Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
AUDIT INVESTIGATIF
Oleh:
Padlah Riyadi., MM., MH., M. Ak. Ak., CA., Asean CPA.
1
BAB I
PENGANTAR AKUNTANSI FORENSIK
Akuntansi Forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau pengungkapan motive
pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum, maka istilah yang dipakai
adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini pun kadar
akuntansi masih kelihatan. Misalnya dalam perhitungan ganti rugi dalam pengertian sengketa maupun
kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana akuntansi forensik menangani fraud khususnya
dalam pengertian corruption dan misappropriation of asset.
Akuntansi forensik dapat diartikan penggunaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum. Artinya,
akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses
peninjauan judicial atau administratif.
Banyak orang memahami profesi dokter dalam peraturan diatas dikenal dengan sebutan dokter
forensik, namun “ahli lainnya” yang dalam hal ini termasuk juga akuntan belum banyak dikenal
sebutannya sebagai akuntan forensik. Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam
pengadilan (litigation), namun juga berperran dalam bidang hukum diluar pengadilan (non litigation)
misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan
perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
Untuk menjadi seorang akuntan forensik harus memperhatikan hal-hal berikut:
Memiliki pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat.
Pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour).
Pengetahuan tentang asspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes,
rationalization, opportunities).
Pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum).
Pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi (profiling).
Pemahaman terhadap pengendalian internal.
Kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).
Perbedaaan utama akuntansi forensik maupun audit konvensional lebih terletak pada mindset
(kerangka pikir. Metodologi kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntansi forensik lebih
menekankan pada keanehan (exeption, oddities, irregularities) dan pola tindakan (product of conduct)
daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti pada audit umum. Prosedur utama
dalam akuntansi forensik menekankan pada analytical review dan teknik wawancara mendalam (in
depth interview) walaupun seringkali masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan
fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain sebagainya. Akuntansi forensik biasanya memfokuskan pada
area-area tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjasi tindak
kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya
kecurangan (red flag), petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan
terbongkas karena tip off ata ketidaksengajaan (accident).
2
BAB 2
MENGAPA AKUNTANSI FORENSIK?
Fraud sangat merugikan berbagai pihak karena dapat menghancurkan pemerintahan maupun bisnis.
Fraud berupa korupsi lebih luas daya penghancurnya. Pada dasarnya cakupan akuntansi forensik
adalah fraud dalam arti yang luas. Association of Certified Fraud Examiners mengelompokkkan fraud
dalam tiga kelompok yaitu corruption (korupsi), asset misappropriation (penjarahan aset), dan
fraudulent financial statement (laporan keuangan yang dengan sengaja dibuat menyesatkan). Dalam
hal ini, akuntan forensik menjadi spesialis yang lebih khusus lagi daripada akutan pada umumnya yang
berspesialisasi dalam auditing. Ia menjadi fraud auditor atau fraud examiner yang memiliki spesialisasi
dalam bidang fraud.
Sorotan utama mengenai fraud pada umumnya dan korupsi pada khususnya adalah pada kelemahan
corporate governance atau kelemahan di sektor korporasi, tetapi prinsip umumnya adalah kelemahan
di sektor governance, baik korporasi maupun pemerintahan. Di Indonesia hal ini sangat jelas terlihat
dalam perkara-perkara korupsi dari para penyelenggara negara dan dari kajian mengenai integritas
yang dibuat KPK. Salah satu dampak kelemahan governance adalah adanya fraud atau perkara korupsi
yang melibatkan para penyelenggara negara. Sedangkan dampak kelemahan governance di korporasi
lebih kepada pengaruh di pasar modal yaitu harga saham perusahaan akan lebih rendah dimana
seharusnya mempunyai nilai yang lebih tinggi kalau mereka kalau mereka mempunyai good corporate
governance (tata kelola perusahaan yang baik).
Ada beberapa kajian global mengenai korupsi yang menilai Indonesia antara lain adalah Corruption
Perceptions Index (CPI), Global Corruption Barometer (GCB), Bribe Payers Index (BPI), Political
and Economic Risk Consultancy (PERC), dan Global Competitiveness Index (GCI).
3
BAB 3
LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK
Bologna dan Lindquist, perintis mengenai akuntansi forensik mengemukakan beberapa istilah dalam
perbendaharaan akuntansi, yakni: fraud auditing, forensic accounting, investigative accounting,
litigation support, dan valuation analysis. Namun, istilah tersebut tidak didefinisikan secara jelas.
Mereka menambahkan bahwa dalam penggunaan sehari-hari litigation support merupakan istilah yang
paling luas serta mencakup keempat istilah lainnya.
Mereka juga menambahkan bahwa akuntan tradisional masih ingin membedakan pengertian fraud
auditing dan forensic accounting. Menurut kelompok akuntan ini, fraud auditing berurusan dengan
pendekatan dan metodologi yang bersifat proaktif untuk meneliti fraud. Sedangkan akuntan forensic
baru dipanggil ketika bukti-bukti terkumpul atau ketika kecurigaan (suspicion) naik ke permukaan
melalui tuduhan (allegation), keluhan (complaint), temuan (discovery), atau tip-off dari whistleblower.
Jasa-jasa di bidang forensik antara lain:
Fraud & financial investigation
Analityc & forensic technology
Fraud risk management
FCPA reviews and investigation
Anti money laundering service
Whistleblower hotline
Litigation support
Intellectual property protection
Client training
4
Perbandingan antara akuntansi forensik di sektor publik dan swasta
5
BAB 4
ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT
INVESTIGATIF
Atribut
Howard R. Davia mengatakan bahwa dalam melaksanakan investigasi terhadap fraud, auditor
pemula sebaiknya:
Menghindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur.
Mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan.
Kreatif dan berpikir seperti pelaku kejahatan, jangan mudah ditebak dalam hal arah pemeriksaan,
penyelidikan, atau investigasi yang dilakukan.
Tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan.
Dalam menyusun strategi, perlu mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam
pembukuan atau di luar pembukuan
Dari nasihat tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.
Dari awal upayakan menduga siapa pelaku fraud.
Fokus pada pengambilan bukti dan barang bukti untuk pengadilan.
Kreatif, jangan mudah ditebak.
Investigator harus memiliki intuisi yang tajam untuk merumuskan teori mengenai persekongkolan.
Kenali pola fraud.
Kode Etik
6
Kode etik berisi nilai-nilai luhur yang amat penting bagi eksistensi profesi. Profesi bisa eksis karena
ada integritas (sikap jujur walaupun tidak diketahui orang lain), rasa hormat dan kehormatan, dan nilai-
nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya dari pengguna dan stakeholders lainnya.
Standar Audit Investigatif menurut K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett:
Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui
Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian sehingga bukti tadi dapat diterima di
pengadilanPastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks, dan
jejak audit tersedia.
Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya.
Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan. dan pada penuntut
umum yang mendakwa pegawai tersebut baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum
pidana
Mencakup seluruh substansi investigasi
Meliputi seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan
bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal
yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan,
keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
7
BAB 5
TATANAN KELEMBAGAAN
Dalam UUD 45 disebutkan tentang lembaga negara atau lembaga penyelenggara negara, baik di
tingkat pusat maupun di daerah. Pada tingkat pusat terdapat beberapa kelompok kelembagaan antara
lain kelompok lembaga yang mencerminkan perwakilan rakyat, presiden dan wakil presiden yang
mewakili kekuasaan pemerintahan negara, dan kelompok yang mewakili kekuasaan kehakiman oleh
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya. Ketiga kelompok tersebut adalah
merupakan perwujudan konsep trias politica dalam ketatanegaraan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
tidak termasuk dalam kekuasaan tersebut karena BPK lebih dikenal dalam sistem ketatanegaraan
negara-negara demokrasi.
8
Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara
tersangka dari jabatannya;
Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;
Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya
atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh
tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya
dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;
Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan
pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;
Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang
ditangani.
4. Pencegahan tipikor.
Dalam melaksanakan tugas pencegahan, KPK berwenang untuk:
melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara;
menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan;
merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana
korupsi;
melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;
melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
5. Pemantauan penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas monitor, KPK berwenang untuk:
melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan
pemerintah;
memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika
berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;
melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan
perubahan tersebut tidak diindahkan.
Kewajiban KPK
KPK berkewajiban:
memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun
memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi;
memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk
memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang
ditanganinya;
menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan;
menegakkan sumpah jabatan;
menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas-asas di atas.
9
Anti Corruption Agencies
Lembaga semacam KPK yang secara generik dikenal sebagai Anti-Corruption Agencies (ACA), tidak
hanya ada di Indonesia. Di banyak negara Agency ini disebut Commission atau Komisi (seperti KPK).
Namun ada juga yang menyebutkan Biro, seperti di Singapura, atau Badan, seperti di Malaysia. Ada
dua model ACA, yakni multy agency model dan single-agency model. Negara menerapkan multy
agency model memanfaatkan lembaga-lembaga penegak hukum yang sudah ada dan membangun satu
lembaga khusus. Indonesia adalah contoh negara yang menerapkan multy agency model. Kebanyakan
negara Eropa Barat dan Amerika Serikat juga menerapkan multy agency model.
Pengadilan Tipikor
Dari beberapa butir yang diajukan dalam permohonan judicial review, hanya satu yang dikabulkan
oleh Mahkamah Konstitusi, yakni pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2002. Mahkamah Konstitusi memutuskan Pengadilan Tipikor harus dibentuk
dengan undang-undang tersendiri sebelum akhir Desember 2009.
Dari pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama lima tahun terakhir, komitmen pengadilan
umum justru dipertanyakan. Banyak terdakwa kasus korupsi yang diadili pengadilan umum, yang
semuanya terdiri atas hakim karier, justru dibebaskan. Ini berbeda dari Pengadilan Tipikor, yang
memadukan hakim karier dan hakim ad hoc, yang selama ini tidak pernah membebaskan terdakwa
korupsi dari hukuman. Pemantauan ICW di sejumlah pengadilan umum selama lima tahun terakhir
sejak 2005, menunjukkan jumlah terdakwa kasus korupsi yang bebas di pengadilan umum bukan
10
berkurang, tetapi malah meningkat. Dan terdakwa yang dihukum, hukumannya cenderung ringan.
11
BAB 6
FRAUD
12
Larceny, uang sudah masuk ke perusahaan dan kemudian baru dijarah.
Fraudulent disbursement, sekali uang arus sudah terekam dalam sistem atau sering disebut
penggelapan uang.
Tahap-tahap sebelum Fraudulent disbursement
Billing schemes
Payroll schemes
Expense reimbursement schemes
Check tampering
Register disbursement
False voids
3. Fraudulent Statements
Ranting pertama menggambarkan fraud dalam menyusun laporan keuangan. Fraud ini berupa salah
saji. Cabang ranting ini ada 2: pertama, menyajikan aset lebih tinggi dari yang sebenarnya. Kedua,
menyajikan aset lebih rendah dari sebenarnya. Kedua, menyajikan aset lebih rendah dari yang
sebenarnya.
13
Kejahatan Kerah Putih atau White Collar Crime
Kejahatan kerah putih terbatas pada kejahatan yang dilakukan dalam lingkup jabatan mereka dan
karenanya tidak termasuk kejahatan pembunuhan, perzinaan, perkosaan, dan yang lainnya tidak dalam
lingkup kegiatan para penjahat berkerah putih. Padahal ada banyak kejahatan berupa pembunuhan dan
pemerasan yang dilakukan secara terorganisasi yang berdasarkan motifnya adalah kejahatan ekonomi
yang dilakukan penjahat berkerah putih.
14
BAB 8
MENCEGAH FRAUD
Seperti mengangani penyakit, lebih baik mencegahnya daripada “mengobati”nya. Para ahli
memperkirakan bahwa fraud yang terungkap merupakan bagian kecil dari seluruh fraud yang terjadi.
Oleh karena itu, upaya utama seharusnya adalah pada pencegahannya. Ada ungkapan yang secara
mudah ingin menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud. Ungkapan itu adalah: fraud by
need, fraud by greed, and fraud by opportunity. Kata fraud dalam ungkapan tersebut bisa diganti
dengan corruption, financial crime, dan lain-lain.
Menghilangkan atau menekan need dan greed yang mengawali terjadinya fraud dilakukan sejak
menerima seseorang (recruitment process), meskipun kita tahu bahwa proses itu bukan jaminan penuh.
Ini terus ditanamkan melalui fraud awareness dan contoh-contoh yang diberikan pemimpin
perusahaan atau lembaga. Contoh yang diberikan atasan telah terbukti merupakan unsur pencegah
yang penting. Unsur by opportunity dalam ungkapan di atas biasanya ditekan oleh pengendalian intern.
Di samping pengendalian interal, dua konsep penting lainnya dalam pencegahan fraud, yakni
menanamkan kesadaran tentang adanya fraud (fraud awareness) dan upaya menilai risiko terjadinya
fraud (fraud risk assessment).
Gejala Gunung Es
Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi) di Indonesia, sulit untuk
menyebutkan suatu angka yang andal. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan di luar negeri (dengan
sampling) mengindikasikan bahwa fraud yang terungkap, sekalipun secara absolut besar, namun
dibandingkan dengan seluruh fraud yang sebenarnya terjadi, relatif kecil. Inilah gejala gunung es.
Davia et al. mengelompokkan fraud dalam tiga kelompok sebagai berikut.
Fraud yang sudah ada tuntutan hukumnya (prosecution), tanpa memperhatikan keputusan
pengadilan.
Fraud yang ditemukan, tetapi belum ada tuntutan hukum.
Fraud yang belum ditemukan.
Davia et al. memperkirakan bahwa dari fraud universe, Kelompok I hanyalah 20%, sedangkan
kelompok II dan III, masing-masing 40%. Kesimpulannya, Lebih banyak yang tidak kita ketahui
daripada yang kita ketahui tentang fraud. Hal yang lebih gawat lagi, fraud ditemukan secara kebetulan.
Pengendalian Internal
Pengendalian intern atau internal control mengalami perkembangan dalam pemikiran dan praktiknya.
Oleh karena itu, Davia et al. Mengingatkan kita untuk meyakinkan apa yang dimaksud dengan
pengendalian intern, ketika orang menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Mereka mencatat
sedikitnya empat definisi pengendalian intern sebagai berikut.
Definisi 1 (sebelum September 1992) yaitu Kondisi yang diinginkan, atau merupakan hasil, dari
berbagai proses yang dilaksanakan suatu entitas untuk mencegah (prevent) dan menimbulkan efek
jera (deter) terhadap fraud.
Definisi 2 (sesudah September 1992), yaitu suatu proses yang dirancang untuk dan direncanakan
oleh dewan, manajemen, dan pegawai untuk memberikan kepastian yang memadai dalam
15
mencapaikegatan usaha yang efektif dan efisien, keandalan keuangan, dan kepatuhan terhadap
undang-undang dan peraturan lainnya yang relavan. (definisi COSO)
Definisi 3 (AICPA 1988), yaitu untuk tujuan audit saldo laporan keuangan, struktur pengendalian
intern
suatu entitas terdiri atas tiga unsur: lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur-
prosedur pengendalian. (SAS No. 53)
Definisi 4 (khusus untuk mencegah fraud), yaitu suatu sistem dengan proses dan prosedur yang
bertujuan khusus dirancang dan silaksanakan untuk tujuan utama, kalau bukan satu-satunya tujuan,
untuk mencegah dan menghalangi (dengan membuat jera) terjadi fraud
16
BAB 9
MENDETEKSI FRAUD
Sejak permulaan, profesi audit yang dijalankan akuntan publik menolak mengambil tanggungjawab
dalam menemukan fraud. Namun dalam dasawarsa terakhir perubahan lebih banyak dalam retorika
daripada substansi. Orang awam mengharapkan suatu audit umum dapat mendeteksi segala macam
fraud, baik yang melekat pada laporan keuangan maupun yang berupa pencurian asset. Namun akuntan
publik berupaya memasang pagar-pagar yang membatasi tanggung jawabnya, khususnya mengenai
penemuan atau pengungkapan fraud. Hal tersebut dikuatkan dalam SA seksi 110 tentang
tanggungjawab dan fungsi audiror indepenen sebagai berikut.
“Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh
keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang
disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakterisitik
kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji
material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit
guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau
kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.”
17
Audit Umum Dan Pemeriksaan Fraud
18
BAB 10
PROFIL PERILAKU, KORBAN, DAN PERBUATAN FRAUD
Dalam upaya menemukan dan memberantas kecurangan, kita perlu mengetahui profil pelaku. Profil
berbeda dengan foto yang menggambarkan fisik seseorang. Profil memberi gambaran mengenai
berbagai ciri dari suatu kelompok orang, seperti : umur, jenjang pendidikan, kelompok sosial (kelas atas,
menengah, bawah), bahkan kelompok etnis, dan seterusnya.
Profiling
Upaya untuk mengidentifikasi profil, dalam bahasa Inggris disebut profiling. Profiling dalam
memberantas kejahatan bukanlah upaya yang baru. Dalam kriminologi Cesare Lombroso dan rekan-
rekannya penganut criminal anthropology percaya bahwa faktor keturunan merupakan penyebab
tingkah laku kriminal. Profiling juga berkembang sampai kepada ciri psikologis dan psikiatris.
Profiling yang dilakukan di Indonesia menemukan bahwa penerima suap adalah pejabat, pegawai
negeri sipil dan militer, di pemerintah pusat atau daerah. Profil pemberi suap adalah pengusaha.
Profiling bersifat penting dan bermanfaat, hanya kita perlu memahami makna dari profil yang
dihasilkan. Di pasar uang dan pasar modal profil pelaku fraud sering kali mengagumkan. Mereka
cerdas, mempunyai track record yang luar biasa, pekerja keras, dan cenderung menjadi informal leader
dengan karisma yang melampaui wewenang yang diberikan jabatan.
19
Penulis-penulis Barat mengamati ciri-ciri unik bangsa Asia tertentu yang merupakan cerminan
kelemahan good corporate governance bisnis di Asia.
20
BAB 11
TUJUAN AUDIT INVESTIGASI
21
BAB 12
INVESTIGASI DAN AUDIT INVESTIGATIF
22
BAB 13
AUDIT INVESTIGATIF DENGAN TEKNIK AUDIT
23
akan berhenti di satu atau beberapa tempat penghentian terakhir. Tempat inilah yang memberikan
petunjuk kuat mengenai pelaku fraud.
24
BAB 14
Audit Investigatif Dengan Teknik Perpajakan
Terdapat dua teknik audit investigatif yang secara luas dipraktikkan oleh IRS (Internal Revenue
Services) di Amerika Serikat. Kedua teknik audit investigatif ini adalah net worth method dan
expenditure method. Kedua teknik ini digunakan untuk menentukan penghasilan kena pajak (PKP)
yang belum dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPT-nya. Kedua teknik tersebut menggunakan logika
pembukuan atau akuntansi yang sederhana
Expenditure Method
Expenditure method merupakan derivasi atau turunan dari net worth method yang digunakan IRS
sejak tahun 1940-an. Expenditure method harus digunakan untuk kasus perpajakan seperti berikut:
WP tidak menyelenggarakan pembukuan atau catatan.
Pembukuan dan catatan WP tidak tersedia, misalnya karena terbakar.
25
WP menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak memadai.
WP menyembunyikan pembukuannya.
WP tidak mempunyai aset yang terlihat atau diidentifikasi.
Expenditure method harus digunakan untuk kasus organized crime seperti berikut:
Tersangka kelihatannya tidak membeli aset ( rumah, tanah, saham, perhiasan).
Tersangka mempunyai gaya hidup mewah, dan agaknya di luar kemampuannya.
Tersangka diduga mengepalai jaringan kejahatan.
Illegal income harus ditentukan untuk menghitung denda, kerugian keuangan negara, dan pungutan
negara lainnya.
26
BAB 15 FOLLOW THE MONEY
Follow the money secara harafiah berarti “mengikuti jejak-jejak yang ditinggalkan dalam suatu arus
uang atau arus dana”. Jejak-jejak ini akan membawa penyidik atau akuntan forensik ke arah pelaku
fraud Pertama kita akan melihat naluri penjahat. Tanpa disadari, nalurinya ini akan meninggalkan
jejak-jejak berupa gambaran mengenai arus uang. Jejak-jejak uang atau money trails inilah yang
dipetakan oleh penyidik. Ketentuan perundang-undangan mengenai tindak pidana pencucian uang
mengingatkan kita bahwa bukan kejahatan utamanya saja yang merupakan tindak pidana, tetapi juga
pencucian uangnya adalah tindak pidana. Teknologi informasi merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam teknik follow the money.
Uang sangat cair (likuid), mudah mengalir. Itulah sebabnya follow the money mempunyai banyak
peluang untuk digunakan dalam investigasi. Namun, mata uang kejahatan atau currency of crime
bukanlah uang semata-mata. Mengetahui currency of crime akan membuka peluang baru untuk
menerapkan teknik follow the money.
28
BAB 16
AUDIT INVESTIGASI DENGAN MENGANALISIS UNSUR PERBUATAN
MELAWAN HUKUM
Akuntan forensik bekerja sama dengan praktisi hukum dalam menyelesaikan masalah hukum, oleh
karenanya akuntan forensik perlu memahami hukum pembuktian sesuai masalah-masalah hukum yang
dihadapi, dalam bab ini khususnya tindak pidana khusus yaitu korupsi. Dalam hal terkait korupsi
biasanya tindakan melawan hukum diantaranya terdiri dari kegiatan memperkaya diri, penyalahgunaan
wewenang, suap menyuap, gratifikasi, penggelapan dan pembiaran penggelapan, pengrusakkan bukti
dan memalsukannya, pemerasan, penggunaan tanah negara oleh pegawai negeri, dan lain-lain. Untuk
lebih jelasnya tersaji pada tabel 1, terkait 30 Jenis tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 jo. Dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
1. Pasal 2: Memperkaya diri
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara taau perekonomian negara.
2. Pasal 3: Penyalahgunaan wewenang
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau saranayang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
3. Pasal 5, ayat (1), a: Menyuap pegawai negeri
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan
maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya
4. Pasal 5, ayat (1), b: Menyuap pegawai negeri
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan yang bertentangan dengan jabatannya, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya
5. Pasal 13: Memberi hadiah kepada pegawai negeri
Setiap orang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukantersebut.
6. Pasal 5, ayat (2): Pegawai negeri terima suap
Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
7. Pasal 12, a: Pegawai negeri terima suap
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan atau melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
8. Pasal 12, b: Pegawai negeri terima suap
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui hadiah
tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
9. Pasal 11: Pegawai negeri terima hadiah
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan
yang berhubungan dengan jabatannya, atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau
janji tersebut ada hubungan secara jabatan.
29
10. Pasal 6, ayat (1), a: Menyuap hakim
memberi atau menanjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
11. Pasal 6, ayat (1), b: Menyuap advokat
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan ditentukan menjadi advocat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk
mempengaruhi nasehat atau pendengar yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
12. Pasal 6, ayat (2): Hakim dan advokat terima suap
bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksu pada ayat (1) huruf a atau
advocad yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksu pada ayat (1) huruf b.
13. Pasal 12, c: Hakim terima suap
Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili.
14. Pasal 12, d: Advokat terima suap
Advokat untuk menghadiri sidang, menerima hadiah atau janji. Padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan.
15. Pasal 8: Pegawai negeri menggelapkan uang/membiarkan penggelapan
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau
surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga
tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan
tersebut.
16. Pasal 9: Pegawai negeri I memalsukan buku
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsukan buku-buku
atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
17. Pasal 10, a: Pegawai negeri I merusakkan bukti
Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta,
surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang, yang dikuasai jabatannya.
18. Pasal 10, b: Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti
Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
19. Pasal 10, c: Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti
Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
20. Pasal 12, e: Pegawai negeri memeras
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
21. Pasal 12, f: Pegawai negeri memeras
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, atau
pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
30
22. Pasal 12, g: Pegawai negeri memeras
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas meminta,
menerima, memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau
kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggaranegara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
utang.
23. Pasal 7, ayat (1), a: Pemborong berbuat curang
Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bangunan yang pada
waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang.
24. Pasal 7, ayat (1), b: Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang
Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau peneyerahan bahan bangunan, sengaja
membiarkan perbuatan curang.
25. Pasal 7, ayat (1), c: Rekanan TNI/Polri berbuat curang
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan dalam keadaan perang.
26. Pasal 7, ayat (1), d: Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang
Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia
dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang.
27. Pasal 7, ayat (2): Perima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang
Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan
barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
membiarkan perbuatan curang.
28. Pasal 12, h: Pegawai negeri menggunakan tanah negara
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah
menggunakan tanah negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundang- undangan, telah merugikan orang yang berhak, paahal diketahuinya bahwa perbuatan
tersebut bertentangann dengan peraturan perundang-undangan.
29. Pasal 12, i: Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada
saat dilakukan perbuatan, u ntuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
30. Pasal 12B jo.12C: Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melapor ke KPK
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya
Selain ke-30 tindak pidana tersebut juga terdapat tindak pidana lain yang terkait tidak pidana korupsi.
Tindak pidana tersebut menurut Undang-Undang Tipikor sebagai berikut.
Mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam
perkara korupsi.
Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu
Melanggar KUHP Pasal 220 (mengadukan perbuatan pidana, padahal dia tahu perbuatan itu tidak
dilakukan), Pasal 231 (menarik barang yang disita), Pasal 421 (pejabat menyalahgunakan wewenang,
memaksa orang untuk melakukan atau tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu), Pasal 422
31
(pejabat
32
menggunakan paksaan untuk memeraspengakuan atau mendapat keterangan), Pasal 429 (pejabat
melampaui kekuasaan ... memaksa masuk ke dalam rumah atau ruangan atau pekarangan tertutup ...
atau berada disitu melawan hukum) atau Pasal 430 (pejabat melampaui kekuasaan menyuruh
memperlihatkan kepadanya atau merampas surat, kartu pos, barang atau paket ... atau kabar lewat
kawat).
33
Maknanya tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, intinya bahwa suatu perbuatan tidak dapat
dipidana kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan-ketentuan perundang-undangan pidana yang telah
ada.
Concursus idealis dan concursus realis
Concursus idealis (eendaadsche samenloop) yaitu suatu perbuatan yang masuk ke dalam lebih dari
satu aturan pidana. Disebut juga sebagai gabungan berupa satu perbuatan yakni suatu perbuatan
meliputi lebih dari satu pasal ketentuan hukum pidana. Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam
concursus idealis adalah sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat.
Concursus idealis diatur dalam Pasal 63 KUHP. Dalam KUHP bab II Pasal 63 tentang perbarengan
peraturan.
Concursus realis
Concursus realis (meerdaadse samenloop) terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan,
dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan
tidak perlu berhubungan). Concursus realis diatur dalam Pasal 65-71 KUHP.
Perbuatan berlanjut
Perbuatan berlanjut terjadi jika beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan
atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut, sehingga diterapkan ancaman pidana pokok paling berat.
“Lepas” vs “Bebas” dari tuntutan hukum
Perbedaan dari istilah diatas adalah dalam hal putusan lepas dari segala tuntutan hukum, jaksa
penuntut umum dapat melakukan kasasi, namun untuk putusan bebas murni, maka jaksa penuntut
umum tidak dapat melakukan kasasi.
34
BAB 17
INVESTIGASI PENGADAAN
Pengadaan merupakan salah satu sumber korupsi terbesar dalam sektor keuangan publik. Setiap tahun,
BPK dan BPKP melaporkan kasus pengadaan yang mengandung unsur tindak pidana korupsi. Tidak
banyak yang masuk ke persidangan pengadilan, hanya 30 % yang diselesaikan.
35
Pemerintah tidak terorganisasi untuk menangani pengadaan
Pemerintah tidak mempunyai badan yang jelas harus bertanggung jawab untuk kebijakan dan
pematuhan pengadaan publik. Pengadaan itu sendiri terutama dikelola oleh manajemen proyek
(Pimpro).
Insentf-insentif terdistorsi
Akibat pamong praja yang dikelola dengan buruk dan peradilan yang lemah, kerangka insentif
melenceng jauh sehingga tidak ada imbalan untuk efisiensi dan kejujuran dan tidak ada hukuman
untuk korupsi. Baik Pimpro maupun anggota panitia lelang menghadapi insentif-insentif kuat untuk
berpartisipasi dalam korupsi dan kolusi.
Pengadaan dilakukan di balik pintu tertutup
Sebagian besar proses tersebut berlangsung di balik pintu tertutup. Hasil-hasil penawaran berikut
pembenaran yang sesuai dengan pemenangan penawaran tidak diumumkan.
Pengauditan Lemah
Auditor Pemerintah kurang mengenal aturan dan prinsip pengadaan. Keengganan untuk menerapkan
sanksi-sanksi administratif terhadap pegawai negeri yang ketahuan berkolusi dengan lingkaran-
lingkaran penawar berarti bahwa secara efektif tidak ada mekanisme penegakan.
Kententuan Perundangan-Undangan
Ketentuan perundang-undangan mengenai pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dengan APBN
dan APBD terdapat dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Keputusan presiden ini telah
diubah beberapa kali sebagai berikut: dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004, Peraturan
Presiden Nomor 32 Tahun 2005, dan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005. Tujuan
dikeluarkannya ketentuan perundangan adalah agar pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai
dengan APBN/APBD dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat,
transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas
Pemerintah dan Pelayanan Masyarakat.
Dalam proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yang memerlukan
penyedia barang/jasa dibedakan menjadi empat cara yaitu pelelangan umum, pelelangan terbatas
pembelian langsung, dan penunjukan langsung.
Investigasi Pengadaan
Cara investigasi diterapkan dalam pengadaan yang menggunakan sistem tender atau penawaran secara
terbuka. Dalam sistem ini, lazimnya ada tiga tahapan berikut :
Tahap pretender (presolicitation phase)
Tahap penawaran dan negosiasi (solicitation and negotiation phase)
Tahap pelaksanaan dan penyelesaian administratif (performance and administration phase)
36
BAB 18
COMPUTER FORENSICS
Computer forensics adalah penerapan teknik-teknik analitis dan investigtif untuk mengidentifikasi,
mengumpulkan, memeriksa, dan melidungi (preserve) bukti atau informasi digital.
Proses hukum yang mengisyaratkan adanya tindak pidana, sengketa perdata, dan hukum
administrative meskipun lingkup yang popular adalah tindak pidana yang dikenal sebagai cyber crime,
diantaranya:
Penyalahgunaan dan penipuan melalui internet
Pemerasan
Pengungkapan rahasia perusahaan
Kegiatan mata-mata industry (industrial espionage)
Penyimpanan informasi berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan kejahatan Ada tiga langkah
utama dalam computer forensic, yaitu:
Imaging
Secara sederhana, suatu alat dihubungkan ke salah satu communication port (biasanya parallel port
atau scsi port) dan alat ini akan merekam seluruh data yang ada pada electronic stroge media (seperti
hard disk) dalam computer secara lengkap, tidak kurang tidak lebih. Hard disk terkadang dilepas dari
rumah computer (computer housing). Dikopi secara lengkap, byte-byte copy atau mengopi byte demi
byte, tanpa ada yang ditambah atau dikurangi. Hal ini penting di pengadilan dan ketika computer
forensic specialist
Processing
Sesudah mendapat “bayangan cermin” dari data aslinya, citra atau image ini harus diolah untuk
memulihkan file yang “terlanjur” dihapus (deleted) atau yang ditulisi kembali (overwritten) dengan
current file. Dengan memulihkan image hasil kopian, files dan folders akan tampil seperti pada media
penyimpanan data yang asli.
Perlu dijelaskan penyebab computer umumny tidak menghapus file ketika kita memberi perintah
delete. Di bagian awal suatu hard disk, terdapat index dari lokasi semua file pada disk tersebut. Index
ini, juga dikenal sebagai file allocation table, member tahu kepada operating system (seperti
windows) di bagian mana dari disk suatu file berada. Ketika kita memanggil suatu file, petunjuk atau
identifier yang ada bagian atas file akan diakses sesuai dengan tempatnya dalam index.
Ketika kita memberi perintah delete, yang sesungguhnya terjadi adalah entry pada index dihapus
sehingga computer tidak lagi dapat mengakses file tersebut. Juga computer mengerti bahwa ruang
atau space yang tadi teisi dengan file yang kita delete, sekarang boleh diisi dengan file baru, atau
dalam bahasa inggris: is now available to be overwritten.
Ada program yang benar-benar men-delete dan langsung overwritte suatu file baru di lokasi tempat
file lama berada. Namun, program ini tidak umum umum atau tidak digunakan dengan tepat. Dari
sudut security, cara yang paling aman menghancukan data sensitive pada hard disk adalah
menghancurkan data sensitive apad hard disk adalah menghancurkan hard-disk secara fisik.
Analyzing
Pada langkah ketiga ini memerlukan keahliannya, kreativitasnya, dan penerapan gagasan orisinal.
Ketiak memeriksa current file, yang sering menjadi perhatian adalah nama file, seperti nama-nama
seksi untuk bahan pornografi; dewa perang untuk penyelundupan senjata, warna-warni untuk uang
suap kepada
37
pimpinan partai, bahkan istilah yang menunjukan jabatan seorang pejabat sipil atau militer dalam
kasus korupsi.Semua file dalam langkah ketiga (analyzing) ini diupanyakan membangun fraud
theorynya. Inilah yang dilakukan oleh penyidik dalam kisah-kisah detektif di awal bab ini.
Seperti penyidik pada umunya, ahli computer forensics “mencari bukti kejahatan”. Perlindungan
terhadap bukti dan barang bukti sangat penting. Computer forensics specialist akan bekerja dengan
kehati-hatian professional untuk memastikan:
1. Tidak ada kemungkinan bukti menjadi rusak, dihancurkan, atau tidak lagi “murni” (compromised)
karena prosedur yang diguanakn dalam investigasi.
2. Tidak ada kemungkinan masuknya (atau dimasukannya) computer virus sejak kedatangan penyidik.
3. Semua bukti yang diperoleh ditangani sedemikian rupa sehingga terlindug dari kerusakan mekanis
dan kerusakan electromagnetic
4. Ada mata rantai penyimpanan, pengawasan, dan dokumentasi yang berkesinambungan atas bukti
dan barang bukti.
5. Kalau tidak dapat dihindari, terhentinya kegiatan usaha ditekan serendah mungkin.
6. Semua informasi rahasia yang dilindungi oleh undang-undang (seperti clientattorney information
di Amerika Serikat dan informasi yang diperoleh seorang pastor Katolik dari pengakuan dosa
umatnya, menurut (KUHAP) tidak boleh disadap. Kalau hal itu terjadi tidak sengaja, maka
penanganan informasi itu harus dilakukan secara hukum dan memperhatikan segi etika.
Secara lebih spesifik, computer forensic specialist menentukan bukti yang mungkin terkandung dalam
system computer dan berupaya untuk mendapatkannya (retrieve) dengan:
1. Melindungi seluruh system computer yang menjadi subyek pemeriksaan forensiknya dari segala
perubahan, perusakan, kerusakan, korupsi data atau kemasukan dan pemasukan virus.
2. Menemukan semua files yang terdiri atas files yang terlihat di monitor, files yang sudah di-delete
tetapi masih ada, files yang tersembunyi (hidden files), files yang dilindungi dengan password, dan
file yang dilindungi dengan sandi (encrypted files)
3. Memulihkan sedapat mungkin, semua files yang ditemukan
4. Mengungkapkan isi dari files yang tersembunyi dan temporary files (file sementara) swap files (file
yang dipertukarkan) yang diguanakan oleh program aplikasi dan operating system.
5. Mengakses, kalau bisa dan kalau tidak melawan hukum; files yang dilindugi dengan password, dan
file yang dilindungi dengan sandi (encrypted files)
6. Menganalisis semua data relevan yang mungkin ada. Ini lazimnya ditemukan pada area khusus di
disk yang tidak dapat diakses dengan cara biasa. Area ini meliputi, tetapi tidak terbatas kepada
“unallocated space” pada disk (berisi area yang dahulunya tempat penyimpanan data lama yang bisa
merupakan bukti penting).dan slack space dalam file (area tersisa pada akhir pada akhir file atau
pada disk cluster terakhir di-assigned, yang sekarang ini tidak terpakai lagi, tetapi merupakan tempat
yang diadakan untuk menyimpan data atau bukti penting).
7. Mencetak hasil analisis yang menyeluruh mengenai system computer yang diperisa, daftar dari
semua file yang relevan dan data relevan yang ditemukan; systems layout, files structures, infomasi
yang mencantumkan pengarang atau pembuatnya, catatan mengenai upaya menyembunyikan
(hide),
38
menghilangkan (delete), melindungi (protect), member sandi (encrypt), dan segala sesuatu yang
yang terungkap yang kelihatannya relevan dlam pelaksnaan computer forensics.
8. Memberikan konsultasi sebagai seorang ahli bidang computer forensics dan kesaksian pengadilan.
Siapa yang dpat memanfaatkan bukti forensic computer? Pemaainya umumnya sama dengan
pemakai jasa akuntansi forensic.
1. Para penyidik (dalam upaya penggeledahan dan penyitaan) dan penuntut umuum dalam kasus
pidana.
2. Litigasi dalam kasus perdata.
3. Perusahaan asuransi yang berusaha menghentikan klain karena adanya unsure fraud
4. Perusahaan yang menangani perkara tuduhan pelecehan seksual di tempat kerja, asset
misappropriation termasuk rahasia dagang, korupsi, dan informasi konfidensial lainnya.
5. Individu dalam kasus perceraian dan pelecehan seksual.
39
6. Dokumentasi berkenaan dengan persyaratan wajib (mandatory requirements) harus benar. Artinya,
sepanjang seluruh prosedur DIT menghasilkan hasil yang diharapkan, maka dokumentasi harus
dianggap benar.
7. Kalau DIT mengopi sumber (source) ke tujuan akhir (destination) yang lebih besar dari sumbernya,
maka DIT akan mendokumentasikan is dari area yag tidak merupakan bagian dari copy-an
8. Kalau DIT mengopi sumber (source) ke tujuan akhir (destination) yang lebih kecil dari sumbernya,
maka DIT akan member tahu si pemakai (user), memotong (truncate) kopiannya, dan membuat log
(catatan) tentang apa yang dilakukannya.
40
3. Apakah ada alasan untuk menyita data?
4. Di mana penggeledahan akan atau harus dilakukan?
a. Misalnya, apakah lebih praktis melakukan penggeledahan di mana system computer berada atau
di lapangan? Contoh: system computer berada di Jakarta, tetapi tempat yang dicuragai berada di
lading-ladang minyak yang tersebar.
b. Apabila penegak hukum menyita system dan membawanya pergi dari lokasi semula, apakah
system tersebut
Disamping computer yang menyimpan data dan informasi digital, ada beberapa peralatan elektronis
yang kita gunakan sehari-hari yang juga menyimpan informasi digital.
1. Telepon nirkabel (wireless telephones) Telepon nirkabel menyimpan data berikut
a. Nomor telepon yang dihubungi
b. Nomor telepon yang disimpan untuk akses cepat (speed dialing)
c. Caller ID untuk telepon yang diterima
d. Informasi lain yang tersimpan dalam memori dari telepon nirkabel:
1) Nomor telepon atau pager
2) Nama dan alamat
3) Nomor PIN
4) Nomor akses voice mail
5) Kode voice mail
6) Nomor debit cards
7) Nomor calling cards
8) Informasi mengenai akses ke e-mail atau Internet
9) Kalau ada layar, maka nformasi tampilan di layar (on –screen image) bisa berisi informasi
penting lainnya
2. Alat penyeranta (electronic paging device)
Berikut bukti-bukti digital yang mungkin tersimpan dalam pesawat penyeranta
a. Data yang tersimpan dalam bentuk angka (untuk penyeranta yang disebut numeric pagers
komunikasi dilakukan hanya dalam bentuk angka atau kode)
b. Data yang tersimpan dalam bentuk angka dan huruf (untuk penyeranta yang disebut alpha
numeric pagers komunikasi dilaukan dalam angka, huruf, dan teks penuh atau full text).
c. Voice pagers dapat mengirimkan komunikasi suara, terkadang sebagai tambahan atas
komunikasii alpha numeric.
d. Pesan-pesan masuk dan keluar dalam 2-way pagers atau penyeranta dua arah
41
3. Mesi faks
Alat ini bisa berisi nomor telepon dan informasi mengenai pelanggan telepon dari telepon yag
masuk. Gangguan atau terputusnya arus listrik dapat menyebabkan hilangnya data apabila tidak
dilindungi degan baterai pedukung. Dokumentasikan semua data yang tersimpan sebelum penyitaan
atau sebelum kemungkinan hilangnya data.
Mesin faks dapat menyimpan informasi berikut
a. Daftar nomor telepon yang dapat dihubungin dengan dial cepat
b. Faks masuk dan keluar yang tersimpa secara digital
c. Catatan mengenai faks masuk dan keluar
d. Judul di faks
e. Setelan waktu
4. Kartu cerdas
Kartu cerdas, lazimnya seukuran kartu kredit, dilengkapi dengan chip atau microprocessor yang
menyimpan sejumlah nilai uang dan informasi lain. Kartu cerdas ini digunakan untuk
a. Pembayaran transaksi pada point off sale, misalnya utuk pulsa telepon
b. Pembayaran antar pemegang kartu cerdas
c. Melakukan pembayaran untuk transaksi internet
d. Kemampuan ATM
e. Kemampuan menyimpan data dan file lainnya, seperti pada disk computer
5. Lain-lain
Pemebahasan di atas yang diambil dari United States Secret Service hanyalah mengenai informasi
digital dalam beberapa peralatan sederhana yang digunakan sehari-sehari. Secara terpisah, akan
dibahas cloning dari data digital yang tersimpan dalam hard disk suatu computer.
Perspektif Hukum dari Bukti Digital Penanganan Perangkat Keras dan Lunak
Penyidikan yang diarahkan kepada perangkat keras secara konseptual tidaklah sulit. Seperti halnya
pemeriksaan terhadap senjata yang dipakai dalam kejahatan, perangkat keras merupakan benda
berwujud. Benda-benda menggunakan ruang dan dapat dipindahkan dengan cara-cara yang kita kenal
secara tradisional. Penyelidikan terhadap data, informasi, dan perangkat lunak lebih rumit dari
pemeriksaan perangkat keras.
Karena itu, untuk memudahkan pembahasan, jenis pemeriksaan dibedakan antara: ( a ) pemeriksaan
di mana informasi yang dicari ada pada komputer di mana pemeriksaan dilakukan, dengan ( b )
pemeriksaan atas informasi yang disimpan off-site di tempat lain di mana komputer digunakan untuk
mengakses data.
42
Informasi Hasil Kejahatan
Informasi hasil kejahatan bisa berupa penggandaan perangkat lunak dengan pelanggaran hak cipta atau
harta kekayaan intelektual dan pencurian informasi perusahaan atau negara yang dirahasiakan. Karena
itu, teori dan praktik yang berlaku untuk penyitaan benda berwujud lazimnya juga berlaku untuk
informasi yang merupakan hasil kejahatan.
43
Perkembangan Data Mining
Padaperkembangan terakhir, kemampuan teknologi untuk menagrungi samudera data dalam real time.
Data mining melanjutkan proses evaluasi ini: bukan sekedar pengaksesan data secara retrospektif,
tetapi harus berkembang sampai pengaksesan dan navigasi data untuk penyampaian informasi yang
prospektif dan proaktif. Data mining siap untuk aplikasi bisnis, termasuk investigasi karena didukung
oleh tiga teknologi yang saat ini sidah matang, yaitu teknologi untuk mengumpulkan data secara besar-
besaran, adanya multiprocessor computers yang sagat tangguh, dan tersedianya data mining
algorithms.
Tabel 1
Empat Evolusioner Data Mining
Langkah-langkah Teknologi
Evolusioner (Enabling Technologies) Product Providers Karakteristik
44
Bagaimana Data Mining Bekerja
Data mining sebenarnya menjembatani dua teknologi, yaitu teknologi yang berkenaan denagn
informasi skala besar dengan teknologi yang berkenaan dengan sistem transaksi dan analitikal. Kedua
teknologi ini berkembang dan dikembangkan secara terpisah, dan data mining menjadi mata rantai
yang menghubungkan keduannya. Data mining software menganalisis hubungan dan pola dalam data
transaksi yang dismpan secara elektronis melalui open-ended user queries. Perangkat lunak analitikal
bermacam- macam: statistical, machine learning, dan neural networks. Perangkat lunak ini umumnya
mencari hubungan erikut.
1. Classes: data digunakan untuk menentukan suatu atau beberapa kelompok yang mempunya
karakteristik tertentu.
2. Clusters: data items dikelompokkan menurut hubungan yang logis antara prefensi tertentu.
3. Associations: data juga dapat “ditambang” untuk menunjukan adanya keterkaitan.
4. Sequential patterns: data juga “ditambang” untuk mengantisipasi perilaku dan trens. Ini merupakan
langkah lanjutan dari clusters dan associations tadi.
45
Infrastruktur Teknologi Apa yang Diibutuhkan
Sekarang, data mining applications tersedia dalam sistem untuk semua ukuran bagi mainframe,
client/server, dan PC platforms. Terdapat dua hal kunci yang menetukan teknologi, yaitu besarnya
database dan rumit atau kompleksnya serta besarnya queries(pertanyaan yang akan diajukan si
pemakai dalam memprobe data).
46
berdasarkan nilai per unit. Hasil summarize menunjukan dua ekstrim. Pertama, ada beberapa item
yang niali per unitnya miliaran. Secara total, mereka meliputi 40% dari nilai total persediaan.
Kedua, ada jutaan item yang nilai per unitnya hanya ratusan ribu rupiah, dan secara total meliputi
35% dari nilai total persediaan. Sementara itu, persediaan lainnya terletak di antara kedua ekstrim.
6. Men-stratify. Contoh: direktorat Jenderl Pajak ingin mnstratifikasi para pembayar pajak penghasilan
di seluruh indonesia. Data pembayaran pajak dapat distratifikasi, misalnya berdasarkan income tax
bracket atau kelompik penghasilan yang mempunyai tarif pajak tersendiri.
7. Melakukan analisis umur (aging analysis). Contoh analisis umur piutang, utang, persediaan barang,
dan lain-lain.
8. Menggabungkan files, istilah tekns yang dipakai bisa bermacam-macam, seperti joining, relating,
merging, dan lain-lain. Menggabungkan files memungkinkan kita menghubungkan data yang
berada dalam beberapa files sehingga kita mempunyai lebih banyak data untuk di-“manipulasi”
lebih lanjut. Dalam menggabungkan files, juga ada kemungkinan data terkait tidak diperoleh dalam
files lainnya. Unmatched records ini bisa kita teliti lebih lanjut. Contoh dari suatu current file yang
akan digabung dengan master file ditemukan puluhan penyuplai yang aktif memasok barang, tetapi
mereka tidak mempunyai data dasar dalam master file.
9. Melakukan sampling. Dari data yang banyak, perlu diambil contoh (samples) untuk diperiksa. Hasil
pemeiksaan sample dipakai untuk menarik kesimpulan mengenai seluruh data (population).
Perangkat lunak dapat digunakan untuk emlakukan sampling dengan bermacam teknik,s eperti
random sampling, statistical sampling dan lain-lain. Dalam statistical sampling, kita juga dapat
menaksir jumlah kesalahan (error) dalam population dengan mengevaluasi kesalahan dalam sample.
10. Melakukan digital analysis berdasarkan Benford’s Law. Ini adalah data interogasi yang ampuh,
tetapi hampir tidak dikenal apalagi diprakktikan di Indonesia. Hal ini akan dijelaskan dengan
contoh pengungkapan fraud melalui mark-up.
47
BAB 24
UNDANG-UDANG BIDANG KEUANGAN NEGARA
Ada tiga undang-undang penting yang merupakan satu paket perundang-undangan dalam bidang
keuangan negara, yaitu :
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbedaharaan Negara;
Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
48
Profesionalitas;
Proporsionalitas;
Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
49
Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Pelaksanaan Pemeriksaan
BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan.
Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup kebebasan dalam menentukan objek yang akan
diperiksa.
Kebebasan dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan antara lain meliputi kebebasan dalam penentuan
waktu pelaksanaan dan metode pemeriksaan.
Kebebasan dalam pelaporan hasil pemeriksaan mencakup BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan
51
yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
Undang-Udang BPK
Undang-Undang BPK berisi ketentuan tentang Badan Pemeriksaan Keuangan
BPK merupakan suatu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara (Pasal 2)
BPK berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi (Pasal 3)
Keanggotaan- BPK mempunyai 9 anggota dengan seorang Ketua merangkap anggota, dan seorang
Wakil Ketua merangkap anggota (Pasal 4)
Anggota BPK menjabat selama 5 tahun (Pasal 5)
Tugas dan wewenang BPK (Pasal 6-12)
52
BAB 25
UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Indonesia pernah dimasukkan ke dalam daftar Non-Cooperative Countries and Territories (NCCTs)
dengan pertimbangan tidak adanya undang-undang yang menetapkan pencucian uang sebagai tindak
pidana, tidak adanya ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah untuk lembaga keuangan non-bank,
rendahnya kualitas SDM dalam penanganan kejahatan pencucian uang, dan kurangnya kerja sama
internasional. Atas dasar tersebut pemerintah mengambil langkah dan mengesahkan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) dibentuk sebagai lembaga independen dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Selain itu
pemerintah juga mengeluarkan ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah bagi lembaga keuangan non-
bank, termasuk perusahaan sekuritas.
53
Pembatasan jumlah hasil tindak pidana
pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar lima ratus juta rupiah atau lebih, atau nilai yang setara
diperoleh dari tindak pidana dihapus, karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku umum bahwa
untuk menetukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung pada besa atau kecilnya hasil tindak
pidana yang diperoleh.
Perluasan tindak pidana asal
Cakupan tindak pidana asal diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang
menghasilkan harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul hasil tindak pidana namun perbuatan itu tidak dipidana.
UU No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional, perlu disusun
Undang- Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai
pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Materi muatan yang terdapat dalam Undang-Undang ini, antara lain:
Redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana Pencucian Uang;
Penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana Pencucian Uang;
Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif;
Pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa;
Perluasan Pihak Pelapor;
Penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa lainnya;
Penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan;
Pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda Transaksi;
Perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pembawaan uang tunai dan
instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean;
Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana
Pencucian Uang;
Perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis ataupemeriksaan PPATK;
Penataan kembali kelembagaan PPATK;
Penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara Transaksi;
Penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana Pencucian uang; dan
Pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana.
54
BAB 29
PERHITUNGAN KERUGIAN
Akuntansi berurusan dengan catat mencatat dan hitung menghitung. Dalam akuntansi forensik, urusan
hitung menghitung lebih mengemuka. Dikaitkan dengan disiplin ilmu, akuntansi berurusan dengan
perhitungan mengenai kerugian yang dituntut atau digugat suatu pihak dari pihak lain.
Tuntutan tersebut harus ada dasar hukumnya. Pertama-tama dasar hukum terpenting yang dimuat
dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan dimuatnya pasal ini dalam undang-
undang di banayk negara menandakan bahwa gagasan ini bersifat universal.
Para akuntan menhitung laba dan rugi secara periodic dengan standar akuntansi keuangan. Akuntansi
bukan satu-satunya sumber untuk menghitung kerugian. Ilmu ekonomi juga mengenal gagasan
mengenai opportunity cost atau opportunity lost. Perhitungan akuntansi dan ekonomi menghasilkan
angka yang berbeda. Kerugian yang mencerminkan keadaan nyata sebagai konsekuensi perbuatan
melawan hukum. Hal ini berarti bahwa perhitungan apapun (ekonomi, akuntansi dan lain-lain) pada
akhirnya harus diuji dengan ketentuan hukum.
Dalam menyajikan perhitungan kerugian, akuntan forensik harus mulai melihat konteks hukum yang
menjadi acuan tuntutan kerugian. Apakah ia sedang menghitung kerugian yang timbul karena salah
satu pihak tidak memnuhi kontrak dagang, atau kerugian terhadap negara diakubatkan kelalaian
pegawai negeri sipil dalam konteks hukum administrasi negara atau kerugian terhadap negara yang
diakibatkan tindak pidana korupsi.
55
Perumusan norma dalam konsep diatas telah mengabsorpsi perkembangan pemikiran yang baru
mengenai perbuatan melawan hukum. Dalam konsep ini pengertian melawan hukum menjadi tidak
hanya diartikan sebagai melawan undang-undang (hukum tertulis), tetapi juga bertentangan dengan
keptuhan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat (hukum tidak tertulis).
Untuk menentukan apakah suatu perbuatan dapat digugat dengan dalil perbuatan melawan hukum
diperlukan unsure-unsur:
1. Perbuatan tersebut melawan hukum
2. Harus ada kesalahan pada pelaku
3. Harus ada kerugian
4. Harus ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.
Rosa Agustina membandingkan kerugian dalam perbuatan Melawan hukum dan tort, serta mencatat
persamaan berikut:
1. Unsur kerugian perbuatan Melawan Hukum dan Tort perlu dibuktikan, hal ini penting untuk
menentukan ganti rugi yang akan diberikan akibat terjadinya sesuatu Perbuatan Melawan Hukum
2. Besarnya kerugian tidak ditentukan oleh pihak sendiri, tetapi ditentukan oleh para hakim atau
pengadilan sesuai dengan keadaan para pihak
3. Tujuan ganti rugi yang diberikan pada dasarnya adalah sedapat mungkin mengembalikan keadaan
seperti semula sebelum terjadinya Perbuatan Melawan Hukum.
Rosa Agustina juga membandingkan tuntutan ganti rugi dan teori klasik tort law dengan tuntutan ganti
rugi berdasarkan hubungan kontraktual.
Tort Law memberikan perlindungan hukum terhadap berbagai kepentingan, seperti keamanan
pribadi, harta benda, dan kepentingan ekonomi. Perlindungan tersebut diberikan melalui sistem
kompensasi berupa ganti rugi secara perdata. Berdasarkan teori klasik tort law ganti rugi diberikan
untuk mengembalikan penggugat kepada posisi ketika perbuatan melawan hukum itu terjadi.
Hal ini berbeda dengan tuntutan gantu rugi berdasarkan hubungan kontraktual dimana ganti rugi itu
bertujuan untuk menempatkan di penggugat pada posisinya seandainya perjanjian itu terlaksana.
Berdasarkan hubungan kontraktual, penggugat dapat menuntut kehilangan keuntungan yang
diharapkan atau expectation loss. Teori klasik ini telah mengalami perubahan, karena sekarang
gugatan tort juga dapat diajukan untuk economic lost.
Hubungan kausalitas antara Perbuatan Melawan Hukum dengan Kerugian sering kali merupakan
perdebatan antara Penuntut Umum dan Tim Pembela dalam tindak pidana korupsi. Kalau persoalan
kausalitas dalam hukum pidana adalah khusus mengenai pertanyaan apakah telah dilakukan
delik,maka persoalan kausalitas dalam hukum perdata tersebut terutama mengenai persoalan apakah
terdapat hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dan kerugian.
56
Perdata bagian 4 mencakup pasal 1234 sampai pasal 1252, selengkapnya berjudul “Penggantian Biaya,
Kerugian dan Bunga karena Tidak Dipenuhinya Suatu Perikatan”. Judul ini menunjukkan dua hal:
1. Pertama, ungkapan “penggantan Biaya, Kerugian dan Bunga” mempunyai makna khas .
2. Kedua, ungkapan “Karena Tidak Dipenuhinya Suatu Perikatan” mempunyai makna ganti rugi yang
timbul akibat cedera janji (wanprestatie). Dalam pasal-pasal tersebut akan ditemuka istilah debitur,
kreditur, atau perserikatan lainnya (sewa, upah, bunga sepanjang hidup dan lain-lain). Ini perbedaan
penting antara kerugian negara (dalam Hukum Administrasi Negara) dan kerugian keuangan negara
(dalam Undang-Undang Pemberantasan Tipikor) yang merupakan kerugian di sektor public.
Ungkapan “Penggantian Biaya, Kerugian dan Bunga” mengandunga makna “kerugian” yang
diungkapkan dalam tiga istilah yaitu Biaya, Kerugin dan Bunga. Undang-Undang tentang
Perbendaharaan Negara (Undang-Undang No 1 Tahun 2004) memberikan definisi tentang kerugian
dalam konteks kerugian negara/daerah.
“Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti
jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.”
Kerugian negara/daerah yang timbul karenan keadaan di luar kemampuan manusia (force majeure)
tidak dapat dituntut. Kerugan negara/daerah sebagai akibat perbuatan melawan hukum dapat dituntut.
Makna “Kerugian” yang diterbitkan oleh BPK dalam arti Kerugian Negara.
1. Kerugian Negara
Kerugian negara adalah berkurangnya kekayaan Negara yang disebabkan oleh sesuatu tindakan
melanggar hukumm/kelalaian sesorang dan/atau yang disebabkan suatu keadaan di luar dugaan dan
diluar kemampuan manusia (force majeure)
2. Besarnya Jumlah Kerugian Negara
Dalam masalah kerugian negara pertama-tama perlu diteliti dan dikumpulkan bahan bukti untuk
menetapkan besarnya kerugain yang diderita oleh Negara. Dalam penelitian ini perlu diperhatiakn
bahwa tidak diperkenankan melakukan tuntutan ganti rugi untuk jumlah yang lebih besar daripada
kerugian sesungguhnya diderita (Surat Gouvernement Secretaris 30 Agustus 1993 No. 2498/B).
Karena itu pada dasarnya besarnta kerugian negara tidak dengan dikira-kira atau ditaksir.
Sampai saat ini ada dua pasal yang paling sering digunakan untuk memidanakan koruptor, menurut
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Hakim dan jaksa selalu berpendapat bahwa yang dianggap sebagai kerugian negara adalah kerugian
yang bersifat riil, pengungkapan kerugian yang bersifat potensial haruslah tetap dilakukan oleh
BPKP. Alasan utamanya adalah mengondisikan dan menyadarkan para penegak hukum bahwa suatu
kerugian negara yang benar-benar merugikan negara adalah sedemikian luas tidak terbatas pada
pengerian kerugian menurut asas kas, tetapi juga berdasarkan akuntansi lain yang dianut oleh suatu
entitas.
Petunjuk BPKP menunjukkan langkah maju dalam pemikiran dan pemahaman mengenai kerugian
negara yang dikembangkan oleh BPKP. Petunjuk BPKP mengarahkan para auditor dan akuntan
forensik BPKP ke pengungkapan kerugian negara yang bersifat potensial disamping kerugian yang
nyata atau riil.
57
Tuntutan atas kerugian (keuangan) negara melalui mekanisme berikut:
1. Hukum Administrasi Negara (dalam hal ini Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara): nilai
kerugian yang dituntut sebesar kerugian yang terjadi tidak boleh kurang atau tidak boleh lebih. Sifat
kerugiannya adalah nyata dan pasti (telah terjadi)
2. Hukum Pidana (dalam hal ini Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi):
nilai kerugian yang dituntut maksimum sebesar kerugian yang terjadi. Sifat kerugiannya adalah
nyata telah terjadi atau berpotensi untuk terjadi.
58