KEWENANGANNYA
Menit 0-6
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum.
Pasal 28H
Ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
Pasal 34
Ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.
Apoteker bertanggung jawab terhadap penyediaan fasilitas kesehatan dalam hal ini distribusi
sediaan farmasi yang layak sebagai salah satu upaya pemerintah untuk menjamin kesehatan
masyarakat.
UU RI No 36 Th 2009 tentang
Kesehatan Pasal 98
Ayat (2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan,
menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat
obat.
Pasal 108
Dalam pasal ini dijelaskan dalam lampiran disini hanya tenaga kefarmasian untuk berhak
mengerjakan tersebut artinya negara mengamanatkan kepada tenaga keparmasian untuk
melakukan tugas ini.
Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan harus mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan.
Menit 7-12
Apoteker harus memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian
dan harus memiliki izin untuk memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan
- PP 41/1999 tentang Masa bakti dan ijin kerja apoteker, Pasal 1 ayat 1:
Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker.
- PP 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pasal 1, ayat 5
• Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
• Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian yang terdiri
atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
1. Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau
penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi
2. Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh
Tenaga kefarmasian.
3. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat
Sediaan Farmasi.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
Menit 13-18
ㆍ Pengadaan Di Unit Produksi
Pengadaan di industri farmasi merupakan suatu proses agar tetap tersedianya bahan baku obat
atau bahan kemas produksi di industri
farmasi. Mutu obat tergantung pada bahan pengemas, bahan awal, proses produksi dan
pengendalian mutu Industri farmasi sehingga pengadaan harus memenuhi di syarat mutu,
keamanan, dan kemanfaatan. (UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 98)
ㆍ UU Kesehatan 36 / 2009 juga mengatur persyaratan sediaan farmasi yaitu dijelaskan pada
pasal 105 dan 108,
ㆍ dipertegas dengan peraturan PP 72 tahun 1998 tentang pengamanan sediaan farmasi pada
pasal 1 dan 2.
ㆍ Pada pasal 2 disebutkan adanya persyaratan untuk bahan baku/obat berdasarkan
Farmakope.
● Peran Apoteker
Kepala Bagian bertanggung jawab atas terjaminnya mutu bahan baku obat yang akan
digunakan, tugasnya adalah memutuskan meluluskan atau menolak, bahan baku obat yang l
akan digunakan apabila tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan melakulan
sampling dan pengujian
● Landasan Hukum Industri Farmasi
1. PP No. 72 tahun 1998 tentang Pengadaan Sediaan Farmasi dan Alkes (Pasal 1 dan 2)
2. PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Pasal 1,6 (1 dan 2),9 (1))
3. PERMENKES NO. 1799/MENKES/PER/XI1/2010 tentang Industri Farmasi pasal 4
(1) dan 5
● Syarat Industri Farmasi
1. Izin
2. CPOB
3. Apoteker
● Ketentuan yang mengatur proses pengadaan di Industri dijelaskan pada PP No 51
tahun 2009 yaitu pada pasal 6.Dari peraturan tersebut diketahui bahwa dalam
produksi sediaan farmasi, industri farmasi harus mementingkan mutu, keamanan dan
kemanfaatan. Untuk memperoleh suatu bahan baku yang bermutu dalam dan produksi
sediaan farmasi diperlukan tenaga kefarmasian yang memiliki keahlianyang
kewenangan. Dalam hal ini berkompeten dalam menentukan spesifikasi bahan baku
yang baik adalah apoteker.
● Fungsi dan Peran Apoteker dalam Pengadaan Unit Pelayanan
1. Peran (APTFI,2009)
- Melaksanakan fungsi pengadaan obat dan perbekalan kesehatan lainnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, sarana yang dimiliki dan sesuai dengan kebutuhan
di unit pelayanan.
- Melakukan penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan lainnya secara baik sesuai
dengan sifat bahan
2. Fungsi (KepMenKes RI 1197/menkes/SK/X/2004
- Memilih perbekalan farmasi
- Merencanakan perbekalan farmasi
- Mengadakan perbekalan farmasi
- Menerima perbekalan farmasi
- Menyimpan perbekalan farmasi sesuai persyaratan
Apoteker dalam PP No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian (pasal 9 (1)) sebagai penanggung
jawab minimal D3. Apoteker dapat menjadi penanggung jawab produksi, penanggung jawab
pengawasan mutu, dan penanggung jawab pemastian mutu. Ketiga hal ini minimal harus
dimiliki oleh seorang apoteker. Jadi, pada industry minimal harus ada 3 apoteker.
1) Permenkes No. 1799 Tahun 2010 pasal 5 ayat 1 tentang Industri Farmasi :
2) PP 72 Tahun 1998 Pasal 5 Ayat 1 tentang Pengadaan Sediaan Farmasi dan Alkes :
· Produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan dengan cara
produksi yang baik.
· Kriteria obat yang mendapatkan izin edar ialah memunhi khasiat, mutu, dan
keamanan.
BIDANG PRODUKSI OBAT
Keputusan kepala BPOM No. HK 03. 1. 33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan
pedoman CPOB bahwa dalam industri farmasi harus memenuhi syarat cara pembuatan obat
yang baik.
Apoteker yang bekerja di industry obat tradisional harus memenuhi persyaratan : PP No. 51
2009 bagian ke-3
Peran apoteker dalam produksi obat tradisional
Ruang lingkup produksi obat tradisional, yaitu meliputi personalia, bangunan, peralatan,
sanitasi dan hygiene, pengolahan dan pengemasan, pengawasan mutu, inspeksi diri,
dokumentasi dan penangan terhadap hasil pengamatan produk di peredaran (BPOM, 2011).
· Pengadaan
suatu proses agar tetap tersedianya bahan baku obat atau bahan kemas produksi industri
farmasi
menurut Keputusan Kepala Badan [engawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor:
HK.00.05.4.2411 terdapat 3 jenis obat bahan alam (obat tradisional), yaitu :
a) Jamu
c) Fitofarmaka
Keempatnya bisa dijabat oleh 1 org tergantung besar industi dari obat tradisional itu sendiri.
- Industry kosmetika harus memiliki minimal satu Apoteker sebagai penanggung jawab.
Izin Produksi Konsmetik diatur dalam Permenkes RI No. 1175 / MENKES/ PER/ VIII/ 2010
Tentang Izin Produksi Kosmetika, yaitu pada pasal 6,8, dan 9 ayat 1.
Izin produksi kosmetika diberikan sesuai bentuk dan jenis sediaan yang akan dibuat. Izin
produksi ini dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
- Golongan A :
Izin produksi kosmetik yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetik. Izin
produksi golongan A dapat diberikan dengan beberapa persyaratan sebagai berikut :
- Golongan B : Izin produksi kosmetik yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan
kosmetik tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana. Izin Golongan B dapat
diberikan dengan beberapa persyaratan, yaitu :
- Memeriksa Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets serta menjamin
semua tahapan sesuai dengan POB Pengolahan dan POB pengemasan.
- Peralatan dan mesin produksi tepat desain, tepat ukuran, digunakan secara benar dan
terjamin kebersihannya
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) Menurut Kepmenkes RI No. 965 /
MENKES/SK/XI/1992 Tentang CPKB
Tenaga kerja => Bangunan => Peralatan => Sanitasi dan Higiene => Pengolahan dan
Pengemasan => Pengawasan Mutu => Inspeksi Diri => Dokumentasi => Penanganan
terhadap hasil pengamatan produksi pada peredaran.
Kefarmasian Pasal 14
Ayat 1 : setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi berupa obat harus
memiliki seorang apoteker sebagai penanggung jawab
Ayat 2 : apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan atau tenaga teknis kefarmasian
Pasal 15 :
Menyatakan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan
farmasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 harus memenuhi ketentuan cara distribusi
yang baik dan ditetapkan oleh Menteri
Menit 31-36
Lanjutan UNID Distribusi dan Penyaluran PP no 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasiaan
Pasal 16
Ayat (1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.
Ayat (2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui
secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran
Sediaan Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi wajib dicatat
oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Pasal 18
Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi
atau Penyaluran Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang distribusi atau penyaluran.
Rangkumannya :
● apoteker memiliki tanggung jawab penuh dalam pendistribusian obat sehingga
dituntut memiliki kemampuan untuk memanajemen pendistribusian tersebut sesuai
dengan CDOB
● Apoteker mampu menyusun dan menerapkan SOP dalam pendistribusian
sediaan farmasi dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
● Apoteker mampu dalam melakukan dokumentasi yang baik terhadap proses
pendistribusian sediaan farmasi
PP no 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alkes, beberapa pasal yang
mengatur :
Pasal 2
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
(2) Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pasal 6
Peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan terdiri dari penyaluran dan penyerahan
Pasal 7
Peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan memperhatikan upaya
pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pasal 8
(1) Setiap pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran harus
disertai dengan dokumen pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
(2) Setiap pengangkut sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran,
bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen pengangkutan sediaan farmasi dan alat
kesehatan
Pasal 15
(1) Penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh badan usaha
yang telah memiliki izin sebagai penyalur dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan sediaan farmasi yang berupa bahan
obat, obat dan alat kesehatan;
Pasal 21
Setiap pengangkutan dalam rangka pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan alat
kesehatan ke dalam dan dari wilayah Indonesia dilaksanakan dengan memperhatikan upaya
pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan
Rangkumannya :
● apoteker harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam mengatur mutu dan kualitas
sediaan farmasi berupa obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetika, dan alkes.
Sesuai dengan buku standar dan ketetapan menteri
● apoteker menjadi penanggung jawab di fasilitas distribusi harus menetapkan SOP
sehingga dalam pelaksanaannya dapat memenuhi ketentuan cara distribusi obat yang
baik
● apoteker mampu melakukan dokumentasi proses distribusi sediaan farmasi dan
mempertanggungjawabkan pekerjaannya
● apoteker dalam melakukan pekerjaan proses distribusi sediaan farmasi harus memiliki
suatu badan usaha yang berlandaskan hukum dengan tetap memperhatikan kualitas
sediaan famasi
MENIT 37 - 42
PP 51 (2009) ACT
Pharmaceutical Services Unit
- Pharmacy (apotek)
- Hospital pharmacy
- Private clinic
- Drugstore
· Apothecary
● MANAJERIAL
1. Manajemen SDM
2. Pengelolaan logistik
2. Rawat jalan
3. Rawat inap
5. Ruang ICU
7. Koordinator produksi
● · PROFESIONAL
3. Rekonsiliasi obat
5. Konseling
6. Visite
1. Profesional
2. Manajerial
3. Retailer
Goals: profit
· Pelayanan Resep
· Pelaporan
Kita bisa melaporkan pelaksanaan dari pelayanan kesehatan terutama pada pelaporan dari
obat narkotika dan psikotropika
Dinkes punya sistem tugas khusus terutama pada obat buffer stock untuk pelayanan
bencana kemudian obat kebutuhan puskesmas untuk kabupaten/kota.
menit 43-48
Deputi bidang Pengawasan Obat (narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif)
1. Peraturan BPOM No. 26 Tahun 2017
“Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan”
Pasal 96
● “Penyusunan Kebijakan…”
● “pelaksanaan kebijakan…”
● “penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria…”
● “pelaksanaan evaluasi dan pelaporan…”
● “pemberian bimbingan teknik dan supervisi…”
“… di bidang pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar meliputi
standardisasi, registrasi, dan pengawasan produksi dan distribusi obat, bahan obat, narkotika,
psikotropika, prekursor dan zat adiktif”.
Pasal 97
● Direktorat Standardisasi Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan
Zat Adiktif
● Direktorat Registrasi Obat
● Direktorat Pengawasan Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
● Direktorat Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor
● Direktorat Pengawasan Keamanan, Mutu, dan Ekspor Impor Obat, Narkotika,
Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif
Pasal
179 ● “Penyusunan kebijakan…”
● “pelaksanaan kebijakan…”
● “penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria…”
● “pelaksanaan evaluasi dan pelaporan…”
● “pemberian bimbingan teknis dan supervisi…”
“… di bidang pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar meliputi
standarisasi, registrasi, pengawasan produksi dan pengawasan distribusi obat tradisional,
suplemen kesehatan, dan kosmetik”.
Pasal 180
● direktorat standardisasi obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik
● direktorat registrasi obat tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetik
● direktorat pengawasan obat tradisional dan suplemen kesehatan
● direktorat pengawasan kosmetik