Dosen Pengajar :
Oleh :
Rahmina Sari
NIM. Pbd21.180
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Imunologi Dalam Kehamilan” ini tepat
pada waktunya. Tidak lupa shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan
kita Rasulullah SAW, yang telah membawa umatnya dari jaman jahiliah ke zaman yang
modern ini.
Dalam penyusunan makalah ini pastilah kami mengalami berbagai hambatan maupun
kendala.Dengan segala upaya, makalah ini dapat terwujud dengan baik berkat bantuan dari
berbagai pihak.Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan lebih lanjut. Kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan khususnya dan bagi
semua pihak pada umumnya. Kami juga berharap makalah ini mampu menjadi salah satu
bahan bacaan untuk acuan pembuatan makalah selanjutnya agar menjadi lebih baik.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Dasar-Dasar Imunologi Pada Kehamilan
B. Penyakit Infeksi Karena Pada Ibu Dan Anak
C. Prinsip-Prinsip Vaksin Dan Hypersensitif
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Peradangan, suatu respon non-spesifik terhadap cedera jaringan, pada keadaan ini
Sel natural killer, sel jenis khusus mirip limfosit yang secara spontan dan
pejamu yang terinfeksi virus dan sel kanker. Sistem komplemen, sekelompok protein
plasma inaktif yang apabila diaktifkan
secara sekuensial, menghancurkan sel asing dengan menyerang membrane plasma.
Sistem komplemen dapat secara nonspesifik diaktifkan oleh adanya benda asing. Sistem ini
juga dapat diaktifkan oleh antibodi yang dihasilkan sebagai bagian dari respon imun spesifik
terhadap mikroorganisme tertentu.?
Limfosit B dan T memiliki riwayat hidup yang berbeda dan sifat serta fungsi yang
berbeda. Limfosit mampu mengenali secara spesifik dan berespon secara selektif terhadap
berbagai agen asing yang jenisnya hampir tidak terbatas serta terhadap sel kanker. Proses
pengenalan dan respon pada sel B dan T berbeda. Mikroorganisme beserta produk-produknya
yang berada di ekstraselular akan dikenali oleh reseptor-reseptor yang ada pada sel limfosit
B, dalam hal ini adalah antibodi. Sementara untuk mikroorganisme yang berada di intrasel,
produkproduknya akan dikenali oleh reseptor-reseptor dari limfosit T (T cell receptor= TCR).
TCR akan mengenali fragmen-fragmen peptida yang berasal dari mikroorganisme intrasel
dan dipresentasikan oleh HLA pada permukaan sel atau selsel khusus yang disebut sebagai
Antigen Presenting Cells (APC).
Seperti telah disebutkan sebelumnya HLA memegang peranan penting dalam hal aktivasi
respons imun baik yang bersifat innatemaupun adaptif. Kalau sistem imun innate cara
mengenali antigennya lebih kepada pengenalan struktur karbohidrat ataupun lipid yang asing,
yang tidak ditemukan di dalam tubuh (non-self), maka respons imun adaptif lebih melakukan
pengenalan kepada struktur peptida yang berasal dari protein asing (non-self). Pengenalan
terhadap struktur peptida ini akan lebih menguntungkan karena diversitas struktur peptida
tem yata lebih banyak jika dibandingkan dengan karbohidrat ataupun lipid. Oleh karena itu,
diharapkan sistem imun adaptif dapat lebih mengenali secara spesifik suatu imunogen
sehingga dapat memicu suatu respons imun yang lebih spesifik.
HLA adalah suatu molekul yang akan mempresentasikan fragmen peptida pada
permukaan sel. Fragmen peptida yang dipresentasikan oleh HLA berasal dari protein eksogen
ataupun endogen yang diproses baik melalui jalur endositik (HLA kelas II) maupun jalur
skosolik (HLA kelas 1). Fragmen peptida yang dipresentasikan juga berasal dari protein self
dan non-self. Oleh karena proses tadi berjalan secara terus menerus, maka permukaan sel
akan dipenuhi oleh HLA-HLA dengan fragmen peptidanya masing-masing. Sel-sel yang
tidak terinfeksi tentu saja hanya akan mempresentasikan fragmen-fragmen peptida self. Oleh
karena itu, HLA juga bersifat sebagai pertanda imunogenik di mana memiliki fungsi untuk
membedakan antara selsel yang berasal dari diri sendiri (self) dengan sel-sel yang berasal dari
orang lain (non-self) atau disebut sebagai histokompatibilitas. Oleh karena itu, HLA sering
disebut pula Major Histocompatibility Complex (MHC) yang ada pada manusia. Dasar-dasar
pengetahuan mengenai HLA saat ini telah jauh berkembang seiring dengan semakin majunya
ilmu kedokteran transplantasi. Hal ini jugalah yang mendasari pemikiran-pemikiran
mengenai keilmuan imunologi reproduksi.
HLA berdasarkan struktur dan fungsinya terdiri atas 2 kelas, yaitu kelas I dan kelas II.
HLA akan dikoding oleh gen yang terletak pada kromosom no 6 tepatnya padaregio 6p21.31
(lengan pendek). Paling tidak telah dikenali 20 gen dari HLA kelas I yang hanya mengoding
untuk rantai a saja, di mana tiga di antaranya termasuk ke dalam kelompok HLA klasik/kelas
la di antaranya adalah HLA-A, HLA-B, dan HLAC. HLA kelas I yang klasik memiliki fungsi
untuk mempresentasikan fragmen peptida (antigen) kepada sel limfosit T sitotoksik (CD8+)
dan biasanya dimiliki oleh seluruh sel somatik meski ekspresinya akan sangat bervariasi
bergantung pada jenis jaringannya. Selain HLA kelas 1 klasik, juga terdapat kelompok
nonklasik/kelas lb yang terdiri atas HLA-G, HLA-E, dan HLA-F. HLA non-klasik seperti
HLA-G banyak dibicarakan perannya dalam menentukan keberhasilan kehamilan. Sementara
gen yang akan mengoding HLA kelas II akan mengoding rantai a dan B dan penamaannya
akan menggunakan 3 huruf:
a. D untuk menyatakan kelas II b. M, O, P, Q, atau R untuk menunjukkan family c. A
atau B untuk menunjukkan rantai a atau B
HLA yang sering dikenal adalah HLA-DP, HLA-DQ, dan HLA-DR. HLA kelas II
berfungsi untuk mempresentasikan fragmen peptida (antigen) kepada sel limfosit T helper
(CD4+) dan biasanya di ekspresikan oleh subkelompok dari sel-sel imun seperti sel dendritik
makrofag, limfosit B, limfosit T yang teraktivasi, dan epitelial timus.
Tiap HLA memiliki kemampuan untuk mengikat fragmen peptida pada peptide binding
site-nya. Masing-masing HLA memilikipeptide binding site yang bentuknya berbeda,
sehingga fragmen peptida yang akan terikat juga akan berbeda. Hal ini sangat ditentukan oleh
protein HLA yang dikoding oleh kromosom 6. Seorang manusia akan menerima gen yang
berasal dari kedua orang tuanya. Satu gen yang berasal dari ayah dan satu gen yang berasal
dari ibu. Oleh karena itu, apabila HLA kelas I terdapat 3 lokus gen dan HLA kelas II
memiliki 3 lokus gen, maka setiap individu akan memiliki 6 jenis HLA kelas I dan 6 jenis
HLA kelas II. Saat ini diketahui tiap lokus gen HLA memiliki beberapa alel, contohnya
HLA-A dapat memiliki 115 alel, sementara HLA-B dapat memiliki 301 alel. Oleh karena itu,
gen HLA dikenal sebagai sistem gen yang bersifat paling polimorfik Bagian yang polimorfik
ini justru umumnya terdapat pada peptide binding site. Oleh karena itu, tiap jenis HLA dari
alel yang berbeda dapat mengikatf ragmen peptida yang berbeda pula. Selain bersifat
polimorfik, HLA akan diekspresikan secara kodominan, yang berarti apabila seseorang
memiliki 6 jenis HLA kelas I, maka keenam-enamnya akan diekspresikan pada setiap
permukaan sel somatik.
TABEL
3. Respon Imun Dalam Kehamilan
Kehamilan ditandai oleh toleransi matemal dari paternal major histocompatibility antigens
sambil mempertahankan kompetensi imunitas terhadap infeksi. Hal ini dapat tercapai dengan
beberapa mekanisme, yang mencakup: fetal trophoblastic evasion of maternal immune
detection (minimal dengan kegagalan untuk mengeluarkan molekul antigen
histocompatibilitas mayor kelas I atau II); pengeluaran ligand Fas trofoblast; pengeluaran
complement regulatory protein CD46, CD55, dan CD59 (yang memiliki efek perlindungan);
sel sitotrofoblas ekstravilli yang mengeluarkan gen histokompatibilitas mayor non-klasik
yang mengkodekan HLA-G (menurunkan fungsi selnatural killer); dan produksi sitokin
desidua. Perubahan ini berefek pada timus dan sel B, yang berperan terhadap penekanan
respon autoimun serta perubahan pada sel T yang bersirkulasi dan lokal?
Biasanya, kehamilan dari sudut pandang imunologi, telah dilihat sebagai sebuah konflik
antara janin semiallogenik dan ibu dimana kelangsungan hidup janin bergantung pada
penekanan respon imun maternal. Akan tetapi, telah jelas bahwa sementara fungsi limfosit
mengalami perubahan pada saat kehamilan, tidak terdapat penekanan respon imun maternal
yang meluas. Konsep kontemporer dalam imunologi reproduktif sekarang menekankan pada
sifat kooperatif dari interaksi antara sel individual dan molekul sistem imun dan janin dalam
mengatur hasil luaran kehamilan. Saat ini perhatian berpusat pada keterkaitan antara sel
natural killer dan kegagalan reproduktif.
Sel natural killer merupakan limfosit yang menjadi bagian dari sistem imun bawaan. Sel NK
dapat dibagi menjadi sel yang ditemukan pada darah perifer dan yang terdapat pada desidua
uterus. Terdapat perbedaan fenotip dan fungsional yang penting pada kedua tempat ini. Tidak
seperti sel NK darah perifer, sel NK uterus memiliki kemampuan membunuh yang kecil.
Analisis micro-assayyang dikombinasikan dengan flow cytometric dan penelitian RT-PCR
telah memperlihatkan bahwa fenotip sel NK uterus berbeda dari sel NK dalam darah perifer.
Respon sitokin pada hubungan maternal-fetal saat ini juga menjadi subjek penelitian. Respon
ini secara umum dapat dibagi menjadi respon tipe Th-1 (yang ditandai oleh produksi
interleukin-2, interferon-y dan TNF-B) atau respon tipe Th-2 (yang ditandai oleh produksi
antibody pemblok padamask fetal trophoblast antigen yang berasal dari perkenalan
imunologis oleh respon sitotoksik yang dimediasi oleh Sebaliknya, wanita yang mengalami
aborsi cenderung lebih dominan menghasilkan respon sel tipe Th-1 pada periode implantasi
embrionik dan selama kehamilan. Imuno-modulasi dari respon sitokin pada saat awal
kehamilan mencerminkan adanya kemungkinan besar untuk melakukan percobaan terapi di
masa yang akan datang."
Lebih dari lima puluh tahun lalu pemenang nobel Peter B Medawar mengajukan sesuatu yang
dikenal sebagai "paradox imunologis dalam kehamilan." Medawar berargumen janin itu
seperti transplant setengah asing, karena setengah gennya berasal dari sang ayah. Oleh karena
itu, dia menyimpulkan, sistem imun ibu dan janin akan mengalami masalah. Penelitian
selanjutnya menunjukkan bahwa sistem imun aktif pada tempat dimana embrio yang
berkembang melekat pada uterus pada permulaan kehamilan. Sehingga sistem imun maternal
yang agresif akan menyerang embrio, sehingga embrio mengambil tindakan defensive.0
Yang terbaru, ahli imunologi telah menyatakan apakah paparan terhadap protein dalam cairan
semen dapat membantu agar sistem imun wanita dapat bersiap untuk konsepsi dan
kehamilan. Tremellen dan rekannya telah meneliti sebuah protein yang disebut TGF, yang
ditemukan dalam kadar yang cukup tinggi dalam semen. Mereka menyuntikkan TGF
kedalam uterus tikus yang disertai dengan beberapa protein asing, dan menemukan bahwa
injeksi protein yang sama di bawah kulit tidak mengurangi kekuatan reaksi imun. Tremellen
percaya bahwa 'imunisasi' dengan TGF melalui hubungan seksual membantu sistem imun
maternal belajar untuk mentolerir antigen dalam semen dengan merubah produksi molekul
peradangan yang disebut sitokin. Dia telah menunjukan bahwa fertilisasi in vitro jauh lebih
berhasil jika pasangan telah melakukan hubungan seksual sebelum dilakukannya IVF!
Terdapat paradox dalam sebuah kehamilan bahwa, walaupun kemampuan ibu untuk
menghasilkan antibody tampak normal, kemampuan mereka untuk menyusun respon imun
yang dimediasi sel menjadi lemah. Konsep ini didukung oleh pengamatan klinis bahwa
wanita hamil, walaupun tidak mengalami penurunan sistem imun yang terlalu parah, lebih
rentan mengalami penyakit yang normalnya berkaitan dengan respon imun yang dimediasi
oleh sel. Infeksi virus tertentu, seperti hepatitis, herpes simplek, dan Epstein-barr, lebih sering
terjadi pada kehamilan. Penyakit yang disebabkan oleh pathogen intraseluler (misal lepra,
tuberculosis, malaria, toksoplasmosis, dan coccidioidomycosis) tampaknya dapat menjadi
lebih parah pada kehamilan. Lebih lanjut lagi, sekitar 70% wanita dengan rheumatoid arthritis
(yang disebabkan oleh sel T sitotoksik pada daerah persendian) mengalami penyembuhan
sementara pada gejalanya pada saat gestasi, sedangkan SLE (yang disebabkan oleh
autoantibody) cenderung menjadi buruk pada saat kehamilan.. 12
Dapat disimpulkan bahwa sistem imun secara signifikan berubah pada saat kehamilan dan
perubahan-perubahan ini penting untuk mendukung plasentasi yang normal dan agar
kehamilan dapat berjalan normal dan sehat. Gangguan pada sistem imun maternal dapat
mengganggu keseimbangan yang baru saja terbentuk antara toleransi dan imunitas pada saat
kehamilan dan dapat mempengaruhi plasenta. Hasil luaran dan/atau perjalanan kehamilan."
Mekanisme toleransi imunologi janin harus bekerja pada penghubung janinibu untuk
mencegah penolakan pada janin. Sekitar 30% wanita primipara atau multipara membentuk
antibody terhadap HLA janin paternal yang diwariskan. Persistensi dari antibody-antibodi ini
tidak tampak membahayakan janin. Sel fetal yang persisten dalam ibu dapat memainkan
peranan dalam persistensi antibodiantibodi ini, karena pada beberapa wanita antibodinya
menetap, sedangkan pada ibu yang lain antibody ini tidak tampak. Pembentukan antibody
IgG terhadap antigen HLA paternal yang diwariskan berkaitan dengan adanya limfosit T
sitotoksik yang spesifik untuk antigen HLA ini. Limfosit T maternal yang spesifik untuk
antigen janin juga muncul pada saat hamil, tetapi kurang responsive
Karena distribusinya yang unik pada jaringan trofoblastik janin, HLA-G diperkirakan
menjadi komponen yang penting dalam toleransi janin. Meskipun fungsi pasti dari HLA-G
masih belum diketahui, bukti menunjukkan bahwa HLA-G melindungi sitotrofoblast invasif
agar tidak dibunuh oleh sel NK-uterus. HLA-G, yang berinteraksi dengan sel NK-U,
kemungkinan berperan pada pemeliharaan toleransi imun pada penghubung maternal-fetal
dan kehamilan yang normal.
TABEL
Sebuah populasi special dari sel T, yang disebut sel T pengatur, menekan respon imun
terhadap antigen tertentu dan meningkat dalam sirkulasi maternal pada wanita dan tikus
betina pada saat hamil. Sel T pengatur (CD4 CD25+) terutama berperan untuk mencegah
respon autoimun yang terjadi jika sel T self-reactive keluar dari timus pada saat
perkembangan sel yang normal. Mekanisme penekanan sel T pengatur pada respon sel T
masih belum diketahui tetapi mungkin melibatkan kontak sel secara langsung atau
menghasilkan sitokin anti-peradangan."
Cara lain untuk menekan sel T maternal pada penghubung maternal-fetal melibatkan deplesi
triptofan oleh indoleamine 2.3 dioxygenase (IDO), sebuah enzim yang mengkatabolisasikan
triptofan. IDO dalam keadaan normal berfungsi sebagai mekanisme pertahanan antimikroba
bawaan dengan cara memungkinkan sel untuk menghapus triptofan dari kelompok
intraseluler atau lingkungan mikro lokal. IDO dipertimbangkan berperan untuk membuat sel
T menjadi kurang responsive pada saat hamil, karena triptofan adalah sebuah asam amino
essensial untuk fungsi sel T.
B. Rumusan Masalah
1. Dasar-Dasar Imunologi Pada Kehamilan?
2. Penyakit Infeksi Pada Ibu Dan Anak?
3. Prinsip-Prinsip Vaksin Dan Hypersensitif?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa saja dasar-dasar imunologi pada kehamilan
2. Untuk mengetahui apa saja infeksi pada ibu dan anak
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip vaksin dan hypersensitif
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Anantyo Binarso M.Kristan to H.Imonologi dalam kehamilan.Dalam:Ilmu Kedokteran
Fetomatemal. Surabaya:Himpunan Kedok taran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri
Ginekologi Indonesia;2004;127-136
3. Reece Albert E, et al. Clinical Obstetric the Fetus and Mother, 3rd edition. Massachusets,
Blackwel publishing; 2007.
4. Wiknjosastro H. Kontrasepsi. Ilmu Kandungan. Edisi kedua. 2010. Yayasan bina pustaka
sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Hal. 534-535.
6. Guyton C Arthur. Guyton Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: Jakarta.
2002.
7. Martin L. Pernoll, M.D. Handbook of Obstetriks and Gynecology 10" edition. New York,
McGraw-Hill Companies. 2001.
9. Mor G. Pregnancy reconceived: what keeps a mother's immune sistem from treating her
baby as foreign tissue? A new theory resolves the paradox. Available from
www.findarticle.com. Accessed on march 5, 2012.
10. Cardenas I. The Immune Sistem in Pregnancy: A Unique Complexity. Available from
www.ncbi.nlm.nih.gov. Accessed on march 5, 2012.
12. Anonymous. Adjuvanted Vaccines in Pregnancy: What is known About Their Safety?:
Pregnancy & the Immune Sistem. Available from www.emedicine.com. Accessed on march
5, 2012.