DOSEN PEMBIMBING
Ir. H. Fitri Imansyah, ST, MT, IPU, ASEAN Eng, ACPE
DISUSUN OLEH
Chandra Saputra Wijaya
(D1022191010)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam bidang Elektro dan yang
termasuk di dalam nya.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Tegangan distribusi primer yang dipakai PLN adalah 20 kV, 12 kV, 6 KV. Pada
saat ini, tegangan distribusi primer yang cenderung dikembangkan oleh PLN adalah 20
kV. Tegangan pada jaringan distribusi primer diturunkan oleh gardu distribusi menjadi
tegangan rendah yang besarnya adalah 380/220 V, dan disalurkan kembali melalui
jaringan tegangan rendah kepada konsumen. Pada operasi sistem tenaga listrik sering
terjadi gangguan - gangguan yang dapat mengakibatkan terganggunya penyaluran
tenaga listrik ke konsumen.
Gangguan adalah penghalang dari suatu sistem yang sedang beroperasi atau suatu
keadaan dari sistem penyaluran tenaga listrik yang menyimpang dari kondisi normal.
Suatu gangguan di dalam peralatan listrik didefinisikan sebagai terjadinya suatu
kerusakan di dalam jaringan listrik yang menyebabkan aliran arus listrik keluar dari
saluran yang seharusnya.
Hubung singkat merupakan suatu hubungan abnormal (termasuk busur api) pada
impedansi yang relative rendah terjadi secara kebetulan atau disengaja antara dua titik
yang mempunyai potensial yang berbeda. Istilah gangguan atau gangguan hubung
singkat digunakan untuk menjelaskan suatu hubungan singkat. Mengatasi gangguan
tersebut, perlu dilakukan analisis hubung singkat sehingga sistem proteksi yang tepat
pada Sistem Tenaga Listrik dapat ditentukan. Analisis hubung singkat adalah analisis
yang mempelajari kontribusi arus gangguan hubung singkat yang mungkin mengalir
pada setiap cabang di dalam sistem (di jaringan distribusi, transmisi, trafo tenaga atau
dari pembangkit) sewaktu gangguan hubung singkat yang mungkin terjadi di dalam
system tenaga listrik.
Sistem proteksi memegang peranan penting dalam kelangsungan dan keamanan
terhadap penyaluran daya listrik. Pengamanan pada jaringan transmisi perlu mendapat
perhatian yang serius dalam setiap perencanaannya.
C. Sistem Distribusi
Sistem distribusi ini adalah sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan
dengan pengguna listrik dan pada umumnya berfungsi dalam hal penyaluran tenaga
listrik ke beberapa tempat. Sub sistem ini terdiri dari : pusat pengatur atau gardu induk,
gardu
hubung, saluran tegangan menengah atau jaringan primer (6 kV dan 20 kV) yang berupa
saluran udara atau kabel bawah tanah, saluran tegangan rendah atau jaringan sekunder
(380 V dan 220 V), gardu distribusi tegangan yang terdiri dari panel-panel pengatur
tegangan baik tegangan menengah ataupun tegangan rendah, dan trafo.
Sebuah sistem tenaga listrik merupakan sebuah unit usaha dimana selain factor
teknis, faktor ekonomis juga diperhatikan karena pengaruhnya sangat domiman. Dalam
pengeoperasian sistem tenaga listrik ini, pendapatan dan pengeluaran harus dijaga agar
tercipta kondisi yang seimbang sehingga dapat mencapai keuntungan yang layak.
Pendapatan dalam sistem tenaga listik ini berdasarkan jumlah penjualan listrik ke
konsumen dan biasanya dalam bentuk pemakaian energi (kWh) serta harganya yang
diatur dalam sistem tariftertentu (di Indonesia menggunakan Keppres). Sedangkan
pengeluaran dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik ini meliputi : belanja pegawai,
belanja barang dan jasa, pemeliharaan dan penyusutan, penelitian atau pengembangan,
pajak, bahan baku energi (BBM, Batubara, Nuklir, Air, dsb), Losses, dan lain-lain.
Dalam pembangkitan tenaga listrik ada empat komponen biaya yang biasanya harus
diperhitungkan, yaitu:
1. Komponen A merupakan fixed cost, yakni biaya yang harus tetap dikeluarkan
terlepas dari pembangkit listrik tersebut dioperasikan atau tidak,
misalnya:pekerjaan sipil, biaya pembelian turbin, generator, dan lain-lain.
2. Komponen B merupakan fixed cost, yakni biaya yang tetap dikeluarkan
untuk operasi dan pemeliharaan pembangkit, seperti gaji pegawai, biaya
pemeliharaan, dan lain-lain.
3. Komponen C merupakan fuel cost atau biaya bahan bakar yakni biaya bahan
bakar yang berubah-ubah tergantung dari beberapa faktor. Beberapa factor yang
mempengaruhi harga komponen ini misalnya banyaknya konsumsi bahan bakar
yang diperlukan, jenis bahan bakarnya, lama waktu penyalaan pembangkit, dan
beberapa hal lainnya.
4. Komponen D merupakan variable cost yakni biaya dapat berubah-ubah.
Misalnya, biaya untuk pelumas. Semakin sering dan berat kerja suatu
pembangkit, semakin juga dibutuhkan banyak pelumas. Maka, biaya komponen
D ini akan meningkat. Bagian terbesar dari pembiayaan dalam pembangkitan
tenaga listrik adalah
komponen C atau biaya bahan bakar yang mencakup hampir 70% dari total
pembiayaan. Naik atau turunnya biaya bahan bakar tergantung pada penggunaan
listrik oleh konsumen. Oleh karena itu, sangat diperlukan cara pengoperasian
yang optimal.
Pada jaringan distribusi biasanya menggunakan tegangan yang lebih rendah dari
tegangan saluran transmisi. Hal ini karena daya yang didistribusikan oleh masing-
masing jaringan distribusi biasanya relatif kecil dibanding dengan daya yang disalurkan
saluran transmisi, dan juga menyesuaikan dengan tegangan pelanggan atau pengguna
energi listrik. Level tegangan jaringan distribusi yang sering digunakan ada dua macam,
yaitu 20 kV untuk jaringan tegangan menengah (JTM) dan 220 V untuk jaringan
tegangan rendah (JTR). Dengan demikian diperlukan gardu induk yang berisi trafo
penurun tegangan untuk menurunkan tegangan dari saluran transmisi ke tegangan
distribusi 20 kV. Diperlukan juga trafo distribusi untuk menurunkan tegangan
dari 20 kV ke 220V sesuaitegangan pelanggan. Level tegangan beban pelanggan
menyesuaikan dengan jenis bebannya, misalnya beban industri yang biasanya
memerlukan daya yang relatif besar biasanya menggunakan tegangan menengah 20 kV,
sedang beban rumah tangga dengan daya yang relatif kecil, biasanya
menggunakan tegangan rendah 220 V.
7. Sistem Interkoneksi
Sistem Tenaga Listrik yang diuraikan di atas adalah gambaran secara sederhana,
yaitu satu sistem pembangkitan yang melayani satu sistem beban. Sistem yang demikian
disebut sistem tunggal. Namun dalam prakteknya kadang suatu sistem tenaga listrik
terdiri dari beberapa sistem pembangkit untuk melayani beberapa macam beban yang
ada pada lokasi yang berlainan. Untuk memperoleh kualitas pelayanan yang lebih baik,
maka seluruh sistem haruslah saling berhubungan atau interkoneksi sehingga dapat
dikendalikan dari satu tempat. Demikian pula kebutuhan daya dapat dilayani dari
pembangkit mana saja sekalipun lokasinya jauh dari pusat beban.Untuk mendapatkan
sistem yang demikian setiap pembangkit dan pusat beban harus saling berhubungan.
Sistem yang demikian disebut sebagai system interkoneksi. Dengan sistem ini di
harapkan kualitas pelayanan dapat menjadi lebih baik. Dengan sistem interkoneksi,
sistem tenaga listrik menjadi lebih komplek, sehingga biaya pembangunan dan
opersionalnya menjadi lebih besar dan pengelolaannya menjadi lebih rumit. Dengan
demikian sistem interkoneksi hanya digunakan pada sistem tenaga listrik dengan daya
besar dan memerlukan standar kualitas pelayanan yang tinggi
Daftar Pustaka/Sumber :
http://eprints.ums.ac.id/30680/2/BAB_I.pdf
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-01058-MTIF
%20Bab2001.pdf
https://slametumy.files.wordpress.com/2017/02/buku-ajar-stl.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ELEKTRO/
195106301982031-CHRIS_TIMOTIUS_KURNIA_K/TM_handout.pdf