Anda di halaman 1dari 24

RESUME PSIKOLOGI SOSIAL

OLEH

ABD RAHIM
NIM : 921862010066
PRODI : BIMBINGAN DAN KONSELING

ANDI MATAPPA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
2022
MATERI KELOMPOK 1

PEMBAHASAN
A. Sejarah perkembangan ilmu jiwa sosial
Perkembangan ilmu jiwa sosial pada umumnya juga tidak lepas dari publikasi masyarakat.
hal ini terlihat pada awalnya, konsep ilmu jiwa sosial disebut sebagai folk psycologis. Sebutan
ini berlaku bagi ilmuan jerman pada pertengahan abad ke 19. Pada tahun 1860, terbentuk
sebuah jurnal yang mengupas masalah teoritis dan vaktual. Menariknya jika ditilik dari tahun
kelahiranya, ilmu jiwa sosial ini bisa lebih dulu lahir dari pada psikologi itu sendiri (yang
dianggap berdiri sejak percobaan laboratorium psikologi oleh wundt 1879).
Sedangkan kelahiran psikologi diindonesia menjadi awal keberadaan dari ilmu jiwa sosial
diindonesia diawali dengan munculnya bagian psikologi di universitas indonesi pada tahun
1967. Kelahiranya diindonesia bersamaan dengan masa-masa berkembangnya psikologi sosial
didunia. Selanjutnya ditahun yang sama, vakultas psikologi universitas diindonesia
mengembangkan bagian psikologi sosial dan kemudian muncullah tentang ilmu jiwa sosial.

B. Pengertian ilmu jiwa sosial


Ilmu jiwa sosial adalah ilmu jiwa yang dapat diterapkan dalam konteks keluarga, sekolah,
teman, kantor, politik, Negara, lingkungan, organisasi dan sebagainya. Dengan demikian ilmu
jiwa sosial ini sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu jiwa sosial merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru dan merupakan
cabang dari ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang
kegiatan-kegiatan manusia dalam hubunganya dengan situasi-situasi sosial. Dari perbagai
pendapat tokoh-tokoh tentang pengertian ilmu jiwa sosial dapat disimpulkan bahwa ilmu jiwa
sosial adalah suatu studi ilmiah tentang pengalaman dan tingkahlaku individu-individu dalam
hubunganya dengan situasi sosial.

Adapun definisi ilmu jiwa sosial menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut allport (1968), ilmu jiwa sosial adalah upaya untuk memahami dan menjelaskan
bagaimana pikiran, perasaan, dan perilaku individu terpengaruh oleh kehadiran orang
lain. Pengaruh tersebut dapat bersifat actual, dalam imjinasi, maupun secara tidak
langung.
2. Menurut shaw dan constanzo (1970), ilmu jiwa sosial adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari perilaku individu sebagai fungsi stimulus-stimulus sosial definisi ini tidak
menekanka stimulus eksternal maupun proses internal, melainkan mementingka
hubungan timbal bali antara keduanya.
3. Menurut baron dan byrne (2006) ilmu jiwa sosial adalah bidang ilmu yang mencari
pemahaman tentang asal mula dan penyebab terjadinya fikiran serta perilaku individu
dalam situasi-situasi sosial. Definisi menekanka pada pentingnya pemahaman terhadap
asal mula dan penyebab terjadinya perilaku dan Pikiran.
Jadi dari pendapat ahli yang di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
ilmu jiwa sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang kegiatan manusia dalam hubunganya
dengan situasi-situasi sosial, interaksi sosial maupun cara mereka bersosialisasi dengan
lingkungannya sehari-hari.
C. Pengaruh sosial dalam ilmu jiwa sosial
Pengaruh sosial adalah usaha untuk mengubah sikap, kepercayaan , persepsi atau tingkah
pengaruh sosial juga dapat memberikan dampak positif dan dampak negative terhadap
perilaku individu.
Ada tiga bentuk pengaruh sosial dalam ilmu jiwa sosial dalam ilmu jiwa sosial yaitu
sebagai berikut:
1. Konformitas
Konformitas merupakan suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu mengubah
sikap ada tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial (baron dan bryne 2005).
Dalam konformitas ini manusia cenderung mengikuti aturan-aturan yang berlaku dan
ada didalam lingkungannya. Hal dapat tersebut dicontohkan ketika kuliah hendak dimulai
kembayakan mahasiswa mengeluarkan telpon dan mengaktifkan profil silent atau ketikan.

2. Norma sosial
Norma sosial adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu kelompok yang membatasi
tingkah laku individu dalam kelompok itu yang membedakan norma sosial dengan
produk-produk sosial dan budaya, serta konsep-konsep psikologi lainnya adalah bahwa
dalam norma sosial ada terkandung sanksi sosial.
Norma sosial berbeda-beda dari satu kelompok orang dengan kelompok yang lainnya.
Dalam lingkungan yang lebih luas lagi, norma sosial berbda antara masyarakat satu
dengan masyarakat yang lain. Antara bangsa dengan bangsa lainnya. Perilaku seorang
individu yang bagaimanapun harus jadi anggota salah satu kelompok besar atau kecil,
tidak dapat dipisahkan dari norma sosial yang berlaku dalam kelompoknya itu. Kare
norma sosial berbeda-beda, maka pola perilakupun berbeda-bda. Suatu perilaku dianggap
wajar dan norma disuatu tempat dapat merupakan perilaku yang aneh atau normal dilain
tempat. Norma sosial merupakan faktor yang mendorong motivasi, norma itu selalu
mempengaruhi tiap tingkah laku dalam hubungan interpersonal seperti presepsi, sikap,
ingatan dan sebagainya. Misalnya, kesukaan wanita terhadap model baju dan sepatu yang
sangat dipengaruhi oleh model yang sedang berlaku. Norma sosial selalu menimbulkan
tekanan psikis. Dalam masyarakat modern, terdapat banyak macam norma, dan norma
yang berlaku berubah cepat sekali sehingga individu seakan-akan terombang ambing,
merasa tidak yakin dengan diri sendiri, merasa ragu akan masa depan, merasa harus
berjuang dan berkompetensi lebih keras dan sebagainya. Dalam kelompok yang belum
berkembang, dimana norma-norma relative tidak berubah, dan segala sesuatu telah diatur
dengan ketat oleh tradisinya disaman sejak dahulu hingga sekarang tetap saja timbul
tekangan psikis itu.

3. Dasar mempelajari ilmu jiwa sosial


Dalam kehidupan manusia merupakan makhluk tertinggi diantara makhlu-makhluk lain
ciptaan tuhan. Kelebihan manusia dengan makhluk-makhluk yang lain terutama karna
kecerdasan dan kemauan dimilikinya dan kesadaran terhadap tuhap zat yang maha tinggi atau
pencipta dirirnya dan seluruh alam semesta. Untuk masuk ilmu jiwa sosial merupakan salah
satu ilmu yang sangat penting sebab ilmu jiwa sosial memberikan dasar-dasar pngertian
tentang gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku individu. Dalam situasi sosial,

dengan demikan akan memudahkan dalam mengapro masyarakat untuk mengadakan


perubahan-perubahan dan pengarah kepada suatu tujuan dengan sebaik-baiknya.
Disamping itu dengan mempelajari ilmu jiwa sosial maka kita tidak akan mudah
tepengaruh dan terbawa-bawa oleh situasi yang ada dalam masyarakat tidak mudah tersugesti
oleh gerakan-gerakan massa yang tidak selamanya baik dengan bantuan ilmu ini pula
memungkingkan kita untuk memecahkan suatu problema sosial secara tepat dan sistematik,
mengenai semua proses kejiwaan yang mengakibatkan kehidupan bersama untuk merubah
manusia-manusia lama menjadi manusia baru sesuai dengan manusia itu sendiri, maka salah
satu cara yang dapat dilaksanakan iya dengan merubah sifat dan sikap sosialnya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu jiwa sosial adalah ilmu yang memelajari tentang kegiatan manusia dalam
hubungannya dengan situasi-situasi sosial interkasi sosial maupu cara mereka bersosialisasi
dengan lingkugan sehari-hari. Ilmu jiwa sosial juga sangat berpengaruh dalam kehidupan kita
bermasyarakat.

MATERI KELOMPOK 2

A. Pengertian Interaksi Sosial


Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat
mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal
balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau
kelompok dengan kelompok.
Di dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau
sebaliknya. Pengertian penyesuaian di sini dalam arti yang luas, yaitu bahwa individu dapat
meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya, atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan
sesuai dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang
bersangkutan.

B. Ciri-ciri Interaksi Sosial


Interaksi sosial menekankan juga pada tujuan mengubah tingkah laku orang lain yang meliputi
perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan dari penerima. Karakteristik interaksi sosial adalah:
 Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu orang.
 Interaksi sosial selalu menyangkut komunikasi di antara dua pihak yaitu pengirim (sender)
dan penerima (receiver).
 Interaksi sosial merupakan suatu usaha untuk menciptakan pengertian di antara pengirim
dan penerima.

C. Faktor Terjadinya Interaksi Sosial


1. Faktor Internal
a. Dorongan untuk meneruskan/mengembangkan keturunan
Secara naluriah, manusia mempunyai dorongan nafsu birahi untuk saling tertarik dengan lawan jenis.
Dorongan ini bersifat kodrati artinya tidak usah dipelajari pun seseorang akan mengerti sendiri dan
secara sendirinya pula orang akan berpasang-pasangan untuk meneruskan

keturunannya agar tidak mengalami kepunahan.


b. Dorongan untuk memenuhi kebutuhan
Dorongan untuk memenuhi kebutuhan manusia memerlukan keberadaan orang lain yang akan saling
memerlukan, saling tergantung untuk saling melengkapi kebutuhan hidup.
c. Dorongan untuk mempertahankan hidup
Dorongan untuk mempertahankan hidup ini terutama dalam menghadapi ancaman dari luar seperti
ancaman dari kelompok atau suku bangsa lain, ataupun dari serangan binatang buas.
d. Dorongan untuk berkomunikasi dengan sesama
Secara naluriah, manusia memerlukan keberadaan orang lain dalam rangka saling berkomunikasi
untuk mengungkapkan keinginan yang ada dalam hati masing-masing dan secara psikologis manusia
akan merasa nyaman dan tenteram bila hidup bersama-sama dan berkomunikasi dengan orang lain
dalam satu lingkungan sosial budaya.

2. Faktor Eksternal
a. Imitasi
Imitasi merupakan dorongan untuk meniru orang lain. Imitasi ini merupakan satu-satunya faktor yang
mendasari atau yang melandasi interaksi sosial. Imitasi berperan dalam interaksi sosial, misalnya
perkembangan bahasa. Apa yang diucapkan oleh anak akan mengimitasi dari keadaan sekelilingnya.
Anak mengimitasi apa yang didengarnya yang kemudian menyampaikan kepada orang lain sehingga
dengan demikian berkembanglah bahasa anak itu sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial.
Contoh anak gadis yang meniru menggunakan jilbab sebagaimana ibunya memakai.
b. Identifikasi
Identifikasi merupakan dorongan untuk menjadi identik atau sama dengan orang lain. Anak
mempelajari norma sosial dari orang tuanya dengan dua cara, yaitu:1) Anak mempelajari dan
menerima norma-norma sosial itu karena orang tua dengan sengaja mendidiknya.2) Kesadaran akan
norma-norma sosial juga dapat diperoleh anak dengan jalan identifikasi yaitu anak
mengidentifikasikan diri pada orang tua, baik pada ibu maupun pada ayah.
c. Sugesti
Sugesti adalah pengaruh psikis, baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari orang lain,
yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik dari individu yang bersangkutan. Sugesti dibedakan
menjadi dua, yaitu:1) Auto-sugesti yaitu sugesti terhadap diri sendiri, sugesti yang datang dari dalam
diri individu yang bersangkutan.2) Hetero-sugesti yaitu sugesti yang datang dari orang lain.
Biasa terjadi dari yang tua ke yang muda, dokter ke pasien, guru ke murid atau yang kuat ke yang
lemah atau bisa juga dipengaruhi karena iklan.
d. Simpati
Simpati merupakan perasaan rasa tertarik pada orang lain. Oleh karena simpati merupakan perasaan
maka simpati timbul tidak atas dasar logis, rasional, melainkan atas dasar perasaan atau emosi.
Contoh: Ucapan turut berduka, tanpa datang ke rumah duka. Jadi hanya ungkapan tanpa tindakan.
Contoh tindakan membantu korban bencana alam.
e. Empati
Empati merupakan proses sosial yang hampir sama dengan simpati, hanya perbedaannya adalah
bahwa empati lebih melibatkan emosi atau lebih menjiwai dalam diri seorang yang lebih daripada
simpati. Contoh tindakan membantu korban bencana alam.
f. Motivasi
Motivasi adalah suatu dorongan atau rangsangan yang diberikan seseorang kepada orang lain
sedemikian rupa sehingga orang yang diberi motivasi tersebut menuruti atau melaksanakan yang
dimotivasikan kepadanya.
D. Situasi Sosial
Situasi sosial adalah tiap-tiap situasi di mana terdapat saling hubungan antara manusia yang satu
dengan yang lain. Situasi-situasi sosial itu dapat dibagi-bagi ke dalam dua golongan utama, yaitu:
1. Situasi Kebersamaan
Situasi kebersamaan itu merupakan situasi di mana berkumpul sejumlah orang yang sebelumnya tidak
kenal mengenal dan interaksi sosial yang lalu terdapat antara mereka itu tidak mendalam. Contoh:
orang yang berkumpul dalam sebuah toko besar atau pasar merupakan suatu situasi sosial yang harus
disebut situasi kebersamaan.
2. Situasi Kelompok Sosial
Situasi ini merupakan situasi di dalam kelompok di mana kelompok sosial tempat orang-orangnya
berinteraksi itu merupakan suatu keseluruhan. Contoh: suatu kelas di sekolah (mempunyai tujuan atau
misi yang sama).

E. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial


1. Kontak Sosial
Merupakan awal dari terjadinya interaksi sosial dan masing-masing pihak saling berinteraksi
meskipun tidak saling bersentuhan secara fisik. Jadi kontak tidak harus selalu berkomunikasi. Dalam
kehidupan sehari-hari dikenal beberapa macam kontak sosial yaitu:
 Menurut cara yang dilakukan, kontak langsung dan kontak tidak langsung.
 Menurut proses terjadinya/tingkat hubungannya, kontak primer dan kontak sekunder.
 Menurut sifat, kontak positif dan kontak negatif.

2. Komunikasi
Merupakan pengiriman pesan dan penerimaan pesan dengan maksud untuk dapat dipahami. Proses
komunikasi terjadi pada saat kontak sosial berlangsung.
3. Tindakan Sosial
Tindakan sosial adalah tindakan yang mempengaruhi individu yang mempengaruhi individu lain
dalam masyarakat dan merupakan tindakan bermakna yaitu tindakan yang dilakukan dengan
mempertimbangkan keberadaan orang lain. Berdasarkan cara dan tujuan yang akan dilakukan, maka
tindakan sosial dapat dibedakan menjadi 4, yaitu:
 Tindakan rasional instrumental, adalah tindakan sosial yang dilakukan oleh seorang dengan
memperhitungkan kesesuaian cara yang digunakan lalu tujuan apa yang hendak dicapai
dalam tindakan itu.
 Tindakan rasional berorientasi nilai, merupakan tindakan yang begitu memperhitungkan
cara.
 Tindakan tradisional, merupakan tindakan yang tidak memperhitungkan pertimbangan
rasional. Tindakan ini dilaksanakan karena pertimbangan adat dan kebiasaan.
 Tindakan efektif, sering kali dilakukan tanpa suatu perencanaan matang dan kesadaran
penuh. Tindakan ini muncul karena dorongan perasaan atau emosi dalam diri pelaku.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat
mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya. Jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal
balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau
kelompok dengan kelompok.
Faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial meliputi imitasi, sugesti, identifikasi,
motivasi,simpati dan empati. Interaksi sosial mensyaratkan adanya kontak sosial dan komunikasi
sosial. Kemudian membuat terjadinya proses sosial. Proses sosial dapat bersifat asosiatif dan
disasosiatif asosiatif meliputi akomodasi, difusi, asimilasi, akulturasi, kooperasi (kerja sama) (intinya
interaksi sosial yang baik-baik, kerja sama, rukun, harmonis, serasa dll). Disasosiatif meliputi konflik,
kontravensi, dan kompetensi.

B. Saran
Sebagai manusia kita tidak bisa lepas dari interaksi sosial. Dalam berinteraksi seharusnya kita harus
selalu menghormati dan menghargai orang lain dalam hal apa pun.

MATERI KELOMPOK 3

A. Pengertian Kelompok Sosial


Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari
hubungan dengan manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di antara individu-individu
(manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial (social group) yang dilandasi oleh
kesamaan-kesamaan kepentingan bersama.
Kelompok atau group adalah kumpulan dari individu yang berinteraksi satu sama lain, pada
umumnya hanya untuk melakukan pekerjaan, untuk meningkatan hubungan antar individu, atau bisa
saja untuk keduanya. Sebuah kelompok suatu waktu dibedakan secara kolektif, sekumpulan orang
yang memiliki kesamaan dalam aktifitas umum namun dengan arah interaksi terkecil.

Syarat kelompok menurut Baron dan Byrne:


 Interaksi, anggota-anggota seharusnya berinteraksi satu sama lain.
 Interdependen, apa yang terjadi pada seorang anggota akan mempengaruhi perilaku
anggota yang lain.
 Stabil, hubungan paling tidak ada lamanya waktu yang berarti (bisa minggu,
bulan dan tahun).
 Tujuan yang dibagi, beberapa tujuan bersifat umum bagi semua anggota.
 Struktur, fungsi tiap anggota harus memiliki beberapa macam struktur
sehingga mereka memiliki set peran.
 Persepsi, anggota harus merasakan diri mereka sebagai bagian dari kelompok.
Kelompok sosial adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan
dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh anggota masyarakat. Kelompok juga dapat
mempengaruhi perilaku para anggotanya.
Kelompok-kelompok sosial merupakan himpunan manusia yang saling hidup bersama dan
menjalani saling ketergantungan dengan sadar dan tolong menolong (R.M. Macler & Charles H.
Page: Society, An Introductory Analysis, Macmillan & Co.Ltd., London, 1961: 213).
Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan manusia
yang hidup bersama, karena adanya hubungan di antara mereka. Hubungan tersebut antara lain
menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling
menolong (Soejono Soekanto, 2006:104).

B. Ciri dan Syarat Kelompok Sosial


Berikut ini akan disebutkan beberapa ciri kelompok sosial.
 Terdapat dorongan atau motif yang sama antar individu satu dengan yang lain
 Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan terhadap individu satu dengan yang lain
berdasarkan rasa dan kecakapan yang berbeda-beda antara individu yang terlibat di
dalamnya.
 Adanya penegasan dan pembentukan struktur atau organisasi kelompok yang jelas dan
terdiri dari peranan-peranan dan kedudukan masing-masing
 Adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang
mengatur interaksi dalam kegiatan anggota kelompok untuk mencapai tujuan yang ada.
 Berlangsungnya suatu kepentingan.
 Adanya pergerakan yang dinamik.
Adapun syarat kelompok sosial sebagai berikut.
a. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari
kelompok yang bersangkutan.
b. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainnya.
c. Terdapat suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok itu, sehingga
hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama,
kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama dan lain-lain.
d. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku.

C. Macam-macam Kelompok Sosial


a. Klasifikasi Macam-macam Kelompok Sosial
Menurut Robert Bierstedt, kelompok memiliki banyak jenis dan dibedakan berdasarkan ada
tidaknya organisasi, hubungan sosial antara kelompok, dan kesadaran jenis. Bierstedt kemudian
membagi kelompok berdasarkan ada tidaknya organisasi hubungan sosial antara kelompok, dan
kesadaran jenis menjadi empat macam antara lain:
1. Kelompok statis, yaitu kelompok yang bukan organisasi, tidak memiliki
hubungan sosial dan kesadaran jenis di antaranya. Contoh: Kelompok penduduk usia 10-15
tahun di sebuah kecamatan.
2. Kelompok kemasyarakatan, yaitu kelompok yang memiliki persamaan tetapi tidak
mempunyai organisasi dan hubungan sosial di antara anggotanya.
3. Kelompok sosial, yaitu kelompok yang anggotanya memiliki kesadaran jenis dan
berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi tidak terikat dalam ikatan organisasi. Contoh:
Kelompok pertemuan, kerabat, dan lain-lain.
4. Kelompok asosiasi, yaitu kelompok yang anggotanya mempunyai kesadaran jenis dan ada
persamaan kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama. Dalam asosiasi, para
anggotanya melakukan hubungan sosial, kontak dan komunikasi, serta memiliki ikatan
organisasi formal. Contoh: negara, sekolah, dan lain-lain.
Berdasarkan interaksi sosial agar ada pembagian tugas, struktur dan norma
yang ada, kelompok sosial dapat dibagi menjadi beberapa macam, antara lain:
1. Kelompok Primer
Merupakan kelompok yang didalamnya terjadi interaksi sosial yang
anggotanya saling mengenal dekat dan berhubungan erat dalam kehidupan,
sedangkan menurut Goerge Homan, kelompok primer merupakan sejumlah orang yang terdiri dari
beberapa orang yang acapkali berkomunikasi dengan lainnya sehingga setiap orang mampu
berkomunikasi secara langsung (bertatap muka) tanpa melalui perantara. Misalnya, keluarga, RT,
kawan sepermainan, kelompok agama, dan lain-lain.

2. Kelompok Sekunder
Jika interaksi sosial terjadi secara tidak langsung, berjauhan, dan sifatnya kurang
kekeluargaan. Hubungan yang terjadi biasanya bersifat lebih objektif. Misalnya, partai politik,
perhimpunan serikat kerja dan lain-lain.
3. Kelompok Formal
Pada kelompok ini ditandai dengan adanya peraturan atau Anggaran Dasar (AD), Anggaran
Rumah Tangga (ART) yang ada. Anggotanya diangkat oleh organisasi. Contoh dari kelompok ini
adalah semua perkumpulan yang memiliki AD/ART.
4. Kelompok Informal
Merupakan suatu kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik, dan kebutuhan-
kebutuhan seseorang. Keanggotan kelompok biasanya tidak teratur dan keanggotaan ditentukan oleh
daya tarik bersama dari individu dan kelompok. Kelompok ini terjadi pembagian tugas yang jelas tapi
bersifat informal dan hanya berdasarkan kekeluargaan dan simpati. Misalnya, kelompok arisan dan
sebagainya.

b. Kelompok Sosial Dipandang dari Sudut Individu


Suatu individu merupakan kelompok kecil dari suatu kelompok sosial atas
dasar usia, keluarga, kekerabatan, seks, pekerjaan, hal tersebut memberikan
kedudukan prestise tertentu/sesuai adat istiadat. Dengan kata lain keanggotaan dalam masyarakat
tidak selalu gratis.

c. In Group dan Out Group


Summer membedakan antara in group dan out group. In group merupakan kelompok
sosial yang dijadikan tempat oleh individu-individunya untuk mengidentifikasikan dirinya. Out group
merupakan kelompok sosial yang oleh individunya diartikan sebagai lawan in group jelasnya
kelompok sosial di luar anggotanya disebut out group. Contohnya, istilah kita atau kami menunjukkan
adanya artikulasi in group, sedangkan mereka berartikulasi out group. Perasaan in group atau out
group didasari dengan suatu sikap yang dinamakan etnosentris, yaitu adanya anggapan bahwa
kebiasaan dalam kelompoknya merupakan yang terbaik dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Sikap in group dan out group dapat dilihat dari kelainan berwujud
antagonisme atau antipati. Sikap in group dan out group merupakan dasar sikap etnosentrisme yang
merupakan sikap bahwa setiap sesuatu yang merupakan produk kelompoknya dianggap paling baik
dan benar. (JBAF Mayor Polak, Buku Pengantar Ringkas, Balai Buku Ikhtiar Jkt, 1966).

d. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder


Charles Horton Cooley mengemukakan tentang kelompok primer (primary group) atau
face to face group merupakan kelompok sosial yang paling sederhana, di mana para anggota-
anggotanya saling mengenal, di mana ada kerja sama yang erat. Contohnya, keluarga, kelompok
bermain, dan lain-lain.
Kelompok sekunder (secondary group) ialah kelompok yang terdiri dari
banyak orang, bersama siapa hubungannya tidak perlu berdasarkan pengenalan secara pribadi dan
sifatnya tidak begitu langgeng, contohnya, hubungan kontrak jual beli.

e. Paguyuban dan Patembayan


Tonnies dan Loomis menyatakan bahwa paguyuban (gemeinschaft) ialah bentuk kehidupan
bersama, di mana para anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat
alamiah serta kekal, dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa persatuan batin yang memang
telah dikodratkan. Hubungan seperti ini dapat dijumpai dalam keluarga, kelompok kekeluargaan,
rukun tetangga, dan lainlain.
Patembayan (gesellschaft) yaitu berupa ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu
yang pendek, bersifat imajiner dan strukturnya bersifat mekanis sebagaimana terdapat dalam mesin. Ia
bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka. Contohnya, ikatan antar pedagang, organisasi
dalam suatu pabrik, dan lainlain.

f. Formal Group dan Informal Group


J.A.A. Van Doorn membedakan kelompok formal dan informal. Formal group ialah
kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk
mengatur hubungan antara sesama, contohnya, organisasi. Informal group tidak mempunyai struktur
dan organisasi tertentu atau yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena
pertemuan-pertemuan yang berulang kali, yang menjadi dasar pertemuan, kepentingan-kepentingan
dan pengalaman-pengalaman yang sama, contohnya, klik (clique).

g. Membership Group & Reference Group


Membership group merupakan suatu kelompok di mana setiap orang secara fisik menjadi
anggota kelompok tersebut. Reference group ialah kelompok-kelompok sosial yang menjadi acuan
bagi seseorang (bukan anggota kelompok tersebut) untuk membentuk pribadi dan perilakunya.
Robert K. Merton dengan menyebut beberapa hasil karya Harold H. Kelley, Shibutani, dan
Ralph H.Turner mengemukakan adanya dua tipe umum reference group yakni tipe normatif, yang
menentukan dasar-dasar bagi kepribadian seseorang dan tipe perbandingan, yang merupakan
pegangan bagi individu di dalam menilai kepribadiannya.

h. Kelompok Okupasional dan Volunter


Kelompok okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin memudarnya
fungsi kekerabatan, di mana kelompok ini timbul karena anggotanya memiliki pekerjaan yang sejenis.
Contohnya, kelompok profesi, seperti asosiasi sarjana farmasi, ikatan dokter indonesia, dan lain-lain.
Okupasional diambil dari kata okupasi yang berarti menempati tempat atau objek kosong
yang tidak mempunyai penguasa, dalam hal ini dicontohkan kelompok tersebut adalah orang-orang
yang dapat memonopoli suatu teknologi tertentu yang mempunyai patokan dan aturan tertentu seperti
halnya etika profesi, sedangkan volonter adalah orang yang mempunyai kepentingan yang sama,
namun tidak mendapat perhatian dari masyarakat. Kelompok ini dapat memenuhi
kepentingankepentingan anggotanya secara individual, tanpa mengganggu kepentingan masyarakat
secara umum. Terjadinya kelompok volunter karena beberapa hal antara
lain:
1) kebutuhan sandang dan pangan
2) kebutuhan keselamatan jiwa dan raga
3) kebutuhan akan harga diri
4) kebutuhan untuk dapat mengembangkan potensi diri
5) kebutuhan akan kasih saying

i. Kelompok-kelompok Sosial yang Teratur dan Tidak Teratur


Kelompok teratur merupakan kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja
diciptakan anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antarmereka. Ciriciri kelompok teratur,
antara lain:
 Memiliki identitas kolektif yang tegas (misalnya tampak pada nama kelompok,
simbol kelompok,dll).
 Memiliki daftar anggota yang rinci.
 Memiliki program kegiatan yang terus-menerus diarahkan kepada pencapaian
tujuan yang jelas.
 Memiliki prosedur keanggotaan.
Contoh kelompok teratur antara lain berbagai perkumpulan pelajar atau mahasiswa, instansi
pemerintahan, parpol, organisasi massa, perusahaan, dan lainlain.
Kelompok-kelompok sosial yang tidak teratur terdiri dari berbagai macam, antara lain:
1. Kerumunan (Crowd) adalah individu yang berkumpul secara bersamaan serta kebetulan di
suatu tempat dan juga pada waktu yang bersamaan. Bentukbentuk kerumunan antara lain:
 Khalayak penonton atau pendengar yang formal (Formal audiences)Merupakan
kerumunan-kerumunan yang mempunyai pusat perhatian dann persamaan tujuan,
tetapi sifatnya pasif, contohnya menonton film.
 Kelompok ekspresif yang telah direncanakan (Planned Expressive Group)Adalah
kerumunan yang pusat perhatiannya tidak begitu penting, tetapi mempunyai
persamaan tujuan yang tersimpul dalam aktifitas kerumunan tersebut serta
kepuasan yang dihasilkannya. Fungsinya adalah sebagai penyalur ketegangan-
ketegangan yang dialami orang karena pekerjaan sehari-hari, contoh orang yang
berpesta, berdansa, dsb.

2. Kerumunan yang bersifat sementara (Casual crowds)


 Kumpulan yang kurang menyenangkan (inconvenient aggregations)Dalam
kerumunan itu kehadiran orang-orang lain merupakan halangan terhadap
tercapainya maksud seseorang. Contoh; orang-orang yang antri karcis, orang-orang
yng menunggu bis dan sebagainya.
 Kerumunan orang yang sedang dalam keadaan panik (panic crowd) Yaitu orang-
orang yang bersama-sama menyelamatkan diri dari suatu bahaya.
 Kerumunan penonton (spectator crowd) Karena ingin melihat suatu kejadian
tertentu. Kerumunan semacam ini hampir sama dengan khalayak penonton, tetapi
bedanya adalah bahwa kerumunan penonton tidak direncanakan, sedangkan
kegiatan-kegiatan juga pada umumnya belum tak terkendalikan.
3. Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum.
 Kerumunan yang bertindak emosional
 Kerumunan yang bersifat imoral.

D. Faktor Pembentukan Kelompok Sosial


Bergabung dengan sebuah kelompok merupakan sesuatu yang murni dari diri sendiri atau
juga secara kebetulan. Misalnya, seseorang terlahir dalam keluarga tertentu. Namun, ada juga yang
merupakan sebuah pilihan. Dua faktor utama yang tampaknya mengarahkan pilihan tersebut adalah
kedekatan dan kesamaan.

 Kedekatan
Pengaruh tingkat kedekatan, atau kedekatan geografis, terhadap keterlibatan seseorang dalam
sebuah kelompok tidak bisa diukur. Kita membentuk kelompok bermain dengan orang-orang di
sekitar kita. Kita bergabung dengan kelompok kegiatan sosial lokal. Kelompok tersusun atas individu-
individu yang saling berinteraksi. Semakin dekat jarak geografis antara dua orang, semakin mungkin
mereka saling melihat, berbicara, dan bersosialisasi. Singkatnya, kedekatan fisik meningkatkan
peluang interaksi dan bentuk kegiatan bersama yang memungkinkan terbentuknya kelompok sosial.
Jadi, kedekatan menumbuhkan interaksi, yang memainkan peranan penting terhadap terbentuknya
kelompok pertemanan.

 Kesamaan
Pembentukan kelompok sosial tidak hanya tergantung pada kedekatan fisik,
tetapi juga kesamaan di antara anggota-anggotanya. Sudah menjadi kebiasaan, orang lebih suka
berhubungan dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Kesamaan yang dimaksud
adalah kesamaan minat, kepercayaan, nilai, usia, tingkat intelejensi, atau karakter-karakter personal
lain. Kesamaan juga merupakan factor utama dalam memilih calon pasangan untuk membentuk
kelompok sosial yang disebut keluarga.

BAB III
PENUTUP
Seperti telah disebutkan bahwa pembahasan makalah ini bertujuan untukmembantu
masyarakat supaya lebih memahami arti kelompok sosial secara utuh atau tidak secara parsial.
Pembahasan pada makalah, salah satunya menerangkan bahwa kelompok sosial merupakan himpunan
manusia yang saling hidup bersama dan menjalani saling ketergantungan dengan sadar dan tolong
menolong. Dari arti ini saja jelas bahwa manusia akan memerlukan bantuan orang lain dalam
menjalani kehidupan sosial. Kasus yang kami ambil sebagai latar belakang pembuatan makalah ini
merupakan satu bentuk tolong menolong terhadap anggota kelompoknya yang teraniaya, namun
cenderung menyalahi norma dan tentunya tidak dibenarkan dalam agama. Tindakan destruktif tidak
akan menyelesaikan suatu masalah, malah akan menumbuhkan dendam yang berkepanjangan. Dari
sinilah patut dipahami bahwa adanya rasa sepenanggungan sesame anggota kelompok patut diimbangi
dengan keterbukaan terhadap kelompok lain agar nantinya kita tidak akan bersifat terlalu fanatik pada
kelompok sosial sendiri.

MATERI KELOMPOK 4

1.    Pengertian Motif
Baik hewan maupun manusia merupakan makhluk yang hidup, makhluk yang
berkembang, makhluk yang aktif. Hewan dan manusia dalam berbuat atau bertindak terikat
oleh faktor-faktor yang terdapat dalam diri organisme yang bersangkutan. Oleh karena itu
baik hewan maupun manusia dalam bertindak selain ditentukan oleh faktor luar juga
ditentukan oleh faktor dalam, yaitu berupa kekuatan yang datang dari organisme yang
bersangkutan yang menjadi pendorong dalam tindakannya. Dorongan yang datang dari dalam
untuk berbuat itu yang dinamakan motif. Motif berasal dari bahasa Latin movere yang berarti
bergerak atau to move (Branca, 1964). Karena itu motif diartikan sebagai kekuatan yang
terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat atau merupakan drive force.
Pada dasarnya, motif merupakan pengertian yang melingkupi penggerak. Alasan-
alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusialah yang menyebabkan manusia itu
berbuat sesuatu. Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif. Juga
tingkah laku yang disebut tingkah laku secara fefleks dan yang berlangsung secara otomatis
mempunyai maksud tertentu meskipun maksud itu tidak disadari oleh manusia. Motif
manusia bisa bekerja secara sadar dan juga secara tidak sadar. Untuk mengerti dan memahami
tingkah laku manusia dengan lebih sempurna, patutlah kita pahami dan mengerti terlebih
dahulu apa dan bagaimana motif-motifnya dari pada tingkah lakunya.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian mengenai motif. Sherif & Sherif (1956),
misalnya menyebut motif sebagai suatu istilah generik yang meliputi semua faktor internal
yang mengarah pada berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal , seperti
kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan,
aspirasi dan selera sosial, yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut. Giddens (1991:64)
mengartikan motif sebagai inpuls atau dorongan yang memberi energi pada tindakan manusia
sepanjang lintasan kognitif/perilaku kearah pemuasan kebutuhan. Menurut Giddens, motif tak
harus dipersepsikan secara sadar. Ia lebih merupakan suatu “keadaan perasaan”. Secara
singkat, Nasution menjelaskan bahwa motif adalah segala daya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. R.S. Woodworth mengartikan motif sebagai suatu set yang dapat
atau mudah menyebabkan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan  tertentu (berbuat
sesuatu) dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Jadi, motif  itu adalah tujuan. Tujuan ini disebut insentif (incentive). Adapun insentif
bisa diartikan sebagai suatu tujuan yang menjadi arah suatu kegiatan yang bermotif.
Secara etimologis, motif atau dalam bahasa inggrisnya motive, berasal dari kata
motion, yang berarti “gerakan” atau “sesuatu yang bergerak”. Jadi istilah “motif” erat
berkaitan dengan “gerak”, yakni gerakan yang  dilakukan oleh manusia, atau disebut juga
dengan perbuatan atau tingkah. Motif dalam psikologi berarti ransangan, dorongan atau
pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku.
Selain motif, dalam psikologi dikenal pula istilah motivasi. Sebenarnya motivasi
merupakan istilah yang lebih umum yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk
situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang
ditimbulkannnya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Karena itu, bisa juga
dikatakan bahwa motivasi berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau
menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu
kepuasan atau tujuan.
2.    Bentuk-bentuk Motif
Dalam masalah motif terdapat ada bermacam-macam motif, namun ternyata pendapat
ahli yang satu dapat berbeda dengan pendapat ahli yang lain. Disamping itu ada ahli yang
menekankan pada sesuatu macam motif, tetapi juga ahli yang menekankan pada macam motif
yang lain. Namun demikian para ahli pada umumnya sependapat bahwa ada motif yang
berkaitan dengan kelangsungan hidup organisme, yaitu yang disebut sebagai motif biologis
(Gerungan, 1965) atau sebagai kebutuhan fisiologis (Maslow, 1970)
1.      Motif fisiologis
Dorongan atau motif fisiologis pada umumnya berakar pada keadaan
jasmani, misalnya dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan seksual,
dorongan untuk mendapatkan udara segar. Dorongan-dorongan tersebut adalah
berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan untuk melangsungkan eksistensinya sebagai
makhluk hidup. Karena itu motif ini juga sering disebut sebagai motif dasar (basic
motives) atau motif primer (primary motives), juga da motif yang dipelajari.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa motif itu timbul apabila adanya
kebutuhan yang diperlukan. Apabila ada kebutuhan, maka hal ini memicu organisme
untuk bertindak atau berperilaku untuk memperoleh kebutuhan yang diperlukan.
2.      Motif sosial
Motif sosial merupakan motif yang kompleks, dan merupakan sumber dari
banyak perilaku atau perbuatan manusia. Dikatakan sosial karena motif ini dipelajari
dalam kelompok sosial (sosial group), walaupun menurut kunkel dalam diri manusia
adanya dorongan alami untuk untuk mengadakan kontak dengan orang lain.karena
motif ini dipelajari, maka kemapuan untuk berhubungan dengan orang lain satu
dengan yang lain itu dapat berbeda-beda. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka
memahami motif sosial adalah merupakan yang penting untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku individu kelompok. McCelland berpendapat bahwa motif
sosial itu dapat dibedakan dalam :
a.       Kebutuhan akan berprestasi
 Kebutuhan akan berprestasi merupakan salah satu motif sosial yang
dipelajari secara mendetail dan hal ini dapat diikuti sampai pada waktu ini.
Orang yang mempunyai kebutuhan atau need ini akan
meningkatkan peformance, sehingga dengan demikian akan terlihat tentang
kemampuan berprestasinya.
b.      Kebutuhan untuk berafiliasi dengan orang lain
Afiliasi menunjukan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan
berhubungan dengan orang lain. Penggunaan alat seperti halnya dalam
mengungkapkan n-achievement, maka dalam mengungkap kebutuhan afiliasi
ini peneliti juga akan dapat memberikan gambaran tentang besar kecilnya,
atau kuat atau tidaknya seseorang dalam kaitannya dengan kebutuhan akan
afiliasi ini. Orang yang kuat akan kebutuhan afiliasi, akan selalu mencari
teman, dan juga akan mempertahankan hubungan yang telah dibina dengan
orang lain tersebut. Sebaliknya apabila kebutuhan akan afiliasi ini rendah,
maka orang akan segan mencari hubungan dengan oranglain, dan hubungan
yang telah terjadi tidak dibina secara baik agar tetap dapat bertahan.
c.       Kebuthan akan kekuasaan
Kebutuhan akan power ini timbul dan berkembang dalam interaksi
sosial. Dalam interaksi sosial orang akan mempunyai kebutuhan untuk
berkuasa (power). Kebutuhan akan kekuasaan ini bervariasi dalam
kekuatannya dan dapat diungkapkan dengan teknik proyeksi. Orang yang
mempunyai (power need) tinggi akan mengadakan kontrol, mengendalikan
atau memerintah orang lain, dan ini merupakan salah satu indikasi atau salah
satu manifestasi dari power need tersebut.
3.      Teori kebutuhan dari Murray
Murray mengemukakan suatu daftar dari dua puluh kebutuhan yang pada
umumnya mendorong manusia untuk bertindak atau berperilaku. Daftar  yang berisi
kebutuhan-kebutuhan tersebut sangat bervariasi, diantaranya  mengandung kebutuhan
yang berlawanan satu dengan yang lain, misalnya kebutuhan akan nurturance, yaitu
kebutuhan untuk memberikan care, untuk memberikan asuhan, dan
kebutuhan succorance (n-succorance), yaitu kebutuhan untuk menerima asuhan.
Kebutuhan-kebutuhan yang dikemukakan Marry atau juga disebut motif-motif adalah
sebagai berikut, merendah atau merendahkan diri (abasement), berprestasi
(achievement), afiliasi (afiliation), agresi, otonomi, counteraction, pertahanan,
hormat, dominasi, pamer, penolakan perusakan, infavoidance, memberi bantuan,
teratur, bermain, menolak, seintence, bantuan atau pertolongan dan mengerti. Kedua
puluh motif atau kebutuhan tersebut berkaitan dengan motif sosial.
4.      Motif Eksplorasi
Pembicaraan mengenai motif belumlah  tuntas apabila belum mengemukakan
tentang ketiga motif ini, khususnya menyangkut manusia. Ketiga macam motif itu
adalah (1) motif untuk mengadakan eksplorasi terhadap lingkungan (2) motif untuk
menguasi tantangan yang ada dalam lingkungan dan menanganinya secara efektif,
dan (3) motif untuk aktualiasasi diri, yang berkaitan sampai seberapa jauh seseorang
dapat bertindak atau berbuat untuk mengaktualisasikan dirinya seperti yang
dikemukakan oleh maslow.
3.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motifasi
Motivasi sebagai proses batin atau proses psikologis dalam diri seseorang, sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain :  
       1. Faktor Ekstern
 Lingkungan kerja
 Pemimpin dan kepemimpinannya
 Tuntutan perkembangan organisasi atau tugas
 Dorongan atau bimbingan atasan

  2. Faktor Intern
 Pembawaan individu
 Tingkat pendidikan
 Pengalaman masa lampau
 Keinginan atau harapan masa depan.

Sumber lain mengungkapkan, bahwa didalam motivasi itu terdapat suatu rangkaian


interaksi antar berbagai faktor. Berbagai faktor yang dimaksud meliputi :
 Individu dengan segala unsur-unsurnya : kemampuan dan ketrampilan, kebiasaan,
sikap dan sistem nilai yang dianut, pengalaman traumatis, latar belakang kehidupan
sosial budaya, tingkat kedewasaan, dsb.
 Situasi dimana individu bekerja akan menimbulkan berbagai rangsangan: persepsi
individu terhadap kerja, harapan dan cita-cita dalam kerja itu sendiri, persepsi
bagaimana kecakapannya terhadap kerja, kemungkinan timbulnya perasaan cemas,
perasaan bahagia yang disebabkan oleh pekerjaan.
 Proses penyesuaian yang harus dilakukan oleh masing-masing individu terhadap
pelaksanaan pekerjaannya.
 Pengaruh yang datang dari berbagai pihak : pengaruh dari sesama rekan, kehidupan
kelompok maupun tuntutan atau keinginan kepentingan keluarga, pengaruh dari
berbagai hubungan di luar pekerjaan
 Reaksi yang timbul terhadap pengaruh individu
 Perilaku atas perbuatan yang ditampilkan oleh individu
 Timbulnya persepsi dan bangkitnya kebutuhan baru, cita-cita dan tujuan
BAB II

B.     Sikap Sosial
1.      Pengertian sikap sosial
Sikap merupakan masalah yang penting dan menarik dalam lapangan psikologi sosial.
Bahkan ada sementara ahli yang berpendapat bahwa psikologi sosial menempatkan maasalah
sikap sebagai problem sentralnya. Seperti yang dikemukakan oleh Krech dan Crutchfield
(1954: 151):
“Istilah sikap yang dalam bahasa inggris disebut “attitude” pertama kali digunakan
oleh Herbert Spencer (1862), yang menggunakan kata ini untuk menunjuk suatu status mental
seseorang. Kemudian pada tahun 1888 lange menggunakan konsep ini dalam suatu
eksperimen laboratorium. Kemudian konsep sikap secara populer digunakan oleh para ahli
psikologi,  perhatian terhadap sikap berakar pada alasan perbedaan individual. Mengapa
individu yang berbeda memperlihatkan tingkah laku yang berbeda dalam didalam situasi yang
sebagian besar gejala ini diterangkan oleh adanya perbedaan sikap. Sedang bagi para ahli
sosiologi sikap memiliki arti yang lebih besar untuk menerangkan perubahan sosial dan
kebudayaan.
Menurut L.L. Thurstone (1946), sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat
positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologi. Obyek psikologi disini
meliputi : simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya.
Zimbardo dan Ebbesen mengartikan sikap suatu predisposisi (keadaan mudah
terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau obyek yang berisi komponen-komponen cognitive,
effective, dan behavior.
  D.Krech and RS. Crutchfield, sikap adalah organisasi yang tetap dari
proses  motivasi, emosi, persepsi atau pengamatan atas suatu aspek dari kehidupan individu.
John H. Harvey dan William P. Smith, sikap merupakan kesiapan merespon secara
konsisten dalam bentu positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
Menurut Gerungan pengertian attitude dapat diterjemahkan dengan kata sikap
terhadap obyek tertentu, yang dapat merupakan sikap, pandangan atau sikap perasaan, tetapi
sikap mana disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap obyek
tadi itu. Jadi attitude itu lebih diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap
suatu hal.
Sedangkan Warren (1931) dan juga Cantril (1931) merumuskan sikap sebagai
disposisi atau prodisposisi untuk bereaksi; Baldwin (1905) dan juga Allport (1975)
merumuskan sebagai kesiapan; sedangkan Allport menyebut sebagai berfungsinya disposisi.
Dari berbagai defenisi diatas dapat dismpulkan bahwa sikap merupakan
kencnderungan bertindak, berfikir, berpersepsi, dan merasa dalam menghadapi objek, ide,
situasi, atau nilai. Sikap bukanlah perilaku, tetapi lebih merupakan kecenderungan untu
berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap bisa berupa orang, benda,
tempat, gagasan, situasi atau kelompok. Dengan demikian, pada kenyataannya, tidak ada
istilah sikap yang berdiri sendiri.

2.      Sikap dan perilaku


Pengkajian antara sikap dan perilaku telah banyak dilakukan oleh ahli-ahli ilmu
sosial. Apakah sikap itu mengungkapkan hal yang berhubungan dengan perilaku ? pertanyaan
ini telah menjadi pokok pembahasan dalam suatu perdebatab yang berkelanjutan didalam
ilmu-ilmu sosial selama seratus tahun lalu.
Perilaku seseorang akan diwarnai atau dilatarbelakangi oleh sikap yang ada  pada
orang yang bersangkutan. Namun demikian tidak semua ahli menerima pendapat bahwa
perilaku itu dilatar belakangi oleh sikap yang ada pada diri orang yang bersangkutan.
Menurut Meyrs (1983) sampai sekitar tahun 1960 para ahli memandang bahwa
adanya kaitan antara sikap dengan perilaku. Seperti apa yang Krech dan Cruthfield (1954)
diatas dengan jelas menyatakan hal tersebut. Tetap pada sekitar tahun 1964 dengan penelitian
Leon Festinger pandangan diatas mengalami perubahan yang sangat berati, seperti yang telah
dipaparkan diatas bahwa perilaku seseorang tidak dilatar belakangi oleh sikap yang ada pada
orang yang bersangkutan. Ini berarti bahwa asumsi bila sikap berubah, akan mengubah
perilaku tidak berperilaku lagi. namun  demikian menurut Meyrs (1983) pendapat Festinger
tersebut merupakan antitesa terhadap pada pendapat Hegel, yaitu adanya tesa, antitesa, maka
ada pula sintesanya, dan ini yang diambil langkah oleh Meyrs. Meyrs (1983) berpendapat
bahwa perilaku itu merupakan  bahwa sesuatu yang akan kena banyak pengaruh dari
lingkungan. Demikian pula sikap yang diekspresikan juga merupakan sesuatu yang
dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Sedangkan expressed attutudes adalah merupakaan
perilaku. Orang tidak dapat mengukur sikap secara langsung, maka yang diukur adalah sikap
yang menampak, dan sikap yang menampak adalah juga perilaku. Karena itu bila orang
menetralisir pengaruh terhadap perilaku, maka denga jelas bahwa sikap  mempunyai kaitan
dengan perilaku. Perilaku dengan sikap saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan
yang lain. Dengan demikian dapat ditarik pendapat bahwa pada dasarnya pendapat Meyrs
cenderung adanya kaitan antara sikap dengan perilaku, sikap dengan perilaku saling
berpengaruh satu dengan yang lainnya.
Warner & DeFleur (1069, dalam Azwar, 1995) mengmukakan tiga postulat untuk
mengidentifikasi tiga pandangan umum mengenai hubungan sikap dan perilaku,
yaitu: postulate of consistency, postulate of independent variation, dan postulate of contingent
consistency. Penjelasan  mengenai postulat tersebut adalah sebagai  berikut :
a.       postulat konsitensi (postulate os consistency)
postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal merupakan petunjuk
yang cukup akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang bila ia
dihadapkan pada suatu objek sikap.
Jadi, postulat ini mengansumsikan adanya hubungan langsung antara sikap
dan perilaku. Bukti yang mendukung postulat konsistensi dapat terlihat pada pola
perilaku individu yang memiliki sikap ekstrem. Hal ini terjadi karena individu yang
memiliki sikap ekstrem cenderung untuk berperilaku yang didominasi keekstreman
sikapnya itu; sedangkan mereka yang sikapnya lebih moderat akan berperilaku
didominasi oleh faktor-faktor lain.

b.      postulat variasi independent (postulate of independent variation)


postulat variasi independent mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk
menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku berhubungan secara konsisten. Sikap dan
perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan
berbeda. Mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku. Dukungan  yang
jelas pada  postulat ini adalah hasil studi klasik yang sangat terkenal yang dilakukan
oleh LaPierre (1934).
Penelitian ini mengilustrasikan bahwa perilaku ditentukan oleh banyak faktor selain
sikap, dan faktor-faktor lain itu mempengaruhi konsistensi sikap-perilaku. Salah satu faktor
yang jelas adalah tingkat kendala dalam situasi; kita seringkali bertindak dengan cara yang
tidak konsisten dengan apa yang kita rasakan dan yakini.
c.       postulat konsistensi tergantung (postulate of contingent consistency)
postulat konsistensi tergantung menyatkan bahwa hubungan sikap dan
perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma,
peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan dan sebagainya, merupakan kondisi
ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Oleh karena itu,
sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap, akan berbeda dari waktu
kewaktu dan dari satu situasi kesituasi lainnya.
Tampaknya, postulat terakhir ini merupakan postulat yang masuk akal  dan paling
berguna dalam menjelaskan hubungan sikap dan perilku (Allen, Guy, & Edgley, 1980 dalam
Azwa, 1955).

3.      Bentuk-bentuk sikap
1)      Sikap sosial
Sikap  sosial dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-orang
sekelompoknya.
Obyeknya adalah obyek sosial (obyeknya banyak orang dalam kelompok) dan dinyatakan
berulang-ulang.
Misalnya : sikap berkabung seluruh anggota kelompok karena meninggalkannya seorang
pahlawannya.
Jadi yang menandai sikap sosial adalah :
a.          Subyek : orang-orang dalam kelompoknya.
b.         Obyek : obyeknya sekelompok, obyeknya sosial.
c.          Dinyatakan berulang-ulang.
2)      Sikap individual
Ini hanya dimiliki secara individual seorang demi seorang. Obyeknya pun bukan merupakan
obyek sosial. Misalnya : sikap yang berupa kesenangan atas salah satu jenis makanan atau
salah satu jenis tumbuh-tumbuhan. Individu sangat senang terhadap rujak cingur. Senang
yang bersiafat individual. Mungkin orang-orang lain meskipun dalam kelompoknya belum
tentu senang akan rujak cingur. Obyeknya  bukan obyek sosial.
Disamping pembagian sikap atas sosial dan individual sikap dapat pula dibedakan atas :
1.      Sikap positif
Sikap yang menunjukan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui,
serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.
2.      Sikap negatif
Sikap yang menunjukan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui
terhadap norma-norma yang berlaku dimana  individu itu berada.
Sikap  positif/negatif itu tentu saja berhubungan dengan norma. Orang tidak akan
tahu apakah sikap seseorang itu positif atau negatif tanpa mengetahui norma yang
berlaku.

4.      Ciri-ciri sikap
Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan
perangsang yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian. Dapatlah dikatakan bahwa
sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-
ciri sikap adalah sebagai berikut :
1.      Sikap itu dipelajari (learnability)
Sikap merupakan hasil belajar. Ini perlu dibedakan dari motif-motif psikologi
lainnya. Misalnya: lapar, haus, adalah motif psikologis yang tida dipelajari,
sedangkan pilihan kepada lapangan eropa adalah sikap.
Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa kesadaran kepada sebagian
individu. Barangkali yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila
individu mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik (untuk dirinya sendiri),
membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya
perseorangan.
2.      Memiliki kestabilan (stability)
Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap stabil, melalui
pengalaman. Misalnya : perasaan like dan dislike terhadap warna tertentu(spesifik)
yang sifatnya berulang-ulang atau memiliki frekuensi yang tinggi.
3.      Personal-sicietal significance
Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang
dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa oranglain menyenangkan,
terbuka serta hangat, maka ini akan sangat berarti bagi dirinya, ia merasa bebas dan
favorable.
4.      Berisi kognisi dan affeksi
Komponen cognisi dari pada sikap adalah berisi informasi yang Faktual, misalnya :
obyek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.
5.      Approach-avoidance directionality
Bila seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap sesuatu obyek, mereka akan
mendekati atau membantunya, sebaliknya bila seseorang memiliki sikap yang
unfavorable, mereka akan menghindarinya.
Adapun pendapat lain yang menjelaskan tentang ciri-ciri sikap adalah sebagai
berikut : 1) Sikap itu tidak dibawa sejak lahir, ini berarti bahwa manusia pada waktu
dilahirkan belum membawa sikap-sikap tertentu terhadap seseuatu objek; 2) sikap itu selalu
berhubungan dengan objek sikap, oleh karena itu sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam
hubungannnya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui  proses persepsi terhadap objek
tersebut; 3) sikap dapat tertuju pada satu objek saja, taapi juga dapat tertuju pada sekumpulan
objek-objek; 4) sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar; 5) sikap itu mengandung
faktor perasaan dan motivasi.

5.      Pembentukan dan perubahan sikap


Sikap timbul karena adanya stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu banyak
dipengaruhi oleh perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya : keluarga,
norma, golongan agama, dan adat istiadat. Dalam hal ini keluarga mempunyai peranan yang
besar dalam membentuk sikap putra-putranya. Sebab  keluargalah sebagai kelompok primer
bagi anak merupakan pengaruh yang paling dominan. Siakp seseorang tidak selamanya tetap.
Ia dapat berkembang manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar yang
bersiafat positif dan mengesankan. Antara perbuatan dan sikap ada hubungan  yang timbal
balik. Tetapi sikap tidak selalu menjelma dalam bentuk perbuatan atau tingkah laku. Orang
kadang-kadang menampakan diri dalam keadaan “diam” saja.
Ini bukan berarti orang tidak bersikap. Ia bersiakap juga hanya bentuknya : diam.
Misalnya : seorang ayah sedang enak-enak membaca koran. Tiba-tiba datang putera laki-
lakinya yang berumur lima tahun sambil menangis melaporkan bahwa ia habis berkelahi
denag temannya. Melihat hal semacam ini ayah hanya “diam saja” hal ini tida berarti bahwa
ayah tidak bersikap. Ayah itu telah bersikap, hanya perwujudan sikapnya diam. Memang
dalam kasus ini ada dua  kemungkinan :
1.      Ayah itu diam-diam dengan alasan kalau buru-buru anak itu dilerai, akan menimbulkan
kebiasaan tidak baik.
2.      Ayah itu akan cepat-cepat bertindak misalnya menggendong atau membelikan kembang
gula dan sebagainya agar anak tersebut berhenti menangis.
Kedua  kemungkinan ini, keduanya merupakan sikap si ayah, baik yang bertingkah laku
maupun yang tidak.
Sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial yang tertentu, misalnya : ekonomi,
politik, agama dan sebagainnya. Didalam perkembangannya sikap banya dipengaruhi oleh
lingkungan, norma-norma atau grup. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan sikap antara
individu yang satu dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang
diterima. Sikap akan terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap obyek tertentu atau suatu
obyek.
          
6.      Metode pengukuran atau memahami sikap
Para ahli psikologi sosial telah berusaha untuk mengukur sikap dengan berbagai cara.
Beberapa bentuk pengukuran sudah mulai dikembangkan sejak diadakannya penelitian sikap
yang pertama yaitu pada tahun 1920. Kepada subyek diminta untuk merespon obyek sikap
dalam berbagai cara.
pada umumnya digunakan tes psikologi yang berupa sejumlah item yang telah
disusun secara hati-hati, seksama, selektif sesuai dengan kriteria tertentu, tes psikologi ini
kemudian dikembangkan menjadi skala sikap. Dari skala sikap ini diharapkan mendapat
jawaban atas  dengan berbagai cara oleh responden terhadap suatu obyek psikologi. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan pernyataan (item) didalam skala
sikap ini, antara lain :
1. Hindarkan pernyataan yang menunjuk kepada masa lampau sebaliknya pada masa sekarang
2. Hindarkan pernyataan yang dapat diinterprestasikan dengan lebih dari satu macam
3. Hindarkan pernyataan yang tidak relevan dengan obyek psikologi yang akan diungkap.
4. Hindarkan pernyataan yang mungkin dibenarkan oleh setiap orang atau sebaliknya tidak
seorangpun
5. Pilihlah pernyataan yang telah anda percaya mampu menjangkau skala effeksi
6. Jagalah agar penggunaan bahasa dalam pernyataan itu sederhana dan jelas
7. Pernyataan diusahakan singkat, pendek, tidak lebih dari duapuluh kata
8. Satu pernyataan diusahakan berisi hanya satu masalah yang sifatnya lengkap
9. Pernyataan berisi suatu yang sifatnya umum misalnya : semua, selalu, tidak seorangpun
10.  Jika mungkin, pernyataan disusun dalam kalimat yang sederhana, tidak dalam kalimat
yang kompleks.
11. Hindarkan penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh responden
12. Hindarkan penggunaan istilah yang double   negatives
Pengukuran sikap secara langsung yang sering digunakan :
1. skala Thurstone (L.L Thurstone, 1928)
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Langkah pertama thurstone memilih dan mendefenisikan setepat mungkin “sikap”
yang akan diukur.
2.      Kemudian merumuskan sejumlah pernyataan tentang obyek sikap. Dalam hal
ini perlu diadakan perbaikan serta editing untuk penyempurnaan pernyataan itu.
Dalam proses editing ini Thurstone mengemukakan 5 kriteria, yaitu :
a. pernyataan harus pendek
b.pernyataan harus merumuskan sedemikian rupa sehingga  responden dapat
membenarkan atau menolak
c. pernyataan harus relevan dengan masalahnya.
d. pernyataan harus tidak mengandung pengertian ganda
e. pernyataan harus dapat menggambarkan semua kemungkinan secara
lengkap suatu pendapat terhadap masalah
3.      Langkah Thurstone berikut thurstone membagikan daftar pernyataan itu kepada
sejumlah responden  yang secara obyektif dan bebas akan menyatakan pendapatnya
baik positif maupun negatif.
4.      Kemudian, nilai skala menunjukan tingkat kepositifan atau kenegatifan terhadap
obyek, yang dihitung untuk setiap pernyataan.

2. Skala Likert (Rensis Likert)


Rensis Likert mengembangkan suatu skala beberapa tahun setelah Thurstone. Likert
juga menggunakan sejumlah pernyataan untuk mengukur sikap yang mendasar pada rata-rata
jawaban. Namun memiliki perbedaan disana-sini. Likert didalam pernyataannya
menggambarkan pandangan yang ekstrem pada masalahnya. Setelah pernyataan itu
dirumuskan, Likert membagikannya kepada sejumlah responden yang akan diteliti. Kepada
responden diminta untu menunjukan tingkatan dimana mereka setuju atau tidak setuju pada
setiap pernyatan dengan 5 (lima) pilihan skala : sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju,
sangat tidak setuju. Salah satu pernyataan untuk mengukur sikap terhadap kulit hitam
berbunyi : “saya tidak akan pernah kawin dengan orang kulit hitam”
Demikianlah, score 5 diberikan kepada yang menjawab sangat setuju, score 1 diberikan
kepada yang sangat tidak setuju. Dengan cara ini setiap pernyataan memberikan nilai skala
dari 1 sampai 5. Pernyataan semacam ini dimaksudkan untuk menghilangkan pernyataan yang
terasa membosankan atau diinterprestasikan dengan lebih dari satu macam.
Pernyataan seperti : “inteligensi secara historis tak dapat dielakan” mula-mula kelihatan
sepintas lalu sebagai pernyataan yang sederhana. Tetapi sebenarnya tidak sebab agak sulit
ditafsirkan, atau mengandung lebih dari 1 (satu) penafsiran. Mungkin juga kata-kata itu terasa
asing. Likert menghendaki konsistensi atau keajegan dalam pernyataan-pernyataan.
Skala Likert sangat populer saat ini karena skala ini termasuk mudah dalam penyusunannya.
Sudah banyak peneliti yang telah mempergunakan akan menyempurnakannya.

3. skala Bordagus
Emery Bordagus pada tahun 1925 menemukan suatu skala yang disebut skala jarak
sosial (social distance Scale) yang secara kuntatif mengukur tingkatan jarak seseorang yang
diharapkan untuk memelihara hubungan orang dengan kelompok-kelompok lain. Dengan
skala bordagus responden diminta untuk mengisi atau menjawab pernyataan satu atau semua
dari 7 pernyataan untuk melihat jarak sosial terhadap kelompok etnik group lainnya.

4. skala perbedaan semantik (the simantic differnt scale)


Skala ini dikembangkan oleh Osgood, Suci dan Tannerbaum (1957) yang meminta
responden untuk menentukan sikapnya terhadap obyek sikap, pada ukuran yang sangat
berbeda dengan ukuran yang terdahulu. Responden diminta untuk menentukan suatu ukuran
skala yang bersifat berlawanan yaitu positif atau negatif, yaitu : baik-buruk, aktif-pasif,
bijaksana-bodoh, dan sebagainya. Skala ini terbagi atas tujuh ukuran, dan angka 4 akan
menunjukan ukuran yang secara relatif netral. Score sikap dari individu diperoleh dengan
mentallies semua jawaban. Score yang lebih tinggi berarti lebih positif sikapnya terhadap
obyek, orang atau masalah lain yang ditanyakan.

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Motif adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan .Misalnya, apabila seseorang merasa
lapar, itu berarti kita membutuhkan atau menginginkan makanan. Motif menunjuk hubungan
sistematik antara suatu respon dengan keadaan dorongan tertentu.
Motif sosial adalah motif yang menunjukan bahwa tujuan yang ingin di capai mempunyai interaksi
dengan orang lain.
Empati adalah kemampuan seseorang ikut merasakan atau menghayati perasaan dan pengalaman
orang lain.
Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah laku
mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada.
Kesepakatan adalah suatu bentuk pengaruh sosial yang meliputi permintaan langsung dari seseorang
kepada orang lain.
Kepatuhan (Obedience) adalah suatu pengaruh sosial dimana seseorang hanya perlu memerintah satu
orang atau lebih untuk melakukan sesuatu atau beberapa tindakan yang diharapkannya
MATERI KELOMPOK 5

A. Peran yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial


Dalam menguraikan pengaruh masyarakat terhadap perkembangan sosial,
akan ditekankan kepada pengaruh kelompok sosial yang terdapat dari berbagai bidang
kelompok sosial.
1. Peranan Keluarga
Keluarga merupakan kelompok social pertama dalam kehidupan
manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia social di
dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Di dalam keluarga, manusia
pertama belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar
bekerja sama, bantu membantu, dan sebagainya. Sebagian besar interaksi
orang tua dan anak memiliki implikasi masa depan karena keluarga adalah
tempat masing-masing kita belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
Dissanayake (2000) menyatakan bahwa ketika kita datang ke dunia, manusia
sudah siap untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Peranan interaksi
social di dalam keluraga, turut menentukan pula cara-cara tingkah lakunya
terhadap orang lain. Apabila interaksi social di dalam keluarga tidak lancar,
besar kemungkinan bahwa interaksi socialnya dengan masyarakat juga
berlangsung dengan tidak lancar. Selain keluarga berperan sebagai tempat
manusia berkembang sebagai manusia social, terdapat peranan-peranan
tertentu di dalam keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan individu
sebagai makhluk social.
Keluarga merupakan intitusi yang paling penting terhadap proses
sosialisasi manusia. Hal ini dimungkinkan karna sebagai kondisi yang dimiliki
oleh keluarga. Pertama,keluarga merupakan kelompok primer yang selalu
tatap muka diantara anggota keluarganya. Kedua, orang tua mempunyai
kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan
hubungan emonisional dimana hubungan ini sangat mempengaruhi dalam
proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan social yang tetap, maka dengan
3
sendirinya orang tua mempunyai peran yang penting terhadap proses
sosialisasi terhadap anak.
Proses sosialisasi dalam keluarga dapat di lakukan baik secara formal
maupun informal. Proses sosialisasi formal di kerjakan melalui proses
pendidikan dan pengajaran, sedangakan proses sosialisasi informal di kerjakan
lewat proses interaksi yang di lakukan secara tidak sengaja. Antara proses
sosialisasi formal dengan proses sosialisasi informal seringkali menimbulkan
jarak karena apa yang di pelajari secara formal seringkali bertentangan dengan
yang di lihatnya. Situasi yang demikian sering menimbulkan konflik dalam
batin anak.
Menurut Mead setiap annggota baru masyarakat harus mempelajari
peran-peran yang ada dalam masyarakat. Suatu proses yang di namakan
pengambilan peran. Dalam proses ini seseorang belajar untuk mengetahui
peran yang harus di jalankannya serta peran yang di jalankan orang lain.
Melalui penguasaan peran yang ada dalam masyarakat ini seseorang dapat
berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Mead pada tahap pertama, Play Stage seorang anak kecil
mulai belajar mengambil peran orang yang berada di sekitarnya. Kedua, Game
Stage seseorang anak tidak hanya telah mengetahui peran yang harus
dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peran yang harus di jalankan oleh
orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Ketiga, Generalized Others pada tahap
ini ia telah mampu berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat karna
telah memahami peranannya sendiri serta peran orang lain dengan siapa ia
berinteraksi.
Pengalaman interaksi sosial di dalam keluarga, turut menentukan pula
cara-cara tingkah lakunnya terhadap orang lain. Apabila interaksi sosialnya di
dalam tidak lancar, maka besar kemungkinannya, bahwa interaksi sosial
dengan masyarakat juga berlangsung dengan tidak lancar. Jadi, selain keluarga
itu berperan sebagai tempat manusia itu berkembang sebagai manusia sosial,
peran- keluarg yan dapa
terdapat pula tertentu di dalam
peran a g t
mempengaru
hi
perkembang
an individu
sebagai
makhluk
sosial
2. Peranan
sekolah
perana sekola terhada perkeembang individ
Mengenai
n h p an u.
pertama, interaksi social yang berlaku disekolah biasanya tidak begitu
4
mendalam dan berkesinambungan seperti yangterjadi dikeluarga. Kedua,
penelitian mengenai peranan sekolah dalam perkembangan socialanak lebih
sulit dilakukan secara terinci seperti yang dapat dilakukan pada keluargakeluarga,
justru karena kesulitan dalam menentukan apakah pengaruh itu
hanya disebabkan keadaan-keadaan disekolah saja atau pengaruh tersebut turut
ditentuka pula oleh berbagai macamkeadaan dikeluarga anak yang
bersangkutan. Tampaknya sudah jelas bahwa terdapat pengaruh sekolah
terhadap perkembangan social anak-anak. Disamping itu, perananlingkungan
sekolah cukup besar.
Akibat pendidikan di sekolah sebagaimana dibuktikan dengan
beberapa eksperimen,sebaiknya kita pahami bukan seolah-olah sekolah itu
hanya merupakan lapangan tempat orang mempertajam intelektualitasnya.
Peranan sekolah sebenarnya jauh lebih luas. Yaitu pembentukan sikap-sikap
dan kebiasaan-kebiasaan yang wajar, perangsang dari potensi- potensi anak,
perkembangan dari kecakapan pada umumnya, belajar bekerja sama
dengankewannya, belajar memahami diri demi kepentingan orang lan,
memperoleh pelajaran, yangsemuanya mempunyai akibat pencerdasan otakotak
mereka.
3. Peranan Lingkungan Kerja
Seorang individu melewati masa kanak-kanak dan masa remaja
kemudian meninggalkan dunia kelompok permainannya, individu memasuki
dunia baru, yaitu di dalam lingkungan kerja. Pada umumnya individu yang ada
di dalamnya sudah memasuki masa hamper dewasa bahkan sebagian besar
mereka sudah dewasa, maka system nilai dan norma lebih jelas dan tegas.
Di dalam lingkungan kerja individu saling berinteraksi dan berusaha
untuk menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang berlaku di dalamnya.
Seseorang yang bekerja di likungan birokrasi biasanya akan memiliki gaya
hidup dan prilaku yang berbeda dengan orang lain yang bekerja di perusahaan
swasta. Seseorang yang bekerja dan bergaul dengan teman-temannya di
tempat kerja seperti dunia pendidikan tinggi, besar kemungkinan juga akan
berbeda prilaku dan gaya hidupnya dengan orang lain yang berprofesi di dunia
kemiliteran.
5
4. Peranan Media Massa
Betapa besarnya pengaruh alat komunikasi massa seperti perpustakaan,
majalah, surat kabar, ceramanumah radio, film, televise dan sebagainya itu
terhadap perubahan attitude - attitude dan terhadap perkembangan social
pribadi manusia. Yang menjadi perhatian mengenai pengaruh media massa ini
terhadap perkembangan orang ialah, apakah dan bagaimanakah pengaruh yang
negative dari frekuensi menonton bioskop, melihat televise dan dari membaca
komik.
Bahwa seringnya atau tidak seringnya orang dikenakan komunikasi
massa itu sendiri belum mempunyai akibat yang cukup tegas. Jadi, rupa -
rupanya bukan frekuensi yang menentukan adanya pengaruh tertentu,
melainkan isi dari film, buku atau ceramah itulah yang lebih mempengaruhi
perkembangan sosial manusia. Tetapi hal ini secara umum sulit ditentukan
secar empiris eksperimental, sedangkan pengaruh - pengaruh khusus dari alat -
alat komunikasi massa terhadap perkembangan social manusia.
B. Pengaruh Perkembangan Sosial
Pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku masyarakat, terutama
pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide - ide dari teori - teori yang menyebabkan
sikap kritis terhadap situasi dan orang lain. Pengaruh egosentris sering terlihat pada
pemikiran remaja, yaitu :
a) Cita-cita dan idealisme yang baik , terlalu menitik beratkan pikiran sendiri
tanpa memikirkan akibat jauh dan kesulitan-kesuliatn praktis.
b) Kemampuan berpikir dengan pendapat sendiri belum disertai pendapat orang
lain
Pencerminan sifat egois dapat menyebabkan dalam menghadapi pendapat orang
lain, maka sifat ego semakin kecil sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang
semakin baik dan matang.
Perbedaan Individual dalam Perkembangan Sosial
Bergaul dengan sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh setiap orang, baik
secara individual maupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek, terdapat
perbedaan individual manusia, yang hal itu tampak juga dalam perkembangan
sosialnya.
6
Sesuai dengan Teori komprehensif yang dikemukakan oleh Erickson yang
menyatakan bahwa manusia hidup dalam kesatuan budaya yang utuh, alam dan
kehidupan masyarakat menyediakan segala Hal yang dibutuhkan manusia. Namun
sesuai dengan minat, kemampuan, dan latar belakang kehidupan budayanya maka
berkembang kelompok-kelompok sosial yang beranekaragam. Remaja yang telah
mulai mengembangkan kehidupan bermasyarakat, maka telah mempelajari pola-pola
yang sesuai dengan kepribadiannya.
Upaya Pengembangan Hubungan Sosial Remaja dan Implikasinya dalam
Penyelenggaraan Pendidikan
a) Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan
rangsang kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat.
b) Perlu sering diadakan kegiatan kerja bakti , bakti karya dan kelompokkelompok
belajar untuk dapat me

Anda mungkin juga menyukai