Anda di halaman 1dari 150

PENGARUH PROFESIONALISME, FAKTOR ORGANISASIONAL DAN

FAKTOR SITUASIONAL TERHADAP INTENSI INTERNAL AUDITOR


MELAKUKAN WHISTLEBLOWING
(Studi Empiris pada Beberapa Inspektorat Jenderal Kementerian)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :
Annisa Herdiyany
NIM (1112082000044)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
PENGARUH PROFESIONALISME, FAKTOR ORGANISASIONAL DAN
FAKTOR SITUASIONAL TERHADAP INTENSI INTERNAL AUDITOR
MELAKUKAN WHISTLEBLOWING
(Studi Empiris pada Beberapa Inspektorat Jenderal Kementerian)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :
Annisa Herdiyany
NIM (1112082000044)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M

i
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Annisa Herdiyany

2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 28 November 1994

3. Alamat : KH Mas Mansyur 25A Blok 34/4/2,

Tanah Abang, Jakarta Pusat

4. Telepon : 08975883841

5. Email : annisaherdiyany@gmail.com

II. PENDIDIKAN

1. SD Negeri Lerep 06 Tahun 2000-2006

2. SMP Negeri 3 Ungaran Tahun 2006-2009

3. SMK Negeri 2 Jakarta Tahun 2009-2012

4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012-2016

III. PENGALAMAN BERORGANISASI

1. Anggota Purna Paskibraka Indonesia Jakarta Pusat Tahun 2010

2. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi Tahun 2013

IV. SEMINAR DAN WORKSHOP

1. Sebagai peserta dalam “Seminar Motivasi dan Kewirausahaan”, 6


September 2012 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

vi
2. Sebagai peserta dalam “Seminar Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi
Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi’ 3 Oktober 2012, Teater Lt.2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

V. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Alm. Herman Ali

2. Ibu : Deni Kusumawardani

3. Anak ke : 1 dari 1 bersaudara

vii
THE INFLUENCE OF PROFESIONALISM, ORGANIZATIONAL FACTOR
AND SITUATIONAL FACTORS TO INTERNAL AUDITOR’S
WHISTLEBLOWING INTENTIONS

ABSTRACT

This research is to examine empirically the influence of professionalism,


organizational factor (managerial status) and situational factors (seriousness of
wrongdoing and status of wrongdoer) on internal auditor’s whistleblowing
intentions. Based on purposive sampling method, this research used a sample of
101 respondents who work as internal auditors in ministry that use
whistleblowing system. Data was analyzed multiple regression analysis with SPSS
22 processing.
The result of this research indicates that situational factor (seriouness of
wrongdoing) has an influence on whistleblowin intentions. While the
professionalism, organizational factor (managerial status) and situational factor
(status of wrongdoer) do not have an influence on whistleblowin intentions.

Keywords: professionalism, managerial status, seriousness of wrongdoing, status


of wrongdoer, whistleblowing intentions.

viii
PENGARUH PROFESIONALISME, FAKTOR ORGANISASIONAL DAN
FAKTOR SITUASIONAL TERHADAP INTENSI INTERNAL AUDITOR
MELAKUKAN WHISTLEBLOWING

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menilai secara empiris pengaruh


profesionalisme, faktor organisasional (status manajerial) dan faktor situasional
(tingkat keseriusan kecurangan dan status pelanggar) terhadap intensi internal
auditor melakukan whistleblowing. Berdasarkan metode purposive sampling,
penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 101 responden yang bekerja sebagai
internal auditor di kementerian yang menerapkan whistleblowing system. Data
dianalisis menggunakan analisis regresi berganda yang pengolahannya melalui
SPSS 22.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor situasional (tingkat
keseriusan kecurangan) berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing.
Sedangkan profesionalisme, faktor organisasional (status manajerial) dan faktor
situasional (status pelanggar) tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing.

Kata kunci : profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan,


status pelanggar, intensi whistleblowing

ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur yang tak terhingga


penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kemudahan dan kelancaran selalu penulis rasakan, serta
sholawat yang senantiasa penulis junjung kepada Rasullah SAW, sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana (S1) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, banyak


hambatan yang dialami penulis sehingga penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, bimbingan,
bantuan, serta doa tulus yang tiada henti-hentinya. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Mama dan Alm. Papa, terimakasih atas segala dukungan, doa dan kasih
sayang yang tidak pernah putus sampai saat ini.
2. Keluarga besar, terutama Eyang, terimakasih atas doa dan dukungannya.
3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, LC, MA selaku dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yessi Fitri, SE, M.Si., Ak selaku ketua Jurusan Akuntansi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Prof. Dr. Azzam Jazin, MBA selaku Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberikan pengarahan
dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah
Bapak berikan selama ini.

x
7. Ibu Fitri Yani Jalil, SE., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih banyak Ibu
atas segala bantuan, dukungan, perhatian, bimbingan, saran, dan waktu yang
selalu Ibu luangkan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya
sidang skripsi.
8. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmunya
dan karyawan dan staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
9. Keluarga AKUNTANSI B 2012 Galih, Fai, Ajay, Dara, Dina, Dita, Dwi,
Fadil, Farid, Fitri, Hery, Ilman, Ida, Jian, Kia, Latul, Mayeda, Rita, Randi,
Revan, Seren, Vivi, Yudhi, terima kasih atas dukungan dan bantuannya
kepada penulis, terutama untuk yang masuk grup “KITA” terimakasih
semangat yang tidak pernah berhenti dari kalian.
10. Ahmad Nauval Firaki, S.Kom., terimakasih atas waktu, semangat, bantuan
dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
11. Sahabat-sahabat tercinta, Rafi, Suhardi, Heni, Tanti, Titi, Nindya, Tya, Hesti,
Bu Lolo, Bu Susi, 20 PC, terimakasih atas dukungan yang telah diberikan.
12. Teman-teman AKUNTANSI 2012 yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, tanpa mengurangi rasa
hormat, dan terima kasih penulis atas masukan dan bantuannya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan dan maish jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman
dan pengatahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
segala bentuk saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk
perbaikan penelitian selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 10 Juni 2016

Annisa Herdiyany

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................ iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................. iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ..................... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vi

ABSTRACT ..................................................................................................... viii

ABSTRAK ...................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR .................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Penelitian ...................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 10

1. Tujuan Penelitian ............................................................ 10

2. Manfaat Penelitian .......................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 13

A. Tinjauan Literatur................................................................... 13

xii
1. Teori Perilaku Terencana ................................................ 13

2. Profesionalisme .............................................................. 14

3. Faktor Organisasional ..................................................... 15

4. Faktor Situasional ........................................................... 15

5. Intensi .............................................................................. 18

6. InternalAuditor ................................................................ 20

7. Whistleblowing .............................................................. .23

B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ........................................... 25

C. Kerangka Pemikiran ............................................................... 30

D. Perumusan Hipotesis .............................................................. 31

1. Profesionalisme terhadap Intensi Internal Auditor

Melakukan Whistleblowing ........................................... 31

2. Status Manajerial terhadap Intensi Internal Auditor

Melakukan Whistleblowing ............................................ 33

3. Tingkat Keseriusan Kecurangan terhadap Intensi

Internal Auditor Melakukan Whistleblowing ................. 34

4. Status Pelanggar terhadap Intensi Internal Auditor

Melakukan Whistleblowing ............................................ 35

5. Profesionalisme, Status Manajerial, Tingkat Keseriusan

Kecurangan, Status Pelanggar terhadap Intensi Internal

Auditor Melakukan Whistleblowing .............................. 36

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 38

A. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 38

xiii
B. Metode Penentuan Sampel ..................................................... 38

C. Metode Pengumpulan Data .................................................... 38

D. Operasionalisasi Variabel Penelitian...................................... 39

1. Profesionalisme ................................................................ 40

2. Status Manajerial ............................................................. 40

3. Tingkat Keseriusan Kecurangan dan Status Manajerial .. 40

E. Metode Analisis Data ............................................................. 42

1. Statistik Deskriptif .......................................................... 43

2. Uji Kualitas Data ............................................................ 43

a. Uji Reliabilitas .......................................................... 43

b. Uji Validitas .............................................................. 44

3. Uji Asumsi Klasik ........................................................... 44

a. Uji Multikolonieritas ................................................ 44

b. Uji Normalitas ......................................................... 45

c. Uji Heterokedastisitas .............................................. 46

4. Koefissien Determinasi ................................................... 47

5. Uji Hipotesis ................................................................... 48

a. Uji Signifikansi Parameter Individual

(Uj Statistik t).......................................................... 48

b. Uji Signifikansi Parameter Simultan

(Uji Statistik F) ........................................................ 49

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................. 50

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ........................... 50

xiv
1. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 50

2. Karakteristik Profil Responden ....................................... 52

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ............................................... 54

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ........................................... 54

2. Uji Kualitas Data ............................................................ 55

a. Uji Reliabilitas ......................................................... 55

b. Uji Validitas ............................................................. 56

3. Hasil Uji Asumsi Klasik ................................................. 58

a. Uji Multikolonieritas ................................................ 58

b. Uji Normalitas .......................................................... 59

c. Uji Heterokedastisitas .............................................. 63

4. Koefisien Determinasi..................................................... 64

5. Hasil Uji Hipotesis .......................................................... 65

a. Uji Signifikansi Parameter Individual

(Uj Statistik t).......................................................... 65

b. Uji Signifikan Parameter Simultan

(Uji Statistik F) ........................................................ 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 74

A. Kesimpulan ............................................................................ 74

B. Saran ....................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77

LAMPIRAN .................................................................................................... 81

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu di Indonesia.............................. 26

Tabel 2.2 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu di Luar Negeri .......................... 28

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ............................................. 41

Tabel 4.1 Data Sampel Penelitian ................................................................. 51

Tabel 4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian................................................. 51

Tabel 4.3 Deskripsi Responden ..................................................................... 52

Tabel 4.4 Hasil Uji Statistik Deskriptif ......................................................... 54

Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas ..................................................................... 56

Tabel 4.6 HasilUji Validitas Variabel Profesionalisme ................................ 57

Tabel 4.7 HasilUji Validitas Variabel Tingkat Keseriusan Kecurangan ....... 57

Tabel 4.8 HasilUji Validitas Variabel Status Pelanggar ............................... 58

Tabel 4.9 HasilUji Validitas Variabel Intensi Whistleblowing ..................... 58

Tabel 4.10 HasilUji Multikolonieritas............................................................. 59

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnocv ................................ 60

Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnocv ................................ 61

Tabel 4.13 Hasil Uji Glejser ............................................................................ 64

Tabel 4.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi ................................................... 65

Tabel 4.15 Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ........ 66

Tabel 4.16 Hasil Uji Signifikansi Parameter Simultan (Uji Statistik F) ......... 71

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran ..................................................... 30

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-P Plot ............... 62

Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram............ 62

Gambar 4.3 Hasil Uji Scatterplot ................................................................. 63

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian ..................................................... 81

Lampiran 2 Surat Keterangan dari Kementerian ......................................... 86

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian ................................................................. 92

Lampiran 4 Jawaban Responden.................................................................. 99

Lampiran 5 Hasil Output SPSS.................................................................... 115

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skandal akuntansi yang terjadi selama ini baik di Indonesia maupun di

luar negeri banyak melibatkan pihak yang berwenang dalam perusahaan.

Untuk dapat mengungkap skandal ini, perlu ditumbuhkan kesediaan

masyarakat agar bersedia melaporkan jika mengetahui telah terjadi tindak

pidana korupsi. Sebagian besar kasus ditemukannya tindak pidana korupsi

karena adanya informasi yang berasal dari aduan atau laporan dari masyarakat

atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), laporan pegawai/orang dalam,

temuan audit atau hasil investigasi intel. Laporan ini sangat membantu pihak

berwenang untuk proses penyelidikan selanjutnya karena biasanya pelapor

(whsitleblower) mempunyai informasi atau data yang dapat dijadikan bukti.

Keinginan dari seseorang untuk melaporkan kesalahan yang dilakukan

oleh orang lain kepada pihak yang berwenang merupakan suatu hal yang

penting bagi suatu organisasi untuk mencegah kerugian yang mungkin

timbul. Sejalan dengan hal tersebut akan timbul suatu pertanyaan faktor-

faktor apakah yang mempengaruhi seorang individu untuk berkeinginan

melaporkan pelanggaran etik yang dilakukan orang lain yang berada dalam

lingkup tanggung jawabnya.

Di Indonesia sendiri istilah whistleblower sempat menjadi trending

topic pemberitaan di media massa. Susno Duadji yang melaporkan dan

mengungkap tentang adanya mafia pajak dan skandal di tubuh kepolisian.

1
Kasus Mufran Imron yang diancam akan dibunuh dan dibakar rumahnya

karena menjadi whistleblower kasus suap 27 orang dari 30 orang anggota

DPRD Seluma. Kemudian kasus whistleblower Simulator SIM, Sukotjo S.

Bambang, whistleblower kasus manipulasi pajak trilyunan rupiah PT. Asian

Agri oleh Vincentius Amin Sutanto dan whistleblower Khairiansyah seorang

auditor BPK yang mengaudit Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga

akhirnya beberapa anggota KPU dipidana dengan kasus korupsi. Pada kasus

Agus Condro yang merupakan mantan anggota DPR RI periode 1999 – 2004

dari partai PDI Perjuangan, ia mengungkapkan kepada publik bahwa dia dan

beberapa rekannya menerima cek perjalanan sebagai suap dalam pemilihan

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2000an awal. Agus Condro

secara terbuka mengakui dia termasuk sebagai penerima cek dari seorang

pengusaha untuk memenangkan calon deputi yaitu Miranda Goeltom. Ada

juga kasus Hambalang yang diungkap oleh Nazaruddin mantan bendahara

umum Partai Demokrat. Nazaruddin menjelaskan lebih rinci tentang aliran

dana fee proyek Hambalang yang diterima oleh sejumlah orang dan beberapa

nama muncul yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Di luar negeri ada Chintya Cooper, seorang internal audit yang

mengungkap kasus Worldcom. Chintya Cooper melaporkan kepada kepala

komite audit Max Hobbit kemudian meminta KPMG selaku eksternal audit

untuk melakukan investigasi. Chintya telah menyelamatkan perusahaan dari

kemungkinan lebih buruk bersama dengan whistleblower lainnya. Pada kasus

Enron, beberapa internal auditor yang mengetahui ketidaketisan tersebut tidak

2
melapor karena takut karir dan keselamatan mereka terancam. Namun

Sherron Watkins selaku wakil presiden Enron mengungkapkan ketidaketisan

tersebut. Ada juga Jeffrey Wigand adalah seorang whistleblower yang sangat

terkenal di Amerika Serikat sebagai pengungkap skandal perusahaan The Big

Tobbacoh. Perusahaan ini tahu bahwa rokok adalah produk yang addictive

dan perusahaan ini menambahkan bahan carcinogenic di dalam ramuan rokok

tersebut, dimana carcinogenic adalah bahan berbahaya yang dapat

menimbulkan kanker.

Dari kasus-kasus yang terjadi di Indonesia maupun di luar negeri

tersebut menimbulkan pertanyaan besar, mengapa internal auditor tidak dapat

mendeteksi fraud yang dilakukan oleh manajemen. Hal tersebut bisa terjadi

apabila manajemen memanipulasi tugas dan fungsi internal auditor. Pihak

manajemen berupaya agar fraud yang dilakukan tidak tersentuh atau bahkan

mustahil untuk ditemukan. Selain itu pihak manajemen juga dapat meminta

internal auditor untuk mengubah laporan dari penugasan audit internal yang

telah dilakukannya.

Internal auditor dituntut untuk memiliki sikap profesionalisme.

Internal auditor dengan profesionalismenya diharapkan dapat mendeteksi

segala bentuk fraud. Walaupun dapat mendeteksi fraud, tetapi tidak semua

internal auditor berani untuk mengungkapkan segala fraud tersebut. Tindakan

diam terhadap segala bentuk fraud seperti itu bertentangan dengan

profesionalisme internal auditor. Karena menurut Standar Profesi Internal

Auditor yang dikeluarkan oleh The Institute of the Internal Auditors (IIA),

3
bahwa internal auditor harus bersifat independen dan objektif terhadap

performa pekerjaan mereka (Sagara, 2013).

Peran internal auditor sangat penting bagi perusahaan, baik sektor

swasta maupun sektor pemerintah. Internal auditor bertindak sebagai penilai

independen untuk menelaah operasional perusahaan dengan mengukur dan

mengevaluasi kecukupan kontrol serta efisiensi dan efektifitas kinerja

perusahaan (Sawyer, 2005). Ketika seorang internal auditor mengaudit dan

mengindikasi bahwa pihak manajemen melakukan tindak kecurangan yang

material, maka akan menjadi suatu dilema etik bagi internal auditor tersebut

untuk mengungkap tindak kecurangan yang mungkin dilakukan oleh auditee.

Berbeda dengan auditor eksternal, whistleblowing yang dilakukan

oleh internal auditor akan menjadi pertimbangan yang lebih sulit. Apalagi

jika pelaku kecurangan adalah seseorang yang memiliki jabatan tinggi dalam

perusahaan. Secara kultural tidak jarang orang-orang yang bekerja di satu

organisasi tertentu dituntut untuk memiliki rasa keterikatan sosial baik

dengan organisasi atau orang di sekitar yang menjadi rekan kerjanya. Alasan

tersebut menjadi kebiasaan organisasi yang sebenarnya bisa berpengaruh

buruk terhadap kesehatan organisasi yang berwujud pada loyalitas buta.

Sedangkan yang akan dihadapi sang whistleblower tidaklah kecil. Pernyataan

kebenaran kepada publik umum justru bisa menjadi bumerang bagi dirinya

sendiri. Karena realita seringkali terjadi sebaliknya, sang pengungkap justru

malah dihukum oleh instansi, ada penurunan pangkat, bahkan pengucilan dari

rekan-rekannya yang tiba-tiba berubah menjadi musuh. Risiko yang harus

4
ditanggung para whistleblower amat berat, mulai dari ancaman kehilangan

pekerjaan sampai kemungkinan munculnya intimidasi tidak hanya terhadap

mereka tetapi juga terhadap anggota keluarganya. Dilema etika antara

loyalitas terhadap organisasi tempat seorang bekerja atau loyalitas terhadap

dirinya sebagai seseorang yang memiliki idealisme kuat yang ingin

membongkar permasalahan yang dirahasiakan.

Sistem hukum yang melindungi whistleblower merupakan

pertimbangan bagi individu untuk melaporkan perbuatan tidak etis di dalam

suatu organisasi. Peraturan yang secara khusus mengatur mengenai

whistleblowing sampai sekarang belum ada di Indonesia. Secara implisit, hal

ini diatur dalam Undang-undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun

2011 tentang Perlakuan terhadap Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan

Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (LPSK, 2011). Penerapan whistleblowing di

Indonesia telah dilakukan di sektor swasta dan sektor publik. Namun,

whistleblowing system akan menjadi tidak efektif jika tidak ada peraturan

yang mengatur secara jelas mekanisme whistleblowing dan perlindungan

hukum terhadap whistleblower.

Dampak dari ketidakjelasan sistem hukum ini akan mengakibatkan

whistleblower dapat dipindahkan atau diturunkan posisinya, bahkan sampai

pemutusan hubungan kerja. Namun, hal yang demikian tidak selamanya

dihadapi oleh whistleblower. Misalnya saja, pemberian Integrity Award oleh

Transparency International (TI) terhadap whistleblower. Pemberian award

5
dianggap perlu karena peran whistleblower yang cukup besar untuk

membongkar sebuah kasus. Namun, pemberian award harus

mempertimbangkan motif individu dalam melakukan whistleblowing. True

whistleblower harus dilihat dari motif pengungkapan kasus, terutama sejauh

apa keterlibatannya dalam kasus tersebut.

Tindakan individu untuk melakukan whistleblowing dipengaruhi oleh

faktor internal maupun faktor eksternal. Internal auditor berfungsi untuk

memberikan nilai tambah bagi organisasi, terutama dalam hal pengendalian

internal. Demikian juga jika dikaitkan dengan whistleblowing, internal auditor

diharapkan menjadi pihak pertama yang dapat mendeteksi jika terdapat red

flag bahwa telah terjadi tindakan yang tidak etis atau fraud. Internal auditor

memiliki kewenangan formal untuk melaporkan adanya ketidakberesan dalam

organisasi. Ketika internal auditor menemukan bukti bahwa informasi laporan

keuangan telah menyesatkan publik, internal auditor harus memutuskan

apakah melaporkan peristiwa tersebut dan kepada siapa dia harus melaporkan

(Miceli et al., 1991).

Namun pada kenyataannya, praktik tidak berjalan sesuai dengan teori.

Profesionalisme internal auditor masih dipertanyakan, salah satu contohnya

adalah kasus di Bank BTN yang melibatkan Guntur Dwi S sebagai internal

auditor yang menyalahgunakan jabatannya dengan menyelewengkan audit

yang tidak sesuai PSAK dalam menutupi kerugian Bank BTN akibat

terjadinya kredit macet, tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa.

Guntur telah melanggar kode etik internal auditor yaitu integritas, yang

6
menyatakan bahwa internal auditor harus 1) melakukan pekerjaan mereka

dengan kejujuran, ketekunan, dan tanggung jawab, 2) mentaati hukum dan

membuat pengungkapan yang diharuskan oleh ketentuan perundang-

undangan dan profesi, 3) sadar tidak boleh terlibat dalam aktivitas ilegal

apapun, atau terlibat dalam tindakan yang memalukan untuk profesi audit

internal atau pun organisasi, 4) menghormati dan berkontribusi pada tujuan

yang sah dan etis dari organisasi.

Kesenjangan antara penelitian dengan penelitian juga terjadi. Antara

penelitian Sagara (2013) dan Sari dan Laksito (2014) yang sama-sama

menggunakan variabel profesionalisme internal auditor, namun hasil

penelitiannya berbeda. Penelitian Sari dan Laksito (2014) mengatakan bahwa

afiliasi komunitas berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap

intensitas melakukan whistleblowing sedangkan aspek kewajiban sosial,

dedikasi terhadap pekerjaan, keyakinan terhadap peraturan profesi, dan

tuntutan untuk mandiri berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensitas

melakukan whistleblowing. Penelitian Sagara (2013) mengatakan bahwa

hanya dimensi tuntutan untuk mandiri yang berpengaruh positif terhadap

intensi melakukan whistleblowing, sedangkan dimensi afiliasi komunitas,

aspek kewajiban sosial, dedikasi terhadap pekerjaan, keyakinan terhadap

peraturan profesi berpengaruh negatif terhadap intensi melakukan

whistleblowing.

Faktor-faktor organisasional, individual, situasional, dan demografis

sangat penting untuk diteliti karena diyakini dapat mendorong partisipasi

7
aktif pimpinan, pegawai, dan pemangku kepentingan dalam upaya mencegah

dan mengungkap praktik atau tindakan yang bertentangan dengan good

governance melalui budaya keterbukaan, kejujuran, dan keadilan merupakan

faktor-faktor penting yang dapat memotivasi pimpinan, pegawai, dan

pemangku kepentingan untuk memberikan kontribusi bagi kepentingan

organisasi (Septianti, 2013).

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan minat whistleblowing

yang dilakukan oleh Park dan Blenkinsopp (2008) dan Winardi (2013)

menggunakan kerangka theory of planned behavior dari Ajzen untuk

menjelaskan faktor-faktor individual yang membentuk minat whistleblowing.

Salah satu faktor individual tersebut adalah sikap terhadap whistleblowing

(attitude towards whistle-blowing) yang menurut dua penelitian tersebut

memiliki pengaruh positif terhadap minat whistleblowing. Selain faktor

individual, beberapa penelitian juga mengaitkan faktor situasional seperti

tingkat keseriusan kecurangan dan status pelanggar (Winardi, 2013) dan

faktor demografi seperti gender, usia, dan tenure (Ahmad dkk., 2011) dan

suku bangsa (Septianti, 2013) sebagai faktor yang turut mempengaruhi minat

whistle-blowing.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan

penelitian ini karena pertama, internal auditor sering dilanda dilema etika

untuk melakukan whistleblowing atas kecurangan yang dilakukan oleh pihak

manajemen dan terancam akan dikucilkan bahkan dipecat. Ditambah dengan

belum adanya peraturan jelas yang mengatur tentang perlindungan hukum

8
bagi whistleblower di Indonesia. Namun jika internal auditor memegang

teguh profesionalismenya, dan tidak terpengaruh oleh pihak-pihak yang

melakukan kecurangan maka internal auditor tidak akan takut untuk

melakukan whistleblowing. Kedua, penelitian tentang whistleblowing di

Indonesia masih relatif sedikit dan hasilnya masih menunjukkan hasil yang

tidak konsisten. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian

yang berjudul “Pengaruh Profesionalisme, Faktor Organisasional dan Faktor

Situasional terhadap Intensi Internal Auditor melakukan Whistleblowing”.

Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya, yaitu penelitian

yang dilakukan oleh Septianti (2013) dan Sagara (2013). Perbedaan penelitian

ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

a. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya berfokus pada

faktor organisasional dan faktor situasional. Karena pada peneliti

terdahulu faktor individual seperti locus of control, komitmen

organisasional dan personal cost tidak berpengaruh signifikan terhadap

niat whistleblowing internal, sehingga peneliti menjadikan variabel

profesionalisme sebagai penggantinya yang mengacu pada penelitian

Sagara (2013).

b. Populasi dalam penelitian ini adalah internal auditor yang bekerja pada

sektor publik maupun swasta yang sudah menerapkan whistleblowing

system. Sedangkan pada peneliti sebelumnya populasinya adalah

pegawai PPATK.

9
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah profesionalisme berpengaruh terhadap intensi internal auditor

melakukan whistleblowing?

2. Apakah faktor organisasional berpengaruh terhadap intensi internal

auditor melakukan whistleblowing?

3. a. Apakah faktor situasional seperti tingkat keseriusan kecurangan

berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan

whistleblowing?

b. Apakah faktor situasional seperti status pelanggar berpengaruh

terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing?

4. Apakah profesionalisme, faktor organisasional dan faktor situasional

berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan

whistleblowing?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan

untuk memperoleh bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut :

1. Pengaruh profesionalisme terhadap intensi internal auditor

melakukan whistleblowing.

2. Pengaruh faktor organisasional terhadap intensi internal auditor

melakukan whistleblowing.

10
3. a. Pengaruh faktor situasional seperti tingkat keseriusan

kecurangan terhadap intensi internal auditor melakukan

whistleblowing.

b. Pengaruh faktor situasional seperti status pelanggar terhadap

intensi internal auditor melakukan whistleblowing.

4. Pengaruh profesionalisme, faktor situasional dan faktor

organisasional terhadap intensi internal auditor melakukan

whistleblowing.

2. Manfaat Penelitian

a. Kontribusi Teoritis

1) Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat untuk

menambah wawasan dan dapat dijadikan referensi tentang

whistleblowing.

2) Masyarakat, sebagai sarana informasi tentang whistleblowing

dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjadi

whistleblower.

3) Peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dan pembanding

untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang

whistleblowing.

4) Penulis, sebagai sarana untuk menambah wawasan mengenai

intensi internal auditor melakukan whistleblowing dan faktor-

faktor yang mempengaruhinya, sehingga diharapkan dapat

bermanfaat di masa yang akan datang.

11
b. Kontribusi Praktis

1) Internal auditor, diharapkan dapat dijadikan informasi untuk

meningkatkan profesionalisme internal auditor dan

mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi internal

auditor untuk melakukan whistleblowing.

2) Kementerian, diharapkan dapat bermanfaat untuk menilai

profesionalisme internal auditor serta faktor-faktor yang

mempengaruhi internal auditor untuk melakukan

whistleblowing.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

1. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behaviour)

Teori perilaku terencana merupakan perluasan dari teori tindakan

beralasan (theory of reasoned action) dibuat perlu oleh keterbatasan model

asli dalam menangani perilaku di mana orang tidak memiliki kendali

penuh atas kehendak. Theory of reasoned action menyatakan bahwa

intensi untuk melakukan suatu perilaku memiliki dua prediktor utama,

yaitu attitude toward the behavior dan subjective norm. Pengembangan

dari teori ini, planned behavior theory, menemukan prediktor lain yang

juga memengaruhi intensi untuk melakukan suatu perilaku dengan

memasukkan konsep perceived behavioral control. Sehingga terdapat tiga

prediktor utama yang memengaruhi intensi individu untuk melakukan

suatu perilaku, yaitu sikap terhadap suatu perilaku (attitude toward the

behavior), norma subyektif tentang suatu perilaku (subjective norm), dan

persepsi tentang kontrol perilaku (perceived behavioral control) (Ajzen,

2005).

a. Sikap terhadap perilaku.

Keyakinan-keyakinan perilaku (behavioral beliefs) yang kemudian

menghasilkan sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior)

adalah keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi

13
atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation), apakah

perilaku tersebut positif atau negatif.

b. Norma Subjektif

Keyakinan normatif (normative beliefs) adalah keyakinan tentang

harapan normatif orang lain yang memotivasi seseorang untuk

memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and motivation to

comply). Keyakinan normatif merupakan indikator yang kemudian

menghasilkan norma subjektif (subjective norms). Jadi norma subjektif

adalah persepsi seseorang tentang pengaruh sosial dalam membentuk

perilaku tertentu. Seseorang bisa terpengaruh atau tidak terpengaruh

oleh tekanan sosial.

c. Kontrol perilaku yang dipersepsikan

Keyakinan kontrol (control beliefs) yang kemudian melahirkan

kontrol perilaku yang dipersepsikan adalah keyakinan tentang

keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang

akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang

mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).

2. Profesionalisme

Menurut Arens et al. (2008) profesionalisme adalah tanggung jawab

individu untuk berperilaku lebih baik dari sekedar mematuhi undang-

undang dan peraturan masyarakat yang ada.

Menurut Tjiptohadi (1996) dalam Khikmah (2005) profesionalisme

bisa mempunyai beberapa makna. Pertama, profesionalisme berarti suatu

14
keahlian, mempunyai kualifikasi tertentu, berpengalaman sesuai bidang

keahliannya, atau memperoleh imbalan karena keahliannya. Seseorang

bisa dikatakan profesional apabila telah mengikuti pendidikan tertentu

yang menyebabkan mempunyai keahlian atau kualifikasi khusus. Kedua,

pengertian profesionalisme merujuk pada suatu standar pekerjaan yaitu

prinsip-prinsip moral dan etika profesi. Prinsip-prinsip moral seperti

halnya norma umum masyarakat, mengarahkan akuntan agar berperilaku

sesuai dengan tatanan kehidupan seorang profesional. Ketiga, profesional

berarti moral. Kadar moral seseorang yang membedakan antara internal

auditor satu dengan yang lainnya. Moral seseorang dan sikap menjunjung

tinggi etika profesi bersifat sangat individual.

3. Faktor Organisasional

1. Status Manajerial

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk membujuk atau

mempengaruhi orang lain untuk mengikuti perintahnya atau berbagai

bentuk norma yang dia dukung yang digunakan untuk mempengaruhi

anggota-anggota organisasional lainnya (Greenberger, dkk. 1987).

Dengan demikian, pemegang status manajerial yang tinggi dalam

organisasi mempengaruhi aktivitas whistleblowing.

4. Faktor Situasional

1. Tingkat Keseriusan Kecurangan (Seriousness of Wrongdoing)

Setiap anggota organisasi mempunyai persepsi yang berbeda

terhadap tingkat keseriusan kecurangan. Semakin tinggi tingkat

15
keseriusan kecurangan maka semakin tinggi pula kemungkinan untuk

melakukan whistleblowing. Miceli, Near dan Schwenk (1991)

mengatakan bahwa anggota organisasi mungkin memiliki reaksi yang

berbeda terhadap berbagai jenis kecurangan.

Zhuang (2003) mendefinisikan keseriusan perbuatan sebagai

sejauh mana masalah etis dianggap serius yang merupakan sebuah

fungsi dari karakteristik-karakteristik objektif situasi, penilaian nyata

dari orang lain mengenai masalah keseriusan, dan kecenderungan

individual untuk membesar-besarkan atau meminimalkan kepelikan

suatu masalah.

Ukuran keseriusan kecurangan dapat bervariasi. Beberapa

penelitian terdahulu menggunakan perspektif kuantitatif untuk

mengukur keseriusan kecurangan seperti yang dilakukan oleh Schultz

et al. (1993) dan Menk (2011) yang menerapkan konsep materialitas

dalam konteks akuntansi sehingga keseriusan kecurangan diukur

berdasarkan variasi besarnya nilai kecurangan/kerugian akibat

kecurangan. Perspektif kuantitatif tersebut merupakan pendekatan

yang paling mudah dilakukan karena indikatornya yang jelas, terukur

dan mudah diamati. Penelitian yang dilakukan oleh Curtis (2006)

menggunakan pendekatan kualitatif seperti kemungkinan wrongdoing

dapat merugikan pihak lain, tingkat kepastian wrongdoing

menimbulkan dampak negatif dan tingkat keterjadian wrongdoing.

16
Miceli, Near and Schwenk (1991) menambahkan bahwa jika

kecurangan dilakukan hanya untuk keuntungan pribadi belaka, seperti

pencurian, maka akan menimbulkan keinginan anggota organisasi

untuk melaporkan. Hal ini dikarenakan aksi pencurian hanya

memperkaya si pelaku sendiri, sama saja dengan merusak garis bawah

organisasi. Bagaimanapun, jika kecurangan dilakukan untuk

kepentingan perusahaan, maka kecil kemungkinan bagi anggota

organisasi untuk melaporkan. Misalnya, perusahaan menerbitkan

laporan keuangan yang sudah dimanipulasi, untuk menaikkan citra

perusahaan atau menaikkan laba untuk meningkatkan bonus

karyawan.

2. Status Pelanggar (Status of Wrongdoer)

Status dari anggota organisasi yang melakukan kecurangan atau

tindakan ilegal juga mempengaruhi kecenderungan untuk melakukan

whistleblowing. Kecurangan yang dilakukan oleh anggota organisasi

yang pangkatnya lebih tinggi, seperti top manajemen, tidak mudah

untuk dihentikan melalui pemecatan (Near & Miceli, 1990). Jika si

pembuat kecurangan berada pada level yang tinggi dalam organisasi,

dia mempunyai kekuasaan untuk menindas atau menekan si

whistleblower.

Kecil kemungkinan bagi seseorang untuk melaporkan kecurangan

yang dibuat oleh atasannya karena beberapa alasan: 1) takut akan

pembalasan dendam dari si pembuat kecurangan, 2) kelangsungan

17
perusahaan bergantung pada si pembuat kecurangan, 3) akibat negatif

yang siginifikan karena melaporkan si pembuat kecurangan.

Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah kecurangan yang

dipimpin oleh seseorang yang levelnya tinggi mungkin dilakukan

hanya untuk tujuan strategis belaka (Rehg, Miceli, Near, & Van

Scotter, 2008). Seperti kecurangan yang dibutuhkan untuk

memungkinkan organisasi menjadi kompetitif. Hal ini konsisten

dengan pendapat Brief dan Motowidlo (1986) bahwa keyakinan

anggota organisasi tentang apakah organisasi sebagai penerima

manfaat atau sebagai korban dari kecurangan akan mempengaruhi

reaksi mereka terhadap whistleblower.

5. Intensi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) intensi diartikan

sebagai maksud atau tujuan. Oxford Dictionary of Psychology

(Coleman dalam Chritstanti, 2008) mendefinisikan intensi sebagai

suatu kecenderungan perilaku yang dilakukan dengan sengaja dan

bukan tanpa tujuan. Sedangkan menurut Engel et al. (1993) (dikutip

dalam Sukirno & Sutarmanto, 2007), intensi adalah kompetensi diri

individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan suatu

perilaku tertentu.

Fishbein dan Ajzen (2005) menjelaskan intensi sebagai

representasi kognitif dan konatif dari kesiapan individu untuk

menampilkan suatu perilaku. Intensi merupakan penentu dan disposisi

18
dari perilaku, hingga individu memiliki kesempatan dan waktu yang

tepat untuk menampilkan perilaku tersebut secara nyata.

Secara spesifik, dalam planned behavior theory, dijelaskan bahwa

intensi untuk melakukan suatu perilaku adalah indikasi kecenderungan

individu untuk melakukan suatu perilaku dan merupakan anteseden

langsung dari perilaku tersebut. Intensi untuk melakukan suatu

perilaku dapat diukur melalui tiga prediktor utama yang memengaruhi

intensi tersebut, yaitu attitude toward the behavior, subjective norm,

dan perceived behavioral control (Ajzen, 2006).

Secara umum, jika individu memiliki intensi untuk melakukan

suatu perilaku maka individu cenderung akan melakukan perilaku

tersebut; sebaliknya, jika individu tidak memiliki intensi untuk

melakukan suatu perilaku maka individu cenderung tidak akan

melakukan perilaku tersebut (Fishbein & Ajzen, 2005). Namun intensi

individu untuk melakukan suatu perilaku memiliki keterbatasan waktu

dalam perwujudannya ke arah perilaku nyata, maka dalam melakukan

pengukuran intensi untuk melakukan suatu perilaku perlu untuk

diperhatikan empat elemen utama dari intensi, yaitu target dari

perilaku yang dituju (target), tindakan (action), situasi saat perilaku

ditampilkan (contex), dan waktu saat perilaku ditampilkan (time)

(Fishbein & Ajzen 2005).

19
6. Internal Auditor

Menurut Sukrisno Agoes (2004:221), internal audit (pemeriksaan

intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit

perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi

perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak

yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan

ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku. Peraturan

pemerintah misalnya peraturan di bidang perpajakan, pasar modal,

lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi dan lain-lain.

Ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi misalnya standar akuntansi

keuangan.

Menurut IIA (Institute of Internal Auditor) yang dikutip oleh

Boynton (2001:980) yakni:

”Internal auditing is an independent, objective assurance and

consulting activity designed to add value and improve an

organization’s operations. It helps an organization accomplish its

objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate

and improve the effectiveness of risk management, control, and

governance processes”.

Audit internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif, dan

konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan

operasi organisasi. Audit internal ini membantu organisasi mencapai

tujuannya dengan melakukan pendekatan sistematis dan disiplin untuk

20
mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen resiko,

pengendalian dan proses tata kelola.

Menurut Hiro Tugiman (2006:11), internal auditing atau

pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen

dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan

organisasi yang dilaksanakan.

Menurut Mulyadi (2002:29), audit intern adalah auditor yang

bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan

swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan

dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi,

menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan

organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan

organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh

berbagai bagian organisasi. IIA (Institute of Internal auditor)

memperkenalkan Standards for the professional Practice of Internal

Auditing (SPPIA) dikutip dari Sawyer (2005:8), audit internal adalah

fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam perusahaan untuk

memeriksa dan mengevaluasi aktivitas-aktivitasnya sebagai jasa yang

diberikan kepada perusahaan.

Definisi audit intern yang dikemukakan oleh Sawyer adalah

“audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif

yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang

berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1)

21
informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2)

risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan

diminimalisasi; (3) peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur

internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi yang

memuaskan telah terpenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara

efisien dan ekonomis; dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara

efektif – semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan

manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan

tanggung jawabnya secara efektif (Sawyer, 2005:10).

Marcia Miceli berargumen bahwa ada tiga alasan mengapa auditor

internal juga dapat dianggap sebagai whistleblower. Pertama, memiliki

mandat formal meski bukan satu-satunya organ dalam perusahaan

untuk melaporkan bila terjadi kesalahan. Setiap pegawai perusahaan

juga memiliki hak untuk melakukannya juga, meski pada umumnya

auditor internal yang lebih paham mengenai kesalahan yang terjadi

dalam perusahaan. Kedua, laporan auditor internal mungkin

bertentangan dengan pernyataan top managers. Jika para manager

cenderung menutupi kesalahan guna memoles kondisi perusahaan,

maka laporan auditor internal mengenai kesalahan justru sebaliknya,

membuat para stakeholder menjadi kecil hati. Ketiga, perbuatan

mengungkap kesalahan merupakan tindakan yang jarang ditegaskan

dalam aturan perusahaan. Hanya beberapa asosiasi profesi saja yang

menekankan bolehnya pelaporan kesalahan yang telah ditentukan

22
melalui jalur-jalur tertentu di internal perusahaan. (Semendawai,

2011:3-4).

7. Whistleblowing

Whistleblowing adalah pengungkapan tindakan pelanggaran atau

pengungkapan perbuatan melawan hukum, perbuatan tidak etis / tidak

bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi maupun

pemangku kepentingan, yang dilakukan oleh karyawan atau pimpinan

organisasi atau lembaga lain yang dapat mengambil tindakan atas

pelanggaran tersebut. Pengungkapan ini umumnya dilakukan secara

rahasia (confidential). (Tuanakotta, 2012).

Near dan Miceli (1985), mengartikan whistleblowing sebagai suatu

pengungkapan yang dilakukan anggota organisasi atas suatu praktik

illegal atau tanpa legitimasi hukum di bawah kendali pimpinan mereka

kepada individu atau organisasi yang dapat menimbulkan efek

tindakan perbaikan.

Menurut Dozier (1985) whistleblowing adalah tindakan

melaporkan suatu tindakan atau keputusan organisasi yang

menyimpang dari peraturan dan undang-undang yang dilakukan oleh

seseorang anggota organisasi itu kepada pihak lain seperti pemerintah,

media masa, atau pihak-pihak yang berkaitan.

Menurut King (1998) whistleblowing adalah tindakan yang

dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang pekerja untuk

23
melaporkan kekurangan yang dilakukan oleh pegawai atasan atau

majikannya kepada pihak lain.

Pada dasarnya pelapor pelanggaran (whistleblower) adalah

karyawan dari organisasi itu sendiri (pihak internal), akan tetapi tidak

tertutup adanya pelapor berasal dari pihak eksternal (pelanggan,

pemasok, masyarakat). Pelapor seyogyanya memberikan bukti,

informasi, atau indikasi yang jelas atas terjadinya pelanggaran yang

dilaporkan, sehingga dapat ditelusuri atau ditindaklanjuti. Tanpa

informasi yang memadai laporan akan sulit untuk ditindaklanjuti.

(Tuanakotta, 2012).

Menurut PP No.71 Tahun 2000 pelapor adalah orang yang

memberi suatu informasi kepada penegak hukum atau komisi

mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Adapun istilah

pengungkap fakta (whistleblower) dalam UU Nomor 13 Tahun 2006

tentang Pelindungan Saksi dan Korban tidak memberikan pengertian

tentang “pengungkap fakta”, dan berkaitan dengan itu hanya

memberikan pengertian tentang saksi. Adapun yang disebut dengan

saksi menurut UU No. 13 Tahun 2006 adalah orang yang dapat

memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu

24
perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan / atau ia

alami sendiri.

Whistleblower memiliki dua mekanisma pelaporan pelanggaran

organisasional, yaitu mekanisma pelaporan internal dan eksternal.

Eaton dan Akers (2007) mengemukakan bahwa whistleblowing

internal melibatkan pelaporan informasi kepada sumber yang berada di

dalam organisasi, sedangkan whistleblowing eksternal melibatkan

pelaporan informasi kepada sumber yang berada di luar organisasi,

misalnya media atau regulator.

B. Hasil – Hasil Penelitian Terdahulu

Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu

mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel

2.1 dan tabel 2.2.

25
Tabel 2.1
Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu di Indonesia

Peneliti Metode Penelitian


No Judul Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) Persamaan Perbedaan
1. Rizki Faktor-Faktor yang Variabel Tingkat Sikap terhadap Sikap terhadap whistleblowing, komitmen
Bagustianto, Mempengaruhi Minat Keseriusan Whistleblowing, organisasi, tingkat keseriusan kecurangan
Nurkholis Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kecurangan Komitmen Organisasi, berpengaruh positif terhadap minat PNS
melakukan tindakan whistleblowing
(2015) untuk melakukan tindakan Dan Whistleblowing Personal Cost
kecuali personal cost.
Whistle-blowing Sampling PNS di BPK
2. Devi Novita Profesionalisme Internal Variabel Sample pada Afiliasi Komunitas berpengaruh positif
Sari, Herry Auditor dan Intensi Profesionalisme dan perusahaan perbankan namun tidak signifikan terhadap intensitas
Laksito (2014) Melakukan Whistleblowing Whistleblowing nasional melakukan whistleblowing
Kewajiban Sosial, Dedikasi terhadap
Pekerjaan, Keyakinan terhadap Peraturan
Profesi, dan Tuntutan untuk Mandiri
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap intensitas melakukan
whistleblowing
Bersambung pada halaman selanjutnya

26
Tabel (lanjutan)

Peneliti Metode Penelitian


No Judul Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) Persamaan Perbedaan
3. Windy Pengaruh Faktor Faktor Faktor Individual, dan Status manajerial, locus of control,
Septianti Organisasional, Organisasional, Demografis komitmen organisasional, personal cost,
(2013) Individual, Situasional, Dan Situasional, dan niat Sample pegawai status pelanggar tidak berpengaruh
Demografis Terhadap Niat whistleblowing PPATK signifikan
Melakukan Whistleblowing Keseriusan pelanggaran, suku bangsa
Internal berpengaruh signifikan terhadap niat
whistleblowing internal
4. Yusar Sagara Profesionalisme Internal Variabel Variabel status Hanya dimensi Tuntutan untuk Mandiri
(2013) Auditor dan Intensi Profesionalisme dan manajerial, tingkat yang berpengaruh positif, sedangkan
Melakukan Whistleblowing Whistleblowing keseriusan dimensi Afiliasi Komunitas, Kewajiban
Sosial, Dedikasi terhadap Pekerjaan,
Metode Analisis kecurangan, status
Keyakinan terhadap Peraturan Profesi
Regresi Berganda pelanggar berpengaruh negatif terhadap intensi
melakukan whistleblowing.
5. Rijadh Djatu The Influence of Individual Variabel Situational: Variabel Individual: Sikap terhadap Whistleblowing, Norma
Winardi and Situational Factors on Tingkat Keseriusan Sikap terhadap Subjektif, Tingkat Keseriusan Kecurangan,
(2013) Lower Level Civil Servants’ Kecurangan, Status Whistle-blowing, Status Pelaku Kecurangan berpengaruh
Whistle-Blowing Intention Pelaku Kecurangan, Norma Subjektif, positif dan siginifikan terhadap intensi
in Indonesia Perceived whistleblowing
Behavioural Control
Personal Cost of
Reporting

27
Tabel 2.2

Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu di Luar Negeri

Peneliti Metode Penelitian


Hasil Penelitian
No (Tahun) Judul Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Zakaria, Razak Antecedent Factors of Variabel Intensi Variabel Budaya etis Budaya etis organisasional, Penilaian
& Noor (2015) Whistleblowing Whistleblowing organisasional, deontological dan Penilaian Teleological
Penilaian berpengaruh positif terhadap intensi
Deontological, whistleblowing
Penilaian Teleological
2. Jingyu Gao, Whistleblowing Intentions of Variabel Intensi Variabel Saluran Intensi whistleblowing lebih tinggi ketika
Robert Lower-Level Employees: Whistleblowing dan Pelaporan, Bystanders saluran pelaporan dikelola oleh pihak di
Greenberg, The Effect Status Pelanggar luar perusahaan dibandingkan pihak
of Reporting Channel, internal, Status pelanggar berpengaruh
Bernard
Bystanders, and Wrongdoer terhadap intensi whistleblowing
Wong-On-
Power Status
Wing (2014)
3. Pailin The Influence of Subjective Variabel Intensi Norma Subjektif, Norma Subjektif dan Sikap terhadap
Trongmateerut Norms on Whistle-Blowing: Whistleblowing Sikap terhadap Whistleblowing berpengaruh positif dan
, John T. A Cross-Cultural Whistleblowing signifikan terhadap intensi Whistleblowing
Sweeney Investigation
(2012)
Bersambung pada halaman selanjutnya

28
Tabel (lanjutan)

Peneliti Metode Penelitian


No Judul Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) Persamaan Perbedaan
4. Syahrul Ahmar Internal Auditors and Variabel Status Variabel Iklim etis, Locus of Control dan Komitmen
Ahmad, Internal Whistleblowing Manajerial Organisational: Organisasi berpengaruh positif dan
Professor Intentions: A Variabel Situational: Ethical Climate, signifikan terhadap niat melakukan
study of Organisational, Seriousness of Ukuran Perusahaan
Malcolm whistleblowing internal
Individual, Situational and Wrongdoing dan Variabel Individual:
Smith, Demographic Factors Pertimbangan Etis, Auditor Internal perempuan lebih etis
Status of
Dr Zubaidah Locus of Control dan dalam pertimbangan dan perilaku mereka
Wrongdoers
Ismail (2011) dan Komitmen daripada laki-laki
Organisasi Auditor internal berusia diatas 36 lebih
Variabel Demografis: intensi untuk whistleblowing daripada
Jenis Kelamin, Umur, yang berusia dibawah 36
dan Jabatan
Sampling pada
internal audit yang
terdaftar di Institute of
Internal Auditor of
Malaysia (IIAM)
Sumber: Data yang diolah, 2016.

29
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam
gambar 2.1.

Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran

Internal Auditor harusnya Banyak internal auditor


melaporkan jika terjadi yang takut melaporkan
pelanggaran pelanggaran

Kesenjangan antara teori dan praktik

Basis Teori : Teori Perilaku Terencana (Theory


of Planned Behavior)

Variabel Independen Variabel Dependen

Profesionalisme (X1)

Intensi Internal
Faktor Organisasional :
Auditor
Status Manajerial (X2)
melakukan
Whistleblowing
Faktor Situasional :
(Y1)
- Tingkat
Keseriusan
Kecurangan (X3)
- Status Pelanggar
(X4)

Bersambung pada halaman selanjutnya

30
Gambar 2.1 (lanjutan)

Metode Analisis :
Regresi Berganda

Hasil Pengujian dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

D. Perumusan Hipotesis

Hubungan atau Keterkaitan antara variabel independen dan dependen

dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Profesionalisme terhadap intensi auditor internal melakukan

whistleblowing

Hall (1968) dalam Kalbers dan Fogarty (1995) mengembangkan

konsep profesionalisme dari level individual yang digunakan untuk

profesionalisme auditor, meliputi lima dimensi:

 Pengabdian pada profesi (dedication), yang tercermin dalam

dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan dan

kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari

penyerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan

didefinisikan sebagai tujuan hidup dan bukan sekedar sebagai alat

untuk mencapai tujuan. Penyerahan diri secara total merupakan

komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi utama yang

31
diharapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian kepuasan

material.

 Kewajiban sosial (social obligation), yaitu pandangan tentang

pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh

masyarakat ataupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

 Kemandirian (autonomy demands), yaitu suatu pandangan bahwa

seorang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri

tanpa tekanan dari pihak yang lain.

 Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self regulation),

yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai

pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan

pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu

dan pekerjaan mereka.

 Hubungan dengan sesama profesi (proffesional community

affiliation), berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan

termasuk organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega

informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan

profesi ini para profesional membangun kesadaran profesinya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Laksito (2014)

adalah dimensi Afiliasi Komunitas berpengaruh positif namun tidak

signifikan terhadap intensitas melakukan whistleblowing, sedangkan

dimensi Kewajiban Sosial, Dedikasi terhadap Pekerjaan, Keyakinan

terhadap Peraturan Profesi, dan Tuntutan untuk Mandiri berpengaruh

32
positif dan signifikan terhadap intensitas melakukan whistleblowing. Hal

ini berbeda dengan hasil penelitian Sagara (2013) yang menunjukkan

bahwa hanya dimensi Tuntutan untuk Mandiri yang berpengaruh positif

terhadap intensi melakukan whistleblowing, sedangkan dimensi Afiliasi

Komunitas, Aspek Kewajiban Sosial, Dedikasi terhadap Pekerjaan,

Keyakinan terhadap Peraturan Profesi berpengaruh negatif terhadap intensi

melakukan whistleblowing.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Laksito

(2014), Sagara (2013) dapat dinyatakan bahwa belum adanya hasil yang

konsisten tentang pengaruh profesionalisme terhadap intensi melakukan

whistleblowing. Penelitian ini akan menguji kembali keterkaitan antara

variabel profesionalisme dan intensi internal auditor melakukan

whistleblowing. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut:

H1: Profesionalisme berpengaruh terhadap intensi internal auditor

melakukan whistleblowing.

2. Status manajerial terhadap intensi internal auditor melakukan

whistleblowing

Hasil penelitian Keenan (2002) menunjukkan bahwa manajer level

atas lebih memiliki persepsi yang positif mengenai whistleblowing dan

lebih mungkin melakukan whistleblowing dalam berbagai jenis

pelanggaran dibandingkan dengan manajer level pertama dan manajer

level menengah karena manajer level atas berada pada posisi puncak

33
organisasi, memiliki diskresi dan kekuasaan yang lebih besar, dan

mendapat sedikit tekanan, sehingga merasa lebih bebas melakukan

whistleblowing.

Perbedaan status manajerial dalam organisasi diharapkan akan

mempengaruhi persepsi individu terhadap pelanggaran. Pegawai yang

memegang posisi manajerial yang lebih tinggi diharapkan akan lebih

bertanggungjawab untuk melaporkan dugaan pelanggaran karena mereka

dapat menghentikan potensi terjadinya pelanggaran dengan kekuasaan

yang dimiliki. Dengan demikian, status manajerial dalam organisasi

diharapkan akan mempengaruhi niat individu terhadap niat melakukan

whistleblowing internal (Septianti, 2013). Berdasarkan uraian sebelumnya

maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H2: Status manajerial berpengaruh terhadap intensi internal auditor

melakukan whistleblowing.

3. Tingkat keseriusan kecurangan terhadap intensi internal auditor

melakukan whistleblowing

Kaplan dan Shultz (2007) memberikan bukti bahwa intensi

individu untuk melaporkan dipengaruhi oleh sifat dari kasus. Penelitian

mereka berfokus pada karakteristik kecurangan dan memeriksa perilaku

pelaporan yang menjelaskan tiga kasus berbeda, meliputi kecurangan

keuangan, pencurian, dan kualitas kerja yang buruk. Dari hasil penelitian

tersebut ditemukan bahwa faktor ekonomi dan non ekonomi terlihat dari

hasil perbedaan yang signifikan dalam intensi pelaporan.

34
Hasil yang serupa juga ditemukan dalam penelitian Ayers dan

Kaplan (2005). Menggunakan pendekatan percobaan (melalui hipotesis

skenario kasus) ditemukan bahwa persepsi tentang tingkat keseriusan

kecurangan berhubungan dengan melaporkan kecurangan baik laporan

tanpa nama maupun menggunakan nama. Penelitian etika lainnya yang

menggunakan skenario kasus secara konsisten menunjukkan bahwa tingkat

keseriusan kecurangan secara signifikan berhubungan dengan pelaporan

individu atau intensi whistleblowing (Curtis, 2006; E.Z. Taylor & Curtis,

2010). Oleh karena itu hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut:

H3: Tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh terhadap intensi

internal auditor melakukan whistleblowing.

4. Status Pelanggar terhadap intensi internal auditor melakukan

whistleblowing

Temuan awal menunjukkan bahwa kemungkinan mengungkap

kecurangan organisasi menurun ketika status pelaku kecurangan berada

pada level atas (Miceli, Near, & Schwenk, 1991). Karena pelaku

kecurangan yang berada di level atas mempunyai kekuasaan dalam

organisasi, whistleblower mungkin akan mendapat pembalasan ketika

mereka mengejar pelaku kecurangan (Cortina & Magley, 2003). Oleh

karena itu hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H4: Status pelanggar berpengaruh terhadap intensi internal auditor

melakukan whistleblowing.

35
5. Profesionalisme, Status Manajerial, Tingkat Keseriusan Kecurangan,

Status Pelanggar terhadap intensi internal auditor melakukan

whistleblowing

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sagara (2013) yang

menggunakan lima dimensi profesional menunjukkan bahwa hanya

dimensi tuntutan untuk mandiri yang berpengaruh positif, sedangkan

dimensi afiliasi komunitas, kewajiban sosial, dedikasi terhadap pekerjaan,

keyakinan terhadap peraturan profesi berpengaruh negatif terhadap intensi

melakukan whistleblowing.

Pada penelitian Keenan (2002) menunjukkan bahwa manajer level

atas lebih memiliki persepsi yang positif mengenai whistleblowing dan

lebih mungkin melakukan whistleblowing dibandingkan dengan manajer

level pertama dan manajer level menengah.

Kaplan dan Schultz (2007) menguji karakteristik pelanggaran dan

menginvestigasi perilaku pelaporan dalam tiga kasus yang melibatkan

fraud keuangan, pencurian, dan kualitas kerja yang buruk. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa faktor ekonomik dan non-ekonomik yang muncul

dalam ketiga kasus tersebut merupakan faktor yang signifikan untuk

membedakan subjek niat melaporkan whistleblowing.

Kecenderungan seseorang melaporkan pelanggaran tergantung

pada persepsi bahwa pelaporan akan menghasilkan tindakan korektif dan

terkait dengan jabatan pelanggar dalam hierarki organisasional. Semakin

jauh rentang kekuasaan antara pelanggar dan observer pelanggaran,

36
semakin mungkin observer pelanggaran akan mendapatkan perlakuan

retaliasi. Jika pelanggar menduduki jabatan yang tinggi dalam hierarki

organisasi, maka pelanggar tersebut memiliki kekuatan untuk menekan

perilaku whistleblowing, sehingga menyebabkan semakin rendahnya niat

pegawai melakukan whistleblowing. Berdasarkan uraian sebelumnya maka

dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H5: Profesionalisme, Status Manajerial, Tingkat Keseriusan

Kecurangan, Status Pelanggar berpengaruh terhadap intensi internal

auditor melakukan whistleblowing.

37
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris pengaruh

variabel independen, yaitu profesionalisme, status manajerial, tingkat

keseriusan kecurangan, dan status pelaku kecurangan terhadap variabel

dependen, yaitu intensi internal auditor melakukan whistleblowing.

B. Metode Penentuan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

purposive sampling dengan teknik berdasarkan pertimbangan (judgement

sampling) yang merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang

informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu

dengan kriteria sebagai berikut:

a. Sampel merupakan internal auditor yang bekerja di Inspektorat

Jenderal Kementerian.

b. Kementerian yang sudah menerapkan whistleblowing system.

C. Metode Pengumpulan Data

Peneliti memperoleh data dalam penelitian ini dengan

menggunakan penelitian lapangan.

1. Penelitian Lapangan

Data utama dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian

lapangan, peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama (data

38
primer). Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah

internal auditor yang bekerja di Inspektorat Jenderal Kementerian di

wilayah DKI Jakarta. Kementerian yang sudah menerapkan

whistleblowing system antara lain Kementerian Perhubungan,

Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,

Kementerian Agama, Kementerian Kelautan dan Perikanan,

Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian

Ketenagakerjaan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,

Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian

Pertanian, dan Kementerian Hukum dan HAM. Peneliti memperoleh

data dengan mengirimkan kuesioner kepada Inspektorat Jenderal

Kementerian secara langsung. Data primer diperoleh dengan

menggunakan daftar pertanyaan yang telah terstruktur dengan tujuan

untuk mengumpulkan informasi dari internal auditor yang berkerja

pada Inspektorat Jenderal Kementerian sebagai responden dalam

penelitian. Sumber data dalam penelitian ini adalah skor masing-

masing indikator variabel yang diperoleh dari pengisian kuesioner

yang telah dibagikan kepada internal auditor yang berkerja di

Inspektorat Jenderal Kementerian sebagai responden.

D. Operasionalisasi Variabel Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan masing-masing variabel yang

digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya.

39
1. Profesionalisme (X1)

Menurut Arens et al. (2008) profesionalisme adalah

tanggung jawab individu untuk berperilaku lebih baik dari sekedar

mematuhi undang-undang dan peraturan masyarakat yang ada.

Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang

digunakan Sagara (2013). Variabel ini diukur menggunakan skala

likert 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang

setuju (3), setuju (4) dan sangat setuju (5).

2. Status Manajerial (X2)

Status manajerial diukur berdasarkan jawaban dari

responden mengenai jabatan yang sedang diduduki. Variabel status

manajerial diubah menjadi variabel dummy. Status manajerial yang

diberi kode 1 mewakili status manajerial yang lebih tinggi yaitu

Auditor Ahli, sedangkan status manajerial yang diberi kode 0

mewakili status manajerial yang lebih rendah yaitu Auditor

Terampil.

3. Tingkat Keseriusan Kecurangan (X3) dan Status Pelanggar

(X4)

Tingkat keseriusan pelanggaran dan status pelanggar diukur

menggunakan tiga jenis kasus hipotetis occupational fraud yang

dikembangkan oleh peneliti yang sebelumnya. Kasus pertama

berkaitan dengan penyalahgunaan aset. Kasus kedua berkaitan

40
dengan korupsi. Kasus ketiga berkaitan dengan fraud laporan

keuangan. Gundlach dkk. (2008) menyatakan bahwa pendekatan

dengan penggunaan kasus hipotetis dianggap cukup memadai dan

efektif untuk memperoleh data dalam penelitian whistleblowing.

Kasus occupational fraud yang digunakan dalam penelitian ini

disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Responden diminta

menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut menggunakan 5 poin

skala Likert.

Untuk lebih jelasnya mengenai variabel, sub variabel, dan

indikator dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian

Variabel Indikator No. Butir Skala


Pertanyaan Pengukuran
Profesionalisme 1,2,3,4
auditor dimensi
afiliasi komunitas
Profesionalisme 5,7,11
auditor dimensi
dedikasi terhadap
pekerjaan
Profesionalisme
Profesionalisme 6,8
(X1) (Sagara, Interval
auditor dimensi
2013)
keyakinan terhadap
peraturan sendiri
atau profesi
Profesionalisme 9,10
auditor dimensi
tuntutan untuk
mandiri
Status Auditor Ahli
Manajerial (X2) Auditor Terampil
(Permen PAN Nominal
No:
PER/220/M.PA

41
Variabel Indikator No. Butir Skala
Pertanyaan Pengukuran
N/7/2008)
Kasus yang 1.b
berkaitan dengan
penyalahgunaan
aset
Status Pelanggar Kasus yang 2.b
(X3) (Septianti, berkaitan dengan Interval
2013) korupsi
Kasus yang 3.b
berkaitan dengan
fraud laporan
keuangan
Kasus yang 1.a
berkaitan dengan
penyalahgunaan
Tingkat aset
Keseriusan Kasus yang 2.a
Pelanggaran berkaitan dengan Interval
(X4) (Septianti, korupsi
2013) Kasus yang 3.a
berkaitan dengan
fraud laporan
keuangan
Kasus yang 1.c
berkaitan dengan
penyalahgunaan
Intensi aset
melakukan Kasus yang 2.c
Whistleblowing berkaitan dengan Interval
(X5) (Septianti, korupsi
2013) Kasus yang 3.c
berkaitan dengan
fraud laporan
keuangan
Sumber: Data yang diolah, 2016.

E. Metode Analisis Data

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi

suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi,

42
varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness

(kemencengan distribusi) (Imam Ghozali, 2013:19).

2. Uji Kualitas Data

Pengujian kualitas data terdapat dua macam pengujian, yaitu

sebagai berikut:

a. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu

kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau

konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal

jika jawaban seseorang terhadap pernyataan tersebut

konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran

reliabilitas dapat dilakukan 2 cara yaitu:

1) Repeated measure atau pengukuran ulang. Disini

seseorang akan diberikan pertanyaan yang sama pada

waktu yang berbeda, kemudian dilihat apakah

jawabannya tetap konsisten dengan jawabannya.

2) One shot atau pengukuran sekali saja, disini

pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya

dibandingkan dengan pernyataan lain atau mengukur

korelasi antar jawaban pernyataan. Untuk mengukur

reliabilitas digunakan uji statistik Cronbach Alfa (α).

Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai

Cronbach’s Alfa > 0,60. Sedangkan jika sebaliknya,

43
data tersebut dikatakan tidak reliabel (Ghozali,

2013:47-48).

b. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau

tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid

jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan

sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.

Pengujian validitas ini menggunakan nilai signifikan di

bawah 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa masing-masing

indikator pertanyaan pada kuesioner valid ketika nilai

signifikansinya di bawah 0,05 (Ghozali, 2013:52-55).

3. Uji Asumsi Klasik

Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini,

maka peneliti melakukan uji multikolonieritas, uji normalitas, dan

uji heteroskedastisitas.

a. Uji Multikolonieritas

Pengujian multikolonieritas bertujuan untuk menguji

apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel

bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel

independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak

ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang

44
nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol

(Ghozali, 2013:105).

Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas di dalam

model regresi dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor

(VIF) dan nilai Tolerance. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap

variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel

independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel

independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel

independen lainnya. Jika nilai tolerance <0,10 atau sama dengan

nilai VIF > 10, maka dalam model regresi tersebut terdapat

multikolonieritas yang tidak dapat ditoleransi dan variabel

tersebut harus dikeluarkan dari model regresi agar hasil yang

diperoleh tidak bias (Ghozali, 2013:106).

b. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki

distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F

mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.

Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid

untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi

apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan

analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2013:160).

45
Analisis grafik menggunakan grafik histogram dan

probability plot. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan

mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya

menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi

memenuhi asumsi normalitas. Namun analisis grafik dapat

menyesatkan jika tidak hati-hati secara visual terlihat normal

padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu, dalam

penelitian ini selain menggunakan analisis grafik juga dilengkapi

dengan uji statistik menggunakan non-parametik Kolmogorov-

Smirnov (K-S). Dalam uji K-S dilihat dari angka probabilitas

signifikansi data residual. Jika angka probabilitas kurang dari 0,05

maka variabel ini tidak berdistribusi secara normal (Ghozali,

2011:164).

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak

terjadi heteroskedastisitas.

Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilihat

jika ada pola tertentu pada grafik scatterplot, seperti titik yang

46
membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar

kemudian menyempit). Analsis dengan grafik plots memiliki

kelemahan yang cukup signifikan karena jumlah pemgamatan

mempengaruhi hasil ploting. Oleh karena itu diperlukan uji

statistik yaitu uji Glejser. Uji Glejser mengusulkan untuk

meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika

variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi

variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas.

Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansi di bawah tingkat

kepercayaan 5%. (Ghozali, 2013:139-143).

4. Uji Koefisien Determinan (R2)

Koefisien determinan (R2) mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Nilai koefisien determinan adalah antara nol sampai satu. Apabila

hanya terdapat satu variabel independen maka R2 yang dipakai.

Tetapi apabila terdapat dua atau lebih variabel independen maka

yang dipakai adalah Adjusted R2. Setiap tambahan variabel

independen, R2 akan meningkat tidak peduli variabel tersebut

berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen.

Sedangkan nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu

variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali,

2013:97).

47
5. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan

model regresi berganda. Model regresi berganda umumnya

digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel

independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran

interval atau rasio dalam persamaan linier. Variabel independen

terdiri dari profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan

kecurangan dan status pelaku kecurangan. Sedangkan variabel

dependennya adalah intensi internal auditor melakukan

whistleblowing. Persamaan regresi berganda dirumuskan sebagai

berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

Keterangan :

Y = Intensi Internal Auditor melakukan Whistleblowing

a = Konstanta

b = Koefeisien Regresi

X1 = Profesionalisme

X2 = Status Manajerial

X3 = Tingkat Keseriusan Kecurangan

X4 = Status Pelaku Kecurangan

E = Error

Pengujian hipotesis ini melalui beberapa pengujian, yaitu:

a. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

48
Uji Statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh

satu variabel penjelas dan independen secara individu

dalam menerangkan variansi variabel dependen. Apakah

variabel independen berpengaruh secara nyata atau tidak

(Ghozali, 2013:98). Pengambilan keputusan dapat

dilakukan dengan melihat probabilitasnya, yaitu:

Jika probabilitas > 0,05, maka model ditolak.

Jika probabilitas < 0,05 maka model diterima.

b. Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel

independen atau bebas yang dimasukkan dalam model

mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel dependen atau terkait (Ghozali, 2013:98). Dalam

membandingkan probabilitas dengan taraf nyata kurang

dari 0,05.

Jika probabilitas > 0,05, maka model ditolak.

Jika probabilitas < 0,05 maka model diterima.

49
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah internal auditor yang bekerja

pada Inspektorat Jenderal Kementerian. Auditor yang berpartisipasi

dalam penelitian ini meliputi auditor ahli dan auditor terampil yang

melaksanakan pekerjaan di bidang auditing.

Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner

penelitian secara langsung dengan cara mendatangi responden yang

bekerja pada Inspektorat Jenderal Kementerian yang sudah menerapkan

whistleblowing system. Penyebaran serta pengembalian kuesioner

dilaksanakan mulai tanggal 11 Februari 2016 hingga 8 April 2016.

Penelitian dilakukan pada 13 Kementerian dari keseluruhan

kementerian yang ada. Kuesioner yang disebarkan berjumlah 155 buah

dimana jumlah kuesioner yang disebarkan di Kementerian Hukum dan

Hak Asasi Manusia merupakan jumlah yang paling banyak karena

peneliti melakukan trial kuesioner di kementerian tersebut. Dan jumlah

kuesioner yang kembali sebanyak 136 kuesioner atau 87,74%, sedangkan

sisanya sebanyak 19 kuesioner atau 12,26% tidak kembali dengan alasan

banyak auditor yang sedang tugas keluar kota. Kuesioner yang dapat

diolah berjumlah 101 atau 74,26%, sedangkan sisanya sebanyak 35

kuesioner atau 25,74% tidak dapat diolah dengan alasan tidak memenuhi

50
kriteria sebagai sampel dan tidak diisi secara lengkap oleh responden.

Gambaran mengenai data sampel disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1
Data Sampel Penelitian
No. Keterangan Jumlah Persentase
1. Jumlah kuesioner yang disebar 155 100%
2. Jumlah kuesioner yang kembali 136 87,74%
3. Jumlah kuesioner yang tidak 19 12,26%
kembali
4. Jumlah kuesioner yang dapat diolah 101 74,26%
5. Jumlah kuesioner yang tid ak dapat 35 25,74%
diolah
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Data distribusi penyebaran kuesioner penelitian ini dapat dilihat

dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2
Data Distribusi Sampel Penelitian
No. Inspektorat Jenderal Kementerian Kuesioner Kuesioner
dikirim dikembalikan
1. Kementerian Keuangan 10 10
2. Kementerian Luar Negeri 10 5
3. Kementerian Kelautan dan Perikanan 10 10
4. Kementerian Perhubungan 10 9
5. Kementerian Komunikasi dan 10 10
Informatika
6. Kementerian Ketenagakerjaan 10 10
7. Kementerian Perindustrian 10 10
8. Kementerian Hukum dan HAM 35 30
9. Kementerian Kesehatan 10 10
10. Kementerian Energi dan Sumber 10 10
Daya Mineral (ESDM)
11. Kementerian Agama 10 6
12. Kementerian Pendayagunaan 10 10
Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi
13. Kementerian Pertanian 10 6
Total 155 136
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.

51
2. Karakteristik Profil Responden

Responden dalam penelitian ini adalah internal auditor yang

bekerja pada Inspektorat Jenderal Kementerian di Jakarta. Dari seluruh

Kementerian yang ada, hanya 13 Kementerian yang sudah menerapkan

whistleblowing system. Berikut tabel 4.3 menjelaskan deskripsi mengenai

identitas responden penelitian yang terdiri dari jenis kelamin, usia,

pendidikan terakhir, lama bekerja, dan jabatan fungsional auditor.

Tabel 4.3
Deskripsi Responden

Deskriptif Keterangan Jumlah Presentase


Laki-laki 66 65,3%
Jenis Kelamin
Perempuan 35 34,7%
<20 tahun 0 0%
20-30 tahun 25 24,7%
Usia
31 – 40 tahun 42 41,6%
>40 tahun 34 33,7%
SLTA 3 3%
D3 6 5,9%
Pendidikan
S1 60 59,4%
Terakhir
S2 32 31,7%
S3 0 0%
<5 tahun 16 15,8%
Lama Bekerja 5 - 10 tahun 40 39,6%
>10 tahun 45 44,6%
Pelaksana 8 7,9%
Auditor Pelaksana
4 4%
Terampil Lanjutan
Jabatan Penyelia 5 4,9%
Fungsional Pertama 45 44,6%
Auditor Muda 21 20,8%%
Auditor
Ahli Madya 18 17,8%
Utama 0 0%
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

52
Berdasarka tabel 4.3 dapat diketahui bahwa jumlah responden

berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh laki-laki, yaitu sebanyak 66

orang atau 65,3% sedangkan sisanya sejumlah 35 orang atau 34,7%

responden berjenis kelamin perempuan.

Jumlah responden berdasarkan usia didominasi oleh responden

yang berusia 31-40 tahun yaitu sebanyak 42 orang atau 41,6%, kemudian

responden yang berusia >40 tahun sebanyak 34 orang atau 33,7%,

responden yang berusia 20 – 30 tahun sebanyak 25 orang atau 24,7% dan

terakhir tidak ada responden yang berusia <20 tahun atau 0%.

Berdasarkan pendidikan terakhir, responden didominasi dengan

latar belakang pendidikan S1 yaitu sebanyak 60 orang atau 59,4%.

Responden dengan pendidikan SLTA berjumlah 3 orang atau 3%,

responden dengan pendidikan D3 berjumlah 6 orang atau 5,9%,

responden dengan pendidikan S2 berjumlah 32 orang atau 31,7%, dan

yang terakhir tidak ada responden dengan pendidikan S3 atau 0%.

Jumlah responden berdasarkan lama bekerja didominasi oleh

responden yang lama bekerjanya lebih dari 10 tahun yaitu sebanyak 45

orang atau 44,6%. Kemudian disusul dengan responden yang lama

bekerjanya 5-10 tahun sebanyak 40 orang atau 39,6% dan responden

yang lama bekerjanya <5 tahun sebanyak 16 orang atau 15,8%.

Berdasarkan jabatan fungsional auditor, menunjukkan bahwa

responden didominasi oleh responden yang mempunyai jabatan

fungsional sebagai auditor ahli yaitu sebanyak 84 orang atau 83,2% yang

53
terdiri dari 45 auditor pertama, 21 auditor muda, dan 18 auditor madya.

Sedangkan sisanya sebanyak 17 orang atau 17,8% adalah auditor

terampil yang terdiri dari 8 auditor pelaksana, 4 auditor pelaksana

lanjutan dan 5 auditor penyelia.

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang meliputi

profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, status

pelanggar dan intensi whistleblowing akan diuji secara deskriptif seperti

yang terlihat dalam tabel 4.4

Tabel 4.4
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

TP 101 30 50 41,64 4,312


SM 101 0 1 ,83 ,376
TTKK 101 6 15 13,35 2,002
TSP 101 5 15 11,71 2,617
TIW 101 8 15 13,48 1,671
Valid N (listwise) 101
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Tabel 4.4 menjelaskan bahwa pada variabel profesionalisme

jawaban minimum responden sebesar 30 dan maksimum sebesar 50,

dengan rata-rata total jawaban 41,64 dan standar deviasi 4,312, maka

dapat disimpulkan bahwa rata-rata jawaban responden untuk variabel

profesionalisme adalah setuju. Variabel status manajerial jawaban

minimum responden sebesar 0 dan jawaban maksimum sebesar 1, dengan

54
rata-rata total jawaban 0,83 dan standar deviasi 0,376, maka dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah

auditor ahli. Pada variabel tingkat keseriusan kecurangan jawaban

minimum responden sebesar 6, jawaban maksimum sebesar 15, rata-rata

total jawaban 13,35 dan standar deviasi 2,002, maka dapat disimpulkan

bahwa rata-rata responden menganggap bahwa ketiga kasus dalam

kuesioner adalah serius. Variabel status pelanggar memiliki jawaban

minimum sebesar 5 dan maksimum sebesar 15, dengan rata-rata total

jawaban sebesar 11,71 dan standar deviasi sebesar 2,617, , maka dapat

disimpulkan bahwa rata-rata responden menganggap bahwa status

pelanggar dalam kasus tersebut adalah cukup berkuasa. Sedangkan pada

variabel intensi whistleblowing jawaban minimum responden sebesar 8,

jawaban maksimum sebesar 15, rata-rata total jawaban 13,48 dan standar

deviasi 1,671, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat

kemungkinan responden melaporkan kasus tersebut adalah tinggi.

2. Hasil Uji Kualitas Data

a. Hasil Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk menilai konsistensi dari

instrumen penelitian. Suatu instrumen penelitian dapat dikatakan

reliabel jika nilai Cronbach Alpha berada diatas 0,6 (Ghozali,

2011). Tabel 4.5 menunjukkan hasil uji reliabilitas untuk variabel

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

55
Tabel 4.5
Hasil Uji Reliabilitas

Cronbach’s
Variabel Keterangan
Alpha
Profesionalisme 0,677 Reliabel
Tingkat Keseriusan Kecurangan 0,846 Reliabel
Status Pelanggar 0,778 Reliabel
Intensi Whistleblowing 0,782 Reliabel
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Tabel 4.5 menunjukkan nilai cronbach’s alpha atas variabel

profesionalisme sebesar 0,677, tingkat keseriusan kecurangan

sebesar 0,846, status pelanggar sebesar 0,778 dan intensi

whistleblowing sebesar 0,782. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa pertanyaan dalam kuesioner ini reliabel karena mempunyai

nilai cronbach’s alpha lebih besar dari 0,6. Hal ini menunjukkan

bahwa setiap item pertanyaan yang digunakan akan mampu

memperoleh data yang konsisten yang berarti bila pertanyaan itu

diajukan kembali akan diperoleh jawaban yang relatif sama dengan

jawaban sebelumnya.

b. Hasil Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya

suatu kuesioner. Suatu pertanyaan pada kuesioner dikatakan valid

jika tingkat signifikansinya dibawah 0,05 (Ghozali, 2013). Tabel

berikut menunjukkan hasil uji validitas dari lima variabel yang

digunakan dalam penelitian ini, yaitu profesionalisme (P), status

manajerial (SM), tingkat keseriusan kecurangan (TKK), status

56
pelanggar (SP), dan intensi whistleblowing (IW), dengan 101

sampel responden.

Tabel 4.6
Hasil Uji Validitas Profesionalisme

Nomor Butir Pearson Sig


Keterangan
Pertanyaan Correlation (2-Tailed)
P1 0,541** 0,000 Valid
P2 0,549** 0,000 Valid
P3 0,488** 0,000 Valid
P4 0,601** 0,000 Valid
P5 0,491** 0,000 Valid
P6 0,427** 0,000 Valid
P7 0,482** 0,000 Valid
P8 0,532** 0,000 Valid
P9 0,438** 0,000 Valid
P10 0,290** 0,003 Valid
P11 0,445** 0,000 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Tabel 4.6 menunjukkan variabel profesionalisme

mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan

nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.

Tabel 4.7
Hasil Uji Validitas Tingkat Keseriusan Kecurangan

Nomor Butir Pearson Sig


Keterangan
Pertanyaan Correlation (2-Tailed)
TKK1 0,877** 0,000 Valid
TKK2 0,870** 0,000 Valid
TKK3 0,874** 0,000 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Tabel 4.7 menunjukkan variabel tingkat keseriusan

kecurangan mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan

dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.

57
Tabel 4.8
Hasil Uji Validitas Status Pelanggar

Nomor Butir Pearson Sig


Keterangan
Pertanyaan Correlation (2-Tailed)
SP1 0,895** 0,000 Valid
SP2 0,819** 0,000 Valid
SP3 0,779** 0,000 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Tabel 4.8 menunjukkan variabel status pelanggar

mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan

nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.

Tabel 4.9
Hasil Uji Validitas Intensi Whistleblowing

Nomor Butir Pearson Sig


Keterangan
Pertanyaan Correlation (2-Tailed)
IW1 0,827** 0,000 Valid
IW2 0,867** 0,000 Valid
IW3 0,808** 0,000 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Tabel 4.9 menunjukkan variabel intensi whistleblowing

mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan

nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.

3. Hasil Uji Asumsi Klasik

a. Hasil Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah

adanya korelasi antar variabel bebas (independen) dalam model

regresi. Untuk mendeteksi adanya masalah multikolonieritas dalam

penelitian ini dengan menggunakan Nilai Tolerance dan Variance

Inflation Factor (VIF). Tabel berikut ini menyajikan hasil uji

58
multikolonieritas dengan menggunakan Nilai Tolerance dan VIF,

yaitu:

Tabel 4.10
Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa

Unstandardized Standardized Collinearity


Coefficients Coefficients Statistics

Model B Std. Error Beta T Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) ,966 ,822 1,176 ,242

TP -,017 ,018 -,088 -,972 ,333 ,886 1,129

SM ,113 ,196 ,050 ,578 ,565 ,964 1,037

TTKKsqrt ,426 ,087 ,454 4,900 ,000 ,852 1,173

TSPsqrt ,110 ,083 ,120 1,332 ,186 ,908 1,101

a. Dependent Variable: TIWsqrt


Sumber: Data primer yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 4.10 diatas terlihat bahwa nilai tolerance

mendekati angka 1 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF)

disekitar angka 1 untuk setiap variabel, yang ditunjukkan dengan

nilai tolerance dan VIF untuk profesionalisme adalah 0,886 dan

1,129. Variabel status manajerial memiliki nilai tolerance 0,964

serta VIF 1,037. Kemudian variabel tingkat keseriusan kecurangan

dengan nilai tolerance 0,852 dan VIF 1,173. Dan untuk variabel

status pelanggar memiliki nilai tolerance 0,908 dan VIF 1,101.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model persamaan

regresi tidak terdapat problem multiko dan dapat digunakan dalam

penelitian ini.

b. Hasil Uji Normalitas

59
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam

sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independen

atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model

regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati

normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan

menggunakan analisis grafik (histogram dan probability plot) dan

uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dasar pengambilan

keputusan pada uji grafik histogram dan grafik normal p-plot

adalah dengan melihat bentuk grafik dan persebaran titik-titik

residual. Sedangkan pengambilan keputusan dalam uji K-S adalah

dengan melihat nilai probabilitas signifikansi data residual. Apabila

angka probabilitas lebih dari 0,05 berarti data terdistribusi secara

normal. Adapun hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov-

Smirnov (K-S) dapat dilihat dalam tabel 4.11

Tabel 4.11
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual
N 101
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 1,42501229
Most Extreme Differences Absolute ,120
Positive ,076
Negative -,120
Test Statistic ,120
Asymp. Sig. (2-tailed) ,001c

Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

60
Pada tabel 4.11 terlihat bahwa variabel memiliki

probabilitas signifikansi 0,001 dan nilainya jauh dibawah 0,05. Hal

ini berarti variabel profesionalisme, status manajerial, tingkat

keseriusan kecurangan, status pelanggar dan intensi whistleblowing

tidak terdistribusi secara normal. Untuk mendapatkan hasil

pengujian yang lebih baik dan valid maka dilakukan transformasi

variabel penelitian yang tidak terdistribusi secara normal ke dalam

bentuk akar kuadrat (sqrt). Hasil uji normalitas setelah transformasi

variabel dapat dilihat dalam tabel 4.12.

Tabel 4.12
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 101
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,70758413
Most Extreme Differences Absolute ,058
Positive ,048
Negative -,058
Test Statistic ,058
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Menurut tabel 4.12 diatas, hasil uji (K-S) menunjukkan

bahwa data terdistribusi normal setelah dilakukan transformasi

variabel tingkat keseriusan kecurangan, status pelanggar dan intensi

whistleblowing ke dalam bentuk akar kuadrat (sqrt). Hal ini terlihat

dari nilai probabilitas sebesar 0,200 lebih besar dari 0,05. Sehingga

model penelitian ini memenuhi uji asumsi klasik normalitas. Hasil

61
yang sama juga ditunjukkan oleh pengujian menggunakan grafik

normal p-plot pada gambar 4.1 dan histogram pada gambar 4.2.

Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot

Sumber: Data primer yang diolah, 2016

Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram

Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Gambar 4.1 dan 4.2 memperlihatkan penyebaran data yang

berada di sekitar garis diagonal dan bentuk grafik yang simetris

62
tidak condong ke kiri atau ke kanan. Hal ini menunjukkan bahwa

model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.

c. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji

apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians

dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians

dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,

maka disebut homoskedastisitas. Dalam penelitian ini uji

heteroskedastisitas menggunakan analisis grafik scatterplot dan uji

statistik menggunakan uji Glejser. Berikut hasil uji

heteroskedastisitas menggunakan grafik scatterplot.

Gambar 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot

Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Berdasarkan gambar 4.3, grafik scatterplot menunjukkan

bahwa data tersebat di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu

63
Y dan tidak terdapat suatu pola yang jelas pada penyebaran data

tersebut. Berikut hasil uji heteroskedastisitas menggunakan uji

Glejser.

Tabel 4.13
Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Uji Glejser
Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) 1,192 ,478 2,496 ,014

TP -,015 ,010 -,158 -1,482 ,142

SM -,023 ,114 -,021 -,202 ,840

TTKKsqrt -,049 ,051 -,105 -,968 ,336

TSPsqrt ,049 ,048 ,108 1,031 ,305

a. Dependent Variable: ABS_RES


Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Berdasarkan tabel 4.13 di atas, semua variabel independen

memiliki angka signifikan di atas 0,05. Hal ini terlihat dari nilai

signifikansi profesionalisme sebesar 0,142, status manajerial

sebesar 0,840, tingkat keseriusan kecurangan sebesar 0,336 dan

status pelanggar sebesar 0,305. Hal ini menunjukkan bahwa tidak

terjadi heteroskedastisitas pada model persamaan regresi, sehingga

model regresi layak digunakan untuk memprediksi intensi

melakukan tindakan whistleblowing.

4. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui

seberapa besar kemampuan variabel dependen dapat dijelaskan oleh

64
variabel independen. Adapun hasil uji koefisien determinasi untuk

variabel profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan

kecurangan, status pelanggar dan intensi whistleblowing disajikan

dalam tabel 4.14 di bawah ini:

Tabel 4.14
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate

1 ,545a ,297 ,268 ,72218

a. Predictors: (Constant), TSPsqrt, SM, TP, TTKKsqrt


b. Dependent Variable: TIWsqrt
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Tabel 4.14 menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square

sebesar 0,268. Hal ini menandakan bahwa variasi variabel

profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, dan

status pelanggar hanya bisa menjelaskan 26,8% variasi variabel

intensi whistleblowing. Sedangkan sisanya, yaitu 73,2% dijelaskan

oleh variabel-variabel lain di luar model baik yang berasal dari faktor

internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi intensi internal

auditor melakukan whistleblowing seperti komitmen organisasi,

personal cost, pertimbangan etis, faktor demografi dan lainnya.

5. Hasil Uji Hipotesis

a. Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui adanya

pengaruh masing-masing variabel independen secara individual

65
terhadap variabel dependen. Tabel berikut ini menyajikan hasil uji

statistik t dalam penelitian ini:

Tabel 4.15
Hasil Uji Statistik t
Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) ,966 ,822 1,176 ,242

TP -,017 ,018 -,088 -,972 ,333

SM ,113 ,196 ,050 ,578 ,565

TTKKsqrt ,426 ,087 ,454 4,900 ,000

TSPsqrt ,110 ,083 ,120 1,332 ,186

a. Dependent Variable: TIWsqrt


Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Berdasarkan tabel 4.15 dapat dilihat bahwa satu variabel

independen yaitu tingkat keseriusan kecurangan (TTKKsqrt) yang

berpengaruh terhadap variabel dependen intensi whistleblowing

(TIWsqrt). Sedangkan tiga variabel independen lainnya yaitu

profesionalisme (TP), status manajerial (SM), status pelanggar

(TSPsqrt) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen intensi

whistleblowing (TIWsqrt). Adapun penjelasannya sebagai berikut:

Hipotesis 1: Profesionalisme berpengaruh terhadap intensi

internal auditor melakukan whistleblowing

Hasil pengujian variabel profesionalisme mempunyai

signifikansi sebesar 0,333 lebih besar dari 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa profesionalisme tidak memiliki pengaruh

yang signifikan, dengan demikian H1 ditolak. Hasil penelitian ini

66
tidak konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Sagara (2013) dan Sari dan Laksito (2014).

Tidak adanya pengaruh profesionalisme terhadap intensi

melakukan whistleblowing dapat dikarenakan dilema etika yang

besar dalam diri seorang internal auditor dalam memilih antara

loyalitas terhadap organisasi atau loyalitas terhadap dirinya yang

memiliki idealisme kuat. Hal ini berkaitan pula dengan faktor yang

dapat mempengaruhi kepuasan kerja auditor yang dapat berasal

dari rekan kerja atau pimpinan organisasi secara umum. Hasil ini

dapat memberikan gambaran bahwa seorang internal auditor yang

mempunya profesionalisme tinggi tidak mempengaruhi niatnya

untuk melakukan whistleblowing.

Adanya rutinitas dalam berlangganan publikasi atau jurnal

tentang internal auditor, adanya partisipasi dalam pertemuan

internal auditor, dan berdiskusi dengan internal auditor dari

organisasi lain tidak akan meningkatkan intensi melakukan

whistleblowing. Hal itu dapat saja meningkatkan pengetahuan dan

profesionalisme seorang internal auditor, tetapi kalau tidak ada

kesadaran dari dalam diri sendiri tidak akan menumbuhkan niat

seorang internal auditor untuk mengungkapkan sebuah kecurangan

meskipun ia mengetahui bahwa itu merupakan kerugian bagi

organisasi (Sagara, 2013).

67
Hipotesis 2: Status manajerial berpengaruh terhadap intensi

internal auditor melakukan whistleblowing

Hasil pengujian variabel status manajerial mempunyai nilai

signifikansi sebesar 0,565 lebih besar dari 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa status manajerial tidak memiliki pengaruh

yang signifikan, dengan demikian H2 ditolak. Hasil penelitian ini

konsisten dengan hasil penelitian Septianti (2013). Sedangkan

dalam penelitian Ahmad (2011) mengatakan bahwa internal

auditor yang mempunyai status manajerial yang lebih tinggi akan

memiliki intensi whistleblowing yang tinggi pula dibandingkan

dengan internal auditor dengan status manajerial yang rendah.

Dalam penelitian ini diharapkan posisi manajerial internal

auditor dapat lebih berhasil untuk menghentikan potensi terjadinya

pelanggaran, namun status manajerial tidak berpengaruh signifikan

terhadap niat melakukan whistleblowing mungkin disebabkan oleh

kekuasaan pelanggar. Kekuasaan yang dimiliki oleh posisi

manajerial yang lebih tinggi hanya terbatas pada para staf yang

berada dalam kendalinya, sehingga para whistleblower yang

memiliki posisi manajerial yang lebih tinggi lebih berniat

melaporkan dugaan pelanggaran bila posisi manajerial pelanggar

berada di bawah posisi manajerialnya. Demikian pula dengan

whistleblower yang memiliki posisi manajerial yang lebih rendah

merasa tidak nyaman untuk melaporkan dugaan pelanggaran

68
karena merasa tidak memiliki kekuasaan yang cukup untuk

membuat perubahan dan melakukan whistleblowing.

Hipotesis 3: Tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh

terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing.

Hasil pengujian variabel tingkat keseriusan kecurangan

mempunyai angka signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh

secara signifikan terhadap intensi internal auditor melakukan

whistleblowing, dengan demikian H3 diterima. Nilai beta yang

dihasilkan bernilai positif sebesar 0,492. Arah positif pada

koefisien variabel tingkat keseriusan kecurangan menunjukkan

bahwa semakin tinggi tingkat keseriusan kecurangan maka

semakin tinggi pula intensi untuk melakukan whistleblowing. Hasil

penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian-penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Septianti (2013), Ahmad (2011),

Winardi (2013) dan Bagustianto (2015).

Tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh signifikan

terhadap intensi melakukan whistleblowing mungkin disebabkan

oleh para internal auditor yang mempunyai persepsi bahwa semua

jenis kecurangan yang terjadi adalah jenis kecurangan yang relatif

serius dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi

organisasi. Dengan demikian, para internal auditor dalam

penelitian ini terdorong untuk melakukan whistleblowing.

69
Hipotesis 4: Status pelanggar berpengaruh terhadap intensi

internal auditor melakukan whistleblowing.

Hasil pengujian variabel status pelanggar mempunyai nilai

signifikansi sebesar 0,186 lebih besar dari 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa status pelanggar tidak memiliki pengaruh

yang signifikan, dengan demikian H4 ditolak. Hasil penelitian ini

konsisten dengan hasil penelitian Septianti (2013) dan Ahmad

(2011), dimana status pelanggar tidak berpengaruh terhadap intensi

melakukan whistleblowing. Namun hasil penelitian ini berbeda

dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Cortina dan Magley (2003) dan Miceli dkk (1991). Penelitian

mereka menemukan terdapat pengaruh status pelanggar terhadap

intensi melakukan whistleblowing.

Berdasarkan penelitian ini status pelanggar terbukti belum

dapat mempengaruhi intensi whistleblowing walaupun status

pelanggar diyakini sebagai variabel yang memiliki pengaruh cukup

besar terhadap intensi whistleblowing internal auditor. Hal ini

mungkin disebabkan oleh para whistleblowers yang menganggap

bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang yang berada di

level atas akan lebih sulit untuk diberikan sanksi. Dan

kemungkinan para whistleblowers untuk mendapatkan konsekuensi

berupa pengucilan sampai pemecatan juga merupakan faktor yang

menjadi pertimbangan untuk melakukan whistleblowing. Namun

70
seharusnya internal auditor dalam penelitian ini dapat melakukan

tindakan whistleblowing tanpa melihat jabatan pelanggar tinggi

atau rendah, karena objek dalam penelitian ini sudah menyediakan

whistleblowing system.

Berdasarkan hasil uji t pada tabel 4.15 maka dapat

diperoleh model persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 0,966 – 0,17X1 + 0,113X2 + 0,426X3 + 0,110 X4 + 0,822

Keterangan:

Y = Intensi Whistleblowing

X1 = Profesionalisme

X2 = Status Manajerial

X3 = Tingkat Keseriusan Kecurangan

X4 = Status Pelaku Kecurangan

e = Error

b. Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Tabel berikut ini menyajikan hasil uji statistik F untuk

variabel Y, X1, X2, X3 dan X4.

Tabel 4.16
Hasil Uji Statistik F
ANOVAa

Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 21,143 4 5,286 10,135 ,000b

Residual 50,068 96 ,522

Total 71,211 100

a. Dependent Variable: TIWsqrt


b. Predictors: (Constant), TSPsqrt, SM, TP, TTKKsqrt

71
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.

Hipotesis 5: Profesionalisme, Status Manajerial, Tingkat

Keseriusan Kecurangan, dan Status Pelanggar berpengaruh

terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing.

Tabel 4.16 menunjukkan nilai F hitung sebesar 10,135

dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena probabilitas signifikansi

jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan

untuk memprediksi variabel profesionalisme, status manajerial,

tingkat keseriusan kecurangan, dan status pelanggar secara

bersama-sama berpengaruh terhadap intensi melakukan

whistleblowing.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan

oleh Sagara (2013) dan Sari dan Laksito (2014) yang menyatakan

bahwa auditor yang memiliki profesionalisme tinggi lebih

cenderung melaporkan kecurangan yang terjadi. Hasil penelitian

ini juga mendukung penelitian Ahmad (2011) yang mengatakan

bahwa internal auditor yang mempunyai status manajerial yang

lebih tinggi akan memiliki intensi whistleblowing yang tinggi pula

dibandingkan dengan internal auditor dengan status manajerial

yang rendah.

Demikian pula hasil penelitian ini konsisten dengan hasil

penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Septianti

(2013), Ahmad (2011), Winardi (2013) dan Bagustianto (2015)

72
tentang tingkat keseriusan kecurangan dimana internal auditor

menganggap bahwa semua jenis kecurangan yang terjadi adalah

jenis kecurangan yang relatif serius dan merugikan organisasi

sehingga mendorong mereka untuk melakukan whistleblowing.

Penelitian selanjutnya mengenai status pelanggar yang dilakukan

oleh Cortina dan Magley (2003) dan Miceli dkk (1991), mereka

menemukan terdapat pengaruh status pelanggar terhadap intensi

melakukan whistleblowing.

73
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

profesionalisme, faktor organisasional dan faktor situasional terhadap

intensi internal auditor melakukan whistleblowing. Responden dalam

penelitian ini berjumlah 101 internal auditor yang bekerja di Inspektorat

Jenderal Kementerian yang sudah menerapkan whistleblowing system di

wilayah Jakarta. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan hasil

penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Profesionalisme tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi

melakukan whistleblowing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi

yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,333. Hasil penelitian ini tidak

konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Sagara (2013) dan Sari dan Laksito (2014).

2. Status manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi

melakukan whistleblowing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi

yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,565. Hasil penelitian ini konsisten

dengan hasil penelitian Septianti (2013). Sedangkan dalam penelitian

Ahmad (2011) mengatakan bahwa internal auditor yang mempunyai

status manajerial yang lebih tinggi akan memiliki intensi

74
whistleblowing yang tinggi pula dibandingkan dengan internal auditor

dengan status manajerial yang rendah.

3. Tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hal ini dapat dilihat dari

nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000. Hasil

penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Septianti (2013), Ahmad (2011), Winardi (2013)

dan Bagustianto (2015).

4. Status pelanggar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi

melakukan whistleblowing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi

yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,186. Hasil penelitian ini berbeda

dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Cortina dan Magley (2003) dan Miceli dkk (1991). Namun hasil

penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Septianti (2013) dan

Ahmad (2011).

5. Profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, dan

status pelanggar berpengaruh terhadap intensi internal auditor

melakukan whistleblowing.

B. Saran

Penelitian mengenai whistleblowing di masa mendatang

diharapkan mampu memberikan hasil penelitian yang lebih berkualitas,

dengan mempertimbangkan saran di bawah ini:

75
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah variabel-

variabel independen lainnya yang mempengaruhi intensi melakukan

whistleblowing, seperti komitmen organisasi, personal cost,

pertimbangan etis, faktor demografi dan lainnya.

2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan variabel

moderating atau intervening untuk mengetahui variabel-variabel lain

yang dapat mempengaruhi dan memperkuat atau memperlemah

variabel dependen.

3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mendapatkan data

berupa wawancara dengan responden agar bisa mendapatkan data

yang lebih nyata dan bisa keluar dari pertanyaan-pertanyaan kuesioner

yang mungkin terlalu sempit atau kurang menggambarkan keadaan

yang sesungguhnya.

76
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S. A., M. Smith, dan Z. Ismail, dan R. M. Yunos. “Internal


Whistleblowing Intentions: Influence of Internal Auditors’ Demographic
and Individual Factors”. Annual Summit on Business and
Entrepreneurial Studies. Malaysia, 2011.

Ahmad, S. A., M. Smith, dan Z. Ismail. “Internal Auditors and Internal


Whistleblowing Intentions: A Study of Organisational, Individual,
Situational and Demographic Factors”. Edith Cowan University.
Western Australia, 2011.

Ajzen, I. “From intentions to actions: A theory of planned behavior. In J. Kuhl &


Beckman (Eds.), Actioncontrol:From cognition to behavior”. (pp. 11–
39). Heidelberg, Germany: Springer, 1985.

Ajzen, I., & Fishbein, M. “The Influence of Attitudes on Behavior.” The handbook
of attitudes (pp. 173-221). New Jersey: Erlbaum., 2005.

Ajzen, I. “Constructing a TpB Questionnaire: Conceptual and Methodological


Considerations”, Occasional paper, 2006. Diakses pada 5 Desember
2015 dari Http://people.umass.edu/aizen.

Arens, Alvin A, Randal J Elder, dan Mark S Beasley. Auditing dan Jasa
Assurance, Edisi Keduabelas, Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta, 2008.

Ayers, S. dan S. E. Kaplan. “Wrongdoing by Consultants: An Examination of


Employees' Reporting Intentions”. Journal of Business Ethics 57(2): 121-
137, 2005.

Boynton, William C. Johnson., Raymond N. Dan Kell, Water G. Modern


Auditing. Edisi Ketujuh, Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2001.

Chiu, R. K.. “Ethical Judgment and Whistleblowing Intention: Examining the


Moderating Role of Locus of Control”. Journal of Business Ethics
43(1/2): 65-74, 2004.

Christanti, D. “Sikap Ataukah Significant Others Yang Dapat Mempengaruhi


Intensi Membuang Sampah Sesuai Jenisnya”. Jurnal Ilmiah Psikologi
Manasa, 2(2), 129-145, 2008.

Cortina, L. M. dan V. J. Magley. “Raising Voice, Risking Retaliation: Events


Following Interpersonal Mistreatment in the Workplace”. Journal of
Occupational Health Psychology 8(4): 247-265, 2003.

77
Curtis, Mary B. “Whistleblower Mechanisms: A Study of the Perceptions of Users
and Responders”. The IIA Research Foundation, 2006.

Dozier, Janelle Brinker and Marcia P. Miceli. “Potential Predictors of Whistle-


Blowing: A Prosocial Behavior Perspective”, The Academy of
Management Review, Vol. 10, No. 4, pp. 823-836, 1985.

Eaton, T. V. dan M. D. Akers. “Whistleblowing and Good Governance”. The


CPA Journal 77(6): 66-71, 2007.

Fitri Yani Jalil. “Pengaruh Komitmen Profesional Auditor terhadap Intensi


Melakukan Whistleblowing: Locus of Control Sebagai Variabel
Pemoderaasi”, Simposium Nasional Akuntansi XVI, Manado, 2013.

Gao, Jingyu., Greenberg R., dan Bernard W.”Whistleblowing Intentions of Lower-


Level Employees: The Effect of Reporting Channel, Bystanders, and
Wrongdoer Power Status”. Journal of Business Ethics 126: 85-99, 2015.

Greenberger, D. B., M. P. Miceli, dan D. J. Cohen. “Oppositionists and Group


Norms: The Reciprocal Influence of Whistle-Blowers and Co-Workers”.
Journal of Business Ethics 6(7): 527-542, 1987.

Gundlach, M. J., M. J. Martinko, dan S. C. Douglas. “A New Approach to


Examining Whistle-Blowing: The Influence of Cognitions and Anger‟,
S.A.M. Advanced Management Journal 73(4), 40-50, 2008.

Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21


Update PLS Regresi, Badan Penrebit Universitas Diponegoro,
Semarang.2013.

Kalbers, L.P., and T.J. Fogarty. “Professionalism and Its Consequences: A Study
of Internal Auditors”. Auditing : A Journal of Practice & Theory 14
(Spring) : 64-86, 1995.

Kaplan, S. E. dan J. J. Schultz. “Intentions to Report Questionable Acts: An


Examination of the Influence of Anonymous Reporting Channel, Internal
Audit Quality, and Setting”. Journal of Business Ethics 71(2): 109-124,
2007.

Keenan, J. P. “Whistleblowing: A Study of Managerial Differences”. Employee


Responsibilities and Rights Journal 14(1): 17-32, 2002.

Khikmah, Siti Noor. “Pengaruh Profesionalisme terhadap Keinginan Berpindah


dengan Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja sebagai Variabel
Intervening”. Jurnal Maksi Vol. 5 No. 2 (Agustus 2005): h. 140-160.

78
King, Granville. “The Implication of an Organization’s Structure on
Whistleblowing”. Journal of Business Ethics: 315-326, 1999.

Menk, Karl Bryan. “The Impact of Materiality, Personality Traits, and Ethical
Position on Whistle-Blowing Intentions”. VCU Scholars Compass, 2011.

Miceli, M. P., J. P. Near, dan J. B. Dozier. “Blowing the Whistle on Data


Fudging: A Controlled Field Experiment”. Journal of Applied Social
Psychology 21(4): 271-295, 1991.

Miceli, M. P., J. P. Near, dan C. R. Schwenk. “Who Blows the Whistle and
Why?”. Industrial & Labor Relations Review 45(1): 113-130, 1991.

Mulyadi. Auditing. Buku I, Jilid 3, Edisi Keenam. Salemba Empat. Jakarta. 2002.

Near, J. P. dan M. P. Miceli. “Organizational Dissidence: The Case of Whistle-


Blowing.” Journal of Business Ethics 4(1): 1-16, 1985.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:


PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka
Kreditnya.

Rehg, M. T., Miceli, M. P., J. P. Near dan J. R. Van Scotter. “Antecedents and
Outcomes of Retaliation Against Whistleblowers: Gender Differences
and Power Relationships”. Organization Science 19(2): 221-240, 2008.
Rizky Bagustianto dan Nurkholis. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat
Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk melakukan tindakan Whistle-
Blowing”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, 2015.
Sagara, Yusar. “Profesionalisme Internal Auditor dan Intensi Melakukan
Whistleblowing”, Jurnal Liquidity, Vol. 2 No. 1, Januari-Juni Hal 34-44,
STIE Ahmad Dahlan Jakarta, 2013.
Sawyer. Audit Internal Sawyer, Edisi Kelima, Jakarta: Salemba Empat, 2005.
Sari, Devi Novita dan Laksito, Herry. “Profesionalisme Internal Auditor dan
Intensi Melakukan Whistleblowing”, Diponegoro Journal of Accounting
V. 03 No. 3 Tahun 2014, h.1 ISSN (Online): 2337-3806.
Schultz, J. J., et al.,“An Investigation of The Reporting of Questionable Acts in An
International Setting”. Journal of Accounting Research, 31, 75-103,
1993.
Sukirno, R. S. H., & Sutarmanto, H. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi
Membeli Produk Wayang Kulit Pada Masyarakat Suku Jawa”.
Psikologika, 24, 119-131, 2007.

79
Sukrisno Agoes, “Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan Publik”,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.
Semendawai, A. H., F. Santoso, W. Wagiman, B. I. Omas, Susilaningtias, dan S.
M. Wiryawan. Mengenal Whistleblowing. Jakarta: Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban, 2011.
Taylor, Eileen Z dan Mary B Curtis, “An Examination of The Layers of
Workplace Influence in Ethical Judgments: Whistleblowing Liklihood
and Preseverance in Public Accounting”, Journal of Business Ethics,
2010.
Trongmateerut, P., Sweeney, John T. “The Influence of Subjective Norms on
Whistle-blowing: A Cross-Cultural Investigation”. Journal of Business
Ethics 112: 437-451, 2013.
Tuanakotta, Theodorus M. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta:
Salemba Empat, 2012.

Tugiman, Hiro. Standar Profesional Audit Internal, Edisi Kelima. Kanisius.


Yogyakarta, 2006.
Windy Septianti. “Pengaruh Faktor Organisasional, Individual, Situasional dan
Demografis terhadap Niat Melakukan Whistleblowing Internal”.
Simposium Nasional Akuntansi XVI. Manado, 2013.
Winardi, Rijadh Djatu. “The Influence of Individual and Situational Factors on
Lower-Level Civic Servants’ Whistle-blowing Intention In Indonesia”.
Journal of Indonesian Economy and Business. Vol. 28. No. 3. 361-376.,
2013.
Zakaria, M., Razak, S.N.A.A., dan Noor, W.N.B.W.M. “Antecedent Factors of
Whistleblowing”. International Review of Social Sciences. Vol. 3 Issue.
6, 2015.
Zhuang, J. “Whistleblowing & Peer Reporting: A Cross-Cultural Comparison of
Canadians and Chinese”. Tesis Magister Sains, University of
Lethbridge, Canada, 2003.

80
LAMPIRAN 1
SURAT PENELITIAN
SKRIPSI

81
82
83
84
85
LAMPIRAN 2
SURAT KETERANGAN
DARI KEMENTERIAN

86
87
88
89
90
91
LAMPIRAN 3
KUESIONER
PENELITIAN

92
KUESIONER

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M

93
Hal: Permohonan Pengisian Kuesioner Jakarta, Februari 2016

Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Sdr/i Responden
Di Tempat

Dengan hormat,
Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir sebagai mahasiswi Program
Strata Satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saya:

Nama : Annisa Herdiyany


NIM : 112082000044
Fak/Jur/Smtr : Ekonomi dan Bisnis/Akuntansi/VIII

bermaksud melakukan penelitian ilmiah untuk penyusunan skripsi.Untuk itu, saya


sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i untuk menjadi responden dengan
mengisi lembar kuesioner ini secara lengkap dan sebelumnya saya mohon maaf
telah menggangu waktu bekerja Bapak/Ibu/Sdr/i. Data yang diperoleh hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak digunakan sebagai penilaian
kinerja di tempat Bapak/Ibu/Sdr/i bekerja, sehingga kerahasiaannya akan saya
jaga sesuai dengan etika penelitian.
Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam pilihan anda, yang
penting memilih jawaban yang sesuai dengan pendapat anda.
Apabila diantara Bapak/Ibu/Sdr/i ada yang membutuhkan hasil penelitian
ini atau saran/masukan/kritik, maka Bapak/Ibu/Sdr/i dapat menghubungi saya di
nomor 08975883841 atau email annisaherdiyany@gmail.com. Atas kesediaan
Bapak/Ibu/Sdr/i meluangkan waktu untuk mengisi dan menjawab semua
pertanyaan dalam eksperimen ini, saya sampaikan terima kasih.

Hormat saya,
Dosen Pembimbing Peneliti

(Prof. Dr. Azzam Jassin, MBA) (Annisa Herdiyany)

94
Silakan memberi tanda silang (X) atau (√) pada kolom untuk setiap pernyataan
yang menggambarkan persepsi Anda.

1 = Sangat Tidak Setuju (STS) 4 = Setuju (S)


2 = Tidak Setuju (TS) 5 = Sangat Setuju (SS)
3 = Kurang Setuju (KS)

No. Pernyataan STS TS KS S SS


1 2 3 4 5
1. Menjadi seorang anggota asosiasi internal
auditor sangat menginspirasi saya untuk
melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-
baiknya
2. Saya selalu datang dan berpastisipasi dalam
pertemuan asosiasi profesi internal auditor.
3. Saya berlangganan dan membaca secara rutin
majalah dan jurnal tentang audit internal dan
mengenai profesi internal auditor.
4. Saya sering bertukar pikiran dengan internal
auditor dari organisasi lain untuk
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
saya
5. Saya menggunakan segenap pengetahuan dan
kemampuan saya dalam melaksanakan
kegiatan audit internal
6. Standar perilaku profesional untuk internal
auditor tidak dapat diterapkan di semua
organisasi.
7. Saya tetap menekuni profesi internal auditor
meskipun memperoleh gaji yang sedikit.
8. Seorang internal auditor lebih baik dinilai oleh
internal auditor lainnya daripada dinilai oleh
bukan auditor.
9. Saya merencanakan dan memutuskan hasil
audit saya berdasarkan fakta yang saya temui
dalam proses pemeriksaan.
10. Staf Internal Auditor sebaiknya diijinkan
membuat keputusan penting terhadap
pekerjaan auditnya tanpa adanya intervensi
dari divisi lainnya.
11. Saya menggunakan segenap pengalaman saya
dalam melaksanakan kegiatan audit internal

95
Kasus 1

Wanda adalah seorang staf auditor internal pada sebuah kementerian/lembaga


di Indonesia. Salah satu pekerjaan rutin Wanda ialah mereview akun biaya
perjalanan dinas. Saat Raffi meminta penggantian atas biaya penginapan
perjalanan dinas atas suatu projek pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) Tahun Anggaran 2012, Wanda mendengar kabar mengenai reputasi
Raffi sebagai Direktur Sumber Daya Manusia yang merupakan seorang
pemboros besar. Dugaan Wanda berubah menjadi sebuah kekhawatiran ketika
dia menemukan permintaan penggantian biaya hotel sebesar Rp 4.410.000,00
atas nama keluarga Raffi tanpa pembenaran yang jelas. Dia mengetahui bahwa
biaya hotel atas nama keluarga Raffi ini tidak termasuk dalam kebijakan
penggantian atas biaya penginapan perjalanan dinas. Untuk meminta
penjelasan atas permasalahan ini, Wanda pergi menemui Raffi untuk
menanyakan hal ini. Raffi marah besar dan merespon pertanyaan Wanda,
“Saya yang bertanggung jawab akan kesuksesan projek ini. Selain itu, saya
adalah Direktur Sumber Daya Manusia di kantor ini”. Raffi juga mengatakan
bahwa dia tidak ingin membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan
meminta Wanda untuk tidak mengurusi permasalahan ini lagi.
a. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat keseriusan kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak serius Sangat serius
b. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kekuasaan Direktur Sumber Daya
Manusia dalam kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak berkuasa Sangat berkuasa
c. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan
kasus tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda?
1 2 3 4 5
Sangat rendah Sangat tinggi

Kasus 2

Aryo adalah seorang staf auditor internal pada suatu kementerian/lembaga di


Indonesia. Kantor Aryo sedang melakukan suatu projek pengadaan
infrastruktur teknologi informasi yang bernilai Rp5.000.000.000,00. Projek
tersebut ternyata banyak diminati dan diikuti oleh berbagai perusahaan
teknologi informasi di Indonesia. Selama proses pengadaan berlangsung,
secara tidak sengaja, Aryo melihat pertemuan rahasia di salah satu hotel
mewah antara kepala unit layanan pengadaan dengan direktur salah satu
perusahaan yang sedang mengikuti proses pengadaan tersebut. Aryo
mengetahui ternyata dalam pertemuan rahasia tersebut, direktur salah satu
perusahaan yang sedang mengikuti proses pengadaan tersebut memberikan cek
senilai Rp100.000.000,00 kepada kepala unit layanan pengadaan dengan
tujuan agar perusahaannya dapat memenangkan projek pengadaan. Cek
tersebut ternyata diterima oleh kepala unit layanan pengadaan. Untuk meminta

96
penjelasan atas permasalahan ini, Aryo pergi menemui kepala unit layanan
pengadaan untuk berdiskusi. Kepala unit layanan pengadaan mengatakan
bahwa dia tidak ingin membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan
meminta Aryo untuk tidak mengurusi permasalahan ini lagi.
a. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat keseriusan kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak serius Sangat serius
b. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kekuasaan Kepala Unit Layanan
Pengadaan dalam kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak berkuasa Sangat berkuasa
c. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan
kasus tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda?
1 2 3 4 5
Sangat rendah Sangat tinggi

Kasus 3

Farhat adalah seorang staf senior auditor internal pada suatu


kementerian/lembaga di Indonesia. Ketika sedang melakukan audit terhadap
laporan keuangan tahun 2012, Farhat menemukan bukti bahwa terdapat
beberapa transaksi pembelian barang/jasa yang telah dipotong pajak, tetapi
bendahara tidak menyetorkan pajak tersebut ke kas negara. Setelah Farhat
melakukan perhitungan, ternyata jumlah pajak yang tidak disetorkan ke kas
negara dan menyebabkan penundaan penerimaan negara adalah sebesar Rp
95.948.500,00. Farhat menduga uang pajak tersebut masuk ke rekening pribadi
milik bendahara. Untuk meminta penjelasan atas permasalahan ini, Farhat
pergi menemui bendahara untuk berdiskusi. Bendahara mengatakan bahwa dia
tidak ingin membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan meminta Farhat
untuk tidak mengurusi permasalahan ini lagi atau dia mengancam akan
melaporkan kepada atasan Farhat bahwa sebenarnya dia mengetahui bahwa
dulu, ketika Farhat menjadi staf unit layanan pengadaan, Farhat pernah
menerima travel cheque senilai Rp50.000.000,00 dari salah satu rekanan.
Farhat menyadari bahwa jika atasannya sampai mengetahui perbuatannya
dulu, kemungkinan dirinya akan terancam dipecat dan dimasukkan ke dalam
penjara.
a. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat keseriusan kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak serius Sangat serius
b. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kekuasaan Bendahara dalam kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak berkuasa Sangat berkuasa
c. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus
tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda?
1 2 3 4 5
Sangat rendah Sangat tinggi

97
DATA RESPONDEN

Jenis Kelamin : Pria Wanita

Usia : < 20 thn 31-40 thn

20-30 thn > 40 thn

Pendidikan Terakhir : SLTA D3 S1 S2 S3

Lama bekerja : < 5 thn 5-10 thn > 10 thn

Saya adalah auditor : Ya Tidak

Jabatan Fungsional Auditor : Auditor Terampil : (lingkari salah satu)

Pelaksana / Pelaksana Lanjutan / Penyelia

Auditor Ahli : (lingkari salah satu)

Pertama / Muda / Madya / Utama

Mohon periksa kembali semua jawaban Anda. Jangan sampai ada pertanyaan
yang terlewatkan. Terima kasih atas bantuan anda yang telah meluangkan waktu
untuk mengisi kuesioner ini.

98
LAMPIRAN 4
JAWABAN
RESPONDEN

99
IDENTITAS RESPONDEN

LAMA
NO GENDER USIA PENDIDIKAN JABATAN
BEKERJA
1 2 2 3 2 1
2 1 4 4 1 1
3 1 3 4 2 1
4 1 4 4 3 1
5 2 3 2 2 0
6 2 3 4 3 1
7 1 4 1 3 0
8 2 3 3 2 1
9 1 2 4 3 0
10 2 3 3 2 1
11 2 3 4 3 1
12 1 3 3 2 0
13 2 3 3 1 1
14 2 4 1 3 0
15 1 3 4 2 1
16 1 4 4 3 1
17 1 4 3 2 1
18 2 2 2 1 1
19 2 4 4 2 1
20 1 3 3 2 0
21 2 3 3 2 1
22 1 2 3 2 1
23 2 3 3 2 1
24 1 3 3 3 1
25 1 2 3 1 1
26 1 4 4 3 1
27 2 3 4 2 1
28 2 2 3 1 1
29 1 2 3 1 1
30 1 2 3 1 1
31 1 3 3 3 1
32 1 4 3 3 1
33 1 3 3 2 1
34 1 3 3 2 1
35 1 4 3 3 1
36 2 4 3 3 1
37 2 2 3 1 0
Bersambung pada halaman selanjutnya

100
IDENTITAS RESPONDEN (Lanjutan)

LAMA
NO GENDER USIA PENDIDIKAN JABATAN
BEKERJA
38 1 4 4 3 1
39 2 3 3 3 1
40 1 3 3 3 1
41 1 3 4 3 1
42 1 3 3 3 1
43 1 4 4 3 1
44 1 4 4 3 1
45 1 3 2 3 1
46 2 3 4 3 0
47 1 3 3 3 1
48 1 3 4 2 1
49 1 2 3 1 1
50 2 2 3 1 1
51 2 2 3 1 1
52 1 2 3 1 1
53 1 3 3 2 1
54 1 4 4 3 1
55 1 3 3 2 1
56 1 4 3 3 1
57 1 4 4 3 1
58 1 4 3 3 1
59 2 4 3 3 1
60 2 3 4 3 1
61 2 3 4 3 1
62 1 4 3 2 1
63 1 3 3 1 1
64 1 4 4 3 1
65 2 4 4 2 1
66 1 4 4 3 1
67 1 4 1 3 1
68 2 4 3 3 0
69 2 2 4 2 1
70 1 3 2 2 1
71 1 3 3 2 1
72 1 3 3 2 1
73 1 2 3 1 1
74 1 2 3 1 0
Bersambung pada halaman selanjutnya

101
IDENTITAS RESPONDEN (Lanjutan)

LAMA
NO GENDER USIA PENDIDIKAN JABATAN
BEKERJA
75 1 2 3 1 1
76 2 3 3 2 1
77 1 2 3 2 1
78 1 2 2 2 0
79 1 2 2 2 0
81 1 2 3 2 0
82 2 2 3 2 0
83 1 2 3 2 0
84 2 2 3 2 0
85 2 3 4 2 1
86 1 3 3 2 1
87 1 4 3 3 1
88 1 4 4 3 1
89 2 3 3 2 1
90 2 3 4 2 1
91 2 4 3 3 1
92 1 4 3 3 1
93 1 4 3 3 1
94 1 4 3 3 1
95 1 3 4 2 1
96 1 3 4 2 1
97 1 3 3 3 1
98 2 3 4 3 1
99 1 4 4 3 1
100 2 4 3 3 1
101 1 4 3 3 1

102
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL PROFESIONALISME

NO P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 TP
1 5 3 4 4 5 4 4 5 5 5 5 49
2 5 4 4 5 5 2 2 3 3 4 4 41
3 4 3 4 4 4 2 2 3 4 4 4 38
4 5 4 4 5 5 5 3 5 5 1 5 47
5 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 41
6 5 2 3 3 5 3 5 2 5 5 3 41
7 5 4 5 5 5 4 5 5 5 2 5 50
8 4 2 2 3 4 4 2 2 3 5 4 35
9 4 3 4 4 4 3 4 5 5 3 4 43
10 4 5 4 5 5 1 5 4 4 1 5 43
11 4 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 44
12 4 3 4 4 5 3 4 4 5 5 5 46
13 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 41
14 4 3 4 4 5 3 4 4 5 5 5 46
15 4 4 3 3 3 2 2 5 5 5 5 41
16 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 43
17 3 3 2 2 4 2 2 4 4 2 4 32
18 4 4 3 4 4 2 2 2 4 4 3 36
19 5 4 4 5 5 3 3 4 4 3 4 44
20 5 4 4 5 5 2 4 4 4 4 5 46
21 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 42
22 5 4 4 3 5 3 4 4 4 4 5 45
23 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 39
24 4 3 3 3 4 2 4 5 5 5 4 42
25 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 40
26 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 46
27 4 2 2 3 4 4 4 4 4 3 4 38
28 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 4 38
29 4 3 3 4 4 2 4 3 4 4 4 39
30 4 2 3 2 4 2 1 1 4 4 4 31
31 4 2 2 2 4 2 3 4 5 5 5 38
32 5 4 4 4 5 2 2 5 5 5 5 46
33 4 4 3 3 4 2 4 3 4 4 4 39
34 4 3 3 4 4 2 3 3 4 3 4 37
35 4 3 2 2 4 2 4 4 4 3 4 36
36 4 4 4 4 5 4 2 5 5 2 5 44
37 5 4 4 4 5 1 3 3 4 4 4 41
Bersambung pada halaman selanjutnya

103
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL PROFESIONALISME (Lanjutan)

NO P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 TP
38 5 4 4 4 5 2 2 4 5 5 5 45
39 5 2 2 2 5 1 5 5 4 5 5 41
40 4 2 2 2 5 1 5 5 5 5 5 41
41 4 3 2 3 4 2 4 4 4 4 4 38
42 4 3 2 2 5 2 3 4 4 4 5 38
43 5 3 4 5 5 2 4 5 5 5 5 48
44 4 3 2 4 4 2 3 4 4 2 4 36
45 5 5 2 4 5 4 4 5 5 5 5 49
46 5 4 1 4 5 1 5 5 5 5 5 45
47 4 4 4 4 4 3 3 2 4 5 4 41
48 3 3 3 3 4 1 3 2 4 5 4 35
49 4 4 2 4 4 3 3 3 4 3 2 36
50 4 3 4 4 3 3 4 3 5 4 4 41
51 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 40
52 5 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 42
53 4 4 3 4 5 4 3 2 5 4 4 42
54 4 3 2 3 4 3 4 4 5 4 4 40
55 4 3 4 4 5 3 4 4 4 4 5 44
56 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 40
57 4 4 4 4 5 2 4 5 5 2 4 43
58 5 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 48
59 5 4 3 3 4 4 4 4 5 5 5 46
60 4 4 2 4 5 3 4 4 5 5 5 45
61 4 4 3 5 5 3 4 3 5 5 4 45
62 5 3 3 4 5 2 2 4 5 5 5 43
63 5 3 3 3 5 1 3 3 5 3 5 39
64 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 40
65 4 4 4 5 4 3 3 4 4 4 4 43
66 4 4 4 4 5 2 3 2 5 5 4 42
67 5 4 4 4 5 1 1 5 4 2 5 40
68 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 3 40
69 4 4 4 4 4 4 3 4 5 4 4 44
70 4 3 4 4 4 3 4 5 5 4 4 44
71 4 2 4 2 2 4 2 2 4 4 4 34
72 4 3 3 4 4 1 1 1 4 1 4 30
73 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 42
74 5 4 4 5 5 1 4 2 5 5 5 45
Bersambung pada halaman selanjutnya

104
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL PROFESIONALISME (Lanjutan)

NO P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 TP
75 3 3 3 3 4 2 1 4 5 4 5 37
76 5 4 4 4 5 3 4 5 5 5 5 49
77 3 2 2 2 4 2 3 4 5 5 4 36
78 3 1 2 2 5 3 2 4 4 5 4 35
79 3 2 3 2 4 2 3 2 4 4 4 33
80 4 3 3 4 4 4 3 4 5 3 4 41
81 4 3 3 4 5 4 3 4 5 5 5 45
82 4 4 3 3 4 3 3 5 5 5 5 44
83 4 3 3 4 4 3 5 4 4 3 4 41
84 5 2 3 3 5 3 5 5 5 5 5 46
85 4 3 4 4 5 4 4 5 4 5 5 47
86 3 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 40
87 4 4 4 4 4 3 4 3 4 5 4 43
88 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 40
89 4 4 4 4 5 5 4 5 5 5 5 50
90 4 2 3 2 4 2 2 4 4 4 4 35
91 5 4 4 4 5 3 3 2 3 4 5 42
92 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 46
93 5 4 4 4 5 3 5 4 4 4 4 46
94 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 42
95 5 5 5 5 5 4 1 2 5 5 4 46
96 4 2 4 4 5 2 2 2 5 4 4 38
97 5 1 1 1 5 5 4 5 3 3 5 38
98 4 4 4 4 5 5 3 4 4 5 4 46
99 4 4 4 4 3 3 4 5 4 4 4 43
100 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 46
101 4 4 4 5 4 5 5 5 4 4 4 48

105
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL TINGKAT KESERIUSAN
KECURANGAN

NO TKK1 TKK2 TKK3 TTKK


1 5 5 5 15
2 2 4 4 10
3 5 5 5 15
4 5 5 4 14
5 5 5 5 15
6 5 5 5 15
7 5 5 5 15
8 4 4 4 12
9 5 5 5 15
10 3 5 5 13
11 5 5 5 15
12 5 5 5 15
13 4 5 5 14
14 5 5 5 15
15 3 4 4 11
16 4 5 4 13
17 4 3 4 11
18 5 4 4 13
19 5 5 5 15
20 5 5 5 15
21 2 2 2 6
22 3 3 3 9
23 5 5 5 15
24 3 4 4 11
25 4 5 5 14
26 4 4 4 12
27 4 4 4 12
28 5 5 5 15
29 4 5 4 13
30 5 5 5 15
31 5 5 5 15
32 4 4 5 13
33 3 4 4 11
34 3 4 4 11
35 2 4 4 10
36 5 5 5 15
Bersambung pada halaman selanjutnya

106
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL TINGKAT KESERIUSAN
KECURANGAN (Lanjutan)

NO TKK1 TKK2 TKK3 TTKK


37 5 5 5 15
38 5 5 5 15
39 5 5 5 15
40 4 5 4 13
41 4 4 4 12
42 5 5 5 15
43 5 5 5 15
44 4 4 4 12
45 5 5 5 15
46 5 5 5 15
47 5 5 5 15
48 5 5 5 15
49 3 4 4 11
50 5 4 5 14
51 4 4 5 13
52 5 4 5 14
53 5 5 5 15
54 4 5 4 13
55 4 5 2 11
56 3 2 4 9
57 4 5 4 13
58 3 3 3 9
59 5 5 5 15
60 5 5 5 15
61 5 5 5 15
62 5 5 5 15
63 3 5 5 13
64 4 5 5 14
65 4 4 3 11
66 5 5 5 15
67 5 5 5 15
68 5 5 5 15
69 5 5 5 15
70 4 5 5 14
71 5 4 5 14
72 4 4 4 12
Bersambung pada halaman selanjutnya

107
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL TINGKAT KESERIUSAN
KECURANGAN (Lanjutan)

NO TKK1 TKK2 TKK3 TTKK


73 4 5 4 13
74 5 5 5 15
75 2 3 3 8
76 5 5 5 15
77 4 5 5 14
78 3 3 4 10
79 3 4 3 10
80 4 5 5 14
81 3 5 5 13
82 3 5 5 13
83 4 4 4 12
84 5 5 5 15
85 4 4 4 12
86 4 5 5 14
87 3 3 2 8
88 4 4 5 13
89 5 5 5 15
90 4 5 5 14
91 5 5 5 15
92 5 5 5 15
93 4 5 5 14
94 5 5 5 15
95 5 5 5 15
96 4 4 4 12
97 5 5 5 15
98 5 4 4 13
99 5 5 5 15
100 4 4 5 13
101 5 4 4 13

108
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL STATUS PELANGGAR

NO SP1 SP2 SP3 TSP


1 5 4 3 12
2 2 3 3 8
3 4 4 4 12
4 5 4 5 14
5 3 3 3 9
6 5 5 5 15
7 1 5 1 7
8 4 4 4 12
9 5 5 5 15
10 4 3 3 10
11 5 5 5 15
12 5 5 4 14
13 4 5 5 14
14 5 5 4 14
15 3 4 3 10
16 2 3 4 9
17 4 3 3 10
18 4 4 4 12
19 5 5 4 14
20 4 4 5 13
21 5 5 5 15
22 3 4 3 10
23 4 3 4 11
24 4 4 5 13
25 3 4 4 11
26 4 4 4 12
27 4 3 3 10
28 4 3 2 9
29 4 4 4 12
30 1 2 4 7
31 5 5 5 15
32 3 3 4 10
33 2 2 2 6
34 3 3 3 9
35 3 4 3 10
36 5 5 4 14
37 5 5 5 15
Bersambung pada halaman selanjutnya

109
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL STATUS PELANGGAR (Lanjutan)

NO SP1 SP2 SP3 TSP


38 3 3 3 9
39 5 5 3 13
40 4 4 4 12
41 4 4 3 11
42 5 5 5 15
43 5 5 5 15
44 4 4 4 12
45 4 5 5 14
46 5 5 5 15
47 1 3 4 8
48 1 3 4 8
49 4 4 4 12
50 4 3 3 10
51 3 3 3 9
52 4 3 3 10
53 1 2 2 5
54 4 5 4 13
55 5 4 3 12
56 5 5 4 14
57 5 4 4 13
58 3 4 4 11
59 5 5 1 11
60 4 5 4 13
61 5 5 5 15
62 5 4 5 14
63 3 3 3 9
64 4 5 5 14
65 4 3 3 10
66 2 3 2 7
67 3 3 3 9
68 5 5 5 15
69 1 5 1 7
70 3 3 3 9
71 5 4 5 14
72 4 4 4 12
73 4 4 4 12
74 3 4 3 10
Bersambung pada halaman selanjutnya

110
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL STATUS PELANGGAR (Lanjutan)

NO SP1 SP2 SP3 TSP


75 5 5 5 15
76 5 5 5 15
77 4 4 5 13
78 5 4 4 13
79 3 3 3 9
80 5 4 4 13
81 2 3 3 8
82 2 3 3 8
83 4 4 4 12
84 1 1 5 7
85 4 4 4 12
86 5 4 5 14
87 4 2 3 9
88 4 4 3 11
89 5 5 5 15
90 2 3 3 8
91 4 4 5 13
92 5 5 5 15
93 5 5 5 15
94 5 5 4 14
95 5 5 5 15
96 2 4 4 10
97 5 5 5 15
98 5 5 4 14
99 5 4 5 14
100 4 4 5 13
101 4 4 5 13

111
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL INTENSI WHISTLEBLOWING

NO IW1 IW2 IW3 TIW


1 5 5 5 15
2 4 4 4 12
3 4 5 3 12
4 4 4 4 12
5 3 4 4 11
6 5 5 3 13
7 5 5 5 15
8 5 5 5 15
9 5 5 5 15
10 4 5 5 14
11 4 4 4 12
12 5 5 5 15
13 4 5 5 14
14 5 5 5 15
15 3 3 2 8
16 5 4 3 12
17 4 4 4 12
18 4 4 4 12
19 5 5 4 14
20 5 5 4 14
21 4 4 4 12
22 4 4 4 12
23 3 4 4 11
24 3 3 5 11
25 4 4 5 13
26 4 4 4 12
27 4 3 4 11
28 4 3 3 10
29 4 4 4 12
30 4 5 5 14
31 5 5 5 15
32 5 5 5 15
33 5 5 5 15
34 3 4 4 11
35 4 4 4 12
36 5 5 5 15
37 5 5 5 15
Bersambung pada halaman selanjutnya

112
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL INTENSI WHISTLEBLOWING
(Lanjutan)

NO IW1 IW2 IW3 TIW


38 5 5 5 15
39 4 4 4 12
40 5 5 5 15
41 4 4 4 12
42 5 5 5 15
43 5 5 5 15
44 5 5 5 15
45 5 5 5 15
46 5 5 3 13
47 5 5 5 15
48 5 5 5 15
49 4 5 4 13
50 5 5 5 15
51 5 5 5 15
52 5 5 5 15
53 5 5 5 15
54 4 5 4 13
55 4 5 3 12
56 4 4 4 12
57 4 5 5 14
58 4 4 4 12
59 5 5 5 15
60 5 5 4 14
61 5 5 5 15
62 5 5 5 15
63 3 5 5 13
64 4 5 5 14
65 3 4 4 11
66 5 4 5 14
67 5 5 5 15
68 5 5 5 15
69 5 5 5 15
70 4 4 4 12
71 4 4 5 13
72 4 4 4 12
73 5 5 4 14
Bersambung pada halaman selanjutnya

113
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL INTENSI WHISTLEBLOWING
(Lanjutan)

NO IW1 IW2 IW3 TIW


74 5 5 5 15
75 5 5 5 15
76 5 5 5 15
77 4 4 4 12
78 5 5 5 15
79 4 4 3 11
80 5 5 5 15
81 5 5 3 13
82 5 5 3 13
83 4 4 4 12
84 5 5 5 15
85 4 4 4 12
86 4 4 5 13
87 4 2 3 9
88 3 3 3 9
89 5 5 5 15
90 4 5 5 14
91 5 5 5 15
92 5 5 5 15
93 5 5 4 14
94 5 5 5 15
95 5 5 5 15
96 4 5 4 13
97 5 5 5 15
98 5 5 5 15
99 5 5 5 15
100 5 4 5 14
101 4 5 5 14

114
LAMPIRAN 5
OUTPUT HASIL
PENGUJIAN DATA

115
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Profesionalisme

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 101 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 101 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

,638 ,677 11

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

P1 4,20 ,583 101


P2 3,36 ,832 101
P3 3,33 ,850 101
P4 3,67 ,884 101
P5 4,40 ,601 101
P6 2,88 1,052 101
P7 3,40 1,030 101
P8 3,76 1,021 101
P9 4,37 ,578 101
P10 3,99 1,005 101
P11 4,30 ,592 101
Bersambung pada halaman selanjutnya

116
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Profesionalisme (Lanjutan)

Inter-Item Correlation Matrix

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11

P1 1,000 ,265 ,191 ,320 ,487 ,022 ,201 ,180 ,139 ,089 ,349
P2 ,265 1,000 ,499 ,663 ,155 ,140 ,055 ,077 ,121 -,091 ,027
P3 ,191 ,499 1,000 ,622 ,096 ,212 -,058 -,048 ,080 -,055 ,024
P4 ,320 ,663 ,622 1,000 ,265 ,184 ,111 ,035 ,139 -,127 -,023
P5 ,487 ,155 ,096 ,265 1,000 -,067 ,132 ,187 ,269 ,106 ,453
P6 ,022 ,140 ,212 ,184 -,067 1,000 ,182 ,206 -,026 ,027 -,087
P7 ,201 ,055 -,058 ,111 ,132 ,182 1,000 ,375 ,090 ,091 ,067
P8 ,180 ,077 -,048 ,035 ,187 ,206 ,375 1,000 ,267 -,022 ,448
P9 ,139 ,121 ,080 ,139 ,269 -,026 ,090 ,267 1,000 ,247 ,321
P10 ,089 -,091 -,055 -,127 ,106 ,027 ,091 -,022 ,247 1,000 ,207
P11 ,349 ,027 ,024 -,023 ,453 -,087 ,067 ,448 ,321 ,207 1,000

Item-Total Statistics

Squared Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Multiple Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted

P1 37,45 16,210 ,435 ,334 ,600


P2 38,29 15,347 ,392 ,462 ,596
P3 38,32 15,739 ,316 ,447 ,611
P4 37,97 14,789 ,444 ,617 ,584
P5 37,25 16,408 ,374 ,383 ,607
P6 38,76 15,823 ,199 ,166 ,641
P7 38,25 15,368 ,268 ,227 ,624
P8 37,88 14,946 ,330 ,414 ,609
P9 37,28 16,742 ,320 ,213 ,615
P10 37,65 17,089 ,059 ,164 ,669
P11 37,35 16,669 ,325 ,458 ,614

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

41,64 18,592 4,312 11

117
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Tingkat Keseriusan Kecurangan

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 101 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 101 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

,840 ,846 3

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

TKK1 4,28 ,862 101


TKK2 4,54 ,700 101
TKK3 4,52 ,729 101

Inter-Item Correlation Matrix

TKK1 TKK2 TKK3

TKK1 1,000 ,626 ,626


TKK2 ,626 1,000 ,688
TKK3 ,626 ,688 1,000

Bersambung pada halaman selanjutnya

118
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Tingkat Keseriusan Kecurangan (Lanjutan)

Item-Total Statistics

Squared Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Multiple Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted

TKK1 9,07 1,725 ,681 ,464 ,815


TKK2 8,80 2,060 ,725 ,536 ,763
TKK3 8,82 1,988 ,724 ,536 ,760

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

13,35 4,009 2,002 3

119
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Status Pelanggar

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 101 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 101 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

,774 ,778 3

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

SP1 3,85 1,203 101


SP2 3,98 ,916 101
SP3 3,88 1,013 101

Inter-Item Correlation Matrix

SP1 SP2 SP3

SP1 1,000 ,659 ,527


SP2 ,659 1,000 ,428
SP3 ,527 ,428 1,000

Bersambung pada halaman selanjutnya

120
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Status Pelanggar (Lanjutan)

Item-Total Statistics

Squared Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Multiple Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted

SP1 7,86 2,661 ,698 ,508 ,598


SP2 7,73 3,758 ,633 ,444 ,684
SP3 7,83 3,741 ,531 ,289 ,777

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

11,71 6,847 2,617 3

121
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Intensi Whistleblowing

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 101 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 101 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

,777 ,782 3

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

IW1 4,47 ,641 101


IW2 4,57 ,638 101
IW3 4,44 ,727 101

Inter-Item Correlation Matrix

IW1 IW2 IW3

IW1 1,000 ,660 ,440


IW2 ,660 1,000 ,533
IW3 ,440 ,533 1,000

Bersambung pada halaman selanjutnya

122
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Intensi Whistleblowing (Lanjutan)

Item-Total Statistics

Squared Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Multiple Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted

IW1 9,01 1,430 ,620 ,447 ,692


IW2 8,90 1,350 ,698 ,509 ,608
IW3 9,04 1,358 ,534 ,298 ,795

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

13,48 2,792 1,671 3

123
Hasil Uji Validitas Variabel Profesionalisme
Correlations
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 TP
P1 Pearson Correlation 1 ,265** ,191 ,320** ,487** ,022 ,201* ,180 ,139 ,089 ,349** ,541**
Sig. (2-tailed) ,007 ,056 ,001 ,000 ,824 ,044 ,071 ,167 ,378 ,000 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P2 Pearson Correlation ,265** 1 ,499** ,663** ,155 ,140 ,055 ,077 ,121 -,091 ,027 ,549**
Sig. (2-tailed) ,007 ,000 ,000 ,122 ,161 ,583 ,443 ,229 ,363 ,792 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P3 Pearson Correlation ,191 ,499** 1 ,622** ,096 ,212* -,058 -,048 ,080 -,055 ,024 ,488**
Sig. (2-tailed) ,056 ,000 ,000 ,337 ,034 ,565 ,634 ,429 ,587 ,813 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P4 Pearson Correlation ,320** ,663** ,622** 1 ,265** ,184 ,111 ,035 ,139 -,127 -,023 ,601**
Sig. (2-tailed) ,001 ,000 ,000 ,008 ,066 ,271 ,728 ,167 ,204 ,820 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P5 Pearson Correlation ,487** ,155 ,096 ,265** 1 -,067 ,132 ,187 ,269** ,106 ,453** ,491**
Sig. (2-tailed) ,000 ,122 ,337 ,008 ,504 ,189 ,061 ,007 ,292 ,000 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P6 Pearson Correlation ,022 ,140 ,212* ,184 -,067 1 ,182 ,206* -,026 ,027 -,087 ,427**
Sig. (2-tailed) ,824 ,161 ,034 ,066 ,504 ,068 ,039 ,793 ,787 ,386 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P7 Pearson Correlation ,201* ,055 -,058 ,111 ,132 ,182 1 ,375** ,090 ,091 ,067 ,482**
Sig. (2-tailed) ,044 ,583 ,565 ,271 ,189 ,068 ,000 ,372 ,367 ,503 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P8 Pearson Correlation ,180 ,077 -,048 ,035 ,187 ,206* ,375** 1 ,267** -,022 ,448** ,532**
Sig. (2-tailed) ,071 ,443 ,634 ,728 ,061 ,039 ,000 ,007 ,829 ,000 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P9 Pearson Correlation ,139 ,121 ,080 ,139 ,269** -,026 ,090 ,267** 1 ,247* ,321** ,438**
Sig. (2-tailed) ,167 ,229 ,429 ,167 ,007 ,793 ,372 ,007 ,013 ,001 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P10 Pearson Correlation ,089 -,091 -,055 -,127 ,106 ,027 ,091 -,022 ,247* 1 ,207* ,290**
Sig. (2-tailed) ,378 ,363 ,587 ,204 ,292 ,787 ,367 ,829 ,013 ,038 ,003
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P11 Pearson Correlation ,349** ,027 ,024 -,023 ,453** -,087 ,067 ,448** ,321** ,207* 1 ,445**
Sig. (2-tailed) ,000 ,792 ,813 ,820 ,000 ,386 ,503 ,000 ,001 ,038 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
TP Pearson Correlation ,541** ,549** ,488** ,601** ,491** ,427** ,482** ,532** ,438** ,290** ,445** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,003 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

124
Hasil Uji Validitas Variabel Tingkat Keseriusan Kecurangan

Correlations

TKK1 TKK2 TKK3 TTKK

TKK1 Pearson Correlation 1 ,626** ,626** ,877**

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000

N 101 101 101 101


TKK2 Pearson Correlation ,626** 1 ,688** ,870**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
TKK3 Pearson Correlation ,626** ,688** 1 ,874**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
TTKK Pearson Correlation ,877** ,870** ,874** 1

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000

N 101 101 101 101

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

125
Hasil Uji Validitas Variabel Status Pelanggar

Correlations

SP1 SP2 SP3 TSP

SP1 Pearson Correlation 1 ,659** ,527** ,895**

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000

N 101 101 101 101


SP2 Pearson Correlation ,659** 1 ,428** ,819**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
SP3 Pearson Correlation ,527** ,428** 1 ,779**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
TSP Pearson Correlation ,895** ,819** ,779** 1

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000

N 101 101 101 101

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

126
Hasil Uji Validitas Variabel Intensi Whistleblowing

Correlations

IW1 IW2 IW3 TIW

IW1 Pearson Correlation 1 ,660** ,440** ,827**

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000

N 101 101 101 101


IW2 Pearson Correlation ,660** 1 ,533** ,867**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
IW3 Pearson Correlation ,440** ,533** 1 ,808**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
TIW Pearson Correlation ,827** ,867** ,808** 1

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000

N 101 101 101 101

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

127
HASIL UJI MULTIKOLONIERITAS

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics

Std.
Model B Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) ,966 ,822 1,176 ,242

TP -,017 ,018 -,088 -,972 ,333 ,886 1,129

SM ,113 ,196 ,050 ,578 ,565 ,964 1,037

TTKKsqrt ,426 ,087 ,454 4,900 ,000 ,852 1,173

TSPsqrt ,110 ,083 ,120 1,332 ,186 ,908 1,101

a. Dependent Variable: TIWsqrt

HASIL UJI NORMALITAS SEBELUM TRANSFORMASI

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 101
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 1,42501229
Most Extreme Differences Absolute ,120
Positive ,076
Negative -,120
Test Statistic ,120
Asymp. Sig. (2-tailed) ,001c

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

128
HASIL UJI NORMALITAS SESUDAH TRANSFORMASI

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 101
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,70758413
Most Extreme Differences Absolute ,058
Positive ,048
Negative -,058
Test Statistic ,058
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.

129
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 1,192 ,478 2,496 ,014

TP -,015 ,010 -,158 -1,482 ,142

SM -,023 ,114 -,021 -,202 ,840

TTKKsqrt -,049 ,051 -,105 -,968 ,336

TSPsqrt ,049 ,048 ,108 1,031 ,305

a. Dependent Variable: ABS_RES

130
HASIL UJI KOEFISIEN DETERMINASI

Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate

1 ,545a ,297 ,268 ,72218

a. Predictors: (Constant), TSPsqrt, SM, TP, TTKKsqrt


b. Dependent Variable: TIWsqrt

HASIL UJI STATISTIK t

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) ,966 ,822 1,176 ,242

TP -,017 ,018 -,088 -,972 ,333

SM ,113 ,196 ,050 ,578 ,565

TTKKsqrt ,426 ,087 ,454 4,900 ,000

TSPsqrt ,110 ,083 ,120 1,332 ,186

a. Dependent Variable: TIWsqrt

HASIL UJI STATISTIK F

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 21,143 4 5,286 10,135 ,000b

Residual 50,068 96 ,522

Total 71,211 100

a. Dependent Variable: TIWsqrt


b. Predictors: (Constant), TSPsqrt, SM, TP, TTKKsqrt

131

Anda mungkin juga menyukai