Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Medis Coronary Artery Disease (CAD)
1.1.1 Definisi Coronary Artery Disease (CAD)
Penyakit arteri koronaria (coronary artery disease, CAD) merupakan
keadaan dimana terjadi penumpukan plak pembuluh darah koroner, hal ini
menyebabkan arteri koroner menyempit atau tersumbat. Arteri koroner merupakan
arteri yang menyuplai darah ke otot jantung dengan membawa oksigen yang
banyak. Terdapat beberapa faktor memicu penyakit ini yaitu: gaya hidup, faktor
genetik, usia dan penyakit penyerta yang lain (Sherwood, 2014). Ketika
penyumbatan di arteri koroner menjadi lebih parah, pasien akan merasakan angina
(nyeri dada), yang bisa menyebabkan kondisi infark miokard yang fatal
(umumnya dikenal sebagai “serangan jantung”) (AHA, 2016).
Menurut riset kesehatan dasar (Riskesdas,2013), secara klinis penyakit
jantung koroner ditandai dengan nyeri dada atau terasa tidak nyaman dan dada
terasa tertekan berat ketika sedang mendaki, kerja berat ataupun berjalan terburu-
buru. Pemeriksaan angiografi dan elektrokardiogram (EKG) digunakan untuk
memastikan terjadinya penyakit jantung koroner. Hasil pemeriksaan EKG yang
menunjukkan terjadinya iskemik merupakan salah satu tanda terjadinya penyakit
jantung koroner secara klinis.
a. Angina Pektoris Stabil (APS) merupakan yaitu angina yang frekuensi serta
durasi nyeri dapat diperkirakan dan nyeri akan reda dengan istirahat dan
pemberian nitrogliserin (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2017). APS memiliki
sifat nyeri dada yang timbul saat aktivitas dan terdapat tanda objektif dari
iskemia miokard. Klasifikasi Derajat Angina pada APS berdasarkan
Canadian Cardiovascular Society (CCS):
1) Kelas I: Aktivitas biasa tidak menyebabkan angina, seperti berjalan atau
naik tangga. Angina muncul dengan mengejan atau aktivitas cepat dan
lama saat bekerja atau olahraga.
2) Kelas II: Sedikit pembatasan pada aktivitas biasa. Angina saat berjalan
cepat atau naik tangga, berjalan atau naik tangga setelah makan atau pada
cuaca dingin, angina pada stress emosional, atau hanya beberapa jam
setelah bangun tidur. Berjalan lebih dari dua blok atau menanjak lebih
dari satu tangga pada kecepatan dan kondisi normal.
3) Kelas III: Pembatasan yang jelas pada aktivitas fisik biasa. Angina
muncul saat berjalan satu atau dua blok, naik satu lantai pada kondisi dan
kecepatan normal.
4) Kelas IV: Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik tanpa rasa
tidak nyaman, angina dapat timbul saat istirahat.
b. Angina yang tidak stabil (unstable angina): Frekuensi serta durasi nyeri
makin meningkat dan serangan nyeri makin mudah ditimbulkan; angina yang
tidak stabil menunjukkan penyakit arter koronaria makin parah yang dapat
berlanjut menjadi infark miokard.
1.1.2 Etiologi Coronary Artery Disease (CAD)
Penyebab dari penyakit CAD ini ialah adanya sumbatan pada arteri
koroner, yang dapat menyebabkan serangan jantung iskemia miokardium melalui
tiga mekanisme: spasme vaskular hebat arteri koronaria, pembentukan plak
aterosklerotik dan tromboembolisme (Sherwood, 2014).
1. Spasme Vaskular, merupakan suatu konstriksi spastik abnormal yang
secara transien (sekejap/seketika) menyempitkan pembuluh koronaria.
Spasme ini terjadi jika oksigen yang tersedia untuk pembuluh koronaria
terlalu sedikit, sehingga endotel (lapisan dalam pembuluh darah)
menghasilkan platelet activating factor (PAF). PAF memiliki efek utama
yaitu menghasilkan trombosit. PAF ini akan berdifusi ke otot polos
vaskular di bawahnya dan menyebabkan kontraksi, sehingga
menimbulkan spasme vaskular.
2. Pembentukan Aterosklerosis. Aterosklerosis adalah penyakit degeneratif
progresif pada arteri yang menyebabkan oklusi (sumbatan bertahap)
pembuluh tersebut, sehingga mengurangi aliran darah yang melaluinya.
Aterosklerosis ditandai dengan plak-plak yang terbentuk di bawah lapisan
dalam pembuluh di dinding arteri, dimana plak tersebut terdiri dari inti
kaya lemak yang dilapisi oleh pertumbuhan abnormal sel otot polos,
ditutupi oleh tudung jaringan ikat kaya kolagen. Plak ini akan membentuk
tonjolan ke dalam lumen pembuluh arteri.
3. Tromboembolisme. Plak aterosklerotik yang membesar dapat pecah dan
membentuk bekuan abnormal yang disebut trombus. Trombus dapat
membesar secara bertahap hingga menutup total pembuluh arteri di tempat
itu, atau aliran darah yang melewatinya dapat menyebabkan trombus
terlepas. Bekuan darah yang mengapung bebas ini disebut embolus, yang
dapat menyebabkan sumbatan total mendadak pada pembuluh yang lebih
kecil.
1.1.3 Faktor resiko dari penyakit CAD:
a.Usia.
Kerentanan terhadap terjadinya CAD meningkat dengan bertambahnya
usia. Cukup bertambah tua meningkatkan risiko arteri yang rusak dan
menyempit karena terjadi perubahan fungsi pembuluh darah sehingga
terjadi hilangnya elastisitas pembuluh darah.
b. Merokok
Rokok adalah faktor risiko utama penyakit jantung koroner. Kandungan
nikotin dan karbon monoksida dalam asam rokok dapat membebani
kerja jantung, dengan memacu jantung bekerja lebih cepat. Karena
kedua senyawa tersebut juga meningkatkan risiko terjadinya
penggumpalan darah. Senyawa lain dalam rokok juga dapat merusak
dinding arteri jantung dan menyebabkan penyempitan.
c.Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan tingginya kolesterol dengan kejadian
penyakit arteri koroner memiliki hubungan yang erat. Lemak yang
tidak larut dalam air terikat dengan lipoprotein yang larut dengan air
yang memungkinkannya dapat diangkut dalam system peredaran darah.
Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total, lipoprotein
densitas rendah (low density lipoprotein) dan lipoprotein densitas tinggi
(high density lipoprotein). Peningkatan kolestreol low density
lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan meningkatnya risiko koronaria
dan mempercepat proses arterosklerosis. Sedangkan kadar kolesterol
high density lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor
pelindung terhadap penyakit arteri koronaria dengan cara mengangkut
LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan kemudian diekskresi.
d. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko yang dapat menyebabkan
penyakit arteri koroner. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan pengerasan dan penebalan arteri sehingga
mempersempit saluran yang akan dilalui oleh darah. Tekanan darah
tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen
jantung menurun
e.Diabetes mellitus.
Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi
aterosklerosis yang lebih tinggi. Hal ini diakibatkan karena penderita
diabetes mellitus viskositas darahnya meningkat sehingga aliran darah
melambat hal ini yang menyebabkan timbulnya plak dan terjadi
aterosklerosis.
1.1.4 Patofisiologi Coronary Artery Disease (CAD)
PJK biasanya disebabkan oleh aterosklerosis, sumbatan pada arteri
coroner oleh plak lemak dan fibrosa (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016). Plak
atheroma pembuluh darah coroner dapat pecah akibat perubahan komposisi plak
dan penipisan fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh
proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi sehingga terbentuk
thrombus yang kaya trombosit (white thrombus). Thrombus ini akan menyumbat
lubang pembuluh darah coroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi
mikroemboli yang menyumbat pembuluh coroner (PERKI, 2018).
Berkurangnya aliran darah coroner menyebabkan iskemia miokardium.
Ketika kebutuhan oksigen miokardium lebih besar dibanding yang dapat disuplai
oleh pembuluh yang tersumbat sebagian, sel miokardium menjadi iskemik dan
berpindah ke metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob menghasilkan asam
laktat yang merangsang ujung saraf otot, menyebabkan nyeri. Selain itu,
penumpukan asam laktat mempengaruhi permeabilitas membrane sel, yang
melepaskan zat seperti histamine, kinin, enzim khusus yang merangsang serabut
saraf terminal diotot jantung dan mengirimkan impuls nyeri ke system saraf pusat.
Nyeri berkurang saat suplai oksigen kembali dapat memenuhi kebutuhan
miokardium (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
Sementara, ketika suplai oksigen berhenti dalam waktu kurang- lebih 20
menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard/IM)
(PERKI, 2018). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total
pembuluh darah coroner. Sumbatan sub total yang disertai vasoknstrikasi yang
dinamis juga dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot
jantung (miokard). Selain nekrosis, iskemia juga menyebabkan gangguan
kontraktilitas miokardium (setelah iskemia hilang), serta distrimia dan
remodelling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel). Pada
sebagian pasien, SKA terjadi karena sumbatan dinamis akibat spasme local arteria
coroner epikardial (angina prinsmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun thrombus, dapat diakibatkan oleh progresi pembentukan plak
atau restenosis setelah Percutant Coronary Intervention (PCI) atau intervensi
coroner perkutan (IKP) (PERKI, 2018).
Faktor resiko interaksi fibrin cidera endotel plak fibrosa trombus
Dan patelet pembuluh darah
koroner
suplai o2

ansietas disritmia perubahan PH asamlaktat


miokardium

nyeri akut iskemik

kegagalan jantung dalam gangguan daya kerusakan otot


memompa darah kontraksi jantung &
infark

akumulasi cairan kelebihan volume cairan

oedema paru pola nafas tidak efektif

suplay darah dan


penurunan COP oksigen sistemik
tidak adekuat

kelelahan

intoleransi aktivitas

1.1.5 Manifestasi Klinik Coronary Artery Disease (CAD)


Pasien yang sudah mengalami CAD bisa saja tidak timbul gejala apapun.
Semakin besar sumbatan yang ada di dalam pembuluh darah, maka aliran darah
yang dapat melewatinya semakin sedikit, dan kemungkinan untuk timbulnya
gejala semakin besar. Pasien biasanya baru mengetahui adanya CAD setelah
timbul gejala. Gejala-gejala yang dapat timbul akibat CAD antara lain (Mediskus,
2017):
1. Nyeri dada
Gejala yang paling sering terjadi akibat CAD adalah adanya nyeri dada
atau biasa disebut dengan angina pectoris. Nyeri dada ini dirasakan
sebagai rasa tidak nyaman atau tertekan di daerah dada, sesuai dengan
lokasi otot jantung yang tidak mendapat pasokan oksigen. Nyeri dapat
menjalar ke daerah bahu, lengan, leher, rahang, atau punggung. Keluhan
akan dirasakan semakin memberat dengan adanya aktivitas.
2. Sesak.
Jika jantung tidak mampu memompakan darah keseluruh tubuh akibat
adanya gangguan pada kontraktilitas jantung, hal ini dapat mengakibatkan
penumpukan darah dijantung sehingga terjadi aliran balik ke paru-paru hal
ini menyebabkan timbulnya penumpukan cairan di dalam paru-paru maka
seseorang akan mengalami sesak nafas
3. Aritmia
Adalah gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan
elektrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas
listrik sel misalnya perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatan
denyut jantung.
4. Mual muntah
Nyeri yang dirasakan pada pasien dengan penyakit jantung adalah di dada
dan di daerah perut khususnya ulu hari tergantung bagian jantung mana
yang bermasalah. Nyeri pada ulu hati bisa merangsang pusat muntah. Area
infark merangsang refleks vasofagal.
5. Keringat dingin
Pada fase awal infark miokard terjadi pelepasan ketekolamin yang
meningkatkan stimulasi simpatis sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh
darah perifer sehingga kulit akan menjadi berkeringat, dingin dan lembab.
6. Lemah dan tidak bertenaga
Dapat terjadi disebabkan karena jantung tidak mampu memompakan
darahnya keseluruh tubuh sehingga suplai oksigen kejaringan berkurang
sehingga seseorang merasakan kelemahan.
1.1.6 Komplikasi Coronary Artery Disease (CAD)
PJK dapat menyebabkan angina pectoris, dimana ketika tidak ditangani
dengan tepat dan cepat dapat memicu terjadinya sindrom koroner akut gagal
jantung, bahkan hingga kematian mendadak (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
Komplikasi yang terjadi tergantung pada seberapa banyak otot jantung rusak yang
merupakan akibat langsung dari arteri koroner tersumbat dan berapa lama arteri
ini tersumbat. Jika penyumbatan memengaruhi sejumlah besar otot jantung,
jantung tidak akan memompa secara efektif dan dapat membesar, yang mungkin
menyebabkan gagal jantung. Jika penyumbatan menutup aliran darah ke sistem
kelistrikan jantung, irama jantung mungkin terpengaruh, kemungkinan mengarah
ke aritmia dan kematian mendadak (henti jantung) (Sweis & Jivan, 2019).
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, penyumbatan pada arteri koroner
dapat menyebabkan beberapa komplikasi sebagai berikut (AHA, 2016):
1. Nyeri dada (Angina Pektoris). Hal ini terjadi ketika penyempitan arteri
koroner menjadi lebih parah dan memengaruhi pasokan oksigen ke otot-
otot jantung, terutama selama dan setelah olahraga berat.
2. Serangan jantung (Infark Miokard). Hal ini terjadi ketika aliran darah
benar-benar terhalang sepenuhnya. Kekurangan darah dan oksigen akan
menyebabkan kerusakan permanen pada otot jantung.
3. Gagal jantung (Congestive Heart Failure/CHF). Jika beberapa area otot
jantung kekurangan pasokan darah atau rusak setelah terjadinya serangan
jantung, maka jantung tidak akan bisa memompa darah melalui pembuluh
darah ke bagian tubuh lainnya. Hal ini akan memengaruhi fungsi organ
lainnya pada tubuh.
4. Aritmia (irama jantung yang tidak normal). Aritmia merupakan gangguan
dalam irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan elektrofisiologi
otot-otot jantung. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai
bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel misalnya
perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut jantung.
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang Coronary Artery Disease (CAD)
Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah pemeriksaan tekanan darah, tes
darah dan tes kadar gula/protein dalam air seni, dll. Pemeriksaan terkait lainnya
mencakup (AHA, 2016):
1) Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG pada saat latihan fisik dilakukan untuk
mengkaji respon jantung terhadap peningkatan beban kerja seperti
latihan fisik. Pemeriksaan dianggap positif PJK jika ditemukan
iskemia miokard pada EKG yakni adanya penurunan segmen ST,
pasien mengalami nyeri dada, atau pemeriksaan dihentikan jika terjadi
keletihan berlebihan, atau gejala lain sebelum perkiraan laju jantung
maksimal dicapai (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
Pada sindroma koroner akut, terdapat beberapa perubahan
EKG (dilakukan saat pasien berbaring atau istirahat), dimana temuan
yang penting terutama pada segmen ST dan gelombang T. Perbedaan
antara STEMI dan NSTEMI adalah adanya elevasi segmen ST pada
STEMI. Sebagian kecil pasien dengan unstable angina dan NSTEMI
memiliki gambaran EKG yang normal. Perubahan pada segmen ST
maupun T inversi pada hasil EKG pada saat disertai gejala
menunjukkan bahwa terdapat penyakit kardiovaskular yang serius.
EKG pada unstable angina dan NSTEMI sering menunjukkan
gambaran iskemik berupa depresi segemen ST dan atau inversi
gelombang T.
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan atau
menunjukkan kelainan yang non-diagnostik sementara angina masih
berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika
EKG ulangan tetap menunjukkan gambaran non-diagnostik sementara
keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-
24 jam. EKG diulang setiap terjadi angina berulang atau setidaknya 1
kali dalam 24 jam (PERKI, 2018).
2) Pemeriksaan laboratorium
a. Perubahan enzim jantung, isoenzim, troponin T dan troponin I
1) CK-MB isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam,
kembali normal dalam 48-72 jam.
2) LDH meningkat dalam 14-24 jam, memuncak dalam 48-72
jam dan kembali normal dalam 7-14 hari
3) Troponin-T, merupakan pertanda baru untuk infark miokard
akut, mulai meningkat 3-12 jam, puncak selama 12 jam – 2
hari, kembali normal 5 – 14 hari.
4) Troponin-I mulai meningkat 3 - 12 jam, puncak selama 24
jam, kembali normal 5 – 10 hari.
b. Peningkatan lipid serum meliputi : Kolesterol >200 mg/dl.
Trigliserida >200 mg/dl, LDL >160mg/dl, HDL <35 (faktor
resiko CAD)
c. Echokardiografi
Digunakan untuk mengkaji fraksi ejeksi (normalnya > 55
%, gerakan segmen dinding, volume sistolik dan diastolik
ventrikel, regurgitasi katup mitral karena disfungsi otot papiler
dan untuk mendeteksi adanya thrombus mural, vegetasi katup,
atau cairan pericardial.
d. Angiografi koroner
Angiografi koroner adalah salah satu pemeriksaan invasif
untuk menggambarkan keadaan arteri koroner jantung dengan
cara memasukkan kateter pembuluh darah ke dalam tubuh dan
menginjeksikan cairan kontras untuk memberikan gambaran
pembuluh darah koroner pada pencitraan sinar-X segera setelah
kontras diinjeksikan (Jomansyah, 2013).
Angiografi koroner merupakan pemeriksaan yang paling
akurat dan sesuai standar untuk mengidentifikasi penyempitan
pembuluh darah yang berhubungan dengan proses aterosklerosis
di arteri koroner jantung. Selain itu, angiografi koroner
merupakan pemeriksaan yang paling andal untuk memberikan
informasi anatomi koroner pada pasien penyakit jantung koroner
pasca pengobatan medik maupun revaskularisasi, seperti
Percutaneous Coronary Intervention (PCI), or Coronary Artery
Bypass Graft (CABG). Angiografi koroner dilakukan jika hasil
pemeriksaan non invasif kurang informatif atau karena ada
kontraindikasi pemeriksaan non invasif (Jomansyah, 2013).
1.1.8 Penatalaksanaan Coronary Artery Disease (CAD)
Pengobatan yang dapat diberikan (AHA, 2016):
1. Aspirin: Obat ini bisa mengurangi viskositas darah dan memperlambat
atau mencegah penyumbatan arteri koroner.
2. Penyekat beta: Untuk memperlambat denyut jantung dan menurunkan
tekanan darah, untuk mengurangi beban kerja jantung.
3. Vasodilator: Untuk melebarkan pembuluh darah dan membantu
meringankan beban kerja jantung. Tersedia dalam berbagai bentuk,
seperti tablet sublingual, spray, dan patch.
4. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI - Angiotensin-
Converting Enzyme Inhibitors): Obat-obatan ini berfungsi untuk
menurunkan tekanan darah. Digunakan untuk memperlambat
perkembangan komplikasi penyakit jantung koroner.
5. Penyekat saluran kalsium: Obat-obatan untuk menurunkan tekanan
darah yang bisa meningkatkan aliran darah di arteri koroner.
6. Bila diperlukan, dokter mungkin akan meresepkan statin (obat penurun
kolesterol) untuk pasien dengan kadar kolesterol darah yang tinggi.
7. Terapi reperfusi
Terapi reperfusi terdiri dari terapi fibrinolitik dan intervensi koroner
perkutan (PCI), merupakan hal penting dalam tatalaksana CAD.
Sampai saat ini belum ada terapi tertentu yang efektif untuk semua
pasien dan kondisinya. Pada pasien SKA di UGD atau ICCU dengan
onset klinis nyeri dada < 12 jam harus secepatnya dilakukan pemilihan
dan penentuan terapi reperfusi fibrinolitik atau intervensi koroner
perkutan (PCI). Waktu dan pemberian terapi reperfusi yang tepat
sangat penting. Idealnya waktu yang dibutuhkan dari pasien masuk
ruang gawat darurat sampai mulainya terapi fibrinolitik (door- to-
needle time) adalah 30 menit, sedangkan untuk PCI adalah 90 menit
(Sungkar, 2017). Sobur (2020) menyatakan bahwa apabila perkiraan
waktu untuk pasien di rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas PCI
dan waktu untuk mendapat PCI lebih dari 120 menit, maka harus
dilakukan fibrinolitik terlebih dahulu sebelum melakukan rujukan ke
RS yang memiliki fasilitias PCI.
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Biodata Pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, nomor telepon, status
pernikahan, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja,
No. RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi,
nama keluarga dekat yang bisa dihubungi, status, alamat, nomor
telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
2. Riwayat penyakit sekarang
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang dialami sekarang
seperti apakah ada nyeri, nyeri skala berapa, intensitas nyerinya,
penyebab terjadinya nyeri. Apakah terdapat sesak nafas, mual
muntah, keringat dingin dan lemah.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat
opname dengan trauma, operasi, transfusi darah, alergi dan
kebiasaan spesifik klein lainnya. Selain itu, dikaji pula apakah
sebelumnya pasien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi,
DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa
diminum oleh pasien pada masa lalu yang masih relevan.Catat
adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi
obat dan reaksi alergi apa yang timbul
4. Riwayat keluarga
Kaji penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab
kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang
timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama untuk
penyakit jantung pada keturunannya.
5. Status kardiovaskular
Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri,
tekanan vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru
(PCWP), bentuk gelombang pada tekanan darah invasive, curah
jantung dan cardiac index, serta drainase rongga dada.
6. Status respirasi
Meliputi ukuran dan tanggal pemasangan ETT, masalah yang
timbul selama intubasi, gerakan dada, suara nafas, setting
ventilator (frekuensi, volume tidal, konsentrasi oksigen, mode,
PEEP), kecepatan nafas, tekanan ventilator, saturasi oksigen, serta
analisa gas darah.
7. Status neurologi
Meliputi tingkat kesadaran, orientasi,pemberian sedasi, ukuran
refleks pupil terhadap cahaya, gerakan reflex (reflex muntah,
patella, tendon), memori, nervus cranial, serta gerakan
ekstremitas.
8. Status fungsi ginjal
Meliputi haluaran urine, warna urine, osmolalitas urine, distensi
kandung kemih, serta kebutuhan cairan.
9. Status gastrointestinal
Meliputi bising usus, frekuensi bising usus, palpasi abdomen,
nyeri pada saat palpasi, mual, muntah, frekuensi BAB, konsistensi
dan warna feses,
10. Status musculoskeletal
Meliputi kondisi kulit, gerakan ekstremitas, lokasi luka, kekuatan
dan tonus otot.
11. Nyeri
Meliputi lokasi, onset, paliatif, kualitas, medikasi, serta efek nyeri
terhadap aktivitas.
12. Pemeriksaan Diagnostik (tidak jelas)
a. EKG
Normal pada saat istirahat tetapi bisa depresi pada segmen
ST, gelombang T inverted menunjukkan iskemia,
gelombang Q menunjukkan nekrosis.
b. Echocardiogram
Untuk mengkaji fraksi ejeksi (normalnya > 55 % ),
gerakan segmen dinding, volume sistolik dan diastolik
ventrikel, regurgitasi katup mitral karena disfungsi otot
papiler dan untuk mendeteksi adanya thrombus mural,
vegetasi katup, atau cairan pericardial.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Perubahan enzim jantung, isoenzim, troponin T dan
troponin I
1) CK-MB isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24
jam, kembali normal dalam 48-72 jam.
2) LDH meningkat dalam 14-24 jam, memuncak dalam
48-72 jam dan kembali normal dalam 7-14 hari
3) Troponin-T, merupakan pertanda baru untuk infark
miokard akut, mulai meningkat 3-12 jam, puncak
selama 12 jam – 2 hari, kembali normal 5 – 14 hari.
4) Troponin-I mulai meningkat 3 - 12 jam, puncak selama
24 jam, kembali normal 5 – 10 hari.
d. Peningkatan lipid serum meliputi : Kolesterol >200 mg/dl.
Trigliserida >200 mg/dl, LDL >160mg/dl, HDL <35
(faktor resiko CAD)
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya napas
2. Nyeri akut b.d perubahan agen pencedera fisiologis
1.2.3 Intervensi
Diagnosis I : Pola napas tidak efektif
Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
Definisi : Inspirasi dan atau eskpirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab :
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis, nyeri saat bernapas kelemahan otot pernapasan)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromuskular
6. Gangguan neurologis (mis, elektroensefalogram (EEG) positif, cedera kepala,
gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10.Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11.Sindrom hipoventilasi
12.Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13.Cedera pada medulla spinalis
14.Efek agenn farmakologis
15.Kecemasan
Gejala dan Tanda Mayor
Subyektif Objektif
1. Dispnea 1. Penggunaan otot bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (mis, takipnea,
bradypnea, hiperventilasi kussmaul,cheyne-
stokes)
Gejala dan Tanda Minor
Subyektif Objektif
1. Ortopnea 1.Pernapasan pursed – lip
2.Pernapasan cuping hidung
3.Diameter thoraks anterior – posterior
meningkat
4.Ventilasi semenit menurun
5.Kapasitas vital menurun
6.Tekanan ekspirasi menurun
7.Tekanan inspirasi menurun
8.Ekskursi dadar berubah

SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia)


Pola Nafas (L.01004 )
Definisi : Inspirasi dan atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat
Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menurun Meningkat
Ventilasi semenit 1 2 3 4 5
Tekanan inspirasi 1 2 3 4 5
Tekanan ekspirasi 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Meningkat Sedang Menurun
Meningkat Menurun
Dispnea 1 2 3 4 5
Penggunaan otot 1 2 3 4 5
bantu nafas
Pemanjangan fase 1 2 3 4 5
ekspirasi
Ortopnea 1 2 3 4 5
Pernafasan pursed- 1 2 3 4 5
tip
Pernafasan cuping 1 2 3 4 5
hidung
Cukup Cukup
Memburuk Sedang Membaik
Memburuk Membaik
Frekuensi nafas 1 2 3 4 5
Kedalaman nafas 1 2 3 4 5
Ekskursi dada 1 2 3 4 5

Berat Badan ( L.05038)


Definisi : Akumulasi bobot tubuh sesuai dengan usia dan jenis kelamin
Eksperasi : Membaik
Cukup Cukup
Memburuk Sedang Membaik
Memburuk Membaik
Berat badan 1 2 3 4 5
Tebal lipatan kulit 1 2 3 4 5
Indeks massa tubuh 1 2 3 4 5

Status Neurologis (L. 06053)


Definisi : Kemampuan system saraf perifer dan pusat mata untuk menerima, mengolah dan
merespon stimulus internal dan eksternal
Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menurun Meningkat
Tingkat kesadaran 1 2 3 4 5
Reaksi pupil 1 2 3 4 5
Orientasi kognitif 1 2 3 4 5
Status kognitif 1 2 3 4 5
Kontrol motorik pusat 1 2 3 4 5
Fungsi sensorik kranial 1 2 3 4 5
Fungsi sensorik spinal 1 2 3 4 5
Fungsi motorik kranial 1 2 3 4 5
Fungsi motoric spinal 1 2 3 4 5
Fungsi otonom 1 2 3 4 5
Komunikasi 1 2 3 4 5
Meningka Cukup Cukup
Sedang Menurun
t Meningkat Menurun
Sakit kepala 1 2 3 4 5
Frekuensi kejang 1 2 3 4 5
Hipertemia 1 2 3 4 5
Diaphoresis 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5
Kongesti konjungtiva 1 2 3 4 5
Kongesti nasal 1 2 3 4 5
Parastesia 1 2 3 4 5
Sensasi logam di mulut 1 2 3 4 5
Sindrom Horner 1 2 3 4 5
Padangan kabur 1 2 3 4 5
Penile erection 1 2 3 4 5
Memburu Cukup Sedang Cukup Membaik
k Memburu Membaik
k
Tekanan darah sistolik 1 2 3 4 5
Frekuensi kejang 1 2 3 4 5
Ukuran pupil 1 2 3 4 5
Gerakan mata 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5
Pola istirahat tidur 1 2 3 4 5
Frekuensi napas 1 2 3 4 5
Denyut nadi apical 1 2 3 4 5
Denyut nadi radialis 1 2 3 4 5
Refleks pilomotorik 1 2 3 4 5

Manajemen Jalan Nafas (1.01011)


Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola kepatenna jalan nafas
Tindakan
Observasi :
1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
2. Monitor bunyi nafas tambahan (misalnya gurgling, mengi, whezzing, ronkhi
kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma servikal)
2. Posisikan semi fowler atau semi fowler
3. Berikan air minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endoktrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

Dukungan Ventilasi (1.01002)


Definisi : memfasilitasi dalam mempertahankkan pernapasan spontan untuk
memaksimalkan pertukaran gas di paru – paru
Tindakan
Observasi :
1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
3. Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis, frekuensi dan kedalaman napas,
penggunaan otot bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen)
Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Berikan posisi semi Fowler atau Fowler
3. Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
4. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mis, nasal kanul, masker wajah, masker
rebreathing, atau non rebreathing
5. Gunakan bag-valve mask, jika perlu
Edukasi :
1. Ajarkan melakukan Teknik relaksasi napas dalam
2. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
3. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu

Stabilisasi Jalan Napas (1.01025)


Definisi : Mempertahankan kepatenan jalan napas baik tanpa alat maupun dengan alat
bantu jalan napas
Tindakan :
Observasi :
1. Identifikasi ukuran dan tipe selang orofringeal atau nasofaringeal
2. Monitor suara napas selang jalan napas terpasang (mis, sesak nafas, mengorok)
3. Monitor komplikasi pemasangan selang jalan napas
4. Monito kesimetrisan pergerakan dinding dada
5. Monitor saturasi oksigen (SpO2) dan CO2
Terapeutik :
1. Gunakan alat pelindung diri (mis, sarung tangan, kacamata, masker)
2. Posisikan kepala pasien sesaui dengan kebutuhan
3. Lakukan penghisapan mulut dan orofaring
4. Inersikan selang oro/nasofaring dengan tepat
5. Pastikan selang oro/nasofaring mencapai dasar lidah dan menahan lidah tidak jatuh
kebelakang
6. Fiksasi selang oro/nasofaring dengan cara yang tepat
7. Pastikan pemasangan selang endotrakeal dan trakeostomi hanya oleh tim medis yang
kompeten
8. Fasilitasi pemasangan selang endotrakeal dengan menyiapkan peralatan intubasi dan
peralatan darurat yang dibutuhkan
9. Berikan oksigen 100% selama 3-5 menit, sesuai kebutuhan
10. Auskultasi dada setelah intubasi
11. Gembungkan manset endotrakeal
12. Tandai selang endotrakeal

Diagnosis II : Nyeri Akut


Nyeri Akut D.0077
Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsioanal, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab
1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pecedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, meningkatkan
berat, prosedur prasi, trauma, latihan fisik berlebihan

Gejala dan tanda mayor


Objektif
1. Tampak meringis
Subjektif 2. Bersikap pretoktif (mis. Waspada
1. Mengeluh nyeri posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
Subjektif 3. Nafsu makan berubah
Tidak Tersedia 4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pad adiri sendiri
7. Diaforesi
Kondisi klinis terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma

SLKI : Tingkat Nyeri

Tingkat Nyeri L.08066

Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional dengan onset menddak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
dan konstan

Ekspetasi Menurun

Kriteria hasil
Cukup Cukup
Menurun sedang meningkat
menurun meningkat
Kemampuan
menuntaskan 1 2 3 4 5
aktivitas
Cukup
Cukup Sedang Menurun
Meningkat menurun
meningkat
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap protektif 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitan tidur 1 2 3 4 5
Menarik diri 1 2 3 4 5
Berfokus Pada
1 2 3 4 5
diri sendiri
Diaforesis 1 2 3 4 5
Perasaan depresi
1 2 3 4 5
(tertekan)
Perasaan takut
mengalami 1 2 3 4 5
cedera berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perineum terasa
1 2 3 4 5
tertekan
Uterus teraba
1 2 3 4 5
membulat
Ketegangan otot 1 2 3 4 5
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Memburuk Sedang Membaik
Memburuk Membaik
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Proses berfikir 1 2 3 4 5
Fokus 1 2 3 4 5
Fungsi berkemih 1 2 3 4 5
Perilaku 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5

SLKI : Kontrol Nyeri

Kontrol Nyeri L.08063

Definisi
Tindakan untuk mendaptkan Pengalaman sensorik atau emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan

Ekspetasi Meningkat

Kriteria hasil
Cukup Cukup
Menurun sedang Meningkat
menurun meningkat
Melaporkan nyeri
1 2 3 4 5
terkontrol

Kemampuan
mengenali onset
1 2 3 4 5
nyeri
Kemampuan
menggunakan
1 2 3 4 5
teknik non-
farmakologis
Dukungan orang 1 2 3 4 5
terdekat
Cukup Cukup
Meningkat sedang Menurun
meningkat menurun
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5
Penggunaan
1 2 3 4 5
anlgesik

SIKI : Manajemen Nyeri

Manajemen Nyeri 1.08238

Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan tau fungsioanal dengan onset mendadak atau lamabat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan.

Tindakan
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, instensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasiresnpon nyeri non verbal
- Identifikasifaktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasipengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri.
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yng sudah diberikan
- Monitor efek samping pengunaan alagesik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis.. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/ dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat ras nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA). 2016. Ejection Fraction Heart Failure


Measurement

Herdman, Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Brunner, Suddarth. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta

Carpenito, Linda Juall. (2012). Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta

Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2017). Buku Ajar Patofisiologi
(Professional Guide to Pathophysiology. Jakarta: EGC

LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku ajar keperawatan
medikal bedah gangguan kardiovaskular. Jakarta: EGC

Mediskus.(2017). Ceftriaxone: Kegunaan, Dosis, Efek Samping

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana


Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI. 2018

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

Sowden, A. Linda. (2012). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC : Jakarta

Sweis, R.N & Jivan, A. (2019, April). Acute Coronary Syndromes (Heart Attack;
Myocardial Infarction; Unstable Angina)

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai