika mengajar berdasarkan kategori pendekatan pembelajaran
yang sesuai.
B. Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Organisasional
1. Model Pembelajaran Explicit Instruction
Model pembelajaran explicit instruction dikenal juga sebagai model pengajaran
langsung. Model ini didefinisikan sebagai “cara belajar peserta didik tentang
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan
pola selangkah demi selangkah” (Istarani, 2012:99). Huda (2014) menyatakan
bahwa model ini dapat digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang
ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa.
2. Model Pembelajaran Kumon
Pada awalnya, Kumon merupakan salah satu korporasi pendidikan yang
digagas oleh Toru Kumon dari Jepang, pada tahun 1958. Kumon lalu diadopsi

27
sebagai model pengajaran matematika. Model kumon merupakan model belajar
perseorangan atau mandiri. Level awal untuk setiap siswa kumon ditentukan
secara perseorangan. Siswa diberi tugas mulai dari level yang mudah sampai yang
sulit dengan disertai lembar kerja yang telah didesain sedemikian rupa untuk tiap
level sehingga siswa dapat memahami bagaimana cara menyelesaikan soal-soal.
3. Model Pembelajaran Quantum Learning
Model pembelajaran quantum learning merupakan model pembelajaran yang
membiasakan belajar menyenangkan. Model ini pertama kali digunakan di
Supercamp (DePotter, 2009). Supercamp menggunakan pola pembelajaran yang
menggabungkan rasa percaya diri, keterampilan belajar, dan keterampilan
berkomunikasi dalam lingkungan yang menyenangkan

C. Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Kolaboratif


1. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
Model ini dikembangkan oleh David de Vries dan Keath Edward (1995) untuk
membantu siswa mengulang dan menguasai materi pelajaran melalui game
akademik. Nilai yang siswa peroleh dari game merupakan skor kelompok.
2. Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI)
Menurut Slavin (1984), TAI merupakan sebuah program pedagogik yang
mengadaptasikan pembelajaran dengan perbedaan individual siswa secara
akademik.
3. Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)
Model pembelajaran STAD pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin
pada tahun 1995 dan rekan-rekannya di Johns Hopkins University. Model ini
didefinisikan sebagai proses pembelajaran dimana siswa diminta untuk
membentuk kelompok-kelompok heterogen yang masing-masing terdiri dari 4-5
anggota. Kelompok heterogen yang dimaksudkan di sini adalah kelompok dengan
siswa- siswa yang beragam berdasarkan perbedaan dari segi level kemampuan
akademiknya, gender, ras, dan etnis.
4. Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)
Model pembelajaran NHT atau Kepala Bernomor Struktur dikembangkan oleh
Russ Frank. Model ini merupakan varian dari diskusi kelompok.

28
5. Model Pembelajaran Jigsaw
Model pembelajaran Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson pada
tahun 1975. Model ini memiliki dua versi tambahan, Jigsaw II (Slavin, 1989) dan
Jigsaw III (Kagan, 1990). Model ini didefinisikan sebagai pengajaran yang
menggabungkan aktivitas membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara.
6. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Model pembelajaran TPS dikembangkan pertama kali oleh Profesor Frank
Lyman di University of Maryland pada tahun 1981. Model ini menekankan pada
gagasan tentang waktu „tunggu atau berpikir‟, berpasangan, dan kemudian
membagi hasil diskusi pasngan kepada seluruh kelas.

7. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TS-TS)


Model pembelajaran TS-TS ini dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun
1990. Model ini dikenal juga sebagai model pembelajaran “Dua Tinggal Dua
Tamu”. Model ini merupakan sistem pembelajaran kelompok.
8. Model Pembelajaran Role Playing
Model pembelajaran role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan
pelajaran melalui aktivitas permainan gerak atau bermain peran yang disertai
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan
penghayatan dilakukan dengan memerankan diri sebagai tokoh hidup atau benda
mati.
9. Model Pembelajaran Pair Check
Model pembelajaran pair check atau pasangan mengecek dikembangkan oleh
Spencer Kagan pada tahun 1990. Model ini merupakan proses belajar yang
menekankan pada kerja sama kelompok antar dua orang atau berpasangan.
10. Model Pembelajaran Cooperative Script
Menurut Istarani (2012:15) model pembelajaran cooperative script merupakan
“penyampaian materi ajar yang diawali dengan pemberian wacana atau ringkasan
materi ajar kepada siswa yang kemudian diberikan kesempatan kepada siswa
untuk membacanya sejenak dan memberikan atau memasukkan ide-ide atau
gagasan-gagasan baru ke dalam materi ajar yang diberikan guru, lalu siswa

29
diarahkan untuk menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dalam materi
yang ada secara bergantian sesama pasangannya masing-masing”.
D. Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Komunikatif
1. Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)
Model pembelajaran TTW pertama kali dikembangkan oleh Huinker dan
Laughlin pada tahun 1996. Menurut Huda (2014) model pembelajaran TTW
merupakan “strategi yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan
menulis bahasa tersebut dengan lancar”.
2. Model Pembelajaran Example Non-example
Model pembelajaran example non-example yaitu “suatu rangkaian penyampaian
materi ajar kepada siswa dengan menunjukkan gambar-gambar yang relevan yang
telah dipersiapkan dan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menganalisisnya
bersama teman dalam kelompok yang kemudian dimintai hasil diskusi yang
dilakukannya” (Istarani, 2012:9).
3. Model Pembelajaran Picture and Picture
Menurut Istarani (2012:7) picture and picture merupakan “suatu rangkaian
penyampaian materi ajar dengan menunjukkan gambar-gambar konkrit kepada
siswa sehingga siswa dapat memahami secara jelas tentang makna hakiki dari
materi ajar yang disampaikan kepadanya”.
4. Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Model pembelajaran CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis)
pertama kali dikembangkan oleh Stevens, dkk pada tahun 1987
5. Model Pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran talking stick adalah model pembelajaran yang
mengandalkan tongkat sebagai media dalam proses pembelajaran. Tongkat ini
menjadi faktor utama sementara musik menjadi faktor pendukung jalannya
aktivitas belajar siswa.
6. Model Pembelajaran Snowball Throwing
Model pembelajaran snowball throwing merupakan rangkaian penyajian materi
ajar yang mengandalkan ketua kelompok untuk menjelaskan materi yang
disampaikan guru kepada teman sekelompoknya dan dilanjutkan dengan masing-
masing siswa menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi
tersebut kemudian melipat kertas tersebut menjadi berbentuk bola yang

30
selanjutnya bola tersebut dilempar pada siswa lain untuk menjawab pertanyaan
yang ada di dalam bola tersebut.
7. Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE)
Model SFE dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menjelaskan kepada teman-temannya materi yang telah disampaikan secara umum
sebelumnya oleh guru.
8. Model Pembelajaran Course Review Horay (CRH)
Model pembelajaran CRH merupakan “model pembelajaran yang dapat
menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap
siswa yang dapat menjawab benar maka siswa tersebut diwajibkan berteriak
„hore!‟ atau yel-yel lainnya yang disepakati” (Kurniasih & Sani, 2016). Model
pembelajaran ini termasuk salah satu pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan
belajar mengajar dengan car mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-
kelompok kecil.
9. Model Pembelajaran Demonstrasi
Model pembelajaran demonstrasi merupakan metode mengajar dengan
memperlihatkan langsung kepada siswa suatu benda asli atau benda tiruan, atau
memperagakan langsung atau melalui media pengajaran suatu kejadian, proses,
atau situasi yang relevan dengan pokok bahasan yang sedang disajikan
10. Model Pembelajaran Time Token
Model pembelajaran time token pertama kali dikembangkan oleh Arends pada
tahun 1998. Model pembelajaran ini didasarkan pada proses pembelajaran yang
demokratis, yaitu proses belajar yang menempatkan siswa sebagai subjek. Model
ini juga merupakan cara penyajian pelajaran dengan membuat pengaturan waktu
berbicara dan pemberian kesempatan untuk berbicara kepada masing-masing
siswa.
11. Model Pembelajaran Take and Give
Model pembelajaran take and give (saling memberi dan saling menerima)
merupakan cara penyajian pelajaran yang menekankan pada penguasaan materi
melalui media kartu dengan berpasangan untuk saling bertukar informasi dan
diakhiri dengan kegiatan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa
E. Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Informatif
1. Model Pembelajaran Survey Question Read Recite Review (SQ3R)

31
Model pembelajaran SQ3R merupakan “strategi pemahaman yang membantu
siswa berpikir tentang teks yang sedang mereka baca” (Huda:2014).
2. Model Pembelajaran Inside Outside Circle (IOC)
Model pembelajaran IOC atau Lingkaran Dalam Lingkaran Luar
dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan pada tahun 1990.
3. Model Pembelajaran Tari Bambu
Model pembelajaran tari bambu dikembangkan pertama kali oleh Anita Lee
pada tahun 2002 dari model pembelajaran IOC. Model ini didefinisikan sebagai
cara penyajian materi ajar yang mirip seperti dua potong bambu yang digunakan
dalam tari bambu (dari Filipina) di mana siswa belajar dengan saling berhadapan
untuk berbagi informasi secara bersamaan.
Materi ajar yang cocok digunakan dengan model ini adalah materi yang
mengharuskan adanya pertukaran pengalaman, pikiran, dan informasi antar
siswa. Mata pelajaran yang cocok diterapkan dengan model ini adalah agama,
matematika, bahasa, dan ilmu pengetahuan sosial.
4. Model Pembelajaran Make a Match
Model pembelajaran make a match pertama kali dikembangkan oleh Lorna
Curran pada tahun 1994. Model ini diartikan sebagai cara penyajian materi
dimana siswa yang mendapat kartu pertanyaan harus mencocokkan atau mencari
pasangan (siswa lainnya) yang memiliki kartu jawaban atas kartu pertanyaan
yang dipegangnya.
F. Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Reflektif
1. Model Pembelajaran Self Directed Learning (SDL)
Model pembelajaran SDL didefinisikan sebagai “kondisi di mana pembelajar
memiliki kontrol sepenuhnya dalam proses pembuatan keputusan terkait dengan
pembelajarannya sendiri dan menerima tanggung jawab utuh atasnya, meskipun
mereka bisa saja membutuhkan bantuan dan nasihat dari seorang guru”
(Dickinson, 1987 dalam Huda, 2014).
2. Model Pembelajaran Learning Cycle
Model pembelajaran LC ini dikembangkan oleh David Kolb pada tahun 1984.
Model ini didefinisikan sebagai cara penyampaian pembelajaran melalui siklus
empat tahap yaitu mengalami, refleksi, interpretasi, dan prediksi serta di mana

32
setelah tahap terakhir terselesaikan maka keempat tahap tersebut selalu berputar
kembali ke awal.
3. Model Pembelajaran Artikulasi
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
b. Guru menyajikan materi,
c. Siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri dari dua orang (berpasangan),
d. Guru menyuruh salah seorang dari pasangan itu menceritakan kembali materi
yang baru saja mereka terima dari guru,
e. Pasangannya mendengarkan sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian
berganti peran,
f. Guru menyuruh siswa secara bergiliran atau diacak menyampaikan hasil
wawancaranya dengan teman pasangannya sampai sebagian siswa sudah
menyampaikan hasil wawancaranya,
g. Guru mengulangi atau menjelaskan kembali materi yang masih belum
dipahami siswa.

G. Berpikir Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan dan Berbasis Masalah


1. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
a. guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
b. guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah tersebut,
c. guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah,
pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah,
d. guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya,
e. guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
2. Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Langkah-langkah model pembelajaran GI adalah sebagai berikut:
a. guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen,
b. guru menjelaskan maksud pelajaran dan tugas kelompok,

33
c. guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugassehingga satu kelompok
mendapat tugas satu materi atau tugas yang berbeda dari kelompok lain,
d. masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif
berisi penemuan,
e. setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil
pembahasan kelompok,
f. guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan,
g. guru memberikan evaluasi.
3. Model Pembelajaran Mind Mapping
a. guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
b. guru mengemukakan konsep atau permasalahan yang akan ditanggapi oleh
siswa,
c. siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 2-3 orang,
d. tiap kelompok mencatat alternatif jawaban hasil diskusi,
e. tiap kelompok atau kelompok tertentu membaca hasil diskusinya, dan guru
mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru,
f. dari data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi
perbandingan sesuai konsep yang disediakan guru.

BAB 9 Sumber Belajar


A. Definisi Sumber Belajar
Sumber belajar didefinisikan sebagai adalah segala sesuatu berupa data, orang,
tempat, dan wujud tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa, baik yang
sengaja dirancang maupun yang telah tersedia, baik secara terpisah maupun dalam
bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran (Majid, 2008).
B. Fungsi Sumber Belajar
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran baik itu dari segi efisiesi waktu
pembelajaran maupun efektivitas penyampaian.
2. Mendorong kemandirian belajar siswa. Hal ini berarti kontrol guru dapat
diminimalisir sehingga memaksimalkan potensi siswa sesuai kemampuannya.
3. Memberikan dasar ilmiah pembelajaran, mulai dari pensistematisan perancangan
program sampai melandaskan bahan ajar pada hasil penelitian atau pengamatan

34
4. Memantapkan pembelajaran. Hal ini berarti pemanfaatan sumber belajar yang
lebih konkrit dapat ditingkatkan.
5. Pembelajaran seketika. Hal ini berarti penggunaan sumber belajar akan
mengurangi kesenjangan pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan
realitas yang sifatnya konkrit. Selain itu sumber belajar dapat memberikan
pengetahuan yang sifatnya langsung.
6. Memungkinkan penyajian pembelaaran yang lebih luas menembus batas
geografis.
C. Manfaat Sumber Belajar
1. Memberikan pengalaman belajar secara langsung dan konkrit,
2. Menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi, atau dilihat, secara
langsung dan konkrit,
3. Menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam kelas,
4. Memberikan informasi akurat dan terbaru
5. Membantu memecahkan masalah pendidikan baik lingkup makro maupun mikro,
6. Memberikan motivasi positif apabila diatur dan direnanakan secara tepat,
7. Merangsang daya pikir, bersikap, dan berkembang lebih lanjut.
D. Klasifikasi Sumber Belajar
Menurut AECT (Association of Educational Communication and Technology,
1977), berdasarkan tujuan pembuatannya sumber belajar diklasifikasikan menjadi 2
jenis, yaitu:
a. Resources by design (sumber belajar yang dirancang)
a. Maksudnya, sumber belajar yang sengaja direncanakan untuk keperluan
pembelajaran.
b. Maksudnya, semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai
komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah
dan bersifat formal.
c. Contohnya: buku paket, LKS, modul, petunjuk praktikum, dan lain-lain.
b. Resources by utilization (sumber belajar yang dimanfaatkan)
a. Maksudnya, segala sesuatu yang ada di sekitar kita yang dapat dimanfaatkan
untuk keperluan belajar.

35
b. Maksudnya, sumber belajar yang tidak secara khusus didesain untuk keperluan
pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan, dan dimanfaatkan untuk
keperluan belajar.
c. Contohnya: pasar, museum, kebun binatang, masjid, lapangan, dan lain-lain.
Dari definisi bahwa sumber belajar adalah segala tempat/lingkungan sekitar,
benda, dan orang yang mengandung informasi yang dapat digunakan sebagai wahana
bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku, maka sumber
belajar dapat dikategorikan menjadi 5 macam:
1. tempat/lingkungan alam sekitar;
2. benda;
3. orang;
4. buku; dan
5. peristiwa yang sedang terjadi (Diknas, 2006).
Sudjana & Rivai (1989:79-80), mengklasifikasikan jenis-jenis sumber belajar
meliputi 6 macam, yaitu:
1. Pesan (Message)
2. Manusia (People)
3. Bahan (Materials)
4. Peralatan (Device)
5. Teknik/Metode ( Technique)
6. Lingkungan (setting)
E. Pemilihan Sumber Belajar
Dalam memilih sumber belajar yang tepat guru perlu mempertimbangkan
berbagai kriteria sebagai berikut:
1. Ekonomis
2. Praktis
3. Mudah
4. Fleksibel
5. Sesuai dengan tujuan, artinya sumber belajar dipilih berdasarkan tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada salah
satu/gabungan dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
6. Memotivasi dan menimbulkan minat belajar

36
BAB 10 Pengelolaan Kelas
A. Pengertian Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas didefinisikan sebagai seperangkat kegiatan untuk menciptakan
dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan
rapport, penghentian perilaku siswa yang menyelewengkan perhatian kelas,
pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh siswa secara tepat waktu, penetepan
norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan orang (siswa)
dan fasilitas.
Dari pengertian tersebut di atas, hakikat yang ada dalam kegiatan pengelolaan kelas
adalah bagaimana mengembangkan tingkah laku siswa ke arah yang positif
(diinginkan), bagaimana membangun suasana hubungan pribadi guru dengan siswa,
serta bagaimana hubungan kebersamaan antar siswa (organisasi kelas) yang efektif
dan produktif.
B. Masalah-Masalah Pengelolaan Kelas
Permasalahan dalam pengelolaan kelas menurut J.M. Cooper (1977)
dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu masalah bersifat perseorangan dan masalah
bersifat kelompok. Diantara kedua masalah ini seringkali menyatu dan sulit untuk
dipisahkan, saling berhubungan, dan saling mempengaruhi.

1. Masalah Perseorangan
Penggolongan terhadap masalah perorangan ini didasari oleh anggapan dasar
bahwa setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan merasa
dirinya berguna, dengan kata lain ia sadar akan eksistensi dirinya dan ia butuh
pengakuan dari lingkungannya. Apabila seseorang tidak menemukan/terpenuhi
kebutuhan dasar tadi, maka ada kecenderungan orang yang bersangkutan
mengalami penyimpangan dalam tingkah lakunya. Derajat kebutuhan akan
pengakuan antara satu individu dengan yang lainnya berbeda-beda, seseorang akan
merasa diakui berada di lingkungannya cukup hanya dengan disapa, tetapi bagi
individu yang lain membutuhkan perlakuan yang lebih dan disertai dengan pujian.
Penyimpangan tingkah laku yang bersifat perorangan ini dibagi ke dalam empat
kategori, yaitu: tingkah laku mencari perhatian (attention getting behaviors),
tingkah laku mencari kekuasaan (power seeking behaviors), tingkah laku menuntut

37
balas (revenge seeking behaviors), dan tingkah laku memperlihatkan ketidak
mampuan (helplessness). Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam
berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan
merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.
2. Masalah Kelompok
a. Kekurangkompakan. Masalah ini ditandai dengan adanya konflik di antara
sesama anggota kelompok sehingga menimbulkan suasana kelas yang tidak
harmonis, yang pada akhirnya mengakibatkan siswa merasa tidak tenang, tidak
betah, dan tidak tertarik terhadap kelasnya sendiri.
b. Kekurangmampuan mengikuti aturan kelompok. Masalah ini muncul sebagai
akibat dari para siswa yang tidak mematuhi aturan–aturan kelas yang telah
ditetapkan. Misalnya jika guru minta agar kelas tenang, tetapi malah ribut,
suasana yang gaduh, tingkah laku mengganggu, dan lain–lain.
c. Reaksi negatif terhadap anggota kelompok. Masalah ini timbul akibat adanya
usaha dari suatu kelompok yang tidak mau menerima terhadap anggota
kelompok atau kelompok lainya karena dianggap bahwa anggota lain tidak sama
keinginannya dengan kelompoknya, yang akhirnya anggota/kelompok yang
tidak sesusai tadi dipaksa untuk mengikuti kemauan kelompoknya, atau kalau
tidak berhasil maka anggota tadi dikucilkan dari kelompok kelas. Misalnya,
kadang–kadang seorang siswa yang pandai dikucilkan oleh teman-temannya
karena kalau ujian siswa tersebut suka duduk di depan dan tidak suka memberi
contekan kepada teman-teman lainnya.
d. Penerimaan kelompok atas tingkah laku menyimpang. Tingkah laku ini yaitu
apabila ada anggota kelas yang menyimpang dari aturan /norma pada umumnya
kemudian kelas mengikuti tingkah laku anggota yang menyimpang tadi. Contoh
yang umum yaitu tindakan seorang siswa yang membuat gambar lucu tentang
guru, gambar tersebut diedarkan dalam kelas dan anggota lainnya turut
mengedarkan bahkan menambah kelucuan gambar tersebut. Ini berarti
penyimpangan tersebut bukan lagi dilakukan oleh anggota kelas secara
perorangan tetapi sudah menjadi milik bersama. Hal ini ditandai oleh kelas
(kelompok) menerima dan menyetujui terhadap tingkah laku anggota yang
menyimpang.

38
e. Anggota atau kelompok mengganggu kelancaran kegiatan kelas. Dalam hal ini
kelompok mereaksi secara berlebihan terhadap hal–hal yang tidak berarti, atau
kadang-kadang memanfaatkan hal–hal kecil untuk mengganggu kelancaran
kegiatan kelas, misalnya menolak melakukan kegiatan, atau berhenti dari
kegiatan kelas karena gurunya dianggap tidak adil.
f. Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau keadaan baru.
Hal ini terjadi karena adanya ketakutan yang dirasakan anggota kelompok
terhadap keutuhan kelompoknya yang diakibatkan aleh adanya perubahan
suasana baru yang dianggap sebagai ancaman. Umpamanya, perubahan
peraturan, perubahan jadwal, penggantian guru, dan lain sebagainya. Akibatnya
mereka menjadi tegang dan bersifat apriori karena ketidakmampuan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
C. Pendekatan-Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
Pendekatan-pendekatan yang dapat diterapkan guru untuk menghadapi
permasalahan yang ada di dalam kelas diantaranya:
1. Pendekatan otoriter (kekuasaan)
2. Pendekatan intimidasi (ancaman)
3. Pendekatan permisif (kebebasan)
4. Pendekatan buku masak (resep)
5. Pendekatan instruksional (pengajaran)
6. Pendekatan eklektik dan pluralistik
7. Pendekatan analitik
8. Pendekatan pengubahan perilaku (tingkah laku)
9. Pendekatan suasana emosi dan hubungan sosial (sosioemosional)
10. Pendekatan proses kelompok
D. Fungsi dan Tujuan Pengelolaan Kelas
Fungsi pengelolaan kelas yaitu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi
peserta didik untuk mencapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Sementara
tujuan pengelolaan kelas yaitu agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib,
sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien (Arikunto, 1988).
E. Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas

39
Untuk menghasilkan kondisi kelas yang diharapkan, seorang guru perlu memahami
serta mampu melaksanakan prinsip-prinsip dasar pengelolaan kelas yang dikemukakan
oleh John I. Bolla pada tahun 1982. Prinsip- prinsip tersebut diantaranya:
1. Kehangatan dan keantusiasan
Kehangatan merupakan sikap dan sifat guru yang menggambarkan keakraban
dirinya dengan siswa. Sikap guru yang demikian membuat siswa merasa
diperhatikan serta diakui keberadaan di lingkungannya, yang berdampak positifnya
hubungan pribadi guru dengan siswa, sehingga memudahkan terciptanya iklim
kelas yang menyenangkan.
2. Tantangan
Tantangan adalah tindakan guru yang ditunjukkan untuk meningkatkan
perhatian, minat, dan gairah siswa dalam belajar sehingga mengurangi
kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
3. Bervariasi
Bervariasi adalah tindakan pengelolaan kelas yang ditunjukkan untuk
menghindari dan atau menghilangkan kejenuhan pada diri siswa yang disebabkan
monotonnya tindakan guru. Kejenuhan dapat mengakibatkan menurunnya kegiatan
belajar dan tingkah laku siswa yang positif. Variasi ini misalnya gaya dan interaksi
belajar mengajar dan penggunaan media pengajaran.
4. Keluwesan
Keluwesan (fleksibilitas) merupakan tingkah laku guru yang dapat dengan cepat
mengubah strategi belajar mengajarnya sehubungan dengan tingkah laku siswa.
Keluwesan bertujuan untuk mencegah gangguan atau menurunnya tingkah laku
siswa dalam belajar. Keluwesan strategi guru dalam mengelola kelas dapat
dilakukan dengan cara “memanipulasi“ komponen keterampilan belajar mengajar
lainnya.
5. Penekanan pada hal hal positif
Siswa akan belajar (bertingkah laku) positif jika suasana kelas menyenangkan,
dan sebaliknya siswa akan terhambat belajar (bertingkah laku negatif) jika
suasana kelas menegangkan. Usaha guru dapat dilakukan melalui:
a. mengomentari dan menekankan pada tingkah laku siswa yang positif dan
menghindari komentar atau celaan terhadap tingkah laku siswa yang kurang
wajar

40
b. memberi penguatan terhadap tingkah laku siswa
c. meningkatkan kesadaran siswa ketika melakukan kesalahan yang dapat
mengganggu kelancaran belajarnya
6. Penanaman disiplin diri
Adanya disiplin diri dari seluruh anggota kelas merupakan salah satu syarat
terciptanya kondisi kelas yang optimum. Untuk mencapai keadaan demikian akan
lebih efektif apabila guru menjadi contoh atau teladan tentang penanaman disiplin
diri dan pelaksanaan tanggung jawab.
F. Komponen-Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas
Komponen-komponen keterampilan dalam menangani masalah dalam pengelolaan
kelas terbagi atas 2 yaitu:
1. Ketrampilan pencegahan (preventif), yaitu keterampilan yang berhubungan dengan
penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal.
2. Keterampilan penyembuhan (represif), yaitu keterampilan yang berhubungan
dengan pengembangan kondisi belajar yang optimal setelah terjadinya gangguan.
G. Faktor-Faktor Penyebab Variasi Prilaku
Berbagai faktor dapat menyebabkan kerumitan dalam mengatasi masalah
pengelolaan kelas. Secara umum faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengelolaan
kelas terbagi atas dua golongan yaitu: faktor internal dan faktor eksternal peserta
didik. Faktor internal berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku.
Faktor eksternal berhubungan dengan pengelompokan, pandai, sedang dan bodoh;
terhalangnya kelompok pandai oleh teman temannya karena tidak mampu seperti dia;
dan organisasi kurikuler team teaching (Djamarah & Zain, 2006). Faktor eksternal
peserta didik juga terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan dan
pengelompokkan anak didik, jumlah anak didik di kelas, dan sebagainya (Rohani,
2004). Penataan Ruang Kelas:
1. Pengaturan meja dan tempat duduk,
2. Pengaturan alat-alat pengajaran,
3. Penataan keindahan dan kebersihan kelas,
4. Ventilasi dan tata cahaya,
5. Pengaturan letak media dan sumber belajar (cth: pojok/sudut baca).

BAB 11 Keberhasilan Belajar Mengajar

41
A. Keberhasilan Belajar Mengajar
Keberhasilan belajar ialah kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran dari suatu bahan ajar yang telah disampaikan oleh
guru pada saat proses pembelajaran.
B. Indikator Keberhasilan Belajar Mengajar
Menurut Djamarah (2002), suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil bila
memenuhi indikator berikut:
1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi,
baik secara individu maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa baik
secara individu maupun kelompok.
C. Penilaian Keberhasilan Belajar Mengajar
Keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan guru dapat dinilai dengan
cara-cara sebagai berikut:
1. Tes Formatif
2. Tes Subsumatif
3. Tes Sumatif
D. Acuan Tingkat Keberhasilan Siswa
Ada beberapa acuan yang dapat digunakan guru untuk mengetahui apakah seorang
atau sekelompok siswa dikatakan berhasil dalam suatu proses belajar. Acuan
tingkatan tersebut yaitu:
1. Istimewa/maksimal: apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai siswa antara
95%-100%.
2. Baik sekali/optimal: apabila penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran mencapai
persentase 85%-94%.
3. Baik/Minimal: apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 75%-84% dikuasai
siswa.
4. Kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 75% dikuasai siswa.
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar
Setiap guru selalu ingin berhasil dalam mengajar. Tetapi, kadang-kadang hasil yang
dicapai tidak sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor yang dapat menghambat atau mendukung keberhasilan proses belajar
tersebut. Berbagai faktor dimaksud adalah sebagai berikut:

42
1. Tujuan belajar
Tujuan merupakan muara dan pangkal dari proses belajar mengajar dan menjadi
pedoman arah serta sekaligus sebagai suasana yang akan dicapai dalam kegiatan
belajar mengajar.
2. Guru
Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk
membimbing dan mendidik anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di
sekolah maupun di luar sekolah. Setiap guru mempunyai kepribadian dan
performance yang berbeda-beda saat mengajar yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti karakter, latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, dan
pandangan filosofis guru terhadap siswa.
3. Peserta didik
Peserta didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Setiap peserta didik
memiliki karakteristik yang berbeda-beda seperti motivasi, minat, bakat,
perhatian, keaktifan, keterampilan, harapan, latar belakang sosiokultural, daya
serap, dan tradisi keluarga yang menyatu dalam sebuah sistem belajar di kelas.
4. Kegiatan pengajaran
Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan
peserta didik dengan bahan sebagai perantaranya

5. Bahan dan Alat Evaluasi


Bahan evaluasi adalah buku paket yang berisi kurikulum (materi ajar) yang
sudah dipelajari oleh peserta didik yang disusun guna kepentingan ulangan. Buku
paket ini harus dimiliki oleh guru dan siswa.
6. Suasana Evaluasi
a. Kemampuan akademik siswa. Dalam membuat item-item soal, guru harus
mempertimbangkan tingkat pemahaman (kemampuan akademik) siswa
sehingga siswa akan mendapatkan soal sesuai kemampuannya.

43
b. Banyak sedikitnya siswa di dalam kelas. Bila jumlah siswa yang terdapat
dalam kelas besar, maka pada saat pelaksanaan evaluasi guru dapat membagi
kelas menjadi dua bagian yang dilaksanakan pada dua waktu yang berbeda.
c. Perilaku jujur siswa selama proses evaluasi. Guru harus mencegah peserta
didik agar tidak menyontek atau bekerja sama selama pelaksanaan ujian
sehingga peserta didik akan merasa diperlakukan secara adil, tidak dirugikan,
bahagia, dan puas
d. Keadaan kelas dan lingkungan sekolah yang tenang, nyaman, tidak bising,
bersih, asri, dan jauh dari bau yang tidak sedap akan membuat pelaksanaan
ujian berlangsung dengan aman dan tertib yang tentunya menunjang
keberhasilan belajar mengajar.

44
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Isi Buku


1. Pembahasan Bab I tentang Keterampilan Dasar Mengajar
Menurut buku yang diriview terdapat 9 keterampilan dasar mengajar yaitu membuka
dan menutup pelajaran, menjelaskan, bertanya dasar dan lanjut, memberi penguatan,
memberikan variasi stimulus, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas,
dan mengajar kelompok kecil dan perorangan) sedangkan pada buku pmbanding ke-2
menurut hasil penelitian Turney dalam Winata Putra (2002: 7.2), terdapat delapan
keterampilan dasar mengajar yang dianggap menentukan keberhasilan pembelajaran.
Keterampilan itu adalah sebagai berikut: Keterampilan bertanya, Keterampilan memberi
penguatan, Keterampilan mengadakan variasi, Keterampilan menjelaskan, Keterampilan
membuka dan menutup pelajaran, Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil,
Keterampilan mengelola kelas dan Keterampilan mengelola kelompok kecil dan perorangan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Keterampilan dasar mengajar
adalah kemampuan atau keterampilan yang bersifat khusus yang harus dimiliki oleh
guru, dosen, atau instruktur agar dapat melaksanakan tugas mengajar secara efektif,
efisien dan profesional yang mana ada beberapa keterampilan dasar mengajar seperti
membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, bertanya dasar dan lanjut, memberi
penguatan, memberikan variasi stimulus, membimbing diskusi kelompok kecil,
mengelola kelas, dan mengajar kelompok kecil dan perorangan.
2. Pembahasan Bab II tentang Pendekatan Pembelajaran
Menurut buku yang di riview pengertian Pendekatan (Istarani, 2012) dalam proses
belajar mengajar diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran dan Sagala (2005:68) menyatakan bahwa, ”Pendekatan pembelajaran
merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan
instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu”. Sedangkan menurut buku
pembanding ke-1 pendekatan adalah suatu keyakinan, asumsi dan cara pandang
terhadap pembelajaran dan pendekatan pembelajaran adalah sudut pandang, asumsi
dan keyakinan kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan adalah konsep dasar
yang mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran. Jadi
dari dua pendapat diatas bisa kita simpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah
suatu titik tolak atau sudut pandang mengenai cara bagaimana mengelola proses
45
kegiatan belajar dan perilaku dari para siswa agar dapat aktif melakukan tugas
belajar agar dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan
3. Pembahasan Bab III tentang Metode Pembelajaran
Menurut buku yang di riview metod pembelajaran adalah suatu cara atau prosedur
yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu (Istarani, 2012). Sedangkan menurut
buku pembanding ke-1 Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah-
langkah, dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan.
Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran dan
menurut buku pembanding ke-2 etode adalah suatu cara yang teratur atau yang telah
dipikirkan secara mendalam untuk digunakan dalam mencapai sesuatu. Metode
pembelajaran adalah cara menyajikan materi kepada peserta didik untuk mencapai
tujuan pembelajaran tertentu (Budiarjo, 2005: 1). Berdasarkan ketiga pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah cara atau jalan yang ditempuh
oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran
dapat dicapai.
4. Pembahasan Bab 4 tentang Model Pembelajaran
Menurut buku yang di riview model pembelajaran adalah cara atau jalan yang
ditempuh oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai sedangkan menurut buku pembanding ke-1 Model
pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir
yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, strategi,
dan tehnik pembelajaran. Berdasarkan kedua pendapat diatas maka disimpulkan
model pembelajaran adalah cara yang dipakai untuk mengaplikasikan strategi yang
telah dibuat dalam bentuk aktivitas yang nyata untuk memperoleh target
(kompetensi) pembelajaran dalam pendidikan.

B. Kelebihan dan Kekurangan Buku


1. Dilihat dari aspek tampilan buku (face value):
Berdasarkan dari aspek tampilan buku, buku tersebut memiliki tampilan yang
simpel dengan ukuran font sama/pas dan tulisan judul yang dibuat tegas dan
jelas. Namun, untuk warna sampul buku terlihat cukup menarik karena

46
menggunakan warna yang agak sedikit buram sehingga memberikan kesan yang
kurang menarik, ceria pada tampilan buku.
2. Dari aspek layout dan tata letak, serta tata tulis, termasuk penggunaan font:
Pada buku ini jenis font yang digunakan lebih bervariasi sehingga lebih
menarik untuk dibaca dan tata letaknya lebih rapi dan spasi yang digunakan
selaras. Namun sangat cocok untuk mahasiswa yang akan menjadikan buku ini
sebagai referensi belajarnya pada mata kuliah Pembelajaran Kreatif. Dari aspek
isi buku.
3. Dari aspek isi buku:
Dari segi teori pembahasan buku ini penjabarannya sangat luas, di setiap sub
bab pada buku ini banyak membahas beberapa pendapat dari para ahli, pada
buku ini juga terdapat beberapa poin yang dikaitkan dengan kegiatan sehari-hari,
tetapi pada buku ini juga terdapat banyak pengulangan materi yang dapat
membuat pembaca merasa bosan, penjabaran materi pada setiap bab buku ini
memiliki beberapa kalimat bahasa inggris yang dimana kalimat bahas inggris itu
kurang dalam penjabarannya atau pengertian serta maksud dari kalimat tersebut.
4. Dari aspek tata bahasa:
Pada buku terdapat banyak menggunakan kalimat asing (bahasa inggris), namun
kalimat asing tersebut kurag di jelaskan kembali sehingga pembaca sedikit kurang
mengerti arti dari kalimat tersebut.

47
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru
kepada siswa membentuk kompetensi siswa, serta mengantarkan mereka ke tujuan
yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan serta
mendidik mereka dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran.
Seluruh siswa harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran,
sehingga suasana pembelajaran betul-betul kondusif dan terarah pada tujuan dan
pembentukan kompetensi siswa.
Pembelajaran efektif menuntut keterlibatan siswa secara aktif, karena mereka
merupakan pusat kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi. Siswa harus
didorong untuk menafsirkan informasi yang di sajikan oleh guru sampai informasi
tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Dalam pelaksanaannya perlu proses
penukaran pikiran, diskusi, dan perdebatan dalam rangka pencapaian pemahaman
yang sama terhadap materi standar yang harus dikuasai siswa.
Pembelajaran efektif perlu didukung oleh suasana dan lingkungan belajar yang
memadai/kondusif. Oleh karena itu guru harus mampu mengelola siswa, mengelola
kegiatan pembelajaran, mengelola isi/materi pembelajaran, dan mengelola sumber-
sumber belajar. Menciptakan kelas yang efektif dengan peningkatan efektivitas proses
pembelajaran tidak bisa dilakukan secara parsial,melainkan harus menyeluruh mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

B. Saran
Adapun saran atau rekomendasi saya pada buku ini yaitu lebih menjelaskan atau
menjabarkan lagi penjelasan atau pengertian dari setiap kata atau kalimat pada buku
ini yang menggunakan bahasa asing, sehingga para pembaca mudah untuk memahami
maksud dari kalimat tersebut dan sebaiknya memberikan warna yang jelas tidak buran
pada gambar cover, agar pembaca tertarik untuk melihat dan membacanya.

48
DAFTAR PUSTAKA

Habibati, S.Pd.,M.Sc. 2017. Strategi Belajar mengajar. Darussalam, Banda


Aceh: SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS.
Dr.Hj.Helmiati,M.Ag. 2012. Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Dr. Wahyudin Nur Nasution,M.Ag. 2017. Strategi Pembelajaran. Medan:
PERDANA PUBLISHING

49
LAMPIRAN

A. Cover Buku utama

B. Cover Buku Pembanding 1

C. Cover Buku Pembanding 2

50

Anda mungkin juga menyukai