Jika melihat ilmu politik sebagai cabang dari ilmu-ilmu sosial maka usianya masih sangat
muda karena baru berkembang di akhir abad 19. Namun, apabila melihat ilmu politik
ditinjau dari aspek yang lebih luas, yakni sebagai pembahasan aspek negara dan kehidupan
politik, maka ilmu politik dapat dikatakan sebagai disiplin ilmu tertua di dunia.
Perkembangan ilmu politik sudah dimulai sejak masa Yunani Kuno, yakni 450 SM oleh para
pemikir seperti Aristoteles dan Plato, di Asia juga terdapat pusat kebudayaan misalnya di
India dan Cina. Buktinya ialah adanya karya-karya mengenai kenegaraan seperti
Dharmasastra di India dan filsuf-filsuf yakni Confucius dan Mencius di daratan Cina.
Di Indonesia sendiri ilmu politik sudah berkembang sejak masa kerajaan Majapahit lewat
karya tulis seperti Negarakertagama dan Babad Tanah Jawi. Sayangnya perkembangan
tersebut mengalami kemunduran karena pengaruh pemikiran Barat yang dibawa ke
Indonesia seperti negara Inggris, Jerman dan Amerika Serikat. Ilmu politik di negara-negara
Eropa seperti Jerman, Austria, dan Prancis, ilmu politik dimasukkan ke fakultas hukum, yakni
ilmu kenegaraan. Di Inggris, permasalahan politik diintegrasikan ke ilmu filsafat, walaupun
akhirnya dijadikan disiplin ilmu sendiri. Karena tekanan yuridis dari Eropa, perkembangan
ilmu politik di Amerika Serikat sempat terhambat namun setelah diangkatnya Francis Lieber
sebagai guru besar sejarah dan ilmu politik di Columbia College, ilmu politik dijadikan ilmu
tersendiri.
Perkembangan ilmu politik menjadi pesat usai Perang Dunia II berakhir terlihat di negara
Belanda dengan dominasi penelitian di Fakultas Hukum, di Indonesia sendiri Universitas
Gadjah Mada mendirikan FISIPOL yang mana terdapat jurusan tersendiri yakni Ilmu
Pemerintahan dan berubahnya Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial menjadi FISIP di Universitas
Indonesia. Berbeda dari yang lain, di benua Eropa ilmu politik masih terpengaruh
pendekatan tradisional dan yuridis walaupun berkembang pesat setelah berakhirnya
komunisme dan mendapat pengaruh dari pemikiran barat. Perkembangan pesat ilmu politik
pada saat itu tidak lepas dari lembaga-lembaga besar terutama UNESCO.
UNESCO sangat berperan penting dalam perkembangan ilmu politik karena mereka banyak
menyelenggarakan pertemuan penting guna mengatasi keseragaman dalam disiplin ilmu
tersebut. Lembaga tersebut pernah menyelenggarakan survei mengenai kedudukan politik
di 30 negara dan menghasilkan buku Contemporary Political Science (1948), melaksanakan
penelitian pada 10 negara seperti India, Mexico dan Polandia kemudian menghasilkan
sebuah buku bertajuk The University Teaching of Social Sciences : Political Sciences. Pada
masa berikutnya, ilmu politik banyak memanfaatkan penemuan dari antropologi, psikologi,
ekonomi dan sosiologi. Ilmu politik menjadi lebih kaya dan berkembang ke arah yang lebih
baik.
Namun, muncul kritik dari para ahli seperti Herbert Marcuse dan Jean Paul Sartre. Kritik
yang dikemukakan yaitu pendekatan perilaku terlalu kuantitatif dan abstrak dan nilai-nilai
harus diikutsertakan dalam penelitian. Kemudian muncul pendapat lain bahwa pendekatan
perilaku terlalu meremehkan negara serta lembaga-lembaganya yang diusulkan oleh Theda
Skocpol.
Lalu apakah itu pendekatan perilaku itu?. Salah satu pemikiran pokok dari para pelopor
pendekatan perilaku adalah bahwa perilaku politik harus dijadikan fokus utama melebihi
kekuasaan, lembaga-lembaga, atau keyakinan politik. Masyarakat memberikan inputs
berupa dukungan dan tuntutan. Lalu inputs tersebut dirubah menjadi outputs oleh
pemerintah berupa kebijakan dan peraturan. Proses ini terjadi guna terbentukanya
keseimbangan (equilibrium) dan stabilitas.