Anda di halaman 1dari 5

1.

Etiologi

a. Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes melitus tipe 1 (DMT1) merupakan penyakit

autoimmune yang menyebabkan destruksi sel & pankreas. Hal ini mengakibatkan

kehilangan insulin absolut (Lazear, 2014). DMT1 terjadi pada individu yang rentan

secara genetik setelah melewati fase preklinis dengan lama waktu yang bervariasi dan

biasanya dengan kerusakan sel B pankreas akibat proses autoimun yang membutuhkan

terapi insulin seumur hidup. Karakteristik DMT1 yaitu adanya respon autoantibodi yang

menyerang baik insulin maupun GAD65 atau keduanya pada usia anak-anak. Mekanisme

patofisiologi DMT1 melibatkan proses kehilangan fungsi sekresi sel islet 3 pankreas,

disebabkan oleh kematian sel yang bersifat selektif akibat respon autoimun yang

melibatkan mekanisme seluler dan imunitas humoral (Alshiekh, Larson, Ivarsson, &

Lemmark, 2017).

Faktor yang mempengaruhi diabetes melitus tipe 1 antara lain:

1). Faktor Genetik.

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri tetapi, mewarisi suatu

predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes melitus tipe 1.

Kecendrungan ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human

leucocyte antigen) tertentu HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas

antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Sembilan puluh lima persen pasien

berkulit putih (Caucasian) dengan diabetes tipe 1 memperlihatkan tipe HLA yang spesifik

(DR3 atau DR4). Resiko terjadinya. diabetes tipe I meningkat tiga hingga lima kali lipat

pada individu yang yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Resiko tersebut
meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3

maupun DR4 (Brunner & Suddart, 2014).

2). Faktor Imunologi.

Pada diabetes melitus tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun Respon ini

merupakan respons abnormal di mana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh

dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang di anggap sebagai jaringan asing

Autoantibodi terhadap sel pulau Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi

pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbul tanda klinis

diabetes tipe 1 Riset dilakukan untuk mengevaluasi efek preparat imunosupresif terhadap

perkembangan penyakit pada pasien diabetes tipe 1 yang baru terdiagnosis atau pada

pasien pradiabetes (pasien dengan antibodi yang terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan

gejala klinis diabetes). Riset lain menyelidiki efek protektif yang di timbulkan insulin

dengan dosis kecil terhadap fungsi sel beta (Brunner & Suddart, 2014).

3). Faktor Lingkungan

Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor eksternal yang

dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh hasil penyelidikan yang menyatakan

bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan

destruksi sel beta, (Brunner & Suddart, 2014).

b. Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Melitus tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai

noninsulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Bentuk DM ini bervariasi mulai yang
dominan resistensi insulin, defisiensi insulin relatif sampai defek sekresiinsulin. Pada

diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja dijaringan perifer (insulin

resistance) dan disfungsi sel ß. Akibatnya, pankreas tidakmampu memproduksi insulin

yang cukup untuk mengkompensasi insulinresistance. Kedua hal ini menyebabkan

terjadinya defisiensi insulin relatif Kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini.

DM tipe 2 umumnya terjadipada usia > 40 tahun. Pada DM tipe 2 terjadi gangguan

pengikatan glukosa oleh reseptornya tetapi produksi insulin masih dalam batas normal

sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin. Walaupun demikian pada

kelompokdiabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan

makrovaskuler (Kardika et al., 2013).

Mekanisme yang tepat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin pada diabetes tipe2 masih belum diketahui faktor genetik memang peranan dalam

proses terjadinya reistensi insulin. Faktor-faktor resiko:

1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)

2. Obesitas berat badan lebih dari dari 120% dari berat badan ideal ( kira-kira terjadi pada

90%)

3. Riwayar keluarga (Padila, 2012).

4. Riwayat adanya gangguan tolerasi glukosa (IGT) atau gangguan glukosa puasa

5. Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg hyperlipidemia, kolesterol atau trigliserida lebih

dari 150mg/DI 6. Riwayat gestasional DM atau riwayat melahirkan bayi di atas 4 kg

(Tarwoto & Mulyati, 2012).


Hormon yang diproduksi oleh beberapa sel pankreas endokrin yang berbeda, beserta

hormon yang diproduksi oleh usus halus, bertanggung jawab untuk homeostasis glukosa dalam

tubuh. Sel yang memproduksi hormon ini berkumpul dalam kelompok sel yang disebut Pulau

Langerhans yang terdiri atas tiga tipe sel yang berbeda (LeMone, Priscilla., 2016).

1. Sel alfa memproduksi hormon glukagon, yang menstimulasi pemecahan glikogen di hati,

pembentukan karbohidrat di hati, dan pemecahan lemak di hati dan jaringan adiposa.

Fungsi utama glukagon adalah menurunkan oksidasi glukosa dan meningkatkan kadar

glukosa darah. Melalui glikogenolisis (pemecahan glikogen hati) dan glukoneogenesis

(pembentukan glukosa dari lemak dan protein), glukagon mericegah glukosa darah turun

di bawah kadar tertentu ketika tubuh berpuasa atau di antara waktu makan. Pada

kebanyakan orang, kinerja glukagon dipicu ketika glukosa darah turun di bawah 70 mg/dl

(LeMone, Priscilla. 2016).

2. Sel beta mengeluarkan hormon insulin, yang mempermudah pergerakan glukosa

menembus membran sel ke dalam sel. yang mengurangi kadar glukosa darah. Insulin

mencegah kelebihan pemecahan glikogen di hati dan di otot, mempermudah

pembentukan lipid sembari menghambat pemecahan cadangan lemak, dan membantu

memindahkan asam amino ke dalam sel untuk sintesis protein. Setelah sekresi oleh sel

beta, insulin masuk ke sirkulasi porta, menuju langsung ke hati, dan kemudian dilepaskan

ke dalam sirkulasi umum. Insulin yang beredar berikatan dengan cepat ke sisi reseptor

jaringan perifer (khususnya sel otot dan lemak) atau dihancurkan oleh hati atau ginjal.

Pelepasan insulin diatur oleh glukosa darah; insulin meningkat ketika kadar glukosa

darah meningkat, dan menurun ketika kadar glukosa darah menurun. Ketika seseorang

menyantap makanan, kadar: insulin mulai naik dalam hitungan menit. mencapai puncak
dalam 3-5 menit, dan kembali ke nilai dasar dalam 2-3 jam (Porth SC Mathn, 2009).

Amilin adalah hormon pengatur-glukosa yang juga disekresikan oleh sel heta bersama

insulin yang memengaruhi kadar glukosa pasca-prandial (habis makan). Hormon ini

merusak sekresi glukagon dan memperlambat laju pergerakan glukosa ke usus halus

untuk absorpsi (LeMone, Priscilla, 2016).

3. Sel delta memproduksi somatostatin, yang bekerja dalam islet Langerhans untuk

menghambat produksi glukagon dan insulin. Selain itu juga memperlambat motilitas

pencernaan, yang memungkinkan lebih banyak waktu bagi absorpsi makanan.

Selain itu, usus halus memproduksi hormon yang menurunkan glukosa darah setelah asupan

makanan. Peptida-l seperti-glukagon (glucagon-li/ee peptide-L. GLP I) dan polipeptida

insulinotropik tergantung-glukosa (glucose dependent inulinotrope'e polypeptide. GIP)

disekresikan dari usus halus untuk meningkatkan pelepasan insulin. setelah makanan dicerna.

Peningkatan Insulin yang distimulasi hormon setelah pencemaan makanan disebut efek inkxetin.

Bentuk injeksi hormon ini, eksenatida (Byetta), adalah tiruan inkretin yang digunakan dalam

terapi DM tipe II (LeMone, Priscilla, 2016).

Anda mungkin juga menyukai