Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“ DASAR SISTEM TENAGA LISTRIK “

DOSEN PEMBIMBING
Ir. H. Fitri Imansyah, ST, MT, IPU, ASEAN Eng, ACPE

DISUSUN OLEH
Chandra Saputra Wijaya
(D1022191010)

UNIVERSITAS TANJUNG PURA


FAKULTAS TEKNIK
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam bidang Elektro dan yang
termasuk di dalam nya.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Pontianak, 20 April 2021

Chandra Saputra Wijaya


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem Tenaga Listrik terdiri dari beberapa sub sistem, yaitu Pembangkitan,
Transmisi, dan Distribusi. Tenaga listrik disalurkan ke masyarakat melalui jaringan
distribusi. Jaringan distribusi merupakan bagian jaringan listrik yang paling dekat
dengan masyarakat. Jaringan distribusi dikelompokkan menjadi dua, yaitu jaringan
distribusi primer dan jaringan distribusi sekunder.

Tegangan distribusi primer yang dipakai PLN adalah 20 kV, 12 kV, 6 KV. Pada
saat ini, tegangan distribusi primer yang cenderung dikembangkan oleh PLN adalah 20
kV. Tegangan pada jaringan distribusi primer diturunkan oleh gardu distribusi menjadi
tegangan rendah yang besarnya adalah 380/220 V, dan disalurkan kembali melalui
jaringan tegangan rendah kepada konsumen. Pada operasi sistem tenaga listrik sering
terjadi gangguan - gangguan yang dapat mengakibatkan terganggunya penyaluran
tenaga listrik ke konsumen.

Gangguan adalah penghalang dari suatu sistem yang sedang beroperasi atau suatu
keadaan dari sistem penyaluran tenaga listrik yang menyimpang dari kondisi normal.
Suatu gangguan di dalam peralatan listrik didefinisikan sebagai terjadinya suatu
kerusakan di dalam jaringan listrik yang menyebabkan aliran arus listrik keluar dari
saluran yang seharusnya.

Gangguan didefinisikan sebagai suatu kondisi fisis yang disebabkan kegagalan


suatu perangkat, komponen, atau suatu elemen untuk bekerja sesuai dengan fungsinya.
Gangguan hampir selalu ditimbulkan oleh hubung singkat antar fase atau hubung
singkat fase ke tanah. Suatu gangguan distribusi hampir selalu berupa hubung langsung
atau melalui impedansi. Istilah gangguan identik dengan hubung singkat, sesuai standart
ANSI/IEEE Std. 100-1992.

Hubung singkat merupakan suatu hubungan abnormal (termasuk busur api) pada
impedansi yang relative rendah terjadi secara kebetulan atau disengaja antara dua titik
yang mempunyai potensial yang berbeda. Istilah gangguan atau gangguan hubung
singkat digunakan untuk menjelaskan suatu hubungan singkat. Mengatasi gangguan
tersebut, perlu dilakukan analisis hubung singkat sehingga sistem proteksi yang tepat
pada Sistem Tenaga Listrik dapat ditentukan. Analisis hubung singkat adalah analisis
yang mempelajari kontribusi arus gangguan hubung singkat yang mungkin mengalir
pada setiap cabang di dalam sistem (di jaringan distribusi, transmisi, trafo tenaga atau
dari pembangkit) sewaktu gangguan hubung singkat yang mungkin terjadi di dalam
system tenaga listrik.
Sistem proteksi memegang peranan penting dalam kelangsungan dan keamanan
terhadap penyaluran daya listrik. Pengamanan pada jaringan transmisi perlu mendapat
perhatian yang serius dalam setiap perencanaannya.

Sistem transmisi memiliki parameter-parameter dan keadaan sistem yang berubah


secara terus menerus, sehingga strategi 3 pengamanannya harus disesuaikan dengan
perubahan dinamis dalam hal desain dan pengaturan peralatannya.

Sistem proteksi berfungsi untuk mengamankan peralatan listrik dari kemungkinan


kerusakan yang diakibatkan oleh gangguan, misalnya gangguan dari alam atau akibat
rusaknya peralatan secara tiba-tiba, melokalisir daerah-daerah sistem yang mengalami
gangguan sekecil mungkin, dan mengusahakan secepat mungkin untuk mengatasi
gangguan yang terjadi di daerah tersebut, sehingga stabilitas sistemnya dapat
terpelihara, dan juga untuk mengamankan manusia dari bahaya yang ditimbulkan oleh
listrik. CB (Circuit Breaker) atau biasa juga disebut PMT (pemutus tenaga) merupakan
salah satu bagian penting dalam sistem pengamanan jaringan transmisi yang digunakan
untuk memutuskan arus beban apabila sedang terjadi gangguan seperti kondisi hubung
singkat, untuk mencegah meluasnya gangguan ke jaringan yang lain.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dikaji adalah:
1. Bagaimana gangguan hubung singkat 3 fase berpengaruh terhadap sistem
distribusi standar IEEE 13 bus ?
2. Bagaimana analisis nilai arus gangguan hubung singkat sistem distribusi standar
IEEE 13 bus menggunakan software ETAP Power Station 7.0.?
3. Bagaimana menentukan kapasitas dari circuit breaker pada sistem distribusi
standar IEEE 13 bus?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang dikaji maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh gangguan hubung singkat 3 fase terhadap sistem
distribusi standar IEEE 13 bus
2. Mengetahui hasil analisis nilai arus gangguan hubung singkat 3 fase pada
distribusi standar IEEE 13 bus dengan menggunakan software ETAP Power
Station 7.0.
3. Mengetahui nilai kapasitas pengaman pada sistem distribusi standar IEEE 13
bus.
BAB II
LANDASAN TEORI

1. Pengertian Sistem Tenaga Listrik


Secara umum sistem tenaga listrik terdiri atas komponen tenaga listrik yaitu
pembangkit tenaga listrik, sistem transmisi dan sistem distribusi. Ketiga bagian ini
merupakan bagian utama pada suatu rangkaian sistem tenaga listrik yang bekerja untuk
menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit ke pusatpusat beban. Rangkaian sistem
tenaga listrik dapat dilihat pada gambar dibawah berikut :

Energi listrik yang dihasilkan di pusat pembangkit listrik akan disalurkan


melalui saluran transmisi kemudian melalui saluran distribusi akan sampai ke
konsumen. Berikut ini penjelasan mengenai bagian utama pada sistem tenaga listrik
pada umumnya, yaitu :

A. Pusat Pembangkit Listrik (Power Plant)


Pusat pembangkit listrik merupakan tempat energi listrik pertama kali
dibangkitkan, dimana terdapat turbin sebagai penggerak awal (PrimeMover) dan
generator yang membangkitkan listrik dengan mengubah tenaga turbin menjadi energi
listrik. Biasanya dipusat pembangkit listrik juga terdapat gardu induk. Peralatan utama
pada gardu induk antara lain :
Transformer, yang berfungsi untuk menaikkan tegangan generator (11,5kV) menjadi
tegangan transmisi atau tegangan tinggi (150kV) dan juga peralatan pengaman dan
pengatur. Secara umum, jenis pusat pembangkit dibagi kedalam dua bagian besar yaitu
pembangkit hidro yaitu PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) dan pembangkit
thermal diantaranya yaitu PLTU (Pusat Listrik Tenaga Uap), PLTG (Pusat Listrik
Tenaga Gas), PLTN (Pusat Listrik Tenaga Nuklir), dan PLTGU (Pusat Listrik Tenaga
Gas Uap).
B. Transmisi Tenaga Listrik
Transmisi tenaga listrik merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari pusat
pembangkitan listrik hingga saluran distribusi listrik sehingga nantinya dapat
tersalurkan pada pengguna listrik.

C. Sistem Distribusi
Sistem distribusi ini adalah sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan
dengan pengguna listrik dan pada umumnya berfungsi dalam hal penyaluran tenaga
listrik ke beberapa tempat. Sub sistem ini terdiri dari : pusat pengatur atau gardu induk,
gardu
hubung, saluran tegangan menengah atau jaringan primer (6 kV dan 20 kV) yang berupa
saluran udara atau kabel bawah tanah, saluran tegangan rendah atau jaringan sekunder
(380 V dan 220 V), gardu distribusi tegangan yang terdiri dari panel-panel pengatur
tegangan baik tegangan menengah ataupun tegangan rendah, dan trafo.

2. Operasi Sistem Tenaga Listrik


Pada bagian sebelumya bisa dilihat pada gambar bagaimana system tenaga
listrik yang mendeskripsikan hubungan antara masing-masing system
listrik.Pembangkit-pembangkit listrik memiliki lokasi yang saling berjauhan satu sama
lain dan terhubung satu sama lain melalui sistem transmisi yang luas untuk
mendistribusikan tenaga listrik pada beban yang tersebar. Ini bisa dapat dikatakan
sebagai sistem interkoneksi. Melalui adanya system interkoneksi tersebut
menyebabkan :

- Keandalan sistem yang semakin tinggi


- Efisiensi pembangkitan tenaga listrik dalam sistem meningkat
- Mempermudah penjadwalan pembangkit

Sebuah sistem tenaga listrik merupakan sebuah unit usaha dimana selain factor
teknis, faktor ekonomis juga diperhatikan karena pengaruhnya sangat domiman. Dalam
pengeoperasian sistem tenaga listrik ini, pendapatan dan pengeluaran harus dijaga agar
tercipta kondisi yang seimbang sehingga dapat mencapai keuntungan yang layak.
Pendapatan dalam sistem tenaga listik ini berdasarkan jumlah penjualan listrik ke
konsumen dan biasanya dalam bentuk pemakaian energi (kWh) serta harganya yang
diatur dalam sistem tariftertentu (di Indonesia menggunakan Keppres). Sedangkan
pengeluaran dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik ini meliputi : belanja pegawai,
belanja barang dan jasa, pemeliharaan dan penyusutan, penelitian atau pengembangan,
pajak, bahan baku energi (BBM, Batubara, Nuklir, Air, dsb), Losses, dan lain-lain.
Dalam pembangkitan tenaga listrik ada empat komponen biaya yang biasanya harus
diperhitungkan, yaitu:
1. Komponen A merupakan fixed cost, yakni biaya yang harus tetap dikeluarkan
terlepas dari pembangkit listrik tersebut dioperasikan atau tidak,
misalnya:pekerjaan sipil, biaya pembelian turbin, generator, dan lain-lain.
2. Komponen B merupakan fixed cost, yakni biaya yang tetap dikeluarkan
untuk operasi dan pemeliharaan pembangkit, seperti gaji pegawai, biaya
pemeliharaan, dan lain-lain.
3. Komponen C merupakan fuel cost atau biaya bahan bakar yakni biaya bahan
bakar yang berubah-ubah tergantung dari beberapa faktor. Beberapa factor yang
mempengaruhi harga komponen ini misalnya banyaknya konsumsi bahan bakar
yang diperlukan, jenis bahan bakarnya, lama waktu penyalaan pembangkit, dan
beberapa hal lainnya.
4. Komponen D merupakan variable cost yakni biaya dapat berubah-ubah.
Misalnya, biaya untuk pelumas. Semakin sering dan berat kerja suatu
pembangkit, semakin juga dibutuhkan banyak pelumas. Maka, biaya komponen
D ini akan meningkat. Bagian terbesar dari pembiayaan dalam pembangkitan
tenaga listrik adalah
komponen C atau biaya bahan bakar yang mencakup hampir 70% dari total
pembiayaan. Naik atau turunnya biaya bahan bakar tergantung pada penggunaan
listrik oleh konsumen. Oleh karena itu, sangat diperlukan cara pengoperasian
yang optimal.

3. Tujuan Operasi Sistem Tenaga Listrik


Tujuan utama dari operasi sistem tenaga listrik ini adalah untuk memenuhi
kebutuhan beban listrik secara efisien (beban terpenuhi dengan biaya yang minimum),
dengan mempertimbangkan sasaran operasi tenaga listrik yaitu sistem harus dapat
memenuhi standar dalam keamanan lingkungan, memiliki keandalan yang baik, dan
dapat melayani permintaan secara berkala dari waktu ke waktu (Nadjamuddin,
2011:142). Dalam mencapai tujuan dari operasi sistem tenaga listrik maka perlu
diperhatikan tiga hal berikut ini, yaitu :
1. Ekonomi (economy) berarti listrik harus dioperasikan secara ekonomis,
tetapi dengan tetap memperhatikan keandalan dan kualitasnya.
2. Keandalan (security) merupakan tingkat keamanan sistem terhadap
kemungkinan terjadinya gangguan. Jika terjadi gangguan pada pembangkit
maupun transmisi dapat diatasi tanpa mengakibatkan pemadaman di sisi
konsumen.
3. Kualitas (quality) tenaga listrik yang diukur dengan kualitas tegangan dan
frekuensi yang dijaga sedemikian rupa sehingga tetap pada kisaran yang
ditetapkan Sebagai gambaran dari tujuan operasi sistem tenaga listrik dapat
dilihat seperti pada gambar dibawah ini.
4. Skema Sistem Tenaga Listrik
Sistem Tenaga Listrik adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen
berupa pembangkitan, transmisi, distribusi dan beban yang saling berhubungan dan
berkerja sama untuk melayani kebutuhan tenaga listrik bagi pelanggan sesuai
kebutuhan. Secara garis besar Sistem Tenaga Listrik dapat digambarkan dengan skema
di bawah ini.

5. Fungsi Komponen Sistem Tenaga Listrik


Fungsi masing-masing komponen secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Pembangkitan merupakan komponen yang berfungsi membangkitkan tenaga
listrik, yaitu mengubah energi yang berasal dari sumber energi lain misalnya:
air, batu bara, panas bumi, minyak bumi dll. menjadi energi listrik.
2. Transmisi merupakan komponen yang berfungsi menyalurkan daya atau energi
dari pusat pembangkitan ke pusat beban.
3. Distribusi merupakan komponen yang berfungsi mendistribusikan energi listrik
ke lokasi konsumen energy listrik.
4. Beban adalah peralatan listrik di lokasi konsumen yang memanfaatkan energi
listrik dari sistem tersebut.

6. Level Tegangan pada sistem tenaga listrik


Pada suatu sistem tenaga listrik, tegangan yang digunakan pada masing-masing
komponen dapat berbedabeda sesuai dengan kepentingannya. Dengan kata lain,
setiap komponen pada sistem tenaga listrik mempunyai level tegangan yang berbeda-
beda.

Pada sistem pembangkitan, level tegangan disesuaikan dengan spesifikasi


generator pembangkit yang digunakan, biasanya berkisar antara 11 s/d 24 kV.
Untuk pembangkit yang berkapasitas lebih besar biasanya menggunakan level tegangan
yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan agar arus yang mengalir tidak terlalu besar. Karena
untuk kapasitas daya tertentu, besar arus yang mengalir berbanding terbalik dengan
tegangannya. Level tegangan pada pembangkit biasanya tidak tinggi, karena semakin
tinggi level tegangan generator, jumlah lilitan generator harus lebih banyak lagi.
Dengan lilitan yang lebih banyak mengakibatkan generator menjadi lebih besar dan
lebih berat sehingga dinilai tidak efisien. Pada sistem saluran transmisi biasanya
digunakan level tegangan yang lebih tinggi. Hal ini karena fungsi pokok saluran
transmisi adalah menyalurkan daya, sehingga yang dipentingkan adalah sistem mampu
menyalurkan daya dengan efisiensi yang tinggi atau rugi-rugi daya dan turun
tegangannya kecil. Upaya yang dilakukan adalah mempertinggi level tegangan agar arus
yang mengalir pada jaringan transmisi lebih kecil.Level tegangan saluran transmisi
lebih tinggi dari tegangan yang dihasilkan generator pembangkit. Tegangan saluran
transmisi umumnya berkisar antara 70 s/d 500 kV.Untuk menaikkan tegangan dari level
pembangkit ke level tegangan saluran transmisi diperlukan transformator penaik
tegangan.

Pada jaringan distribusi biasanya menggunakan tegangan yang lebih rendah dari
tegangan saluran transmisi. Hal ini karena daya yang didistribusikan oleh masing-
masing jaringan distribusi biasanya relatif kecil dibanding dengan daya yang disalurkan
saluran transmisi, dan juga menyesuaikan dengan tegangan pelanggan atau pengguna
energi listrik. Level tegangan jaringan distribusi yang sering digunakan ada dua macam,
yaitu 20 kV untuk jaringan tegangan menengah (JTM) dan 220 V untuk jaringan
tegangan rendah (JTR). Dengan demikian diperlukan gardu induk yang berisi trafo
penurun tegangan untuk menurunkan tegangan dari saluran transmisi ke tegangan
distribusi 20 kV. Diperlukan juga trafo distribusi untuk menurunkan tegangan
dari 20 kV ke 220V sesuaitegangan pelanggan. Level tegangan beban pelanggan
menyesuaikan dengan jenis bebannya, misalnya beban industri yang biasanya
memerlukan daya yang relatif besar biasanya menggunakan tegangan menengah 20 kV,
sedang beban rumah tangga dengan daya yang relatif kecil, biasanya
menggunakan tegangan rendah 220 V.

7. Sistem Interkoneksi

Sistem Tenaga Listrik yang diuraikan di atas adalah gambaran secara sederhana,
yaitu satu sistem pembangkitan yang melayani satu sistem beban. Sistem yang demikian
disebut sistem tunggal. Namun dalam prakteknya kadang suatu sistem tenaga listrik
terdiri dari beberapa sistem pembangkit untuk melayani beberapa macam beban yang
ada pada lokasi yang berlainan. Untuk memperoleh kualitas pelayanan yang lebih baik,
maka seluruh sistem haruslah saling berhubungan atau interkoneksi sehingga dapat
dikendalikan dari satu tempat. Demikian pula kebutuhan daya dapat dilayani dari
pembangkit mana saja sekalipun lokasinya jauh dari pusat beban.Untuk mendapatkan
sistem yang demikian setiap pembangkit dan pusat beban harus saling berhubungan.
Sistem yang demikian disebut sebagai system interkoneksi. Dengan sistem ini di
harapkan kualitas pelayanan dapat menjadi lebih baik. Dengan sistem interkoneksi,
sistem tenaga listrik menjadi lebih komplek, sehingga biaya pembangunan dan
opersionalnya menjadi lebih besar dan pengelolaannya menjadi lebih rumit. Dengan
demikian sistem interkoneksi hanya digunakan pada sistem tenaga listrik dengan daya
besar dan memerlukan standar kualitas pelayanan yang tinggi
Daftar Pustaka/Sumber :
http://eprints.ums.ac.id/30680/2/BAB_I.pdf
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-01058-MTIF
%20Bab2001.pdf
https://slametumy.files.wordpress.com/2017/02/buku-ajar-stl.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ELEKTRO/
195106301982031-CHRIS_TIMOTIUS_KURNIA_K/TM_handout.pdf

Anda mungkin juga menyukai