Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI

Disusun Oleh :

1. Siti Latifah (210207028)


2. Jasita Salma Dellila (210207032)
3. Mita Fidiya Wati (210207035)
4. Roswina Dhea Agnanta (210207043)
5. Septi Ana Tri Handayani (210207046)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS DUTA BANGSA
JURUSAN KEPERAWATAN
2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI

Diajukan untuk disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lapangan

(Ns. Musta'in, M.Kes) ( )


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam teori
Abraham Maslow (1970 dalam Goble, 1970) kebutuhan dasar manusia ada lima
tingkatan. Tingkat paling mendasar adalah hal-hal yang paling penting untuk
mempertahankan hidup yaitu kebutuhan fisiologi seperti udara, air dan makanan.
Sebagai makhluk hidup, tentunya manusia memerlukan makanan dan hasil dari proses
pencernaan tersebut akan dikeluarkan sebagai kotoran yang tidak lagi bermanfaat bagi
tubuh manusia itu sendiri. Proses pengubahan dari makanan sampai menjadi sisa
dinamakan proses pencernaan yang dilakukan oleh organ pencernaan di dalam tubuh
mnausia. Sedangkan proses pengeluaran kotoran dinamakan sebagai eliminasi.

B. Tujuan
1. Untuk memahami gangguan kebutuhan eliminasi.
2. Sebagai pembelajaran tentang bagaimana proses eliminasi itu terjadi.
3. Untuk melakukan asuhan keperawatan sesuai rencana.

C. Manfaat
1. Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para mahasiswa.
2. Dapat memberi informasi pada klien tentang gangguan kebutuhan eliminasi.
3. Dapat meningkatkan asuhan keperawatan secara profesional agar terhindar dari
komplikasi yang mungkin timbul.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi.Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,
ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama
yaitu :Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat
diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks
saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan
kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan
keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula
spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau
batang otak.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh
yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang
berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan
eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program
yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan
fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien
dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk
menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi yang
normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.

B. Penyebab
1. Gaya hidup
Dari segi gaya hidup dapat mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine.
2. Diet dan intake
Jumlah dan tipe makanan dapat mempengaruhi output urine, seperti protein dan
sodium sangat mempengaruhi jumlah urine yang keluar.
3. Stres psikologi
Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi keinginan untuk
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitif untuk keinginan berkemih dan atau
meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.

C. Tanda dan Gejala


1. Tanda Gangguan Eliminasi urin
a. Retensi Urin
1). Ketidaknyamanan daerah pubis.
2). Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3). Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4). Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
5). Ketidaksanggupan untuk berkemih
b. Inkontinensia urin
1). pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
2). pasien sering mengompol

2. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal


a. Konstipasi
1). Menurunnya frekuensi BAB
2). Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
3). Nyeri rektum
b. Impaction
1). Tidak BAB
2). anoreksia
3). Kembung/kram
4). nyeri rektum
c. Diare
1). BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
2). Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3). Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa.
4). feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
d. Inkontinensia Fekal
1). Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
2). BAB encer dan jumlahnya banyak
3). Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinalcord dan
tumor spingter anal eksternal
e. Flatulens
1). Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
2). Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
3). Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
1). pembengkakan vena pada dinding rectum
2). perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3). merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4). nyeri

D. Patofisiologi
1. Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan di atas.
Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien
dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medullaspinal, akan menyebabkan
gangguan dalam mengkontrolurin/ inkontinensia urin. Gangguan traumatik pada
tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medullaspinalis. Lesi traumatik
pada medullaspinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur atau
dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa
mengakibatkan efek yang nyata di medullaspinallis. Cedera medullaspinalis (CMS)
merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan
berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan
dengan cedera medullaspinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal. Syok
spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medullaspinalis (areflexia) di
bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian
segmen medulla yang ada di bawah tingkat lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid,
dan refleks-refleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang
fungsi berkemih dan defekasi. Distensi usus dan ileusparalitik disebabkan oleh depresi
refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi usus (Brunner&Suddarth, 2002). Hal
senada disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal terdapat tanda
gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi
ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan
dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase
pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi
bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin
dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor
yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan
proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot
detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf
parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen
kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris
pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak.
Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral
spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis
sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada otot
uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervuspudendus untuk
merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphinctereksterna. Hasilnya keluarnya urine
dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post operasi dan postpartum
merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini
terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan
pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau
trauma saraf pelvik, hematomapelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal,
khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver
Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan
drainase kandung kemih yang adekuat.
2. Gangguan Eliminasi Fekal
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowelmovement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa
kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap
kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi
instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum
memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum.
Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati
anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses
keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum
dirangsang, signal diteruskan ke spinalcord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke
kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau
bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang
akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskuluslevator ani pada
dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal
dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan
posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawahkearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikanmuskulusspingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi
secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan
feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.
E. Patway Eliminasi

Tumor/neoplasma Pembesaran pada uterus


Proses Infeksi pada
di sekitar ureter pada saat kehamilan
infeksi uretra
atau uretra

Kompresi pada
Metabolisme peradangan
Kompresi pada saluran kemih
meningkat
ureter/uretra
Terbentuknya
Panas/demam jaringan parut

HIPERTERMI
Urine yang
Obstruksi keluar sedikit GANGGUAN
Obstruksi akut sebagian atau karena ada POLA
total aliran penyempitan ELIMINASI
urine ureter/uretra URINE
Kolik renalis/nyeri
pinggang
Urine
mengalir balik Kegagalan ginjal
lambung
untuk membuang
NYERI AKUT/NYERI
limbah metabolik
KRONIS
hidroureter
Ureum
bertemu
Peningkatan
Urine reflak ke dengan
ureum dalam
pelvis ginjal HCL
darah

Penekanan Mual
Bersifat
pada medulla muntah
racun dalam
ginjal/pada sel
tubuh
sel ginjal
GANGGUAN
System NUTRISI
Gangguan pencernaan KURANG DARI
fungsi ginjal KEBUTUHAN
TUBUH
F. Data Penunjang
1. Data pemeriksaan USG
2. Data pemeriksaan foto rontgen
3. Data pemeriksaan laboratorium urin dan feses
G. Penatalaksanaan
Ada 2 tingkat yaitu tingkat masih dalam kateter dan tingkat bebas kateter.
1. Klien masih menggunakan kateter.
Prosedur 1 jam:
a. Cuci tangan.
b. Klien diberi mium setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-19.00. Setiap
kali klien diberi minum, kateter diklem.
c. Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul 08.00- 20.00
dengan cara klem kateter dibuka.
d. Pada malam hari (setelah pukul 20.00) buka klem kateter dan klien boleh minum
tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
e. Prosedur terus diulang sampai berhasil.
Prosedur 2 jam:
a. Cuci tangan.
b. Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00- 19.00. Setiap
kali diberi minum, kateter diklem.
c. Kemudian, setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai pukul 08.00-21.00
dengan cara klem kateter dibuka.
d. Pada malam hari (setelah pukul 21.00) buka klem kateter dan klien boleh minum
tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
e. Prosedur terus diulang sampai berhasil.
2. Pada klien yang tidak menggunakan kateter.
a. Cuci tangan.
b. Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari pukul 07.00-19.00, lalu
kandung kemih dikosongkan.
c. Kateter dilepas.
d. Monitor pengeluaran urin klien setiap 8 jam selama 1-2 hari setelah pelepasan
kateter.
e. Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk konsentrasi BAK,
kemudian lakukan penekanan pada area kandung kemih dan lakukan
pengosongan kandung kemih setiap 2 jam secara urinal.
f. Berikan minum terakhir pukul 19.00, selanjutnya klien tidak boleh diberi minum
sampai pukul 07.00 pagi untuk menghindari klien berkemih pada malam hari.
g. Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih selanjutnya dijadwalkan
setiap 2 jam sekali, apabila ada rangsangan BAK sebelum 2 jam klien diharuskan
untuk menahannya.
h. Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba mengosongkan kandung kemih
secara urinal.
i. Anjurkan klien untuk menggunakan Kegel exercise dan teknik pengosongan
kandung kemih.
j. Alat-alat dibereskan.
k. Akhiri interaksi dengan mengucapkan salam.
l. Dokumentasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. N
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin  : Laki-laki
Tingkat Pendidikan      : SMA
Pekerjaan                      : Swasta
Agama                          : Islam
Suku                              : Madura
Status Perkawinan           : Menikah
Tgl. MRS                         : 23 Januari 2009
Tgl. Pengkajian                : 26 Januari 2009
Alamat                             : Pamekasan
No. RM                           : 184395
Diagnosa Medis              : Batu ginjal sebelah kiri
b. Identitas Keluarga
Nama Keluarga : Ny. N
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Umur : 39 tahun
Hubungan : Istri
Alamat : Pamekasan
2. Status Kesehatan Saat Ini
Klien mengeluh nyeri pinggang kiri hilang timbul. Nyeri muncul dari pinggal
sebelah kiri, menjalar ke depan sampai ke ujung penis.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 tahun yang lalu, klien mengeluh nyeri pinggang kiri hilang timbul, nyeri
muncul dari pinggang sebelah kiri dan menjalar ke depan sampai ke penis.
Penyebab nyeri tidak diketahui. Akhirnya pasien berobat ke mantri, setelah diberi
obat (nama tidak tahu) keluhan berkurang tetapi kadang muncul lagi. 1tahun yang
lalu, klien mengalami nyeri pinggang yang hebat, akhirnya oleh keluarga di
bawah ke RSU. Setelah dilakukan pemeriksaan, klien dinyatakan menderita
kencing batu. Setelah pulang dari RSU, klien tidak kontrol, tetapi berobat ke
mantri lagi. 2 bulan yang lalu, klien mengalami serangan nyeri hebat lagi dan
dibawa ke RSU. Sehubungan dengan keterbatasan alat, maka klien dirujuk ke
RSCM, untuk penanganan selanjutnya 
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan tidak mempunyai penyakit hipertensi, jantung tidak diketahui,
hepatitis tidak pernah, kencing batu tidak pernah.
5. Riwayat Penyakit Keluarga.
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti
pasien, TB, DM, Hipertensi.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit sedang, kesadaran komposmentis, suara bicara jelas,
tekanan darah 120/70 mmHg, suhu tubuh 36,7oC, pernapasan 20x/menit,
nadi 80x/menit (regular), GCS 4 5 6.
b. Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit tidak kering, tekstur tidak kasar,
rambut hitam dan bersih, tidak botak, perubahan warna kulit tidak ada,
dekubitus tidak ada.
c. Kepala
Normocephalic, simetris, nyeri kepala (+), benjolan tidak ada.
d. Muka
Simetris, odema (+), otot muka dan rahang kekuatan lemah, sianosis tidak
ada.
e. Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjungtiva anemis, pupil isokor
scleraikterus, reflek cahaya positif, tajam penglihatan normal, mata tidak
cowong.
f. Telinga
Sekret, serumen, benda asing, dan membran timpani normal.
g. Hidung
Deformitas, mukosa, sekret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping
hidung tidak ada.
h. Mulut dan faring
Bau mulut (+), stomatitis (-), gigi banyak yang hilang, lidah merah muda,
kelainan lidah tidak ada.
i. Leher
Simetris, kaku kuduk tidak ada, pembesaran vena jugularis.

j. Thoraks
Gerakan simetris, retraksi supra sternal (-), retraksiintercoste (-), perkusi
resonan, rhonchi +/+ pada basal paru, wheezing -/-, vocalfremitus tidak
teridentifikasi.
k. Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2
sternal kanan dan ics 5 midaxilla kanan, perkusi dullness. Bunyi s1 dan s2
tunggal, gallop (-), mumur (-), capillaryrefill 2-3 detik.
l. Abdomen
Bising usus (+), tidak ada benjolan, nyeri tekan tidak ada, perabaan massa
tidak ada, hepar tidak teraba, asites (-).
m. Inguinal-Genitalia-Anus
Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembuluh limfe
tidak ada, tidak ada hemoroid.
n. Ekstrimitas
Akral hangat, edema -/- , kekuatan 5/5, gerak yang tidak disadari -/-, atropi
-/-, capillaryrefill 3 detik, abses tidak ada, ganggren (-), reflekpatella N/N,
achiles N/N.
Pembuluh darah perifer : radialis (+/+), femoralis (+/+), poplitea (+/+),
tibialis posterior (+/+), dorsalispediss (+/+).
o. Tulang belakang
Tidak ada lordosis, kifosis atau scoliosis.

B. Analisa Data

DATA KEMUNGKINAN MASALAH


PENYEBAB KEPERAWATAN
DS
Ø  Klien mengeluh Penekanan/distorsi jaringan Nyeri
sakit pinggang tembus setempat
belakang 
Ø  Klien menyatakan Pelepasan mediator kimia
nyeri tekan pada (bradikidin)
pinggang kanan 
Ø  Klien menyatakan Merangsang nosireseptor
sakit saat miksi 
Implus ke thalamus

Cortex serebri

Nyeri
DS
Ø  Klien menyatakan Obstruksi saluran kemih Perubahan Eliminasi
kurang minum  Urine
Ø  Klien menyatakan Pengeluaran urine inkomplit
sakit saat miksi 
DO Kapasitas vesika urinaria
Ø  Warna urine klien 
jernih dan kekuning- Perubahan eliminasi urine
kuningan
DS
Ø  Klien menyatakan Perubahan status kesehatan Kurang pengetahuan
tidak tahu tentang 
penyakitnya Hospitalisasi

Kurang informasi tentang
penyakit

Kurang pengetahuan
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pre-Operasi
a. Nyeri
b. Peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral.
c. Perubahan pola eliminasi b.d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi
ginjal atau ureteral.
d. Risti kekurangan volume cairan b.d mual, muntah.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurangnya informasi.
2. Post-Operasi
a. Resiko kekurangan volume cairan b.dhaemoragic atau hipovolemik
b. Nyeri b.d insisi bedah
c. Perubahan pola eliminasi b.dinverseperkemihan sementara (selang
nefrostomi, kateter uretra, intervensi pembedahan)
d. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d insisi operasi dan pemasangan kateter.

D. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi


1. Pre-Operasi :
Nyeri (akut) b.d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uretral, trauma
jaringan, pembentukan edema, iskemia jaringan.
Tujuan :
Klien dapat menunjukkan rasa nyeri berkurang/hilang setelah
dilakukan asuhan keperawatan.
a. TTV dalam batas normal
b. TD : 120/80 mmHg
N : 80-100 x/ menit
P : 12-20 x/ menit
S : 36- 37’5 o C
c. Ekspresi wajah tampak rileks
d. Skala nyeri 1-3
e. Klien dapat tidur dan istirahat
Rencana Tindakan :
1. Kaji dan catat lokasi, lamanya, intensitas nyeri (0-10) dan
penyebarannya.
2.  Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan bila terjadi
perubahan kejadian/karakteristik nyeri.
3. Berikan tindakan nyaman contoh pijatan punggung, lingkungan
istirahat.
4. Bantu atau dorong penggunaan napas dalam, bimbingan imajinasi.
5. Dorong/bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan
pemasukan cairan sekitar 3-4 liter/hari.
6. Perhatikan keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgesik.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah ini kami dapat menarik kesimpulan  bahwa kebutuhan
eliminasi urine merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis dan bertujuan untuk
mengeluarkan bahan sisa. Dimana sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya
proses eliminasi urine adalah ginjal, kandung kemih, dan uretra. Mekanisme
berkemih terjadi karena vesikaurinaria berisi urine yang dapat menimbulkan
rangsangan, melalui medullaspinalis dihantarkan ke pusat pengontrol berkemih
yang terdapat di korteks serebral, kemudian otak memberikan impuls/rangsangan
melalui medullaspinalis ke neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi koneksasi
otot detrusor dan relaksasi otot sfingter internal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine yaitu : diet dan asupan,
respon keinginan awal untuk berkemih, gaya hidup, stres psikologis, tingkat
aktivitas, tingkat perkembangan, kondisi penyakit, sosiokultural, kebiasaan
seseorang, tonus otot, pembedahan, dan pengobatan. 
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Eliminasi. Terdapat pada :


http://911medical.blogspot.com/2007/06/asuhan-keperawatan-klien-dengan-masalah.html
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. enerbit Kedokteran EGC:
Jakarta.
Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal. Terdapat pada :
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-dasar-pemenuhan-kebutuhan-
eliminasi-fecal/
Septiawan, Catur E. 2008. Perubahan Pada Pola Urinarius. Terdapat pada:www.kiva.org
Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran EGC: Jakarta.
Supratman. 2000. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan
Andi Visi Kartika. Retensi Urin Pospartum. Http://www.jevuska.com/2007/04/19/retensi-
urine-post-partum
Siregar, c. Trisa , 2004, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi Ilmu
Keprawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Johnson M., Meridean,M., Moorhead, 2000. NANDA, NIC, NOC. PENERBIT: MOSBY

Anda mungkin juga menyukai