Anda di halaman 1dari 7

Mukadimah Nazam

‫أَبـْدَأُ بِـا ْس ِم هللاِ َوالـ َّرحْـ َم ِن ۞ َوبِـالـ َّرحِ ـيـْ ِم دَائِـ ِم اْ ِإلحْـسَا ِن‬
Saya memulai dengan nama Alloh, Dzat yang maha pengasih, dan Maha Penyayang,
yang senatiasa memberikan kenikmatan.

ْ ‫ـر الْـبَـاقِـ‬
ُّ ‫ي بِالَ تَـ َح‬
‫ـو ِل‬ ِ ِ‫فَالْـ َحـ ْمـدُ ِهللِ الْـقَ ِديْ ِم اْأل َ َّو ِل ۞ اْآلخ‬
Lalu segala puji bagi Allah Yang Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang
Maha Tetap tanpa ada perubahan

َّ ‫ثُـمَّ الـ‬
ِّ ‫صالَةُ َوالسَّالَ ُم سَ ْر َمـدَ ۞ عَـلَـى الـنَّـ ِب‬
‫ي ِ َخي ِْر َم ْن قَدْ َو َّحدَا‬
Kemudian, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan pada Nabi sebaik-
baiknya orang yang mengesakan Alloh

ِ ِّ ‫سـ ِبـيْ َل ِديْ ِن الْ َح‬


ْ‫ق غَيْ َر ُمـبْـتَ ِدع‬ َ ۞ ‫صـحْـ ِب ِه َو َمـ ْن تَـ ِبـ ْع‬
َ ‫َوآلِ ِه َو‬
Dan keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jalan agama secara
benar bukan orang-orang yang berbuat bid’ah
Penjelasan Bait Pertama

‫أَبـْدَأُ بِـا ْس ِم هللاِ َوالـ َّرحْـ َم ِن ۞ َوبِـالـ َّرحِ ـيـْ ِم دَائِـ ِم اْ ِإلحْـسَا ِن‬
Saya memulai dengan nama Allah, Dzat yang maha pengasih, dan Maha Penyayang,
yang senatiasa memberikan kenikmatan.

Makna lafaz Allah

Dalam segi bahasa, lafaz Allah adalah ismu ‘alam, atau lafaz yang dijadikan tanda untuk
sesuatu yang dinamai, dan sesuatu itu sudah diketahui. Seperti lafaz Ahmad yang dipakai
untuk menamai seseorang yang sudah diketahui, maka kita katakan kepada orang
tersebut ismu ‘Alam nya adalah lafaz Ahmad. Jika demikian kita dapat mengatakan ismu
‘alam nya untuk tuhan semesta alam adalah lafaz Allah. Sedangkan jika yang diinginkan
dari penunjukan nama Allah bukan sebuah lafaz melainkan apa yang dipahami dari nama
tersebut, maka ia adalah hakikat zat yang dinamai.

Untuk mengertahui ismu ‘alam nya tuhan semesta ini adalah Allah, bukan dengan
akal tetapi dengan sebuah khabar dari Rasulullah saw., karena merupakan hal mungkin
seseorang dapat mengetahui bahwa semesta alam ini ada sebuah pencipta tanpa
bersandar pada khabar Rasulullah saw., tetapi ia tidak akan mengetahui nama pencipta
tersebut.

Para ulama memberikan definisi untuk Allah sebagai ismun ‘alam untuk zat yang
bersifat wajib wujud, yang disembah dengan hak. Penambahan kata hak dalam definisi
sebagai pengecualian untuk sesuatu yang disembah oleh manusia, dan sesuatu tersebut
memang tidak berhak untuk disembah seperti al-uzza dan al-latta.

Makna kata Rahman dan Rahim

Rahman menunjukan bahwa Allah swt, pemberi nikmat yang besar, seperti nikmat Iman,
Kesehatan rezeki, pendengaran, dan lainnya. Nikmat besar ini adalah nikmat yan sifatnya
ushul. Dikarenakan nikmat yang ditujukan oleh Rahman bersifat ushul, atau asas, maka
kata Rahim diartikan menjadi pemberi nikmat turunan atau cabang dari nikmat yang
ushul, seperti penguatan atas nikmat-nikmat yang ushul, atau yang bersifat tambahan.

Sebagai contoh, dengan Rahmannya Allah swt. memberikan nikmat penglihatan,


dan dengan Rahimnya Allah swt. memberikan nikmat penglihatan yang tajam. Contoh
lain, Allah swt. dengan Rahmannya memberikan nikmat Iman kepada hambanya, dan
dengan Rahimnya Allah menambahkan Iman tersebut.

Penglihatan dan Iman adalah sebuah nikmat yang diberikan oleh Allh swt. melalui
Rahmannya, dan penglihatan yang kuat, dan Iman yang senantiasa terus bertambah
adalah nikmat yang lebih yang diberikan oleh Allah swt. dengan Rahimnya.

Makna kata Daimal ihsani

Kata daimal ihsani yang berarti senantiasa terus memberikan nikmat. Sifatnya tidak wajib
bagi Allah swt. untuk melakukan hal tersebut. Artinya nikmat yang diberikan terus-
menerus tanpa henti tidak lain sebagai bentuk ihsannya atau perbuatan baik Allah swt.
kepada hambanya.

Penjelasan Umum

Dalam menuliskan nazam ini, mualif kitab memulai dengan lafaz basmalah, sebagai
bentuk harapan bahwa Allah swt. akan menurunkan pertolongan dalam menyelesaikan
penulisan Nazam ini dengan rahmatnya yang sangat luas, dan ihsannya yang tak pernah
terputus.

Adapun dipilihnya lafaz basmalah sebagai lafaz yang mengawali penulisan nazam,
dikarenakan keutamaannya. Yang pertama, sebagai bentuk mengikuti penulisan al-Quran
yang sama-sama diawali dengan lafaz basmalah.

Kedua, mengamalkan hadits Nabi saw., sebagaimana dalam sabdanya: “Setiap


perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmanir rahiim’, amalan tersebut
terputus berkahnya.”
Ketiga, sebagai bentuk mengikuti Nabi saw. karena dalam setiap menuliskan
sesuatu, seperti surat menyurat, Rasulullah saw. memulainya dengan lafaz basmalah,
seperti dalam suratnya kepada kaisar Romawi yaitu Heraklius.

Penjelasan Bait Kedua

ْ ‫ـر الْـ َبـاقِـ‬


ُّ ‫ي ِبالَ تَـ َح‬
‫ـو ِل‬ ِ ِ‫هلل الْـقَ ِديْ ِم اْأل َ َّو ِل ۞ اْآلخ‬
ِ ِ ُ‫فَالْـ َحـ ْمـد‬
Lalu segala puji bagi Allah Yang Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang
Maha Tetap tanpa ada perubahan

Makna kata al-Hamdu

Kata al-Hamdu dalam bahasa memiliki arti: Pujian dengan lisan untuk perkara yang baik,
dan perkara yang baik itu bersifat pilihan (merujuk kepada kehendak orang yang memuji)
dan sifatnya mengagungkan, baik pujian itu karena ia mendapatkan nikmat, ataupun
tidak.

Sedangkan menurt syar’i, adalah perbuatan yang dilakukan untuk mengagungkan


pemberi nikmat, walau nikmat tersebut tidak ditujukan kepadanya, dan perbuatan
tersebut bisa melalui lisan, hati, ataupun perbuatan.

Untuk makna kata al-Qadim, kemudian al-Awal, al-Akhir, akan dibahas pada bab
mengenai sifat wajib Allah swt.

Penjelasan umum

Selain dengan lafaz basmalah, Mualif nazam memulai penulisannya dengan lafaz
hamdalah, sebagai bentul pujian kepada Allah swt. yang Maha Dahulu, Maha Awal. Dan
Maha Akhir, yang tetap dengan lafaz pujian lisan beserta mengagungkannya dan meyakini
bahwa segala pujian itu tetap untuknya.
Kemudian sebab Mualif melafazkan pujian hamdalah adalah sebagai bentuk
mengamalkan hadits Nabi: “Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘alhamdu
lilah’, amalan tersebut terputus berkahnya.”

Selain mengamakan Hadits Nabi, Mualif Nazam menuliskan lafaz hamdalah


sebagai bentuk menunaikan kewajibannya kepada Allah swt. untuk mengungkapkan rasa
syukurnya atas nikmat Allah swt. karena dengan nikmat-Nya, Mualif dapat Menyusun
Nazam tersebut.

Penjelasan Bait ketiga

َّ ‫ثُـمَّ الـ‬
ِّ ِ‫صالَةُ َوالسَّالَمُ سَ ْر َمـدَ ۞ عَـلَـى الـنَّـب‬
‫ي ِ َخي ِْر َم ْن قَدْ َو َّحدَا‬
Kemudian, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan pada Nabi sebaik-
baiknya orang yang mengesakan Allah

Makna kata shalawat dan salam

Lafaz shalat, dalam bahasa mempunyai makna doa. Maka setiap doa yang baik dapat
dikatakan shalat. Dengan memaknai bahwa shalat adalah doa, maka penafsiran Allah swt.
bershalawat kepada Nabi, bukan bermakna doa, karena sifat doa adalah meminta kepada
yang lebih tinggi darinya, sedangkan Allah swt. adalah zat yang maha tinggi.

Maka penafsiran Allah swt. bershalawat kepada Nabi adalah majaz, yang
mempunyai makna, Allah swt. memberikan tambahan nikmat kepada Rasulullah saw.,
dan mengagungkan Rasulullah saw.

Dan shalawat jika dinisbatkan kepada malaikat mempunyai makna istigfar. Tetapi
makna ini menimbulkan pertanyaan, jika shalawatnya malaikat kepada Rasul bermakna
istigfar, artinya Rasulullah saw. mempunyai kesalahan atau dosa, sedangkan kita
mengetahui bahwa Rasulullah saw. bersifat ma’sum dari kesalahan.

Maka untuk mentafsirkan istigfarnya para malaikat, bukan dengan memintakan


ampunan untuk Rasul, tetapi mempunyai faidah menambahkan derajat Rasulullah saw.
di sisi Allah swt. setinggi-tingginya.
Berkaitan dengan makna shalawat, Ibnu Abbas berkata: “Bahwa shalawat dari
Allah swt. adalah rahmat, dan dari hamba adalah doa, dan dari malaikat adalah istigfar.”

Setelah lafaz shalawat dalam bait, kemudian dilanjut dengan lafaz salam. Lafaz
salam adalah lafaz pembuka yang sesuai dengan Nabi Muhammad saw.

Makna kata Nabi dan Rasul

Kata Nabi dalam bait diatas menunjukan khusus kepada Nabi Muhammad saw. Dan jika
dilihat dari segi bahasa, kata Nabi diambil dari kata ‘Nubuwah’ yang berarti: tempat yang
tinggi, dan dikatakan Nabi karena kedudukannya yang tinggi, atau yang mengangkat
kedudukan yang mengikutinya. Selain diambil dari kata ‘Nubuwah’, lafaz Nabi juga bisa
diambil dari kata an-Naba yang berarti: Khabar, maka dikatakan Nabi karena Nabi
membawa sebuah khabar, atau penyampai khabar dari Allah swt.

Dalam definisinya, ada beberapa pendapat, dan yang paling masyhur bahwa: Nabi
adalah seorang lelaki yang terbebas (bukan budak), diwahyukan kepadanya sebuah
syariat, baik diperintahkan untuk menyampaikannya kembali ataupun tidak. Jika
diperintahkan untuk menyampaikan kembali maka ia seorang Rasul. Maka Nabi lebih
umum dibandingkan dengan Rasul.

Merujuk pada definisi di atas, bahwa yang disebut dengan Nabi adalah seorang
lelaki, menunjukan bahwa tidak ada Nabi yang berasal dari perempuan. Pengecualian ini
tidak menutupi kemungkinan secara akal, karena bisa saja akal menyebutkan bahwa Nabi
pun bisa datang dari seorang perempuan, walaupun dalam realitanya semua Nabi
merupakan seorang lelaki. Allah swt. berfirman dalam surat al-Anbiya ayat tujuh: “Kami
tidak mengutus sebelum engkau (nabi Muhammad) melainkan beberapa orang laki-laki
yang Kami beri wahyu kepada mereka.”

Dan para Nabi adalah sebaik-baiknya orang yang mengesakan Allah swt.
sebagaimana ditulis dalam Nazam ‘wa ‘ala an-Nabiy Khairi man qad wahada’.
Penjelasan Bait Keempat

ِ ِّ ‫صـحْـ ِب ِه َو َمـ ْن تَـ ِبـ ْع ۞ سَـ ِبـيْ َل ِديْ ِن الْ َح‬


ْ‫ق غَيْ َر ُمـبْـتَ ِدع‬ َ ‫َوآلِ ِه َو‬
Dan keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jalan agama secara
benar bukan orang-orang yang berbuat bid’ah

Makna kata wa alihi

Kata wa alihidalam Nazam jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia mempunyai arti:
dan keluarganya. Sedangkan jika merujuk ke dalam konteks yang dimaksud, kata wa alihi
ini mempunyai dua makna.

Makna pertama jika yang dimaksud adalah konteks sebuah doa seperti yang
dimaksudkan dalam Nazam, bermakna: semua orang yang bertakwa. Tetapi jika kata wa
alihi ini di tempatkan dalam konteks zakat, maka yang dimaksud adalah bani Hasyim,
menurut Imam Malik, sedangkan menurut Imam Syafi’I adalah bani Hasyim dan bani
Muthalib.

Makna kata shahabat Nabi

Para sahabat Nabi adalah mereka yang beriman kepada nabi setelah diangkat menjadi
Rasul, dan meninggal dengan membawa iman.

Makna kata mubtadi’

Kata mubtadi’ diambil dari kata ‘Bid’ah’. Yaitu segala sesuatu yang tercipta tanpa semisal
sebelumnya. Sedangkan Bid’ah dalam syariat mempunyai makna: segala sesuatu yang
menyalahi perintah syariat.

Maka seorang Mubtadi’ adalah orang yang keluar dari jalan yang hak. Sedangkan
hak adalah segala sesuatu yang menyepakati al-Quran, sunnah, ijma’, dan qiyas sebagai
sumber otoritatif dalam Islam.

Anda mungkin juga menyukai