Anda di halaman 1dari 13

Pengelolaan sampah organik menggunakan Black Soldier Fly (Hermetia

illucens) /Lalat Tentara Hitam

Amelia Seayang
Balai Penelitian Tanaman Serealia

Sampah merupakan salah satu permasalahan di banyak negara dan sistem


pengelolaannya perlu mendapat perhatian lebih. Di Indonesia berdasarkan data
dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia pada
tahun 2020, total timbunan sampah mencapai 64 juta ton setiap tahun yang
didominasi oleh sampah organik yakni mencapai 60% dari total sampah. Untuk
mengurangi penimbunan sampah maka perlu dilakukan cara pengelolaan
sampah yang baik. Berbagai cara pengelolaan sampah organik guna
meningkatkan nilai ekonomis telah diusakahan salah satunya dengan
pemanfaatan agen dekomposer. Salah satu agen dekomposer yang sedang
mendapat perhatian dunia adalah lalat tentara hitam atau dikenal dengan Black
Soldier Fly (BSF).

Lalat tentara hitam (Hermetia illucens (L.) (Diptera: Stratiomyidae) tersebar di


daerah tropis dan sub-tropis antara 40°LS dan 45°LU (Bram Dortmans Stefan
Diener B. Verstappen C. Zurbrügg, 2017). Siklus hidup lalat tentara hitam
adalah metamorfosis sempurna yang dimulai dari telur, larva, prepupa, pupa,
dan dewasa. Lalat tentara hitam memiliki kemampuan untuk hidup pada
cakupan temperatur suhu yang cukup lebar yaitu antara 24°C hingga 40°C atau
lebih (Sheppard et al., 2002). Pada suhu ruangan 27°C, siklus hidup lalat
dekomposer ini antara 40 sampai 43 hari (Tomberlin et al., 2002). Berikut ini
siklus hidup lalat tentara hitam:

Telur
Lalat betina yang telah dibuahi akan meletakkan telurnya secara berkelompok
antara 400 hingga 800 butir. Induk akan memilih tempat yang memiliki

1
naungan, cekungan, dan dalam kondisi kering serta berada di dekat bahan
organik untuk meletakkan telurnya. Cekungan dan naungan yang dipilih induk
betina bertujuan untuk melindungi telur dari serangan predator dan menghindari
terjadinya dehidrasi dari telur akibat papran langsung sinar matahari. Tidak
lama setelah meletakkan telurnya, induk betina akan mati. Pada umumnya,
telur akan menetas menjad larva setelah 4 hari (Bram Dortmans Stefan Diener
B. Verstappen C. Zurbrügg, 2017).
Dalam proses perbanyakan telur untuk produksi untuk industri maupun
penelitian, sangat disarankan untuk menggunakan bahan pakan larva dengan
kandungan kaya protein untuk meningkatkan kualitas telur saat oviposisi
(Bertinetti et al., 2019).

Larva
Larva BSF dapat mencapai panjang sekitar 27 mm dan lebar 4mm. berwarna
kusam dan sedikit keputihan dengan kepala yang kecil dan mulut pengunyah
pada bagian depan kepala. Larva BSF akan melewati 5 instar larva dalam
kurun waktu 14 hari untuk melengkapi siklus perkembangannya. Performa dan
komposisi tubuh larva serangga tergantung pada kualitas dan kuantitas
makanannya serta pada faktor biotik seperti kepadatan larva (Dzepe et al.,
2020). Durasi perkembangan larva BSF akan sangat signifikan mempengaruhi
umur BSF dewasa (T. T. X. Nguyen et al., 2015).
Larva BSF dapat dikembangbiakkan dengan menggunakan berbagai jenis
bahan organik seperti sampah dapur, kotoran hewan, buah-buahan serta
sayuran, sisa pakan ternak, serta berbagai sisa bahan organik lainnya. Larva
lalat ini mampu mengkonsumsi bahan organik yang tidak memiliki nilai
ekonomis lagi menjadi sesuatu dengan nilai ekonomis yang lebih tinggi (T. T. X.
Nguyen et al., 2015; Zotte et al., 2019)

Prepupa
Pada tahap akhir larva, larva tersebut akan berubah menjadi prepupa. Pada
tahap ini, larva akan mengubah bentuk mulutnya menjadi tipe pengait dan akan
berubah warna menjadi coklat gelap hingga keabuan. Mulut yang berbentuk

2
pengait bertujuan untuk mejauhkan mereka dari sumber makanan (bahan
organik) menuju ke daerah atau tempat yang kering, seperti humus, ternaungi,
dan aman dari serangan predator (Bram Dortmans Stefan Diener B.
Verstappen C. Zurbrügg, 2017).

Menurut Samayoa & Hwang, 2018, pemberian air pada tahap prepupa dalam
industri BSF sangatlah dibutuhkan untuk memberikan kelembabapan. Hal ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya diapause BSF. Prepupa dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pakan ternak dengan kandungan
protein yang tinggi (H. D. Nguyen, 2010). Dengan mengganti komposisi bahan
organik yang menjadi bahan pakan BSF, akan merubah hasil akhir dan nilai
ekonomi dari prepupa BSF. Oleh karena itu, bahan pakan larva BSF sangatlah
penting untuk mengatur kualitas prepupa untuk meningkatkan nilai ekonomi
(Burtle et al., 2012)

Pupa
Tahap pupa dimulai ketika prepupa telah menemukan tempat yang cocok untuk
bernaung, diam tanpa gerakan. Untuk keberhasilan dalam proses pupasi,
sebaiknya keadaan lingkungan tidak mengalami perbahan yang signifikan atau
dengan kata lain dengan kondisi yang tetap hangat, kering, dan ternaungi.
Pupasi membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 2-3 minggu dan
berakhir dengan lepasnya BSF dewasa dari pupa. Proses pelepasan dari
selaput pupa tidaklah lama. BSF dewasa akan merobek selaput pada pupa
yang dimulai pada bagian kepala kemudian merayap keluar dan membuka
sayap mereka untuk memulai terbang (Bram Dortmans Stefan Diener B.
Verstappen C. Zurbrügg, 2017).

Dewasa
Setelah lepas dari pupa, lalat dewasa hanya bertahan kurang lebih 1 minggu.
Waktu 1 minggu yang singkat dipergunakan oleh lalat dewasa untuk menjadi
pasangan untuk bertelur dan melanjutkan keturunan. Lalat dewasa tidak makan
dan hanya membutuhkan asupan air untuk tetap terhidrasi. BSF pada tahap

3
dewasa sangt membuthkan cahaya dan kondisi lingkungan yang hangat yaitu
antara 25-32°C. Keadaan lingkungan dengan kelembapan yang tinggi akan
menambah masa hidup BSF dewasa serta meningkatkan keberhasilan dalan
reproduksi BSF dewasa. Menurut penelitian, BSF dewasa akan melakukan
kopulasi pada pagi hari dan kemudian induk betina akan mencari tempat yang
tepat untuk meletakkan telurnya (Bram Dortmans Stefan Diener B. Verstappen
C. Zurbrügg, 2017).

Lalat betina dewasa pada dasarnya akan memiliki tubuh yang lebih besar
dibandingkan lalat jantan walaupun tidak ada perbedaan sistemik luar pada
jenis kelamin. Lalat dewasa hanya memiliki sepasang sayap, di atas segmen
dada kedua. Halter bergetar atas dan bawah dan bertindak sebagai organ
sensorik giroskop yang penting untuk penerbangan. Lalat dewasa memiliki
jendela transparan pada bagian pertama segmen perut, yang dapat melindungi
anatomi internal dari lingkungan luar yang juga dapat berfungsi sebagai
kerangka memberikan perlindungan serta memungkinkan terjadinya gerakan
atau bioluminensi (Oliveira et al., 2016).

4
https://www.lifeorigin.my/what-is-black-soldier-fly/
Beberapa alasan mengapa penggunaan BSF sangat menarik dalam proses
biodegradasi bahan organik:
1. Limbah biomassa diubah menjadi larva dan residu. Larva yang
dihasilkan terdiri dari ± 35% protein dan ± 30% lemak kasar. Protein
serangga ini berkualitas tinggi dan merupakan sumber pakan penting
bagi ayam dan pembudidaya ikan. Uji coba pakan telah memastikannya
sebagai alternatif yang cocok untuk tepung ikan. Untuk penggunaan
komersial dalam makanan manusia, larva berpotensi untuk digiling dan
diubah menjadi protein bertekstur dengan rasa yang kuat. Keuntungan
terbesar dari lalat ini adalah dibandingkan serangga lain adalah
kemampuannya untuk mengubah limbah menjadi makanan,
menghasilkan nilai dan nutrisi serta mengurangi polusi dan biaya (Wang
& Shelomi, 2017)
2. Memberikan larva limbah organik sebagai bahan pakan telah terbukti
menonaktifkan bakteri penular penyakit, seperti Salmonella spp. Artinya,
risiko penularan penyakit antar hewan dan antar hewan hewan dan
manusia berkurang saat menggunakan teknologi ini. Teknologi ini
dapata digunakan di peternakan atau saat memproses limbah hewan
ternak (misalnya kotoran ayam atau limbah rumah potong hewan).
3. Pengurangan limbah hingga 80% berdasarkan berat basah telah
dibuktikan. Jika perlakuan diterapkan pada sumber timbulan sampah
hayati, biaya pengangkutan sampah dan kebutuhan ruang karena
tempat pembuangan sampah dapat dikurangi secara drastis.
Pengolahan sampah organik bisa lebih jauh mengurangi pembuangan
terbuka.
4. Residu yang dihasilkan menyerupai kompos mengandung nutrisi dan
bahan organik dan dapat digunakan dalam bidang pertanian serta
membantu mengurangi penipisan tanah.
5. Tidak perlu teknologi canggih canggih untuk mengoperasikan fasilitas
ini. Oleh karena itu cocok untuk lingkungan berpenghasilan rendah yang

5
sebagian besar mengandalkan teknologi sederhana dan tenaga kerja
tidak terampil.
(Bram Dortmans Stefan Diener B. Verstappen C. Zurbrügg, 2017)

Proses perbanyakan Lalat tentara hitam (Hermetia illucents L.)/ Black


Soldier Fly (BSF)

Lalat tentara hitam (Hermetia illucents L.), serangga menguntungkan, yang


memiliki nilai ekonomis yang tinggi baik sebagai sumber protein pada pakan
ternak, sebagai agen dekomposer bahan organik, mampu mengendalikan
bakteri jahat serta pathogen lainnya, dan menghasilkan prekursor kimiawi untuk
menghasilkan biodiesel (Barragan-Fonseca et al., 2017; Čičková et al., 2015;
Cingolani et al., 2012; T. T. X. Nguyen et al., 2015; Surendra et al., 2016).
Proses dekomposisi ini dilakukan pada tahap hidup sebagai larva. Larva BSF
akan memakan bahan organik untuk memenuhi kebutuhan lemak dan protein
dan melengkapi siklus pertumbuhannya. Pada fase inilah dekomposisi terjadi.
Dalam kondisi yang optimal, larva membutuhkan 14-16 hari untuk masuk ke
siklus hidup selanjutnya. Namun, larva BSF dapat memperpanjang siklus
hidupnya pada kondisi lingkungan yang buruk (Bram Dortmans Stefan Diener
B. Verstappen C. Zurbrügg, 2017).

Proses perbanyakan secara besar besaran:

Sekarang ini, kegiatan mass-rearing tentara lalat hitam sangat popular


dikarenakan keunggulannya. Proses perbanyakan serangga ini tidak
membuthkan alat yang rumit namun terdapat hal-hal yang harus diperhatikan.
Hal yang paling harus mendapat perhatian adalah memasuki fase pembuahan
(mating process) ((Sheppard et al., 2002). Berikut ini adalah cara yang
perbanyakan lalat tentara hitam:

1. Proses Pengumpulan telur BSF

6
Tahap yang paling awal dalam proses perbanyakan ini adalah
pengumpulan (trapping) telur. Beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam pengumpulan telur ini adalah media BSF dewasa untuk meletakkan
telurnya yang disebut dengan “eggies”, attraktan berupa bahan organik
yang menarik betina dewasa untuk meletakkan terlurnya di daerah yang
berdekatan dengan bahan organik, dan keadaan lingkungan yang
mendukung ((Bram Dortmans Stefan Diener B. Verstappen C. Zurbrügg,
2017; Ewusie et al., 2019).

Eggies yang digunakan pada umumnya adalah berasal dari materi-materi


yang ringan seperti susunan dan gabungan dari papan/ kayu ringan yang
memiliki pemisah antara satu dan lainnya, ataupun cupboard yang
berbentuk sarang lebah.

Gambar eggies untuk perangkap telur lalat tentara hitam dari beberapa
media ((Bram Dortmans Stefan Diener B. Verstappen C. Zurbrügg, 2017)

Setelah telur telur dikumpulkan, telur kemudian diletakkan pada wadah


khusus sehingga larva mudah untuk diambil. Telur umumnya dikumpulkan
setiap dua hari, setelah itu dipindahkan ke wadah pakan khusus di mana

7
larva dapat tumbuh selama beberapa hari lagi sebelum memasuki fase
produksi ((Black Soldier Fly Farming | Insect Engineers, n.d.).

Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat ketertarikan BSF


dengan berbagai jenis bahan organik. Čičková et al., 2015; Ewusie et al.,
2019; Sripontan et al., 2017 dalam tulisannya menyatakan bahwa bahan
organik menentukan hasil dari biodegradasi namun pada umumnya tidak
ada perbedaan yang signifikan pada ketertarikan BSF dewasa untuk
meletakkan telurnya berbagai jenis bahan organik. Hal yang lebih penting
dalam hal ini adalah keadaan lingkungan seperti kelembabahan, suhu,
serta cahaya. Menurut Sripontan et al. (2017) BSF betina dewasa akan
meletakkan telurnya pada daerah yang memiliki kestabilan cahaya. Hal ini
belum pernah dikemukaan sebelumnya. Pemilihan lokasi yang terbaik
untuk penangkapan telur yaitu lokasi seperti naungan di bawah pohon.
Pada proses pembiakan, suhu tinggi yang dikombinasikan dengan
kelembapan dan pergerakan udara sangatlah penting.

2. Tahap produksi

Pada proses produksi, telur yang telah dikumpulkan akan dipanen dan
disatukan dengan hasil panenan sebelumnya. Hal ini bertujuan agar
adanya produksi yang konstan pada kegiatan perbanyakan BSF ((Bram
Dortmans Stefan Diener B. Verstappen C. Zurbrügg, 2017). Pada fase
produksi, lingkungan optimum harus dipersiapkan sehingga larva mampu
mencapai siklus hidupnya dalam 9 hari. Hal yang harus diperhatikan
dalam proses ini adalah suhu, kelembaban, dan nutrisi. Larva BSF
memiliki tolenreansi suhu yang cukup lebar yaitu antara 24 0 hingga 400C
(Sheppard et al., 2002).

Larva dari BSF mampu mengkonversi bahan organik secara ekstrim


menjadi massa tubuh BSF. Dari literatur (Black Soldier Fly Farming |
Insect Engineers, n.d.) menyatakan bahwa dari 1.5 kg bahan organik,

8
mampu menghasilkan 1 kg larva BSF. Larva akan diberi asupan berupa
bahan organik dengan kandungan protein yang tinggi. Menurut (Bertinetti
et al., 2019), dalam skala industri maupun skala penelitian, bahan organik
dengan kandungan protein yang tinggi akan memaksimalkan kegiatan
oviposisi dan kemampuann bertahan dari BSF tersebut.

Permsalahan dari proses perbanyakan BSF adalah kemampuan serangga


ini untuk memperlambat perkembangan petumbuhannya dan memasuki
masa diapause (Samayoa & Hwang, 2018). Diapause pada BSF terjadi
pada fase prepupa yang diakibatkan karena kurnagnya kelembaban
lingkungan. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan kelembapan yaitu
menambahkan air pada wadah tempat penyimpanan prepupa.

Pada perkembangbiakan sekala besar, pepupa akan dimasukkan pada


wadah besar yang telah berisi substrat seperti kompos unutk membiarkan
pupa menguburkan dirinya. Kemudian menignkatkan keberhasilan menjadi
prepupa, wadah perepupa yang sudah diisi kemudian dimasukkan ke
dalam tempat yang gelap dengan control terhadap lingkungan tetap
dilakukan.

Figure 1 Ruangan gelap untuk prepupa BSF ((Bram Dortmans Stefan Diener B.
Verstappen C. Zurbrügg, 2017).

9
3. Tahap Pemanenan / Tahap pemrosesan

Pada tahap ini, larva sudah siap untuk dipanen dengan konsistensi protein
40-60% dan mengandung asam amino esensial dan kandungan nutrisi
lainnya. Pada fase ini, larva dan prepupa dapat diproses menjadi produk
siap pakai dengan kandungan protein yang tinggi. Komposisi nutrisi pada
larva BSF sangat tergantung kepada komposisi dan medium makanan.
BSF dengan kandungan nutrisi yang tinggi akan dikirim ke perusahan
pakan ternak untuk kembali kombinasikan dengan bahan dan komposisi
yang lain untuk meningkatkan kualitas pakan ternak (Black Soldier Fly
Farming | Insect Engineers, n.d.).

10
References:
Barragan-Fonseca, K. B., Dicke, M., & van Loon, J. J. A. (2017). Nutritional
value of the black soldier fly (Hermetia illucens L.) and its suitability as
animal feed - a review. In Journal of Insects as Food and Feed.
https://doi.org/10.3920/JIFF2016.0055
Bertinetti, C., Samayoa, A. C., & Hwang, S. Y. (2019). Effects of feeding adults
of hermetia illucens (Diptera: Stratiomyidae) on longevity, oviposition, and
egg hatchability: Insights into optimizing egg production. Journal of Insect
Science. https://doi.org/10.1093/jisesa/iez001
Black Soldier Fly Farming | Insect Engineers. (n.d.). Retrieved February 24,
2021, from https://www.insectengineers.com/black-soldier-fly-farming
Bram Dortmans Stefan Diener B. Verstappen C. Zurbrügg. (2017). Black
Soldier Fly Biowaste Processing - A Step-by-Step Guide. In Opto-Ireland
2002: Optical Metrology, Imaging, and Machine Vision.
Burtle, G., Newton, G. L., & Sheppard, D. C. (2012). Mass Production of Black
Soldier Fly Prepupae for Aquaculture Diets. Engormix.Com/Aquaculture.
Čičková, H., Newton, G. L., Lacy, R. C., & Kozánek, M. (2015). The use of fly
larvae for organic waste treatment. In Waste Management.
https://doi.org/10.1016/j.wasman.2014.09.026
Cingolani, P., Platts, A., Wang, L. L., Coon, M., Nguyen, T., Wang, L., Land, S.
J., Lu, X., & Ruden, D. M. (2012). A program for annotating and predicting
the effects of single nucleotide polymorphisms, SnpEff: SNPs in the
genome of Drosophila melanogaster strain w1118; iso-2; iso-3. Fly.
https://doi.org/10.4161/fly.19695
Dzepe, D., Nana, P., Fotso, A., Tchuinkam, T., & Djouaka, R. (2020). Influence
of larval density, substrate moisture content and feedstock ratio on life
history traits of black soldier fly larvae. Journal of Insects as Food and
Feed. https://doi.org/10.3920/jiff2019.0034
Ewusie, E. A., Kwapong, P. K., Ofosu-Budu, G., Sandrock, C., Akumah, A. M.,
Nertey, E. K., Teye-Gaga, C., & Agyakwah, S. K. (2019). The black soldier
fly, Hermetia illucens (Diptera: Stratiomyidae): Trapping and culturing of
wild colonies in Ghana. Scientific African.

11
https://doi.org/10.1016/j.sciaf.2019.e00134
Nguyen, H. D. (2010). Decomposition of organic wastes and fecal sludge by
black soldier fly larvae. In School of Environment, Resources and
Development.
Nguyen, T. T. X., Tomberlin, J. K., & Vanlaerhoven, S. (2015). Ability of Black
Soldier Fly (Diptera: Stratiomyidae) Larvae to Recycle Food Waste.
Environmental Entomology. https://doi.org/10.1093/ee/nvv002
Oliveira, F. R., Doelle, K., & Smith, R. P. (2016). External morphology of
Hermetia illucens stratiomyidae: Diptera (L.1758) based on electron
microscopy. Annual Research and Review in Biology.
https://doi.org/10.9734/ARRB/2016/22973
Samayoa, A. C., & Hwang, S. Y. (2018). Degradation capacity and diapause
effects on oviposition of hermetia illucens (Diptera: Stratiomyidae). Journal
of Economic Entomology. https://doi.org/10.1093/jee/toy078
Sheppard, D. C., Tomberlin, J. K., Joyce, J. A., Kiser, B. C., & Sumner, S. M.
(2002). Rearing methods for the black soldier fly (diptera: Stratiomyidae).
Journal of Medical Entomology. https://doi.org/10.1603/0022-2585-
39.4.695
Sripontan, Y., Juntavimon, T., Songin, S., & Chiu, C.-I. (2017). Egg-trapping of
black soldier fly , Hermetia illucens (L.) (Diptera: Stratiomyidae) with
various wastes and the effects of environmental factors on egg-laying.
Khon Kaen Agriculture Journal.
Surendra, K. C., Olivier, R., Tomberlin, J. K., Jha, R., & Khanal, S. K. (2016).
Bioconversion of organic wastes into biodiesel and animal feed via insect
farming. Renewable Energy. https://doi.org/10.1016/j.renene.2016.03.022
Tomberlin, J. K., Sheppard, D. C., & Joyce, J. A. (2002). Selected life-history
traits of black soldier flies (Diptera: Stratiomyidae) reared on three artificial
diets. Annals of the Entomological Society of America.
https://doi.org/10.1603/0013-8746(2002)095[0379:SLHTOB]2.0.CO;2
Zotte, A. D., Singh, Y., Michiels, J., & Cullere, M. (2019). Black soldier fly
(Hermetia illucens) as dietary source for laying quails: Live performance,
and egg physico-chemical quality, sensory profile and storage stability.

12
Animals. https://doi.org/10.3390/ani9030115

13

Anda mungkin juga menyukai