Anda di halaman 1dari 9

UJIAN AKHIR SEMESTER

“HUKUM DIPLOMATIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL “

Oleh
Nama : Ida Ayu Gede Sinta Surya Lestari
NIM : 1604551038
No. Absen : 36
Kelas : A

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
Soal : Analisis kasus dalam bidang hukum diplomatik atau konsuler !

A. Contoh Kasus :
Beberapa tahun lalu, tepatnya pada November 2011, Vladimir Titorenko, Duta
Besar Rusia untuk Qatar yang bertugas di beberapa negara Arab, dipukuli oleh beberapa
petugas bea cukai di Bandara Doha. Para petugas meminta sang utusan Rusia beserta
rekannya menyerahkan sebuah kantong diplomatik (yang mana, menurut hukum
internasional, tidak boleh diserahkan). Penolakan dari para diplomat Rusia berujung pada
pukulan yang bahkan menyebabkan retina Titorenko lepas. Seperti dikatakan seorang
pejabat anonim di Kemenlu Rusia, serangan tersebut mungkin adalah respons atas
keterlibatan Rusia di krisis Suriah, di mana Negeri Beruang Merah mendukung Presiden
Bashar Assad, sementara Qatar mendukung oposisi. Rusia langsung mengutuk insiden
tersebut dan kemudian memutus dialog politik dengan Qatar. 1
Lalu, Rusia menuntut permintaan maaf dari pemerintah Qatar selang beberapa hari
setelah serangan terhadap tiga diplomatnya. Rusia menyatakan akan menurunkan tingkat
hubungan diplomatiknya dengan Qatar terkait insiden itu. Kemlu Rusia mengatakan
insiden itu akan menimbulkan "konsekuensi paling negatif" terhadap hubungan antara
Moskwa dan Doha. Namun Rusia tidak menyebut secara spesifik tindakan yang akan
mereka ambil. Sementara di Qatar, Titorenko menyatakan berencaca meninggalkan
negara Teluk itu setalah menjalani perawatan medis. Dikatakannya, "bola sepenuhnya
berada di tangan Qatar" untuk mengeluarkan pernyataan maaf atau mengambil risiko
perselisihan diplomatik dengan Moskwa. 2

PEMBAHASAN
A. Penjelasan Diplomatik Secara Umum
Perlu diketahui sebelumnya tentang istilah Diplomasi atau Diplomatik. Istilah
diploma berasal dari bahasa Latin dan Yunani yang dapat diartikan sebagai surat
kepercayaan. Perkataan diplomasi kemudian menjelma menjadi istilah diplomat, dan
diplomatik.3 Seorang diplomat memerlukan pengetahuan yang cukup agar dapat
1
URL : https://id.rbth.com/politics/2017/08/15/dipukul-diusir-bicara-kasar-tiga-kasus-diplomatik-
yang-melibatkan-rusia_qyx822784, diakses tanggal 4 Desember 2018.
2
URL :
https://travel.kompas.com/read/2011/12/06/08455536/dubes.diserang.rusia.tuntut.qatar.minta.maaf, diakses
tanggal 4 Desember 2018
3
C.S.T. Kansil, 2002, Modul Hukum Internasional,Djambatan, Jakarta, h. 71
mensukseskan beban yang dipikulkan kepadanya. Pengetahuan tersebut antara lain
pengetahuan tentang kebiasaan serta konvensi-konvensi internasional tentang hubungan
diplomatik, memahami titik-titik lemah dari lawan berunding, serta menyadari
perbandingan kedudukan negaranya dengan negara asing itu. Selain itu diperlukan juga
pengetahuan dalam menjaga nama baik negaranya dan memperjuangkan kepentingan
warganya, serta memelihara hubungan baik antar sesama negara anggota masyarakat
internasional, terutama dengan negara-negara tetangga, sesuai dengan politik luar negeri
yang dipegang teguh oleh Menteri Luar Negeri. Apabila ada hal-hal yang penting, negara
mengirimkan delegasinya untuk menyelesaikan persoalan itu. Dia mendapatkan mandate
yang cukup dari kepala negaranya supaya dapat langsung mengadakan kunjungan pada
instansi tertinggi dari negara penerima.
Fungsi utama diplomasi adalah melindungi dan memajukan kepentingan nasional.
Untuk itu setiap bangsa harus menentukan sendiri sikapnya terhadap bangsa lain, dan
juga harus menentukan arah tindakan yang akan diambil dan dicapai dalam urusan
internasional. Menurut Sumaryo Suryokusumo, diplomasi adalah kegiatan politik dan
merupakan bagian dari kegiatan internasional yang saling berpengaruh dan kompleks,
dengan melibatkan pemerintah dan organisasi internasional untuk mencapai tujuan-
tujuannya, melalui perwakilan diplomatik atau organ-organ lainnya. 4
Sehubungan dengan kasus ini yang mengarah pada pemberian kekebalan dan
keistimewaan diplomatik, ada tiga teori yang merupakan dasar hukum pemberian
kekebalan dan keistimewaan di luar negeri, diantaranya:
1. Teori Eksterritorialitas
Menurut teori ini seorang pejabat diplomatik dianggap seolah-olah tidak
meninggalkan negaranya, ia berada di luar wilayah Negara penerima, walaupun
kenyataannya ia sudah jelas berada di luar negeri sedangkan melaksanakan tugas-
tugasnya di Negara dimana ia ditempatkan. Oleh karena itu, seorang diplomat
dianggap tetap berada di Negaranya sendiri, ketentuan-ketentuan hukum Negara
penerima tidak berlaku baginya.

2. Teori Representatif

4
Sumaryo Suryokusumo, 2004, Praktik Diplomasi, BP.IBLAM, Bandung, h. 54
Menurut teori ini baik pejabat diplomatik maupun perwakilan diplomatik,
mewakili Negara pengirim dan kepala negaranya. Dalam kapasitas itulah pejabat
dan perwakilan diplomatik asing menikmati hak-hak istimewa dan kekebalan-
kekebalan di Negara penerima.
3. Teori Kebutuhan Fungsional
Menurut teori ini hak-hak istimewa dan kekebalan-kekebalan diplomatik dan misi
diplomatik hanya didasarkan pada kebutuhan fungsional agar pejabat diplomatik
tersebut melaksanakan tugasnya dengan baik dan lancar. Dengan memberikan
tekanan pada kepentingan fungsi, terbuka jalan bagi pembatasan hak-hak istinewa
dan kekebalan-kekebalan sehingga dapat diciptakan keseimbangan antara
kebutuhan Negara pengirim dan hak-hak Negara penerima. 5
Berdasarkan ketiga teori ini jelaslah bahwa landasan yuridis pemberian semua
kemudahan, hak-hak istimewa dan kekebalan yang diberikan kepada para agen
diplomatik asing di suatu Negara adalah untuk memperlancar atau memudahkan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan para pejabat diplomatik dan bukan asas pertimbangan-
pertimbangan lain.

B. Analisa Kasus
Dalam kasus ini, Duta Besar Rusia untuk Qatar yang bertugas di beberapa negara
Arab, dipukuli oleh beberapa petugas bea cukai di Bandara Doha. Dalam hal ini, tindakan
petugas bea cukai sudah melanggar hak dan kewenangan pejabat perwakilan diplomatik
dalam kekebalan dan keistimewaan diplomatik. Tentang kekebalan dan keistimewaan
diplomatik ini dapat dikategorikan ke dalam dua pengertian saja, yaitu :
1. Inviolability yaitu hanya diperuntukkan kekebalan terhadap organ-organ
pemerintah dan atau alat-alat kekuasaan Negara penerima dan kekebalan terhadap
segala gangguan yang merugikan serta hak untuk mendapatkan perlindungan dari
aparat pemerintah negara penerima.
2. Immunity yaitu suatu hak yang tidak boleh diganggu gugat (inviolability) seorang
agen diplomatik dalam melaksanakan tugas sebagai wakil kekuasaan negara
asing.6

5
Syahmin, 2008, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, Rajawali, Jakarta, h. 17
6
Ibid, h. 119
Berdasarkan penjelasan diatas, bahwasanya sudah tidak diragukan lagi setiap
diplomatik harus memperoleh jaminan keamanan dan kesejahteraan pada masa dinas aktif
atas prinsip timbal balik. Kekebalan dan keistimewaan diplomatik yang diberikan
perwakilan diplomatik tersebut sesuai dengan Konvensi Wina Tahun 1961 yang dalam
kasus ini berhubungan dengan kekebalan diri pribadi. Dalam kekebalan pribadi, diketahui
bahwa perwakilan diplomatik berhak mendapat perlindungan terhadap gangguan atau
serangan atas dirinya, kebebasannya, dan kehormatannya (sebagaimana diamanatkan oleh
Pasal 143, 144 dan 338 KUHP). Negara penerima mempunyai kewajiban membuat
peraturan-peraturan atau mengambil langkah-langkah yang layak untuk melindungi para
diplomat asing. Keharusan ini diamanatkan oleh Pasal 29 Konvensi Wina 1961 yang
berbunyi :

“The person of a diplomatic agent shall be inviolable. He shall not be liable to


any from of arrest or detention. The receiving state shall treat him with due
respect and shall take all appropriate steps to prevent any attact on his person,
freedom or dignity”.
Artinya, “Pejabat diplomatik tidak dapat diganggu gugat, tidak boleh ditangkap
dan ditahan. Mereka harus diperlakukan dengan penuh hormat dan Negara
penerima harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk mencegah serangan
atas diri, kebebasan dan martabatnya”.

Lalu, dalam hal para petugas meminta sang utusan Rusia beserta rekannya
menyerahkan sebuah kantong diplomatik, diketahui bahwa ini termasuk hak untuk tidak
diganggu gugat the rights of inviolability adalah mutlak diperlukan guna melaksanakan
fungsi perwakilan diplomatik secara layak. Hak semacam itu diberikan kepada para
diplomat yang terdiri dari :
a. Perlindungan Terhadap Gedung-Gedung Perwakilan
b. Kebebasan Komunikasi
c. Kebebasan Bergerak
d. Kekebalan Kediaman Pejabat Diplomatik
e. Kantong Diplomatik
f. Kurir Diplomatik.
Dalam hal para petugas meminta sang utusan Rusia beserta rekannya
menyerahkan sebuah kantong diplomatik, apabila dikaji dari Pasal 27 ayat 3 dan 4
Konvensi Wina Tahun Tahun 1961 yang menyatakan bahwa :
Ayat (3) : “The diplomatic bag shall not be opened or detained”. Artinya,
kantong diplomatik tidak boleh dibuka atau ditahan.
Ayat (4) : “The packages constituting the diplomatic bag must bear visible
external marks of their character and may contain only diplomatic documents or
articles intended for official use”. Artinya, bingkisan-bingkisan yang dianggap
kantong diplomatik harus mempunyai tanda luar yang mudah terlihat menurut
sifatnya dan hanya boleh berisi sejumlah dokumen atau barang-barang untuk
keperluan dinas.
Berdasarkan pasal diatas diketahui bahwa kantong diplomatik adalah bungkusan
yang berisi korespondensi resmi dan dokumen-dokumen atau barang-barang yang khusus
dipergunakan untuk keperluan resmi. Bungkusan-bungkusan yang merupakan kantong
diplomatik harus mempunyai tanda-tanda luar yang jelas tentang sifatnya dan Negara
pengirim diminta mengambil tindakan-tindakan yang pantas untuk mencegah
penyalahgunaan media ini memasukkan barang-barang apa pun yang bukan keperluan
dinas. Negara penerima dan Negara-negara transit diminta pula untuk memberi
kemudahan-kemudahan yang diperlukan bagi pengiriman yang aman dan cepat serta
penyerahan kantong tersebut dan membebaskan dari segala macam pungutan dan
retribusi selain dari ongkos penyimpanan ataupun pengangkutan.
Kantong diplomatik bukan saja dalam bentuk karung seperti biasa dilihat di
kantor-kantor pos yang berisi dokumen-dokumen resmi untuk dari perwakilan-perwakilan
tetap diluar negeri, tetapi juga berbentuk semacam peti besar yang berisikan mesin
fotocopy, perlengkapan-perlengkapan sandi rahasia, computer dan alat alat keperluan
kantor lainnya. Kantong diplomatik tidak menjadi permasalahan asal disertai dengan
tanda-tanda yang terbaca dari luar dan keterangan isi yang jelas.
Hingga pada tahun 1970’an mulai berlaku praktik scanning terhadap kantong-
kantong diplomatik oleh petugas-petugas pelabuhan udara atau oleh perusahaan
penerbangan. Hal ini tidak melanggar konvensi konvensi internasional, khususnya
konvensi Wina, karena scanning tidak berarti membuka atau menahan kantong
diplomatik, oleh karena itu tidak dilarang oleh hukum. Namun beberapa pihak ada yang
pro kontra dalam menyikapi hal tersebut.
Sampai akhirnya, ada solusi dengan harapan dapat diterima dengan baik oleh
semua pihak. Karena adanya kecurigaan yang serius terhadap diplomatic bag dari
perwakilan diplomatik asing, kantong diplomatik itu dapat diminta untuk dibuka dengan
dihadiri oleh agen diplomatik yang bersangkutan. Bila tidak dapat diterima, diplomatic
bag tersebut dikirimkan saja kembali ke alamat si pengirim semula. Dengan begitu,
prinsip dalam Pasal 27 ayat (3) Konvensi Wina Tahun 1961 tidak terlanggar. 7
Disamping itu, mengingat kemajuan teknologi yang begitu cepat dan canggih,
pemeriksaan melalui media scanning electronic dapat saja membuka kerahasiaan
dokumen-dokumen yang terdapat dalam diplomatic bag, dan alat-alat canggih tersebut
hanya dapat dimiliki oleh negara-negara maju dan kaya saja. Oleh karena itu, ada alasan
kenapa banyak negara merasa sangat keberatan bila digunakan prosedur pemeriksaan
elektronik atas diplomatic bag mereka.

C. Kesimpulan
Seorang diplomat mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dari serangan
terhadap dirinya, mereka harus diperlakukan dengan penuh hormat dan negara penerima
harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk mencegah serangan atas diri,
kebebasan dan martabatnya, sesuai dengan amanat dalam Pasal 29 Konvensi Wina Tahun
1961. Namun dalam kasus ini para diplomat sama sekali tidak mendapatkan hak nya
terlihat ketika terjadi penolakan untuk menyerahkan kantong diplomatik dari para
diplomat Rusia berujung pada pukulan yang bahkan menyebabkan retina Vladimir
Titorenko lepas.
Lalu, penolakan dari para diplomat Rusia untuk menyerahkan kantong diplomatik
kepada petugas bea cukai di Bandara Doha memang menimbulkan pro dan kontra,
bahkan hingga saat ini masih menjadi suatu hal yang kontroversial. Di satu sisi penolakan
dari para diplomat Rusia bukanlah suatu hal yang salah apabila mengacu pada Pasal 27
ayat (3) Konvensi Wina Tahun 1961. Tapi dalam kasus ini pada saat petugas bea cukai
meminta agar para diplomat menyerahkan kantong diplomatik, keputusan yang
dikeluarkan oleh petugas bea cukai tersebut tentu sudah melalui berbagai pertimbangan

7
Ibid., h. 144
sesuai prosedur mereka. Kantong diplomatik tidak menjadi permasalahan asal disertai
dengan tanda-tanda yang terbaca dari luar dan keterangan isi yang jelas, sesuai dengan
Pasal 27 ayat (4) Konvensi Wina Tahun 1961. Dalam hal ini, kemungkinan para diplomat
Rusia tidak menyertakan tanda-tanda yang terbaca dari luar dan keterangan yang jelas
sehingga menimbulkan kecurigaan para petugas bea cukai.
Jadi, walaupun para diplomat Rusia menolak untuk menyerahkan kantong
diplomatik dengan alasan untuk menjaga kerahasiaan dokumen-dokumen yang ada pada
kantong diplomatik, namun dalam kantong diplomatik tersebut mereka tidak menyertakan
tanda-tanda yang terbaca dari luar dan keterangan yang jelas, petugas bea cukai berhak
meminta para diplomat Rusia untuk menyerahkan kantong diplomatik dan diminta untuk
dibuka dengan dihadiri oleh agen diplomatik yang bersangkutan. Bila tidak dapat
diterima, diplomatic bag tersebut dikirimkan saja kembali ke alamat si pengirim semula.
Dengan begitu, prinsip dalam Pasal 27 ayat (3) Konvensi Wina Tahun 1961 tidak
terlanggar.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
C.S.T. Kansil, 2002, Modul Hukum Internasional,Djambatan, Jakarta.
Sumaryo Suryokusumo, 2004, Praktik Diplomasi, BP.IBLAM, Bandung.

Syahmin, 2008, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, Rajawali, Jakarta.

B. Internet
URL:https://id.rbth.com/politics/2017/08/15/dipukul-diusir-bicara-kasar-tiga-kasus-
diplomatik-yang-melibatkan-rusia_qyx822784, diakses tanggal 4 Desember 2018.

URL:https://travel.kompas.com/read/2011/12/06/08455536/
dubes.diserang.rusia.tuntut.qatar.minta.maaf, diakses tanggal 4 Desember 2018.

C. Peraturan Perundang-Undangan
Konvensi Wina Tahun 1961

Anda mungkin juga menyukai