Anda di halaman 1dari 51

Organisasi Awal Pergerakan

Pergerakan nasional menjadi wujud protes atas penindasan


kaum kolonial kepada rakyat di Indonesia selama bertahun-
tahun. Penyebab terjadinya pergerakan nasional dibedakan
dalam dua kelompok, yaitu: Faktor internal (dalam negeri)
Beberapa faktor penyebab timbulnya pergerakan nasional yang
bersumber dari dalam negeri antara lain: Adanya tekanan dan
penderitaan yang berkelanjutan. Rakyat Indonesia harus
melawan penjajah. Adanya rasa senasib yang hidup dalam
cengkraman penjajah dan timbul semangat bersatu membentuk
negara. Adanya rasa kedasaran nasional dan harga diri,
menyebabkan kehendak untuk memiliki tanah air serta hak
menentukan nasib sendiri. Faktor eksternal (luar negeri)
Beberapa faktor eksternal juga mendorong proses timbulnya
pergerakan nasional, di antaranya: Masuknya paham liberalisme
dan human rights Diterapkannya pendidikan sistem barat dalam
pelaksanaan Politis Etis pada 1902. Sehingga menimbulkan
wawasan luas bagi pelajar Indonesia. Kemenangan jepang
terhadap Rusia tahun 1905, yang membangkitkan rasa percaya
diri bagi rakyat Asia-Afrika dan bangkit melawan penjajah.
Gerakan Turki Muda pada 1896-1918 yang bertujuan
menanamkan dan mengembangkan nasionalisme Turki. Gerakan
Pan-Islamisme yang ditumbuhkan oleh Djamaluddin al-Afgani
yang mematahkan dan melenyapkan imperialisme barat.
Pergerakan nasional di Asia, seperti gerakan Nasionalisme di
India, Tiongkok, dan Philipina. Baca juga: Demokrasi:
Pengertian, Sejarah Singkat dan Jenis Organisasi pada
pergerakan nasional di Indonesia Dalam buku Sejarah
Pergerakan Nasional Indonesia (2012) karya SJ Rutgers,
terdapat beberapa organisasi yang ada selama pergerakan
nasional, di antaranya: Budi Utomo Oragnisasi yang diawali dr.
Wahidin Soedirohoesodo yang berkeliling Jawa untuk
melakukan sosialisasi pentingnya pendidikan. Selain itu,
terdapat dana pendidikan untuk yang kurang mampu. Dana
tersebut disebut dengan Studie Fond. Pada 1907, Wahidin
bertemu denghan Soetomo, mahasiswa STOVIA dan
membentuk organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908.
Organisasi ini merupakan organisasi pertama yang didirikan
oleh bangsa Indonesia dan beranggotakan mahasiswa STOVIA.
Berdirinya organisasi merupakan awal kebangkitan nasional
atau pergerakan nasional. Sehingga ditetapkan sebagai hari
Kebangkitan Nasional. ndische Partij Didirkan di Bandung pada
25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yaitu Dr EFE Douwes
Dekker (Danudirja Setiabudi), RM Suwardi Suryaningrat (Ki
Hajar Dewantara), serta dr Tjipto Mangoenkoesoemo. Indische
Partij bertujuan untuk mengembangkan rasa nasionalisme,
menciptakan persatuan antara orang Indonesia dan Bumiputera.
Selain itu juga mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
Organisasi tersebut mengkritik pemerintah kolonial Belanda.
Kritikan ditulis oleh RM Suwardi yang berjudul Als ik een
Nederlander was (Seandainya aku seorang Belanda). Sehingga
pada 4 Mei 1913, organisasi tersebut dianggap partai terlarang
dan ketiga tokoh tersebut diasingkan ke Belanda. Perhimpunan
Indonesia Organisasi yang didirkan Belanda pada 1908 yang
awalnya diberi nama Indische Vereeniging oleh Soetan
Kasajangan Soripada dan RM Noto Suroto. Kemudian 1925
dirubah namanya menjadi Perhimpunan Indonesia. Istilah
Indonesia digunakan untuk menunjukkan identitas diri bangsa
dan negara serta menggantikan kata Hindia Belanda. Baca juga:
Biografi Samanhudi, Pahlawan dan Pedagang Batik Tokoh yang
tergabung adalah Mohammad Hatta, Tjipto Mangunkusumo, dan
Suwardi Suryaningrat. Perhimpunan Indonesia berjuang dengan
kekuatan sendiri dan tidak meminta kepada pemerintah kolonial
Belanda. Organisasi ini memiliki majalah dengan nama Hindia
Poetra dan menjadi Indonesia Merdeka. Indische Social
Democratische Vereeniging (ISDV) Didirikan pada 9 Mei 1914
oleh Henk Sneevliet, anggota Partai Buruh Sosial Demokrat
Belanda dan rekannya di Surabaya. Organisasi ini menganut
paham Marxisme dan berganti nama menjadi Partai Komunis
Hindia pada 23 Mei 1920. Pada Desember 1920 berubah nama
lagi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI diketuai oleh
Semaun. Pada tanggal 13 November 1926, PKI melancarkan
pemberontakan di Jawa dan Sumatera yang kemudian
dikalahkan oleh kolonial Belanda. Partai Nasional Indonesia
(PNI) PNI merupakan perkumpulan yang dibentuk Soekarno
pada tanggal 4 Juli 1927. PNI bergerak dalam bidang politik,
ekonomi, dan sosial. Setelah Kongres tahun 1928 di Surabaya,
anggotanya semakin meningkat sehingga mengkhawatirkan
pemerintah kolonial. Akhirnya pada 29 Desember 1929 empat
tokoh PNI, yaitu Soekarno, Gatot Mangkoeprodjo, Maskoen,
dan Soepriadinata ditangkap dan dihukum oleh Pengadilan
Bandung. Soekarno kemudian menyampaikan pembelaan
dengan Indonesia Menggugt.

Organisasi Keagaamaan
1. Jam’iyatul Khair
Didirikan pada 17 Juli 1905 di Jakarta, organisasi ini awalnya
beraktivitas di bidang pendidikan dasar dan mengirim para
pelajar ke Turki dan merupakan satu – satunya organisasi
pendidikan modern di Indonesia. Guru – gurunya didatangkan
dari Tunisia, Sudan, Maroko, Mesir dan Arab. Korespondensi
mereka dengan tokoh – tokoh pergerakan dan juga surat kabar di
luar negeri turut menyebarkan kabar mengenai kekejaman
pemerintah Belanda. Guru yang terkenal dari sini adalah Syaikh
Ahmad Surokati dari Sudan, yang menekankan bahwa tidak ada
perbedaan di antara sesama umat muslim yang berkedudukan
sama. Para tokoh ulama Indonesia kebanyakan lahir dari
organisasi ini seperti KH Ahmad Dahlan, HOS Tjokroaminoto,
H. Samanhudi, dan H. Agus Salim.
2. Syarekat Islam
Sejarah organisasi Islam di Indonesia juga tidak dapat
dilepaskan dari Syarekat Islam. KH Samanhudi mendirikan
organisasi yang awalnya bernama Syarikat Dagang Islam ini
pada 1905 di Solo. Namanya berubah menjadi Syarekat Islam
pada 1912 dengan prakarsa HOS Tjokroaminoto, H. Agus
Salim, AM Sangaji dan KH Samanhudi. Pada awalnya
organisasi ini bergerak di bidang keagamaan serta bertujuan
untuk meningkatkan taraf hidup bangsa dalam perniagaan,
namun seiring waktu berkembang menjadi gerakan politik dan
sosial serta dakwah Islam.
3. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)
MIAI dibentuk untuk menjadi wadah bagi ormas – ormas Islam
di Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan. Didirikan pada
Selasa Wage, 15 Rajab 1356 atau 21 September 1937 dengan
prakarsa KH Hasyim Asy’ari. Beberapa ormas Islam anggota
MIAI adalah Muhammadiyah, NU, Al Irsyad, Partai Sarekat
Islam Indonesia (PSII), Al Khoiriyah, Persyarikatan Ulama
Indonesia (PUI), Al Hidayatul Islamiyah, Persatuan Islam
(Persis), Partai Islam Indonesia (PII), Partai Arab Indonesia
(PAI), Jong Islamiaten Bond, Al Ittihadiyatul Islamiyah dan
Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Pada awalnya MIAI
hanya menjadi koordinator untuk berbagai kegiatan, tetapi
kemudian berkembang menjadi wadah yang mempersatukan
para umat Islam tanah air untuk menghadapi politik Belanda
yang memecah belah para ulama dan partai Islam. Pada periode
1939 – 1945 para ulama bergabung bersama dalam satu majelis.
4. Masyumi
Majelis Syura Muslimin Indonesia atau Sejarah Partai
Masyumi kemudian masuk dalam sejarah organisasi Islam di
Indonesia sebagai pengganti MIAI yang dibubarkan pada
Oktober 1943. Tujuan pendirian Masyumi yang didukung oleh
Jepang adalah untuk memperkokoh persatuan umat Islam di
Indonesia dan meningkatkan bantuan dari kaum muslimin pada
kegiatan perang Jepang.
5. Muhammadiyah
Ketika KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada 18
November 1912 di Yogyakarta, kondisi umat Islam sedang
berada pada titik rendahnya. Hampir seluruh rakyat mengalami
keterbelakangan pendidikan, kemakmuran dan tingkat ekonomi
yang parah, terlebih lagi tidak memiliki kekuatan dalam bidang
politik. Tujuan Muhammadiyah adalah untuk menegakkan
dakwah Islamiyah seluas – luasnya mencakup segala bidang
termasuk ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan dan dakwah
dengan mendirikan banyak sekali sekolah formal, madrasah,
rumah sakit, balai pengobatan, rumah yatim piatu atau panti
asuhan dan universitas. Beberapa tokohnya diakui sebagai
pahlawan nasional yaitu KH Ahmad Dahlan, KH Mas Mansur,
Ny. H. Walidah Ahmad Dahlan dan K.H. Fakhruddin.
6. Nadhlatul Ulama (NU)
Arti namanya adalah Kebangkitan Ulama, suatu ormas Islam
yang didirikan oleh para ulama yang berasal dari pesantren
pimpinan KH. Hasyim Asy’ari di Surabaya pada 31 Januari
1926. Sangat banyak pondok pesantren besar yang didirikan NU
di berbagai wilayah di Indonesia, selain itu juga mengelola
sekolah – sekolah formal seperti SD, SMP, SMA sampai tingkat
perguruan tinggi. Ketika bergabung dalam MIAI, NU akhirnya
terlibat dalam dunia politik sampai pembubaran MIAI pada
1943.
7. Persatuan Islam (Persis)
Persis merupakan bagian dari sejarah organisasi Islam di
Indonesia yang didirikan oleh para ulama pembaharu di
Bandung pada 12 September 1923. Ulama pendirinya adalah
KH. Zamzam dan A. Hassan untuk menghilangkan bid’ah,
khufarat, takhayul, taqlid dan syirik yang masih dipraktekkan
sebagian umat Islam. Tujuan awal yang bagus pada akhirnya
berkembang menjadi sesuatu yang meresahkan bagi kelompok
lain yang tidak setuju dengan pemikiran Persis. Bahkan tokoh –
tokoh yang muncul belakangan tidak lagi memiliki kualifikasi
yang setara dengan pendahulunya dalam hal keilmuan, akhlak
dan kecerdasan sehingga masyarakat menunjukkan penolakan.
Persis juga mendirikan masjid tersendiri yang diberi stempel
Persis.
8. Al Irsyad Al Islamiyah
Ormas dalam sejarah organisasi Islam di Indonesia ini didirikan
pada tahun 1913 oleh para keturunan Arab yang dipimpin oleh
Syaikh Ahmad Syurkati, seorang ulama yang berasal dari Sudan.
Tujuan Al Irsyad adalah untuk pergerakan di bidang pendidikan
dan dakwah, memperlancar bahasa Arab dan bahasa al Qur’an.
Simak juga mengenai sejarah berdirinya organisasi islam yang
lain seperti sejarah berdirinya al washliyah, sejarah berdirinya
HMI, dan sejarah berdirinya Hizbut Tahrir.
9. Persatuan Umat Islam (PUI)
Ormas ini didirikan oleh KH Abdul Halim, yang merupakan
seorang ulama pengasuh di Pondok Pesantren Majalengka, Jabar
pada 1911. PUI adalah gabungan dari dua organisasi Islam yang
ada di Jawa Barat yaitu Persyarikatan Umat Islam dan organisasi
Al Ittihad Al Islamiyah pimpinan KH Ahmad Sanusi di
Sukabumi. PUI kemudian mendirikan banyak sekolah serta
pondok pesantren di Jawa Barat.
10. Thawalib Sumatera
Pendirian organisasi ini pada tanggal 15 Februari 1920
diprakarsai oleh Syekh Ahmad Abdullah, Haji Abbas Abdullah,
Haji Abdul Karim Amrullah, Jalaludin Thaib dan kawan –
kawan. Ini adalah pengembangan dari Surau Jembatan Besi
yang berdiri pada tahun 1899 di Padang Panjang, sehingga
menjadi organisasi pendidikan yang lebih modern dan teratur.
11. Persatuan Tarbiyah Indonesia (PERTI)
Sejumlah ulama terkemuka di Minangkabau pimpinan Syaikh
Sulaiman ar- Rasuli mendirikan PERTI pada 20 Mei 1930 di
Bukittinggi, Sumatera Barat. Bidang usaha PERTI adalah
pendidikan dan dakwah Islam. Kendati demikian, PERTI juga
pernah terjun ke dunia politik sebagai partai politik. Masih ada
beberapa organisasi lainnya pada masa kemerdekaan
yaitu sejarah perhimpunan Indonesia, sejarah Indische
Partij dan sejarah PNI (partai nasional Indonesia).
12. Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
ICMI adalah organisasi yang menaungi para cendekiawan
muslim Indonesia, didirikan oleh para ilmuwan muslim atas
dukungan birokrasi pada 1990. Pencetusnya adalah Menristek
BJ. Habibie. ICMI bergerak dalam bidang dakwah Islam lewat
jalur struktural dan birokrasi negara. Tokoh ICMI yang terkenal
antara lain Prof. Dr. Amien Rais, Prof. KH. Ali Yafie, dan
banyak lagi.
Organisasi pemua
Pada awalnya, Organisasi Pemuda di Indonesia ini dipelopori
oleh organisasi yang dikenal dengan nama Budi Utomo yang
didirikan pada tanggal 20 Mei 1908, oleh Dr. Soetomo dan para
mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan
Soeraji. Untuk mendapat informasi mengenai Dr. Soetomo,
Anda juga bisa baca biografi Bung Tomo. Itulah mengapa pada
tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Hari nasional tersebut ditetapkan sejak tahun 1959 oleh
Pemerintah Indonesia melalui Keppres No. 316 Tahun 1959
tanggal 16 Desember 1959. Bahkan saat ini, telah didirikan
Museum Kebangkitan Nasional. Untuk informasi bagaimana
Museum tersebut dibangun, Anda juga bisa baca sejarah
Museum Kebangkitan Nasional. Selain museum, juga telah
didirikan Monumen Kebangkitan Nasional di Solo, Jawa
Tengah. 
Perkembangan Organisasi Budi Utomo
Organisasi Budi Utomo digagaskan oleh Dr. Wahidin
Sudirohusodo. Organisasi ini lebih cenderung ke bidang sosial,
ekonomi, dan kebudayaan. Namun, organisasi ini tidak bersifat
politik. Kongres pertamanya diselenggarakan di Kota
Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Namun, pada masa
itu juga muncul Sarekat Islam yang kemudian namanya diubah
oleh Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam. Untuk infomasi
lebih banyak tentang Sarekat Islam, Anda juga bisa lihat
di tujuan Organisasi Sarekat Islam. Organisasi Sarekat Islam
sendiri bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia
yang hidup tertindas oleh penjajahan. Sejak adanya organisasi
Sarekat Islam yang bersifat politik ini, membuat organisasi Budi
Utomo perlahan-lahan mundur. Untuk penjelasan lebih banyak
mengenai peekembangan Organisasi Budi Utomo, Anda dapat
baca sejarah berdirinya Budi Utomo. 
Karena Organisasi Sarekat Islam ini lebih memajukan “kaum
tua”, akibatnya golongan muda semakin tersingkir. Hal tersebut,
membuat para pemuda berinisiatif membuat suatu organisasi
sendiri. Berikut ini ada 9 Organisasi Pemuda di Indonesia yang
berhasil terbentuk oleh golongan pemuda : 
1. Jong Java
Pada mulanya organisasi ini bernama Tri Koro Dharmo (TKD).
Jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah Tiga Tujuan
Mulia. Organisasi ini didirikan oleh R. Satiman Wirjosandjojo di
STOVIA pada tanggal 7 Maret 1915. Alasan organisasi ini
didirikan karena banyak golongan pemuda yang berpendapat
bahwa Budi Utomo adalah organisasi elit. Tujuan organisasi ini
sendiri adalah untuk mencapai kejayaan dengan memperkuat
persatuan golongan pemuda.  Tokoh organisasi Jong Java
sendiri terdiri atas : 
 Sunardi
 R. Satiman Wirjosandjojo
 Kadarman
 Agus Salim
Pada awalnya organisasi ini tidak bersifat politik, namun sejak
bergabungnya Agus Salim, Jong Java mulai bergerak dalam
bidang politik. Akhirnya, menimbulkan pro dan kontra.
Akibatnya, beberapa pemuda memutuskan untuk memisahkan
diri untuk membuat organisasi baru yang bernama Jong
Sumatranen Bond.
2. Jong Sumatranen Bond (JSB)
Organisasi ini dipelopori oleh Mohammad Yamin dan
Mohammad Hatta. Didirikan di Jakarta pada tahun 1917. Tujuan
organisasi ini sendiri untuk memperkuat hubungan para pelajar
yang berasal dari Pulau Sumatera dan mendidik mereka agar
bisa menjadi pemimpin bangsa serta mengembangkan dan
mempelajari budaya asalnya.
3. Organisasi Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI)
Organisasi ini didirikan pada bulan September 1926. Tujuan
organisasi ini adalah untuk memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia dan memperkuat persatuan melawan para penjajah.
Bertempat di Jl. Kramat No. 106 Weltevreden Batavia.
Organisasi ini membuat konsep pergerakan yang mirip dengan
Indonesisch Vereniging (Perhimoenan Indonesia) yang didirikan
oleh Mohammad Hatta di Belanda pada tahun 1908. Organisasi
ini sendiri, dipelopori oleh para pemuda asal Jakarta dan
Bandung. Berikut adalah nama-nama pelopor berdirinya
Organisasi Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia : 
 Sugondo 
 Abdullah Sigit
 Reksodipuro
 Suwiryo
 Sumanang
 AK. Abdul Gani
Untuk mengetahui informasi lebih detail mengenai Organisasi
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia, Anda dapat baca sejarah
Perhimpunan Indonesia dan perkembangannya.
4. Jong Islamieten Bond (JIB)
Jong Islamieten Bond juga bisa disebut sebagai Perhimpunan
Pemuda Islam (PPI). Organisasi ini merupakan kumpulan dari
golongan pelajar Islam Hindia Belanda. Jong Islamieten Bond
sendiri, didirikan pada tanggal 1 Januari 1925 di
Batavia. Organisasi ini tidak bersifat politik. Tetapi, lebih
banyak terlibat dalam penyelenggaraan kursus pendidikan dan
kegiatan persatuan bagi pelajar Islam Hindia
Belanda. Menariknya, organisasi ini sendiri terbentuk dari
beberapa organisasi lainnya, seperti : Jong Sumateran Bond, dan
Jong Java.
5. Jong Ambon 
Jong Ambon atau Organisasi Kepemudaan Ambon ini telah ada
pada masa pergerakan nasional, bahkan sebelum adanya
Sumpah Pemuda. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai
alasan berdirinya Jong Ambon sehingga terbentuklah Sumpah
Pemuda, Anda dapat baca mengenai sejarah Sumpah Pemuda.
Salah satu tokoh pelopor Jong Ambon yang terkenal adalah
Johannes Leimena.  Tujuan organisasi ini sendiri adalah untuk
menggalang persatuan dan mempererat tali persaudaraan di
kalangan pemuda-pemuda yang khususnya berasal dari daerah
Ambon, Maluku. 
6. Jong Batak
Jong Batak atau Jong Bataks Bond merupakan organisasi yang
terdiri atas golongan pemuda yang berasal dari daerah Batak
(Tapanuli). Maksud dan tujuan terbentuknya Jong Batak adalah
untuk memperkuat persatuan dan persaudaraan golongan
pemuda serta untuk memajukan kebudayaan daerah. Organisasi
ini terdiri dari 11 pengurus dan salah satu tokoh pelopor yang
terkenal adalah Amir Sjarifudin. Foto para pengurus tersebut
sekarang terpajang di Museum Sumpah Pemuda di Jakarta. 
7. Sekar Rukun
Organisasi Sekar Sukun ini, dibentuk oleh golongan muda
Sunda yang terdiri oleh oara siswa Sekolah Guru (Kweekschool)
yang beralamat di Jalan Gunungsari, Batavia.  Organisasi Sekar
Sukun di pelopori oleh beberapa tokoh sebagai berikut : 
 Doni Ismail
 Iki Adiwidjaja
 Djuwariah
 Hilman
 Mohammad Sapi’i
 Mangkudiguna
 Iwa Kusumasumantri (Siswa dari Rechtschool)
Sekar Sukun telah dibentuk pada tanggal 26 Oktober 1919,
dengan memiliki maksud tujuan awal untuk : 
1. Memajukan orang Sunda
2. Mempersatukan siswa-siswa Sunda
3. Memperbaiki bahasa Sunda, dan menata hati.
Maka, agar tujuan tersebut dapat tercapai, diselenggarakanlah
berbagai kegiatan seperti : mengumpulkan alat-alat musik
Sunda, mengajarkan pengetahuan terkait Sunda, membuat
perkumpulan untuk diskusi, berbicara menggunakan bahasa
Sunda, dan mengusahakan pendirian perpustakaan dan surat
kabar berbahasa Sunda.  Namun, dengan berjalannya waktu dan
semakin berkembangnya Organisasi Sekar Sukun, organisasi ini
mengubah maksud dan tujuannya yang semula. Berikut adalah
ini adalah tujuan yang telah diputuskan :
1. Menumbuhkan kecintaan pemuda Sunda terhadap tanah air.
2. Meningkatkan pengetahuan orang Sunda.
3. Menyatukan para pemuda yang bisa berbahasa Sunda.
4. Mengupayakan kerukunan para pemuda Indonesia.
Hal menarik lainnya adalah, Organisasi Sekar Rukun ini
menerbitkan surat kabar bulanan untuk membuat tujuannya
tercapai. Maka, dibentuklah beberapa susunan kepengurusan,
diantaranya Hoessein Djajadiningrat sebagai Penanggung Jawab
dan Doni Ismail dan Iki Adiwidjaya sebagai Pemimpin Redaksi.
Sebagai hasilnya, penerbitan surat kabar yang dilakukan oleh
Organisasi Sekar Sukun telah dibuka cabang di Purwakarta dan
Sukabumi. Kemudian, di tahun 1926 telah membuka cabang di
Bogor, Bandung, Lembang, Serang, Salatiga dan Yogyakarta.
Bahkan, pada masa itu Sekar Sukun beranggotakan lebih dari
500 orang. Karena itu, kegiatan-kegiatannya pun semakin
berkembang, seperti : Perpustakaan, Koperasi, Kesenian
(Drama, Musik, dan Mamaos), Kreasi Wanita, Olahraga (Sepak
Bola, Bola Tenis), Debatingsclub, dan Penerbitan. Hasil lainnya,
Organisasi Sekar Sukun telah terpilih dan direkomendasikan
untuk mengadiri Kongres Pemudia II. 
8. Pemuda Kaum Betawi
Organisasi Pemuda Kaum Betawi ini didirikan pada tahun 1927.
Sesuai namanya, organisasi ini terdiri atas golongan pemuda
daerah Betawi dan diketuai oleh Mohamad Tabrani. Pada
mulanya, Organisasi Pemuda Kaum Betawi pun tergabung dari
2 organisasi lainnya, yaitu Jong Java dan Sekar Rukun, karena
merasa serumpun. Namun, di akhir tahun 1926, mereka
berpendapat bahwa perlu memiliki organisasi tersendiri.
Sehingga golongan mudanya memisahkan diri lalu membentuk
organisasi Pemuda Kaum Betawi.
9. Jong Celebes
Jong Celebes (Pemuda Sulawesi) anggotanya berasal dari
Selebes, Sulawesi. Organisasi ini berdiri pada tahun 1917 dan
memiliki maksud tujuan untuk memperkuat dan mempererat
persatuan dan ikatan persaudaraan para pemuda di daerah
Sulawesi. Organisasi ini diketuai oleh Muhammad Yamin.
Tokoh-tokoh Jong Celebes diantaranya sebagai berikut Arnold
Mononutu, Waworuntu, Magdalena Mokoginta. Setelah
terbentuknya organisasi-organisasi tersebut, diselenggarakan
suatu Rapat Besar Pemuda-Pemuda Indonesia, yang dikenal
dengan Kongres Pemuda I pada 30 April 1926 sampai 2 Mei
1926 di Jakarta. Namun, Kongres Pemuda I belum berhasil
untuk mendirikan organisasj yang bersifat Nasional. 
Karena itu, pada bulan Juni tahun 1928 dibentuk sebuah panitia
untuk Persiapan Kongres Pemuda II. Kemudian pada tanggal 27
Oktober 1928 hingga 28 Oktober 1928, diselenggarakan
Kongres Pemuda II.  Dan diakhir acara tersebut ditutup dengan
lagu Indonesia Raya, yang untuk pertama kalinya dinyanyikan
di Gedung Sumpah Pemuda, Jl. Kramat Raya No. 106, Jakarta.
Untuk informasi lebih banyak Anda dapat baca
mengenai sejarah Lagu Indonesia Raya dan penciptanya
(#Paling Lengkap)
Setelah lagu Indonesia Raya di perdengarkan, dalam Kongres
Pemuda II tersebut terbentuk suatu keputusan yang kemudian
kita kenal dengan sebutan “Sumpah Pemuda” . Anda juga bisa
baca untuk mendapatkan informasi mengenai sejarah peristiwa
Sumpah Pemuda 1928.

Organisasi wanita
Kemunculan organisasi-organisasi wanita merupakan realisasi
dari cita-cita Kartini untuk memperjuangkan kedudukan sosial
wanita. Di awal kemunculannya, pergerakan wanita belum
begitu mempersoalkan masalah-masalah yang menyangkut,
fokus mereka adalah pada perbaikan dalam hidup berkeluarga,
dan meningkatkan kecakapan seorang ibu.
Pada tahun 1912, atas segala usaha Budi Oetomo berdirilah
organisasi Putri Merdika di Jakarta. Organisasi ini bertujuan
memajukan pengajaran anak-anak perempuan.

Kemunculan Putri Merdika kemudian disusul oleh munculnya


organisasi pendidikan Kautaman Istri. Organisasi ini dirintis
oleh Dewi Sartika sejak tahun 1904, sebelum akhirnya berubah
menjadi Vereninging Kaoetaman Istri. Mulai 1910 sekolah ini
diurus oleh sebuah panitia yang terdiri dari “njonja Directour
Opleidingschool, Raden Ajoe Regent, Raden Ajoe Patih, dan
Raden Ajoe Hoofd-Djaksa. Selanjutnya Kautaman Istri berdiri
di beberapa wilayah lain: Tasikmalaya (1913), Sumedang dan
Cianjur (1916), Ciamis (1917), dan Cicurug (1918).

Organisasi-organisasi wanita juga muncul di daerah Jawa


Tengah seperti Pawiyatan Wanito di Magelang (1915),  Wanita
Susilo di Pemalang (1918), Wanito Hadi di Jepara (1915).
Organisasi-organisasi tersebut memfokuskan pada pelatihan
untuk memajukan kecapakan wanita, khususnya kecakapan
rumah tangga. Selain itu juga bertujuan mempererat
persaudaraan antara kaum ibu.

Tidak hanya di Jawa, organisasi-organisasi wanita juga


bermunculan di luar jawa. Di antaranya adalah “Kaoetaman Istri
Minangkabau” di Padang panjang, dan sekolah “Kerajinan Amai
Satia” di Kotagedang tahun 1914. Banyak ketrampilan
kerumahtanggan diajarkan di sekolah-sekolah ini.

Salah satu tokoh wanita yang berpengaruh di  luar Jawa adalah
Maria Walanda Marami. Pada tahun 1918, melalui perkumpulan
Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (P.J.K.A.T) yang
dibentuknya oleh tahun 1917-mendirikan sekolah rumah tangga
Indonesia pertama di Manado dengan 20 murid tamatan sekolah
dasar.

Setelah tahun 1920, organisasi wanita semakin luas orientasinya


terutama dalam menjangkau masyarakat bawah dan tujuan
politik dilakukan bersama organisasi politik induk. Dengan
semakin bertambahnya organisasi wanita, setiap organisasi
politik mempunyai bagian kewanitaan, misalnya Wanudyo
Utomo yang menjadi bagian dari Sarekat Islam, kemudian
berganti nama menjadi Sarekat Perempuan Islam Indonesia.

Meskipun demikian, tidak semua organisasi wanita yang muncul


selalu identik dengan politik. Salah satu contohnya adalah
kemunculan Aisyiyah di Muhammadiyah yang berdiri pada
tahun 1914. Organisasi ini memfokuskan tujuannya pada
kegiatan sosial keagamaan. Pada tahun 1929, Aisyiyah
mempunyai sekitar 5.000 anggota dari 47 cabang dan
mempunyai 32 sekolah putri.

Selain beberapa organisasi di atas, ada jenis organisasi wanita


lain yang merupakan organisasi terpelajar seperti Putri
Indonesia, JIB dames Afdeling, Jong Java bagian wanita,
organisasi Wanita Taman Siswa dll.

Dari beberapa jenis organisasi wanita tersebut paham


kebangsaan dan persatuan Indonesia juga diterima di kalangan
organisasi ini. Oleh karena itu, untuk membulatkan tekad dan
mendukung [ersatian Ondonesia diadakan kongres perempuan
Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 22-25 November 1928.
Kongres Perempuan Pertama
Kongres tersebut bertujuan untuk mempersatukan cita-cita dan
memajukan wanita Indonesai serta membuat gabungan
organisasi wanita. Beberapa organisasi hadir dalam kongres
tersebut : Wanita Utomo, Putri Indonesia, Wanita Katolik,
Wanito Mulyo, Aisyiyah, SI bagian wanita, dll. Kongres ini
menghasilkan keputusan untuk membentuk gabungan organisasi
wanita dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI).

Setahun kemudian, tanggal 28-31 Desember 1929, PPI


mengadakan kongres di Jakarta. Pokok pembahasan di dalam
kongres masih mengenai kedudukan wanita dan anti poligami.
Selain itu, kongres juga memutuskan untuk merubah nama
organisasi menjadi Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia
(PPII), yang bertujuan memperbaiki nasib dan derajat wanita
Indonesia. Dengan dana yang dikumpulkannya diharapakan
mampu memperbaiki nasib wanita pada masa itu. Organisais ini
tidak mencampuri politik dan agama.

Pada tahun 1930 atas anjuran PNI, di bandung didirikan


organisasi wanita kebangsaan bernama Istri Sedar (IS).
Organisasi ini memusatkan tenaganya di bidang ekonomi dan
kemajuan wanita. Untuk mempercepat dan menyempurnakan
Indonesia merdeka kemajuan wanita harus ditingkatkan.
IS bersikap netral terhadap agama dan menjangkau semua
lapisan wanita, baik golongan atas atau bawah. Ia juga tidak
secara langsung terjun ke dalam politik, tapi pemerintah selalu
mengamati aktivitas organisasi itu, terutama setelah
mengadakan kongres pada tanggal 4-7 Juni 1931. Dalam
propagandanya, ia sering menyuarakan antikolonial.

Selain itu, ada sebuah organisasi wanita yang sangat mengecam


pemerintah kolonial, yaitu perkumpulan “Mardi Wanita”
didirikan tahun 1933 oleh anggota-anggota wanita partai politik
Partai Indonesia (Partindo) setelah partai ini
dikenakan  vergadeverbod (larangan mengadakan rapat) oleh
pemerintah kolonial. Perkumpulan ini mempunyai banyak
cabang terutama di Jawa Tengah dan namanya diganti menjadi
“Persatuan Marhaen Indonesia” yang berpusat di Yogyakarta.
Akan tetapi, setahun kemudian organisasi ini dikenai larangan
dan ketuanya, S.K Trimurti dimasukkan pernjara karena
masalah pamflet.
PPII dan IS dapat dikatakan sebagai organisasi wanita yang
berpengaruh saat itu. Namun, keduanya justru larut ke dalam
konflik antar organisasi. Sejak awal pendiriannya, IS terus
berselisih dengan PPII. IS mencemoh karena PPII hanya
bergerak untuk memajukan sejahteraan wanita seperti di negara
merdeka. Menurutnya perjuagan wanita sudah sewajarnya
masuk ke lapangan politik.

Dalam langkah politiknya, IS banyak mendapat dukungan dan


bantuan dari kaum nasionalis kriri dan istri-istri anggota PNI
lama.
Di sisi lain, PPII sebagai federasi organisasi wanita di satu sisi
tidak dapat bekerjasama dengan IS yang lebih banyak
menyerang federasi itu. Akan tetapi, keduanya juga saling
bekerjasama dalam rangka pengiriman delegasi kongres Wanita
Asia di Lahore.

Pada 20-24 Julis 1935, Kongres Perempuan Indonesia (KPI)


kedua diadakan di Jakarta. Beberapa keputusan KPI adalah
mendirikan Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan yang
berfungsi meneliti pekerjaan yang dilakukan perempuan
Indonesia. Selain itu, juga didirikan pula Badang Kongres
Perempuan Indonesia, sekaligus mengakhiri kiprah PPII.

Selanjutnya, KPI ketiga diadakan di Bandung pada 25-28 Juli


1938. Kongres tersebut menetapkan tanggal 22 Desember
sebagai hari ibu. Peringatan hari ibu setiap tahun diharapkan
dapat mendorong kesadaran wanita Indonesia akan
kewajibannya sebagai ibu bangsa.

Kongres Perempuan Ketiga


Denganulai banyaknya kaum wanita yang bekerja di lapangan,
maka dirasakan perlunya membentuk sebuah organisasi. Oleh
karena itu, pada tahun 1940 di Jakarta dibentuk perkumpulan
Pekerja Perempuan Indonesia yang terdiri dari mereka yang
bekerja di kantor-kantor, pemerintah atau swasta, guru perawat,
dan buruh.

Mereka menyatukan diri meskpun bekerja di bidang yang


berbeda-beda karena mereka merasa senasib. Dalam masyarakat
jajahan, kaum wanita mengalami diskriminasi di lapangan
pekerjaan. Diskriminasi ini terlihat jelas dalam kesempatan
untuk memperoleh pekerjaann, gaji, dan kesempatan untuk
maju. Kendati demikian, perkumpulan itu tidak melakukan
kegiatan sebagai serikat pekerja, melainkan menekankan pada
pendidikan ketrampilan untuk mata pencarian dan pemupukan
kesadaran nasional.

Satu hal yang juga mencerminkan kemajuan wanita adalah


terbentuknya perkumpulan dalam kalangan mahasiswi dengan
nama Indonesische Vrouwelijke
Studentedvereniging (perkumpulan mahasiswi Indonesia) di
Jakarta pada thaun 1940.
Kegiatan organisasi-organisasi wanita dalam tahun sebelum
pecah perang Pasifik yang pantas dicatat dalah rapat protes yang
diselenggarakan atas prakarsa 8 perkumpulan. Protes ini muncul
karena tidak adanya anggota wanita dalam Volksraad. Rapat ini
diadakan di Gedung Permufakatan Indonesia, Gang Kenari
Jakarta,yang dihadiri 500 dari 45 perkumpulan. Organisasi-
organisasi itu juga mendukung aksi Gabungan Politik Indonesia
(GAPI), agar Indonesia mempunyai parlemen yanag benar-benar
dengan wakil-wakil rakyat.
Dapat dikatakan bahwa dalam periode ini kaum wanita telah
menaruh perhatian pada perjuangan politik, baik dengan sikap
koperasi atau non-koperasi dengan pemerintah kolonial.
Partai komunis in

kaum sosialis Hindia Belanda lainnya membentuk serikat tenaga


kerja di pelabuhan pada tahun 1914, dengan nama Indies Social
Democratic Association (dalam bahasa Belanda: Indische
Sociaal Democratische Vereeniging-, ISDV). ISDV pada
dasarnya dibentuk oleh 85 anggota dari dua partai sosialis
Belanda, yaitu SDAP dan Partai Sosialis Belanda yang
kemudian menjadi SDP komunis, yang berada dalam
kepemimpinan Hindia Belanda.[4] Para anggota Belanda dari
ISDV memperkenalkan ide-ide Marxis untuk mengedukasi
orang-orang Indonesia mencari cara untuk menentang kekuasaan
kolonial.
Pada Oktober 1915, ISDV mulai aktif dalam penerbitan surat
kabar berbahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang
Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars. Pada saat
pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan untuk
Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang
anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang
merupakan warga pribumi Indonesia. Namun, partai ini dengan
cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Tapi
berubah ketika Sneevliet memindahkan markas mereka dari
Surabaya ke Semarang dan menarik banyak penduduk asli dari
berbagai elemen seperti agama, nasionalis dan aktivis gerakan
lainnya yang akhir-akhir ini tumbuh di Hindia Belanda sejak
tahun 1900. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak
puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang
menjauhkan diri dari ISDV dan menolak untuk bekerja sama
dengan pemerintah karena menolak "berpura-pura" menjadi
Dewan Masyarakat (Volksraad Volksraad (Hindia Belanda).
Pada tahun 1917 kelompok reformis dari ISDV memisahkan
diri, dan membentuk partai sendiri dengan nama Partai
Demokrat Sosial Hindia. Pada tahun 1917 ISDV meluncurkan
sendiri publikasi pertama berbahasa Indonesia, Soeara Merdeka.
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi
Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti di Indonesia.
Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antara tentara-
tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda.
Dibentuklah 'Pengawal Merah' dan dalam waktu tiga bulan
jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917,
para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah
pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan
membentuk sebuah dewan soviet. Para penguasa kolonial
menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para
pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk
Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan di kalangan militer
Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun.[5]
Sementara itu, ISDV membentuk blok dengan organisasi anti-
kolonialis Sarekat Islam. Banyak anggota SI seperti dari
Surabaya, Semaun dan Darsono dari Solo tertarik dengan ide-ide
Sneevliet. Sebagai hasil dari strategi Sneevliet akan "blok
dalam", banyak anggota SI dibujuk untuk mendirikan
revolusioneris yang lebih dalam Marxis-didominasi Sarekat
Rakjat.[6]
ISDV terus bekerja secara klandestin. Meluncurkan publikasi
lain, Soeara Rakyat. Setelah kepergian paksa beberapa kader
Belanda, dalam kombinasi dengan pekerjaan di dalam Sarekat
Islam, keanggotaan telah berpindah dari mayoritas Belanda ke
mayoritas Indonesia. Pada tahun 1919 hanya memiliki 25
anggota Belanda, dari total anggota yang kurang dari 400.[butuh
rujukan]
Pembentukan dan pertumbuhan
Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi
ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di
Hindia (PKH). Semaun adalah ketua partai dan Darsono
menjabat sebagai wakil ketua. Sekretaris, bendahara, dan tiga
dari lima anggota komite adalah orang Belanda.[6] PKH adalah
partai komunis Asia pertama yang menjadi bagian dari Komunis
Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai pada kongres
kedua Komunis Internasional 1921.
Pada periode menjelang kongres keenam Sarekat Islam pada
tahun 1921, anggota menyadari strategi Sneevliet dan
mengambil langkah untuk menghentikannya. Agus Salim,
sekretaris organisasi, memperkenalkan sebuah gerakan untuk
melarang anggota SI memegang keanggotaan dan gelar ganda
dari pihak lain di kancah perjuangan pergerakan indonesia.
Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota komunis
kecewa dan keluar dari partai, seperti oposisi dari Tan
Malaka dan Semaun yang juga keluar dari gerakan karena
kecewa untuk kemudian mengubah taktik dalam perjuangan
pergerakan indonesia. Pada saat yang sama, pemerintah kolonial
Belanda menyerukan tentang pembatasan kegiatan politik, dan
Sarekat Islam memutuskan untuk lebih fokus pada urusan
agama, meninggalkan komunis sebagai satu-satunya organisasi
nasionalis yang aktif.[7]
Bersama Semaun yang berada jauh di Moskow untuk
menghadiri Far Eastern Labor Conference pada awal 1922, Tan
Malaka mencoba untuk mengubah pemogokan terhadap pekerja
pegadaian pemerintah menjadi pemogokan nasional untuk
mencakup semua serikat buruh Indonesia. Hal ini ternyata gagal,
Tan Malaka ditangkap dan diberi pilihan antara pengasingan
internal atau eksternal. Dia memilih yang terakhir dan berangkat
ke Rusia.[7]
Pada Mei 1922, Semaun kembali setelah tujuh bulan di Rusia
dan mulai mengatur semua serikat buruh dalam satu organisasi.
Pada tanggal 22 September, Serikat Organisasi Pekerja Seluruh
Indonesia (Persatuan Vakbonded Hindia) dibentuk.[8]
Pada kongres Komintern kelima pada tahun 1924, ia
menekankan bahwa "prioritas utama dari partai-partai komunis
adalah untuk mendapatkan kontrol dari persatuan buruh" karena
tidak mungkin ada revolusi yang sukses tanpa persatuan kelas
buruh ini
Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah
menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).[9]
Pemberontakan 1926

Pertemuan PKI di Batavia (sekarang Jakarta), 1925


Pada Mei 1925, Komite Exec dari Komintern dalam rapat pleno
memerintahkan komunis di Indonesia untuk membentuk sebuah
front anti-imperialis bersatu dengan organisasi nasionalis non-
komunis, tetapi unsur-unsur ekstremis didominasi oleh Alimin
& Musso menyerukan revolusi untuk menggulingkan
pemerintahan kolonial Belanda.[10] Dalam sebuah konferensi
di Prambanan, Jawa Tengah, serikat buruh perdagangan yang
dikontrol komunis memutuskan revolusi akan dimulai dengan
pemogokan oleh para pekerja buruh kereta api yang akan
menjadi sinyal pemogokan yang lebih umum dan luas untuk
kemudian revolusi akan bisa dimulai. Hal ini akan mengarah
pada PKI yang akan menggantikan pemerintah kolonial.[10]
Pada November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan
pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatra Barat. PKI
mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Bersama Alimin,
Musso yang merupakan salah satu pemimpin PKI di era tersebut
sedang tidak berada di Indonesia. Ia sedang melakukan
pembicaraan dengan Tan Malaka yang tidak setuju dengan
langkah pemberontakan tersebut. Pemberontakan ini akhirnya
dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan
orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan, 4.500
dipenjara, sejumlah 1.308 yang umumnya kader-kader partai
diasingkan, dan 823 dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp
tahanan di Papua [11]. Beberapa orang meninggal di dalam
tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi
sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas
pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI dinyatakan
terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI kemudian
bergerak di bawah tanah.
Rencana pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama.
Yakni di dalam perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan.
Rencana itu ditolak tegas oleh Tan Malaka, salah satu tokoh
utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di Sumatra.
Tan Malaka memprediksi bahwa pemberontakan akan gagal,
karena menurutnya basis kaum proletar Indonesia adalah rakyat
petani bukan buruh seperti di Uni Soviet. Penolakan tersebut
membuat Tan Malaka di cap sebagai pengikut Leon
Trotsky yang juga sebagai tokoh sentral perjuangan Revolusi
Rusia. Walau begitu, beberapa aksi PKI justru terjadi setelah
pemberontakan di Jawa terjadi. Semisal Pemberontakan
Silungkang di Sumatra.
Pada masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak
menonjolkan diri, terutama karena banyak dari pemimpinnya
yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI Musso kembali
dari pengasingan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata kembali
PKI dalam gerakannya di bawah tanah. Namun Musso hanya
tinggal sebentar di Indonesia. Kemudian PKI bergerak di
berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan serikat-serikat
buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara mahasiswa-
mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi
nasionalis, Perhimpoenan Indonesia, yang tak lama kemudian
berpihak pada PKI [12].
Kebangkitan pasca-perang
PKI muncul kembali di panggung politik
setelah Jepang menyerah pada tahun 1945, dan secara aktif
mengambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan dari Belanda.
Banyak unit bersenjata berada di bawah kontrol atau pengaruh
PKI. Meskipun milisi PKI memainkan peran penting dalam
memerangi Belanda, Presiden Soekarno khawatir bahwa
semakin kuatnya pengaruh PKI akhirnya akan mengancam
posisinya. Selain itu, pertumbuhan PKI bermasalah sektor sayap
kanan lebih dari pemerintahan Indonesia serta beberapa
kekuatan asing, khususnya semangat penuh anti-komunis
dari Amerika Serikat. Dengan demikian hubungan antara PKI
dan kekuatan lain yang juga berjuang untuk kemerdekaan pada
umumnya berjalan sengit.
Pada Februari 1948 PKI dan Partai Sosialis membentuk front
bersama, yaitu Front Demokrasi Rakyat. Front ini tidak bertahan
lama, tetapi Partai Sosialis kemudian bergabung dengan PKI.
Pada saat itu milisi Pesindo berada di bawah kendali PKI.
Pada tanggal 11 Agustus 1948 Musso kembali ke Jakarta setelah
dua belas tahun di Uni Soviet. Politibiro PKI direkonstruksi,
termasuk D.N. Aidit, M.H. Lukman dan Njoto. Pada 5
September 1948 dia memberikan pidato anjuran agar Indonesia
merapat kepada Uni Soviet. Dan anjuran itu berujung pada
peristiwa pemberontakan PKI di Madiun, Jawa Timur.
Peristiwa Madiun 1948
Artikel utama: Peristiwa Madiun
Setelah penandatanganan Perjanjian Renville pada tahun 1948,
hasil kesepakatan perundingan Renville dianggap
menguntungkan posisi Belanda. Sebaliknya, Indonesia menjadi
pihak yang dirugikan dengan semakin sempit wilayah yang
dimiliki. Banyak unit bersenjata dari Partai Republik kembali
dari zona konflik. Hal ini memberikan beberapa keyakinan
sayap kanan Indonesia bahwa mereka akan mampu menandingi
PKI secara militer. Unit gerilya dan milisi di bawah pengaruh
PKI diperintahkan untuk membubarkan diri. Di Madiun
kelompok militer PKI menolak untuk pergi bersama dengan
perlucutan senjata para anggota yang dibunuh pada bulan
September tahun yang sama. Pembunuhan itu memicu
pemberontakan kekerasan. Hal Ini memberikan alasan untuk
menekan PKI. Hal ini diklaim oleh sumber-sumber militer
bahwa PKI telah mengumumkan proklamasi 'Republik Soviet
Indonesia' pada tanggal 18 September dengan
menyebut Musso sebagai presiden dan Amir
Syarifuddin sebagai perdana menteri. Pada saat yang sama PKI
mengecam pemberontakan dan meminta tenang. Pada 30
September Madiun diambil alih oleh TNI dari Divisi Siliwangi.
Ribuan kader partai terbunuh dan 36 000 dipenjara. Di antara
beberapa pemimpin yang dieksekusi termasuk Musso yang
dibunuh pada 31 Oktober saat tertangkap di Desa Niten
Kecamatan Sumorejo, Ponorogo. Diduga ketika Musso mencoba
melarikan diri dari penjara. Aidit dan Lukman pergi ke
pengasingan di Republik Rakyat Tiongkok. Namun, PKI tidak
dilarang dan terus berfungsi. Rekonstruksi partai dimulai pada
tahun 1949.
Bangkit kembali

DN Aidit berbicara pada pertemuan pemilu 1955


Pada 1950, PKI memulai kembali kegiatan penerbitannya,
dengan organ-organ utamanya yaitu Harian Rakjat dan Bintang
Merah. Pada 1950-an, PKI mengambil posisi sebagai partai
nasionalis di bawah pimpinan D.N. Aidit, dan mendukung
kebijakan-kebijakan anti kolonialis dan anti Barat yang diambil
oleh Presiden Soekarno. Aidit dan kelompok di sekitarnya,
termasuk pemimpin-pemimpin muda
seperti Sudisman, Lukman, Njoto dan Sakirman, menguasai
pimpinan partai pada 1951. Pada saat itu, tak satupun di antara
mereka yang berusia lebih dari 30 tahun. Di bawah Aidit, PKI
berkembang dengan sangat cepat, dari sekitar 3.000-5.000
anggota pada 1950, menjadi 165.000 pada 1954 dan bahkan 1,5
juta pada 1959 [13]
Oposisi lanjutan oleh Belanda terhadap Irian Jaya adalah
masalah yang sering diangkat oleh PKI selama tahun 1950.
Pada Agustus 1951, PKI memimpin serangkaian pemogokan-
pemogokan, yang diikuti oleh tindakan-tindakan tegas oleh kubu
yang menentang PKI di Medan dan Jakarta. Akibatnya, para
pemimpin PKI kembali bergerak di bawah tanah untuk
sementara waktu.
Pada Februari 1958 sebuah upaya kudeta yang dilakukan oleh
kekuatan pro-AS antara militer dan politik sayap kanan. Para
pemberontak, yang berbasis di Sumatra dan Sulawesi,
memproklamasikan Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia pada tanggal 15 Februari. Pemerintah Revolusioner
yang terbentuk ini segera mulai menangkap ribuan anggota PKI
di daerah di bawah kendali mereka. PKI mendukung upaya
Soekarno untuk memadamkan pemberontakan, termasuk
pemberlakuan hukum darurat militer. Pemberontakan itu
akhirnya dikalahkan.
Pada bulan Agustus 1959, terjadi upaya atas nama militer untuk
mencegah penyelenggaraan kongres PKI. Namun kongres
digelar sesuai jadwal, dan ditangani oleh Sukarno sendiri. Pada
tahun 1960 Sukarno meluncurkan slogan Nasakom, singkatan
dari Nasionalisme, Agama, Komunisme. Dengan demikian
peran PKI sebagai mitra junior dalam pemerintahan Sukarno
resmi dilembagakan. PKI menyambut baik peluncuran konsep
Nasakom, melihatnya dari segi front persatuan multikelas.
Pemilu 1955

Perayaan Milad PKI yang ke 45 di Jakarta pada awal tahun 1965

Pemimpin DN Aidit bersama Sukarno di acara perayaan ulang


tahun Partai Komunis Indonesia
Sebelum pemilihan 1955, PKI disukai Sukarno untuk rencana
'demokrasi terpimpin' dan merupakan pendukung aktif Sukarno.
[14]
 Pada Pemilu 1955, PKI menempati tempat ke empat dengan
16% dari keseluruhan suara. Partai ini memperoleh 39 kursi
(dari 257 kursi yang diperebutkan) dan 80 dari 514 kursi
di Konstituante.
Pada Juli 1957, kantor PKI di Jakarta diserang dengan granat.
Pada bulan yang sama PKI memperoleh banyak kemajuan dalam
pemilihan-pemilihan di beberapa kota. Pada September
1957, Masjumi yang merasa tersaingi oleh PKI secara terbuka
menuntut supaya PKI dilarang [15].
Pada 3 Desember 1957, serikat-serikat buruh yang pada
umumnya berada di bawah pengaruh PKI, mulai menguasai
perusahaan-perusahaan milik Belanda. Penguasaan ini merintis
nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh
asing. Perjuangan melawan para kapitalis asing memberikan
PKI kesempatan untuk menampilkan diri sebagai sebuah partai
nasional.
Pada Februari 1958 terjadi sebuah upaya koreksi terhadap
kebijakan Sukarno yang mulai condong ke timur di kalangan
militer dan politik sayap kanan. Mereka juga menuntut agar
pemerintah pusat konsisten dalam melaksanakan UUDS 1950,
selain itu pembagian hasil bumi yang tidak merata antara pusat
dan daerah menjadi pemicu. Gerakan yang berbasis
di Sumatra dan Sulawesi, mengumumkan pada 15 Februari 1958
telah terbentuk Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI). Pemerintahan yang disebut revolusioner ini
segera menangkapi ribuan kader PKI di wilayah-wilayah yang
berada di bawah kontrol mereka. PKI mendukung upaya-upaya
Soekarno untuk memadamkan gerakan ini, termasuk
pemberlakuan Undang-Undang Darurat. Gerakan ini pada
akhirnya berhasil dipadamkan.
Pada 1959, militer berusaha menghalangi diselenggarakannya
kongres PKI. Namun, kongres ini berlangsung sesuai dengan
jadwal dan Presiden Soekarno sendiri memberi angin pada
komunis dalam sambutannya. Pada 1960, Soekarno melancarkan
slogan Nasakom yang merupakan singkatan
dari Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Dengan demikian
peranan PKI sebagai mitra dalam politik Soekarno
dilembagakan. PKI membalasnya dengan menanggapi konsep
Nasakom secara positif, dan melihatnya sebagai sebuah front
bersatu yang multi-kelas dan multi-golongan.
1960

D.N. Aidit (kanan) dan Revang dalam kongres kelima Partai


Persatuan Sosialis Jerman, Berlin Timur, 11 Juli 1958
Meskipun PKI mendukung Sukarno, ia tidak kehilangan
otonomi politiknya. Pada bulan Maret 1960, PKI mengecam
penanganan demokratis anggaran oleh Sukarno. Pada tanggal 8
Juli, Harian Rakyat menerbitkan sebuah artikel yang mengkritik
kebijakan pemerintah. Pemimpin PKI sempat ditangkap oleh
militer, tetapi kemudian dibebaskan atas perintah dari Sukarno.
Ketika gagasan tentang Malaysia berkembang, PKI
maupun Partai Komunis Malaya menolaknya, dan baik PKI
maupun Partai Komunis Malaya menganggap pembentukan
Malaysia sebagai proyek neo-kolonialisme dan neo-
imperialisme Inggris dan sekutunya.
Dengan berkembangnya dukungan dan keanggotaan yang
mencapai 3 juta orang pada 1965, PKI menjadi partai komunis
terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. Partai itu mempunyai basis
yang kuat dalam sejumlah organisasi massa, seperti SOBSI
(Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda
Rakjat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lembaga
Kebudajaan Rakjat (Lekra) dan Himpunan Sardjana
Indonesia (HSI). Menurut perkiraan seluruh anggota partai dan
organisasi-organisasi yang berada di bawah payungnya mungkin
mencapai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia.
Pada bulan Maret 1962, PKI bergabung dengan pemerintah.
Para pemimpin PKI, Aidit dan Njoto, diangkat menjadi menteri
penasihat. Pada bulan April 1962, PKI menyelenggarakan
kongres partainya. Pada 1963, pemerintah Malaysia, Indonesia
dan Filipina terlibat dalam pembahasan tentang pertikaian
wilayah dan kemungkinan tentang pembentukan
sebuah Konfederasi Maphilindo, sebuah gagasan yang
dikemukakan oleh presiden Filipina, Diosdado Macapagal. PKI
menolak gagasan pembentukan Maphilindo dan
federasi Malaysia. Para anggota PKI yang militan menyeberang
masuk ke Malaysia dan terlibat dalam pertempuran-pertempuran
dengan pasukan-pasukan Inggris dan Australia. Sebagian
kelompok berhasil mencapai Semenanjung Malaysia lalu
bergabung dalam perjuangan di sana. Namun kebanyakan dari
mereka ditangkap begitu tiba. Sebagian satuan tempur PKI aktif
di wilayah perbatasan Kalimantan.
Salah satu hal yang dilakukan PKI setelah masuk kedalam
pemerintahan Orde Lama adalah dengan diusulkannya Angkatan
ke-5 yang terdiri dari buruh dan petani, Pimpinan PKI
bermaksud dengan dibentuknya angkatan kelima ini diharapkan
dapat mendukung mobilisasi massa untuk menuntaskan Operasi
Dwikora dalam menghadapi Malaysia. Namun, hal ini
membuat TNI AD merasa khawatir takut adanya penyelewengan
senjata yang dilakukan PKI.
Pada Januari 1964 PKI mulai menyita properti Inggris yang
dimiliki oleh perusahaan-perusahaan Inggris di Indonesia.
Pada pertengahan 1960-an Departemen Luar Negeri Amerika
Serikat memperkirakan keanggotaan partai meningkat menjadi
sekitar 2 juta (3,8% dari populasi usia kerja negara).[16]
Pembunuhan massal dan akhir dari PKI
Lihat pula: Pembantaian di Indonesia 1965–1966 dan Sejarah
Indonesia (1965-1966)
Sukarno bertindak menyeimbangkan antara PKI, militer, fraksi
nasionalis, dan kelompok-kelompok Islam yang terancam oleh
kepopuleran PKI. Pengaruh pertumbuhan PKI menimbulkan
keprihatinan bagi pihak Amerika Serikat dan kekuatan barat
anti-komunis lainnya. Situasi politik dan ekonomi menjadi lebih
tidak stabil; Inflasi tahunan mencapai lebih dari 600 persen dan
kehidupan Indonesia memburuk.
PKI dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang
Peristiwa G30S, makin kuat. Sehingga para pesaing PKI mulai
khawatir PKI akan memenangkan pemilu berikutnya. Gerakan-
gerakan untuk menentang PKI mulai bermunculan, dan
dipelopori oleh Angkatan Darat. Pada Desember 1964, Chaerul
Saleh dari Partai Murba (dibentuk oleh mantan pemimpin
PKI Tan Malaka) menyatakan bahwa PKI sedang
mempersiapkan kudeta. PKI menuntut larangan Partai Murba,
tuntutan itu dipaksakan kepada Soekarno pada awal 1965.
Dalam konteks Konfrontasi dengan Malaysia, PKI menyerukan
untuk 'mempersenjatai rakyat'. Sebagian besar pihak dari tentara
Angkatan Darat melarang hal ini. Sikap Soekarno tetap secara
resmi untuk tidak terlalu mengambil sikap atas hal tersebut
karena Sukarno cenderung mendukung Konfrontasi dengan
Malaysia seperti PKI. Pada bulan Juli sekitar 2000 anggota PKI
mulai menggelar pelatihan militer di dekat pangkalan udara
Halim. Terutama dalam konsep 'mempersenjatai rakyat' yang
telah memenangkan banyak dukungan di antara kalangan militer
Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Pada tanggal 8 September
demonstran PKI memulai untuk pengepungan selama dua hari di
Konsulat AS di Surabaya. Pada tanggal 14 September, Aidit
mengalamatkan kepada gerilyawan PKI untuk mendesak
anggota agar waspada dari hal-hal yang akan datang. Pada 30
September Pemuda Rakyat dan Gerwani, kedua organisasi PKI
terkait menggelar unjuk rasa massal di Jakarta terhadap krisis
inflasi yang melanda.

Soeharto menghadiri pemakaman jenderal-jenderal yang


dibunuh pada tanggal 5 Oktober 1965. (Gambar oleh
Departemen Penerangan Indonesia)
Pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965, enam jenderal
senior Indonesia dibunuh dan mayat mereka dibuang ke dalam
sumur. Pembunuh para jenderal mengumumkan keesokan
harinya bahwa Dewan Revolusi baru telah merebut kekuasaan,
yang menyebut diri mereka "Gerakan 30 September ("G30S").
Dengan banyaknya jenderal tentara senior yang mati atau hilang,
Jenderal Suharto mengambil alih kepemimpinan tentara dan
menyatakan kudeta yang gagal pada 2 Oktober. Tentara dengan
cepat menyalahkan upaya kudeta PKI dan menghasut dengan
kampanye propaganda anti-Komunis di seluruh Indonesia. Bukti
yang mengaitkan PKI untuk pembunuhan para jenderal tidak
meyakinkan, yang mengarah ke spekulasi bahwa keterlibatan
mereka sangat terbatas, atau bahwa Suharto mengorganisir
peristiwa, secara keseluruhan atau sebagian, dan
mengkambinghitamkan kepada komunis.[butuh rujukan] Dalam
pembersihan anti-komunis melalui kekerasan berikutnya,
diperkirakan 500.000 komunis (atau dicurigai) dibunuh, dan PKI
secara efektif dihilangkan (lihat Pembantaian di Indonesia
1965–1966). Jenderal Suharto kemudian mengalahkan Sukarno
secara politik dan diangkat menjadi presiden pada tahun 1968,
karena mengkonsolidasikan pengaruhnya atas militer dan
pemerintah.
Pada tanggal 2 Oktober basis di Halim berhasil ditangkap oleh
pihak tentara. Harian Rakyat mengambil isu pada sebuah artikel
yang berisi untuk mendukung kudeta G30S, tetapi spekulasi
kemudian bangkit mengenai apakah itu benar-benar mewakili
pendapat dari PKI.[siapa?] Sebaliknya pernyataan resmi PKI pada
saat itu adalah bahwa upaya G30S merupakan urusan internal di
dalam angkatan bersenjata mereka. Pada tanggal 6 Oktober
kabinet Sukarno mengadakan pertemuan pertama sejak 30
September. Menteri PKI hadir. Sebuah resolusi mengecam
G30S disahkan. Njoto ditangkap langsung setelah pertemuan itu.
Presiden Soekarno berkali-kali melakukan pembelaan bahwa
PKI tidak terlibat dalam peristiwa sebagai partai melainkan
karena adanya sejumlah tokoh partai yang bertindak di luar
kontrol dan terpancing oleh inisiasi Barat, dan karena itu
Soekarno tidak akan membubarkan PKI. Kemudian, pimpinan
dan sejumlah perwira Angkatan Darat memberi versi
keterlibatan PKI sepenuhnya, dalam penculikan dan
pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira pertama
Angkatan Darat pada tengah malam 30 September menuju
dinihari 1 Oktober 1965. Versi ini segera diterima secara umum
sesuai fakta kasat mata yang terhidang dan ditopang pengalaman
buruk bersama PKI dalam kehidupan sosial dan politik pada
tahun-tahun terakhir. Hanya saja harus diakui bahwa sejumlah
perwira penerangan telah menambahkan dramatisasi terhadap
kekejaman, melebihi peristiwa sesungguhnya (in factum).
Penculikan dan kemudian pembunuhan para jenderal menurut
fakta memang sudah kejam, tetapi dramatisasi dengan
pemaparan yang hiperbolis dalam penyajian, telah memberikan
efek mengerikan melampaui batas yang mampu dibayangkan
semula. Dan akhirnya, mengundang pembalasan yang juga tiada
taranya dalam penumpasan berdarah antar manusia di Indonesia.
Manifestasi besar diadakan di Jakarta dua hari kemudian,
menuntut pelarangan PKI. Kantor utama milik PKI dibakar.
Pada tanggal 13 Oktober organisasi Islam Ansor mengadakan
aksi unjuk rasa anti-PKI di seluruh Jawa. Pada tanggal 18
Oktober sekitar seratus PKI dibunuh oleh pihak Ansor.
Pemusnahan secara sistematis untuk partai telah dimulai.
Antara 300.000 sampai satu juta orang Indonesia dibunuh dalam
pembunuhan massal yang digelar.[17] [4] Para korban termasuk
juga non-komunis yang dibunuh karena kesalahan identitas atau
"kesalahan oleh asosiasi". Namun, kurangnya informasi menjadi
tidak mungkin untuk menentukan angka pasti dari jumlah
korban yang dibunuh. Banyak para peneliti hari ini menjelaskan
korban yang dibunuh antara 200.000 sampai 500.000 orang.
[18]
 Sebuah studi dari CIA tentang peristiwa di Indonesia ini
menilai bahwa "Dalam hal jumlah korban pembantaian oleh
anti-PKI, Indonesia masuk dalam salah satu peringkat
pembunuhan massal terburuk pada abad ke-20 ...".[19]
Time menyajikan berita berikut pada tanggal 17 Desember
1966:
Komunis, simpatisan merah dan keluarga mereka dibantai yang
mencapai ribuan. Unit tentara dilaporkan telah mengeksekusi
ribuan komunis setelah diinterogasi di penjara-penjara terpencil.
Berbekal pisau berbilah lebar yang disebut parang, kelompok
Muslim merayap di malam hari ke rumah-rumah komunis,
membunuh seluruh keluarga dan mengubur mayat mereka di
kuburan dangkal.
Kampanye pembunuhan ini sangatlah kejam di beberapa daerah
pedesaan di Jawa Timur, para milisi Islam menancapkan kepala
korban pada tiang dan mereka mengarak melalui desa-desa.
Pembunuhan telah ada pada skala tinggi sehingga pembuangan
mayat menciptakan masalah sanitasi yang serius di Jawa
Timur dan Sumatra Utara di mana udara lembab penuh bau
busuk daging. Pengunjung dari daerah tersebut mengatakan
sungai kecil dan besar yang telah benar-benar tersumbat dengan
mayat tubuh.
Meskipun motif pembunuhan tampaknya bernuansa politik,
beberapa ahli berpendapat bahwa kejadian tersebut disebabkan
oleh keadaan panik dan ketidakpastian politik. Bagian dari
kekuatan anti-komunis yang bertanggung jawab atas
pembantaian terdiri dari para pelaku tindak kriminal seperti para
preman, yang telah diberi izin untuk terlibat dalam tindakan
yang tidak masuk akal berupa kekerasan.[20] Motif lain yang
terjadi juga telah dieksplorasi.
Di tingkat internasional, Kantor Berita RRT (Republik Rakyat
Tiongkok), Xinhua, memberikan versi bahwa Peristiwa 30
September 1965 adalah masalah internal Angkatan Darat
Indonesia yang kemudian diprovokasikan oleh dinas intelijen
Barat sebagai upaya percobaan kudeta oleh PKI.[April 2010]
Di antara daerah-daerah yang terkena dampak terburuk adalah
pulau Bali, di mana PKI telah berkembang pesat sebelum
tindakan kerasasan tersebut. Pada tanggal 11 November
bentrokan meletus antara PKI dan PNI, yang berakhir dengan
pembantaian terhadap anggota dan simpatisan yang dituduh
PKI. Jika banyak dari pogrom anti-PKI di seluruh daerah lain itu
dilakukan oleh organisasi-organisasi politik Islam, pembunuhan
di Bali dilakukan atas nama Hindu. Bali berdiri sebagai satu-
satunya tempat di Indonesia di mana tentara lokal dalam
beberapa cara intervensi cenderung mengurangi praktik
pembantaian tersebut.
Pada tanggal 22 November, Aidit ditangkap dan dibunuh.
Pada bulan Desember militer menyatakan bahwa Aceh telah
dibersihkan dari komunis. Bersamaan, khusus Pengadilan
Militer yang dibentuk untuk mengadili dan memenjarakan para
anggota PKI. Pada 12 Maret, partai PKI secara resmi dilarang
oleh Suharto, dan serikat buruh pro-PKI SOBSI dilarang pada
bulan April.
Penjara-penjara di Jakarta begitu penuh, hampir seluruh penjara
digunakan untuk menahan anggota PKI. Banyak tahanan politik
ditahan tanpa dasar yang jelas. Sejak saat itu, identitas banga
Indonesia berubah total sesudah 1965. Semangat anti-
kolonialisme hilang dan anti-komunisme menjadi dasar identitas
bangsa. Kebencian terhadap sesama orang Indonesia menjadi
basis untuk menentukan siapa warganegara yang jahat dan baik.
[21]
Beberapa peristiwa yang menggemparkan itu dituangkan dalam
novel fiksi populer dan difilmkan dengan judul yang sama
yaitu The Year of Living Dangerously (1982).
Meskipun mendapat perlawanan secara sporadis, PKI berdiri
dengan lumpuh setelah pembunuhan 1965-1966. Sebagai hasil
dari pembunuhan massal ini, kepemimpinan partai lumpuh di
semua tingkat, meninggalkan banyak mantan pendukung dan
kekecewaan simpatisan, tanpa pemimpin lagi, dan tidak
terorganisir. Pada bulan September 1966, sisa-sisa partai
politbiro mengeluarkan pernyataan kritik diri, mengkritik kerja
sama sebelumnya dengan rezim Sukarno. Setelah pembunuhan
Aidit dan Njoto, Sudisman, pemimpin PKI di tingkat keempat
sebelum Oktober 1963, mengambil alih kepemimpinan partai.
Dia berusaha untuk membangun kembali partai atas dasar saling
keterkaitan tiga kelompok anggota, tetapi hanya berdampak
sedikit kemajuan sebelum akhirnya ia ditangkap pada Desember
1966 [22]. Pada tahun 1967 ia dijatuhi hukuman mati.
Beberapa kader PKI telah mengungsi di sebuah wilayah
terpencil di selatan Blitar, Jawa Timur menyusul tindakan
kekerasan terhadap partai. Di antara para pemimpin yang hadir
di Blitar adalah anggota Politbiro Rewang, teoretikus
partai Oloan Hutapea, dan pemimpin Jawa Timur Ruslan
Widjajasastra. Blitar merupakan daerah tertinggal dengan PKI
yang memiliki dukungan kuat di kalangan kaum tani. Pihak
militer tidak menyadari bahwa PKI telah mampu
mengkonsolidasikan dirinya di sana. Para pemimpin PKI ini
bergabung dengan Letkol Pratomo, mantan komandan Distrik
Militer Pandeglang di Jawa Barat, yang membantu memberikan
pelatihan militer untuk Komunis lokal di Blitar. Namun pada
Maret 1968 kekerasan meletus di Blitar, petani lokal menyerang
para pemimpin dan kader Nahdatul Ulama, sebagai balasan
atas Nahdatul Ulama yang telah memainkan peran dalam
penganiayaan antikomunis. Sekitar 60 kader NU tewas. Namun
ilmuwan politik Australia Harold Crouch berpendapat bahwa itu
tidak mungkin bahwa pembunuhan kader NU di Blitar telah
dilakukan atas perintah dari para pemimpin PKI di Blitar.
Militer menyadari daerah kantong PKI di Blitar tersebut dan
menghancurkannya pada pertengahan tahun 1968.[23]
Beberapa kader partai yang sementara di luar Indonesia pada
saat peristiwa 30 September. Terutama delegasi yang cukup
besar melakukan perjalanan ke Republik Rakyat
Tiongkok untuk berpartisipasi dalam perayaan ulang
tahun Revolusi Cina. Sedangkan yang lainnya telah
meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan studi di Eropa
Timur. Dalam pengasingan, aparatur partai terus berfungsi.
Bagaimanapun, sebagian besar dari mereka terisolasi dari
perkembangan politik di dalam Indonesia. Di Jawa, beberapa
desa yang dikenal sebagai tempat perlindungan bagi anggota
atau simpatisan yang telah diidentifikasi oleh pihak berwenang,
dan dilindungi di bawah pengawasan secara hati-hati untuk
waktu yang cukup.
Sampai tahun 2004, mantan anggota PKI masih dilarang dan
masuk daftar hitam dari banyak pekerjaan termasuk apabila
ingin bekerja di pemerintahan, sebagaimana kebijakan rezim
Soeharto yang telah dijalankan sejak pembersihan PKI tahun
1965. Selama masa presiden Abdurrahman Wahid, ia
mengundang mantan buangan PKI untuk kembali ke Indonesia
pada tahun 1999, dan mengusulkan menghilangkan pembatasan
diskusi terbuka atas ideologi komunis. Dalam berdebat untuk
penghapusan larangan itu, Wahid mengutip dari UUD 1945
Indonesia, yang tidak melarang atau bahkan secara khusus
menyebutkan komunisme. Usulan Wahid itu ditentang oleh
beberapa kelompok masyarakat Indonesia, khususnya kelompok
Islam konservatif. Dalam sebuah protes pada April 2000, sebuah
kelompok yang disebut Front Islam Indonesia berjumlah
sepuluh ribu orang datang ke Jakarta terkait usulan Wahid.
Tentara tidak segera menolak proposal tersebut, tetapi
menjanjikan "studi komprehensif dan teliti" terhadap ide
tersebut.[24]
Presiden Joko Widodo berencana akan meminta maaf kepada
keluarga korban PKI yang telah menjadi korban pelanggaran
Hak Asasi Manusia di masa pembangunan Orde Baru,[25] namun
kabar itu dibantah langsung oleh presiden.[26][27] Menurut
Menkopolhukam Luhut Panjaitan upaya-upaya untuk
rekonsiliasi pelanggaran HAM masa lampau diakui sedang
dilakukan dan terus mencari format yang tepat.[28] Sedangkan
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang tengah mengupayakan
langkah non yudisial atau rekonsiliasi yang berujung pada
ungkapan penyesalan negara terhadap peristiwa itu dengan tetap
menolak permintaan maaf oleh Presiden.[29]
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengharapkan presiden
dapat mengambil inisiatif untuk meminta maaf atau menyatakan
penyesalan kepada korban pelanggaran HAM pasca 1965
mengingat dampaknya begitu besar berkelanjutan ke anak,
saudara dan keturunan terkait. Dengan tidak berdirinya proses
peradilan pada peristiwa 1965, tidak semua korban baik yang
sudah dibunuh, dibuang ke pulau pengasingan maupun dipenjara
terlibat langsung dengan PKI.[30]
Beberapa ormas dan elemen agama menolak wacana permintaan
maaf tersebut dan menggelar aksi unjuk rasa.[31]
 Menhan Ryamizard Ryacudu menolak permintaan maaf
[32]

terhadap PKI dengan alasan PKI yang melakukan pembunuhan


terhadap 7 jenderal.[33] Permintaan maaf terhadap PKI juga
ditolak oleh KSAD Jenderal Gatot Nurmantyo.[34]
Penolakan permintaan maaf terhadap PKI juga datang dari
budayawan Taufiq Ismail karena menurutnya PKI telah 3 kali
memberontak yaitu tahun 1927, 1948 dan 1965.
Perhimpunan in
Perhimpunan Indonesia menempati posisi unik dalam sejarah. Ia
adalah perkumpulan anak bangsa yang pertama kali
menyandang nama Indonesia untuk menunjukkan aspirasi
kemerdekaan.

Perhimpunan Indonesia (1924), semula bernama Indische


Vereeniging dan didirikan pada 1908, mulanya perkumpulan
mahasiswa biasa. Namun ia berubah jadi radikal sejak Nazi-
Hitler berkuasa di Jerman pada 1933, kemudian menggetarkan
Eropa, dan menduduki Belanda pada 1940. Perhimpunan
Indonesia berkembang menjadi organ politik yang gigih dan
efektif. Ia menggalang mahasiswa-mahasiswa Indonesia agar
bersatu melawan fasisme. 

Sepanjang kurun menuju 1940, mereka bersekutu dengan


kelompok-kelompok perlawanan Belanda di sekitar media Vrij
Nederland, De Waarheid, Het Parool, dan De Vrije Katheder,
membantu mencetak koran-koran tersebut secara ilegal, karena
mereka bertekad menempatkan perjuangan melawan fasisme
sebagai agenda utama.

Pada akhir 1930-an hingga 1940-an, Perhimpunan Indonesia


aktif dalam kegiatan politik kaum perlawanan anti-Nazi:
mengerahkan, merekrut, dan mengorganisasi sesama mahasiswa,
menyebarkan pamflet, serta melindungi dan menyembunyikan
orang-orang yang menjadi sasaran Nazi –kaum Yahudi dan lain-
lain.

BACA JUGA:Para Pemuda Indonesia yang Melawan Nazi

Dalam edisi khusus Jubileum (HUT ke-30) majalah Indonesia


Merdeka, pimpinan Perhimpunan Indonesia menyatakan:
“Agresi fasis tahun-tahun belakangan ini mengancam Belanda
maupun Indonesia. (Dalam kondisi itu) kerjasama antara rakyat
Indonesia dengan gerakan nasionalnya dan Belanda yang
demokratis, atas dasar kesetaraan dan saling-menghargai,
merupakan satu-satunya jalan untuk membebaskan kedua rakyat
negeri tersebut dari bahaya yang mengancam mereka. (Karena)
rakyat tidak dapat memenuhi kewajibannya tanpa adanya hak-
hak demokratis mereka, maka Perhimpunan Indonesia bercita-
cita menuju perombakan yang demokratis berdasarkan
kesetaraan di bidang ekonomi, politik dan militer.”

Jadi, Perhimpunan Indonesia memandang kerjasama kedua


bangsa dan rakyat (Belanda dan Indonesia) sebagai kerjasama
“menyelamatkan kemanusiaan” dari kekejaman Nazi. Dengan
demikian, Perhimpunan Indonesia menunjuk bahwa tujuan
“Indonesia merdeka” hanya dapat dicapai dengan memerangi
fasisme. Namun seruan Perhimpunan Indonesia mengenai
kerjasama itu ditampik begitu saja oleh pemerintah Belanda.

BACA JUGA:Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Pertama


Nazi

Maka, bagi Perhimpunan Indonesia, masalah yang utama adalah


menyadarkan sesama Indonesia di Belanda maupun di Indonesia
agar terlibat dalam perjuangan melawan fasisme. Seruan ini
bukan hanya ditujukan kepada para mahasiswa Indonesia yang
kebanyakan berada di Leiden, kota yang menjadi markas
Perhimpunan Indonesia, tetapi juga pelaut-pelaut Indonesia yang
bekerja pada perusahaan-perusahaan kapal Belanda di
Rotterdam. Akibat pendudukan Jerman, pekerja Indonesia di
perusahaan Rotterdamse Lloyd menganggur dan mereka inilah
yang mendapat penyuluhan politik oleh para mahasiswa dari
Perhimpunan Indonesia cabang Rotterdam.

Paling kurang lima anggota Perhimpunan Indonesia menjadi


korban Nazi: Djajeng Pratomo dan adiknya, Gondho, jadi
pekerja-paksa di kamp Dachau meski akhirnya selamat; tiga
orang tewas di kamp; dan Irawan Surjono tewas ditembak polisi
Nazi (SS) ketika mengangkut pamflet di Leiden.
BACA JUGA:RM Djajeng Pratomo Pejuang yang Terlupakan

Sementara itu, Perhimpunan Indonesia juga cemas akan simpati


yang berkembang di Indonesia terhadap peran Jepang. Menurut
pimpinan Perhimpunan Indonesia, rakyat Indonesia harus
menyadari bahwa industrialisasi yang dijalankan Jepang berarti
pula ekspansi kekuatan fasis ke selatan, termasuk Indonesia.

Karena itu, isu tentang hubungan Sukarno dengan tentara


pendudukan Jepang menimbulkan dilema. Djajeng dalam hal ini
masih mempercayai Sukarno, karena dia menyadari bahwa
Belanda berkepentingan untuk mendiskreditkan pemimpin
Indonesia sebagai “boneka Jepang”.

BACA JUGA:Distorsi Sejarah dan Kebencian pada Sukarno

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaan,


Perhimpunan Indonesia memutuskan bahwa sebagian besar
anggotanya kembali ke tanah air; belakangan sebagian dari
mereka tewas menyusul Peristiwa Madiun (1948). Sebagian
lainnya, termasuk Djajeng, tetap berada di Belanda untuk
memimpin majalah Perhimpunan Indonesia, yang berganti nama
menjadi Indonesie, dan melanjutkan kegiatan politik. Djajeng
sempat bertugas mewakili Kementerian Penerangan Republik
Indonesia di Belanda.
Dengan riwayatnya yang heroik sekaligus bersetiakawan
internasional, perjalanan Perhimpunan Indonesia selaku wahana
politik Indonesia mencerminkan sebuah era yang sarat
perubahan dan tantangan fundamental –bagi Eropa maupun bagi
Indonesia sebagai suatu bangsa baru.
Taman siswa
Pada tanggal 3 Juli 1922 organisasi Taman Siswa didirikan
karena adanya ketidakpuasan terhadap sistem Pendidikan yang
ada di masa itu. Waktu itu pemerintahan Belanda masih
menguasai Indonesia dan sistem pendidikannya.
Pemerintahan Belanda tidak membebaskan semua rakyat
Indonesia untuk bersekolah. Hanya anak bangsawan,
konglomerat, dan kalangan raja saja yang boleh bersekolah.
Padahal, semua rakyat Indonesia sangat membutuhkan
pendidikan agar bisa segera merdeka dan bebas dari penjajahan.
Taman Siswa didirikan untuk mengenalkan pendidikan kepada
masyarakat Indonesia agar menjadi bangsa yang merdeka.
Perguruan Taman Siswa berkembang hingga terbentuk  Taman
Indriya sebagai sekolah untuk taman kanak-kanak dan
Perguruan Tinggi Sarjanawiyata Taman Siswa.
Pendiri Taman Siswa
Pendiri organisasi Taman Siswa adalah R.M. Soewani
Soeryaningrat atau yang sering kita sebut dengan Ki Hajar
Dewantoro. Dia adalah tokoh bangsawan yang pada waktu itu
menjadi pencetus organisasi pendidikan pertama di Indonesia.
Ki Hajar Dewantara yang dulunya pernah menjadi wartawan dan
aktif di dunia politik dikenal sebagai sosok bangsawan yang
memiliki pemikiran jauh ke depan. Dia aktif sebagai penulis
yang memiliki kebudayaan tinggi dan sangat termotivasi untuk
berskolah di Belanda.
Pada tahun 1919 setelah pulang dari Belanda, Ki Hajar
Dewantara bersama dengan teman-temannya mengadakan
pertemuan di halaman rumahnya. Halaman rumah itu kini
menjadi pendopo Taman Siswa di Yogyakarta.
Pertemuan di rumah Ki Hajar Dewantara terjadi secara rutin dan
dari pertemuan itu dihasilkan beberapa pemikiran mengenai
pendidikan Indonesia.
Saat itu ki hajar Dewantara ditunjuk sebagai pemimpin bagian
pendidikan untuk anak-anak dan remaja dan temannya Ki Ageng
Suryomentaram ditunjuk sebagai pimpinan bagian pendidikan
untuk usia dewasa.
Lalu tanggal 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara, Pronowidigdo,
dan teman-temannya yang lain mengungumkan berdirinya
Perguruan Nasional Taman Siswa yang berada di Yogyakarta.
Semboyan Taman Siswa
Semboyan untuk para guru dalam mengajar di Taman Siswa :
• Ing Ngarsa Sung Tulada yang artinya di depan memberi
teladan dan contoh
• Ing Madya Mangun Karsa yang artinya di tengah membangun
prakarsa atau menjadi penyemangat
• Tut Wuri Handayani yang artinya dari belakang mendukung
atau memberi dukungan
Organisasi Buruh
Buruh dan pekerja adalah pekerjaan yang sangat rendah pada
masa pemerintahan kolonial Belanda. Namun saat ini, sudah ada
tanggal khusus untuk memperingati hari Buruh yaitu setiap
tanggal 1 Mei. Salah satu perkumpulan yang pernah ada dalam
sistem organisasi buruh adalah perkumpulan Adhi Dharma.
Perkumpulan ini didirikan oleh Suryopranoto yang merupakan
kakak dari Ki Hajar Dewantara di tahun 1915. Tujuan
didirikannya organisasi ini adalah untuk membela kepentingan
kaum buruh, termasuk membantu para buruh yang sudah dipecat
oleh pabriknya supaya bisa mendapatkan pekerjaan baru yang
layak.

Di bulan Agustus tahu 1918, Suryopranoto membentuk sebuah


gerakan sendiri untuk kaum buruh yang bernama Prawiro
Pandojo ing Jeodo atau Arebidsleger atau tentara buruh.
Gerakan ini adalah cabang dari Adhi Dharma. Perkumpulan ini
didirikan sebagai efek dari perlawanan kaum buruh dari pabrik
gula yang ada di Padokan, Yogyakarta.

Di bulan November 1918, Suryopranoto menyatakan tentang


berdirinya Personeel Fabriek Bond atau PFB yang memiliki
anggota dari kalangan buruh tetap, perkumpulan tani dan
koperasi. Setelah itu, organisasi PFB ini lebih dikenal dengan
nama Sarekat Tani yang memiliki anggota kuli kenceng atau
pemilik tanah yang disewa oleh pabrik dan Perserikatan Kaoem
Boeroeh Oemoem atau PKBO. Di tahun 1918, Adi Dharma
bergabung dengan Sarekat Islam sehingga PFB yang ada
dibawahnya juga menjadi bagian dari Central Sarekat Islam atau
CSI.

Setelah dari penjara Sukamiskin, Suryopranoto dan Adhi


Dharma ikut mengajar dalam Taman Siswa yang merupakan
pendidikan nasional milik adiknya, yaitu Ki Hajar Dewantara.
Nah, sekarang kamu sudah tahu tentang apa yang dimaksud
dengan organisasi buruh. Tentunya materi ini penting sekali
untuk kita pelajari

Anda mungkin juga menyukai