Anda di halaman 1dari 11

BAB l

SEJARAH TERBENTUKNYA PROVINSI BALI

A.LOKASI, LINGKUNGAN ALAM DAN DEMOGRAFI


Bali dikenal sebagai Pulau Dewata (island God/island Paradise) merupakan salah satu tempat
wisata terbaik di Indonesia bahkan dunia. Kuta, Sanur, Nusa Dua, Bedugul, Ubud, Sukawati,
Lovina, dan lain lain merupakan tempat wisata yang terkenal di Bali.Bali adalah sebuah
pulau di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu provinsi Indonesia. Bali terletak di antara
Pulau Jawa dan Pulau Lombok.Ibukota provinsinya ialah Denpasar, yang terletak di bagian
selatan pulau ini.Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu.
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km
sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Saecara astronomis, Bali terletak di 8°25?23? Lintang Selatan
dan 115°14?55? Lintang Timur yang mebuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia
yang lain. Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini
terakhir meletus pada Maret 1963.Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di
Bali.Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang
dahsyat di bumi.Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah
yang dialiri sungai-sungai.
Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang
memanjang dari barat ke timur dan diantara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung
berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi yaitu Gunung
Merbuk, Gunung Patas, dan Gunung Seraya.Adanya pegunungan tersebut menyebabkan
Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali
Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai, dan Bali Selatan dengan dataran
rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%)
seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%)
seluas 190.486 ha, dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki
4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan yaitu : Danau Beratan, Buyan,
Tamblingan dan Danau Batur.
Masyarakat suku Bali menempati keseluruhan pulau Bali yang menjadi satu propinsi, yakni
propinsi Bali.Oleh karena pengaruh emigrasi, ada juga masyarakat Bali yang menetap di
wilayah – wilayah lainnya di Indonesia.Pulau ini terletak disebelah timur pulau Jawa yang
dihuungkan oleh selat Bali.Bali adalah propinsi yang terletak di sebelah timur ditengah –
tengah lautan, oleh karena itu propinsi Bali mempunyai iklim tropis (panas).Propinsi Bali
adalah salah satu propinsi yang padat penduduknya. Pada tahun 1971 penduduknya sebanyak
2.469.930 jiwa, pada tahun 1990 meningkat lagi menjadi 2.777.811 jiwa. Keadaan
perhubungan pun sangat baik dan lancar, baik darat, laut, maupun udara.
B.SEJARAH SUKU BALI
Suku yang berada di Bali:
- Bali Aga
- Bali Majapahit
Zaman prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh
kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan. Walaupun pada zaman
prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan riwayat kehidupannya, tetapi berbagai
bukti tentang kehidupan pada masyarakat pada masa itu dapat pula menuturkan kembali
keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, maka
bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala
harapan kita.
Berkat penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya bangsa Belanda dan
putra-putra Indonesia maka perkembangan masa prasejarah di Bali semakin terang. Perhatian
terhadap kekunaan di Bali pertama-tama diberikan oleh seorang naturalis bernama Georg
Eberhard Rumpf, pada tahun 1705 yang dimuat dalam bukunya Amboinsche Reteitkamer.
Sebagai pionir dalam penelitian kepurbakalaan di Bali adalah W.O.J. Nieuwenkamp yang
mengunjungi Bali pada tahun 1906 sebagai seorang pelukis.Dia mengadakan perjalanan
menjelajahi Bali. Dan memberikan beberapa catatan antara lain tentang nekara Pejeng, desa
Trunyan, Pura Bukit Penulisan. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh K.C
Crucq tahun 1932 yang berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara Pejeng di Pura Desa
Manuaba desa Tegallalang.
Penelitian prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. H.A.R. van Heekeren dengan hasil tulisan
yang berjudul Sarcopagus on Bali tahun 1954. Pada tahun 1963 ahli prasejarah putra
Indonesia Drs. R.P. Soejono melakukan penggalian ini dilaksanakan secara berkelanjutan
yaitu tahun 1973, 1974, 1984, 1985. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan
terhadap benda-benda temuan yang berasal dari tepi pantai Teluk Gilimanuk diduga bahwa
lokasi Situs Gilimanuk merupakan sebuah perkampungan nelayan dari zaman perundagian di
Bali. Di tempat ini sekarang berdiri sebuah museum.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang di Bali, kehidupan
masyarakat ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali dapat dibagi menjadi :
*Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
Sisa-sisa dari kebudayaan paling awal diketahui dengan penelitian-penelitian yang dilakukan
sejak tahun 1960 dengan ditemukan di desa Sambiran (Buleleng Timur), dan ditepi timur dan
tenggara Danau Batur (Kintamani) alat-alat batu yang digolongkan kapak genggam, kapak
berimbas, serut dan sebagainya. Alat-alat batu yang dijumpai di kedua daerah tersebut kini
disimpan di museum Gedung Arca di Bedahulu Gianyar. Pada zaman ini masyarakat masih
hidup dengan pola nomaden (berpindah-pindah)
*Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Pada masa ini corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih berpengaruh.Hidup
berburu dan mengumpulkan makanan yang terdapat dialam sekitar dilanjutkan terbukti dari
bentuk alatnya yang dibuat dari batu, tulang dan kulit kerang.Bukti-bukti mengenai
kehidupan manusia pada masa mesolithik berhasil ditemukan pada tahun 1961 di Gua
Selonding, Pecatu (Badung).Goa ini terletak di Pegunungan gamping di semenanjung Benoa.
Di daerah ini terdapat goa yang lebih besar ialah goa Karang Boma, tetapi goa ini tidak
memberikan suatu bukti tentang kehidupan yang pernah berlangsung disana.Dalam
penggalian goa Selonding ditemukan alat-alat terdiri dari alat serpih dan serut dari batu dan
sejumlah alat-alat dari tulang. Di antara alat-alat tulang terdapat beberapa lencipan muduk
yaitu sebuah alat sepanjang 5 cm yang kedua ujungnya diruncingkan.
*Masa bercocok tanam
Masa bercocok tanam lahir melalui proses yang panjang dan tak mungkin dipisahkan dari
usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pada masa-masa
sebelumnya. Masa neolithik amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan
peradaban, karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-
sumber alam bertambah cepat.Penghidupan mengumpulkan makanan (food gathering)
berubah menjadi menghasilkan makanan (food producing).Perubahan ini sesungguhnya
sangat besar artinya mengingat akibatnya yang sangat mendalam serta meluas kedalam
perekonomian dan kebudayaan. Sisa-sisa kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara
lain berupa kapak batu persegi dalam berbagai ukuran, belincung dan panarah batang pohon.
*Masa perundagian
Dalam masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap dalam kelompok-kelompok serta
mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang dipusatkan kepada menghasilkan bahan
makanan sendiri (pertanian dan peternakan).Dalam masa bertempat tinggal tetap ini, manusia
berdaya upaya meningkatkan kegiatan-kegiatannya guna mencapai hasil yang sebesar-
besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Berdasarkan bukti-bukti yang telah
ditemukan dapat diketahui bahwa dalam masyarakat Bali pada masa perundagian telah
berkembang tradisi penguburan dengan cara-cara tertentu. Adapun cara penguburan yang
pertama ialah dengan mempergunakan peti mayat atau sarkofagus yang dibuat dari batu
padas yang lunak atau yang keras.Cara penguburannya ialah dengan mempergunakan
tempayan yang dibuat dari tanah liat seperti ditemukan di tepi pantai Gilimanuk (Jembrana).
Dahulu pulau Bali disebut dengan nama “Walidwipa”, yang merupakan suatu kerajaan yaitu
kerajaan Bali. Kerajaan ini berkembang sekitar abad ke VIII Masehi.Pemerintahannya
berpusat di Shinghamandawa, sebuah tempat yang hingga kini belum diketahui dengan pasti.
Kerajaan ini pernah diperintah oleh dua diansti, yaitu Dinasti Warmmadewa dengan Dinasti
Sakellendukirana
Kerajaan Bali bercorak Hindu, ini dapat diketahui dari pembagian golongan dalam
masyarakat (kasta), pembagian warisan, kesenian, serta agama dan kepercayaan. Dalam hal
agama dan kepercayaan, pengaruh zaman Megalithikum terasa masih kuat pada masyarakat
kerajaan Bali.Keadaan tersebut menunjukan bahwa mayarakat Bali merupakan pemegang
teguh tradisi Warisan budaya serta agama dan kepercayaan masih dipegang teguh hingga saat
sekarang ini.

C.BAHASA
Bahasa Bali adalah sebuah bahasa yang berasal dari rumpun bahasa Austronesia, Malayo-
Polinesia, Melayu-Sumbawa, Bahasa Bali-Sasak-Sumbawa, Bali. Bahasa ini digunakan di
pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa.Bahasa Bali
memiliki tingkatan dalam penggunaannya, yaitu Bali Alus, Bali Madya dan Bali Kasar. Bali
halus dipergunakan dalam lingkup formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat,
atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi. Bali madya dipergunakan di
tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar
dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan
dengan abdi dalemnya, Di Lombok bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota
Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di
kabupaten Banyuwangi. Bahasa Bali dipertuturkan oleh kurang lebih 4 juta jiwa.
Aksara Bali
Aksara Bali adalah aksaratradisionalmasyarakat Bali dan berkembang di Bali. Aksara Bali
merupakan suatu abugida yang berpangkal pada huruf Pallawa. Aksara ini mirip dengan
aksara Jawa. Perbedaannya terletak pada lekukan bentuk huruf.Aksara Bali berjumlah 47
karakter, 14 di antaranya merupakan huruf vokal (aksara suara). Huruf konsonan (aksara
wianjana) berjumlah 33 karakter. Aksara wianjana Bali yang biasa digunakan berjumlah 18
karakter. Juga terdapat aksara wianjana Kawi yang digunakan pada kata-kata tertentu,
terutama kata-kata yang dipengaruhi bahasa Kawi dan Sanskerta.Meski ada aksara wianjana
Kawi yang berisi intonasi nada tertentu, pengucapannya sering disetarakan dengan aksara
wianjana Bali. Misalnya, aksaradirgha (pengucapan panjang) yang seharusnya dibaca
panjang, seringkali dibaca seperti aksarahresua (pengucapan pendek).
D.SISTEM KEKERABATAN
- Sistem Perkawinan
Perkawinan merupakan suatu saat yang amat penting dalam kehidupan orang Bali, karena
pada saat itulah ia dapat dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat, dan baru sesudah itu
ia memperoleh hak-hak dan kewajiban seorang warga komuniti dan warga kelompok kerabat.
Menurut anggapan adat lama yang amat dipengaruhi oleh sistem klen-klen (dadia) dan sistem
kasta (wangsa), maka perkawinan itu sedapat mungkin dilakukan diantara warga se-klen, atau
setidak-tidaknya antara orang yang dianggap sederajat dalam kasta.Demikian, perkawinan
adat di Bali itu bersifat endogami klen, sedangkan perkawinan yang dicita-citakan oleh orang
Bali yang masih kolot adalah perkawinan antara anak-anak dari dua orang saudara laki-
laki.Keadaan ini memang menyimpang dari lain-lain masyarakat yang berklen, yang pada
umumnya bersifat exogam.
Orang-orang se-klen di Bali itu, adalah orang orang yang setingkat kedudukannya dalam adat
dan agama, dan demikian juga dalam kasta, sehingga dengan berusaha untuk kawin dalam
batas klennya, terjagalah kemungkinan akan ketegangan-ketegangan dan noda-noda keluarga
yang akan terjadi akibat perkawinan antar kasta yang berbeda derajatnya. Dalam hal ini
terutama harus dijaga agar anak wanita dari kasta yang tinggi jangan sampai kawin dengan
pria yang lebih rendah derajat kastanya, karena perkawinan itu akan membawa malu kepada
keluarga, serta menjatuhkan gengsi dari seluruh kasta dari anak wanita tersebut. Karena
system garis keturunan di Bali menggunakan system patrilineal (garis keturunan ayah).
Dahulu, apabila ada perkawinan semacam itu, maka wanitannya akan dinyatakan keluar dari
dadianya, dan secara fisik suami-istri akan dihukum buang (maselong) untuk beberapa lama,
ketempat yang jauh dari tempat asalnya. Semenjak tahun 1951, hukuman sermacam itu tidak
pernah dijalankan lagi, dan pada saat ini hukuman campuran semacam itu relatif lebih banyak
dilaksanakan. Bentuk perkawinan lain yang dianggap pantang adalah perkawinan bertukar
antara saudara perempuan suami dengan saudara laki-laki istri (makedengan ngad), karena
perkawinan yang demikian itu dianggap dapat mendatangkan bencana (panes). Pada
umumnya, seorang pemuda Bali memperoleh seorang istri dengan dua cara, yaitu dengan
meminang (memadik, ngidih) kepada keluarga gadis, atau dengana cara melarikan seorang
gadis (mrangkat,ngrorod). Kedua cara diatas berdasarkan adat.
Sesudah pernikahan, suami-istri yang baru biasanya menetap secara virilokal dikomplek
perumahan dari orang tua suami, walauntidak sedikit suami istri yang menetap secara
neolokal dengan mencari atau membangun rumah baru.Sebaliknya ada pula suami istri baru
yang menetap secara uxorilokal dikomplek perumahan dari keluarga istri (nyeburin). Kalau
suami istri menetap secara virilokal, maka anak-anak keturunan mereka selanjutnya akan
diperhitungkan secara patrilineal (purusa), dan menjadi warga dari dadia si suami dan
mewarisi harta pusaka dari klen tersebut. Sebaliknya, keturunan dari suami istri yang
menetap secara uxorilokal akan diperhitungkan secara matrilineal menjadi warga dadia si
istri, dan mewarisi harta pusaka dari klen itu. Dalam hal ini kedudukan si istri adalah sebagai
sentana(penerus keturunan).
Suatu rumah tangga di Bali biasanya terdiri dari suatu keluarga batih yang bersifat
monogami, sering ditambah dengan anak laki-laki yang sudah kawin bersama keluarga batih
mereka masing-masing dan dengan orang lain yang menumpang, baik orang yang masih
kerabat maupun orang yang bukan kerabat. Beberapa waktu kemudian terdapat anak laki-laki
yang sudah maju dalam masyarakat sehingga ia merasa mampu untuk berdiri sendiri,
memisahkan diri dari orang tua dan mendirikajn rumah tangga sendiri yang baru.
Salah satu anak laki-laki biasanya tetap tinggal di komplek perumahan orang tua (ngerob),
untuk nanti dapat membantu orang tua mereka kalau sudah tidak berdaya lagi dan untuk
selanjutnya menggantikan dan melanjutkan rumah tangga orang tua.
Tiap-tiap keluarga batih maupun keluarga luas, dalam sebuah desa di Bali harus memelihara
hubungan dengan kelompok kerabatnya yang lebih luas yaitu klen (tunggal dadia).Strutur
tunggal dadia ini berbeda-beda di berbagai tempat di Bali.Di desa-desa pegunungan, orang-
orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal, tidak usah lagi
mendirikan tempat pemujaan leluhur di masing-masing tempat kediamannya.didesa-desa
tanah datar, orang-orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan
mendirikan tempat pemujaan di masing-nasing kediamannya, yang disebut kemulan taksu.
Disamping itu, keluarga batih yang hidup neolokal masih mempunyai kewajiban-kewajiban
terhadap kuil asal (dadia atau sanggah) di rumah orang tua mereka.Suatu pura ditingkat dadia
merayakan upacara-upacara sekitar lingkaran hidup dari semua warganya, dan dengan
demikian pura/kuil tersebut mempersatukan dan mengintensifkan rasa solidaritet anggota-
anggota dari suatu klen kecil.
Di samping itu ada lagi kelompok kerabat yang lebih besar yang melengkapi beberapa
kerabat tunggal dadia (sanggah) yang memuja kuil leluhur yang samadisebut kuil (pura)
paibon atau panti. Dalam prakteknya, suatu tempat pemujaan di tingkat paibon juga hanya
mempersatukan suatu lingkaran terbatas dari kaum kerabat yang masih dikenal hubungannya
saja.Klen-klen besar sering juga mempunyai suatu sejarah asal-usul yang ditulis dalam
bentuk babad dan yang disimpan sebagai pusaka oleh salah satu dari keluarga-keluarga yang
merasa dirinya senior, ialah keturunan langsung dan salah satu cabang yang tua dalam klen.
- Sistem Kemasyarakatan Orang Bali
1. Banjar
Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan
sosial itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagaman yang keramat.
Didaerah pegunungan, sifat keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di
wilayah banjar tersebut. Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tidak tertutup dan
terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di banjar itu. Orang dari wilayah lain atau lahir di
wilayah lain dan kebetulan menetap di banjar bersangkutan dipersilakan untuk menjadi
anggota(krama banjar) kalau yang bersangkutan menghendaki.Pusat dari bale banjar adalah
bale banjar, dimana warga banjar bertemu pada hari-hari yang tetap. Banjar dikepalai oleh
seorang kepala yang disebut kelian banjar.Ia dipilih dengan masa jabatab tertentu oleh warga
banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial
dari banjar sebagai suatu komuniti, tapi juga lapangan kehidupan keagamaan. Kecuali itu ia
juga harus memecahkan masalah yang menyangkut adat. Kadang kelian banjar juga
mengurus hal-hal yang sifatnya berkaitan dengan administrasi pemerintahan.
2. Subak
Subak di Bali seolah-olah lepas dari dari Banjar dan mempunyai kepala sendiri. Orang yang
menjadi warga subak tidak semuanya sama dengan orang yang menjadi anggota banjar.
Warga subak adalah pemilik atau para penggarap sawah yang yang menerima air irigasinya
dari dari bendungan-bendungan yang diurus oleh suatu subak. Sudah tentu tidak semua warga
subak tadi hidup dalam suatu banjar. Sebaliknya ada seorang warga banjar yang mempunyai
banyak sawah yang terpencar dan mendapat air irigasi dari bendungan yang diurus oleh
beberapa subak. Dengan demikian warga banjar tersebtu akan menggabungkan diri dengan
semua subak dimana ia mempunya sebidang sawah.
3. Sekaha
Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada organisasi-organisasi yang
bergerak dalam lapangan kehidupan yang khusus, ialah sekaha. organisasi ini bersifat turun-
temurun, tapi ada pula yang bersifat sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah
menyelenggarakan hal-hal atau upacara-upacara yang berkenan dengan desa, misalnya
sekaha baris (perkumpulan tari baris), sekaha teruna-teruni. Sekaha tersebut sifatnya
permanen, tapi ada juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha yang didirikan
berdasarkan atas suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan
menanam), sekaha manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan) dan
lain-lain. sekaha-sekaha di atas biasanya merupakan perkumpulan yang terlepas dari
organisasi banjar maupun desa.
4. Gotong – Royong
Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali dikenal sistem gotong royong
(nguopin) yang meliputi lapangan-lapangan aktivitet di sawah (seperti menenem, menyiangi,
panen dan sebagainya), sekitar rumah tangga (memperbaiki atap rumah, dinding rumah,
menggali sumur dan sebagainaya), dalam perayaan-perayaan atau upacara-upacara yang
diadakan oleh suatu keluarga, atau dalam peristiwa kecelakaan dan kematian.nguopin antara
individu biasanya dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga yang diberikan wajib
dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin masih ada acara gotong royong antara
sekaha dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng (menarik).Misalnya suatu
perkumpulan gamelan ditarik untuk ikut serta dalam menyelenggarakan suatu tarian dalam
rangka suatu upacara odalan.bentuk yang terakhir adalah kerja bhakti (ngayah) untuk
keprluan agama,masyarakat maupun pemerintah.
Kesatuan-kesatuan sosial di atas, biasanya mempunyai pemimpin dan mempunyai kitab-kitab
peraturan tertulis yang disebut awig-awig atau sima.Pemimpin biasanya dipilih oleh
warganya.Klen-klen juga mempunyai tokoh penghubung yang bertugas memelihara
hubungan antara warga-warga klen, menjadi penasehat bagi para warga mengenai seluk beluk
adat dan peristiwa-peristiwa yang bersangkaut paut dengan klen.Tokoh klen serupa itu di
sebut moncol. Klen tersebut tidak mempunyai peraturan tertulis, akan tetapi mempunya
silsilah/babad. Ditingkat desa ada kesatuan-kesatuan administratif yang disebut perbekelan.
Suatu perbekelan yang sebenarnya merupakan warisan dari pemerintah Belanda, diletakkan
diatas kesatuan-kesatuan adat yang asli di Bali, seperti desa adat dan banjar.Maka terdapatlah
gabungan-gabungan dari banjar dan desa ke dalam suatu perbekelan yang dipimpin oleh
perbekel atau bendesa yang secara administratif bertanggung jawab terhadap atasannya yaitu
camat, dan seterusnya camat bertanggung jawab kepada bupati.
Ø Catur Warna
Pada masa kerajaan khususnya pemerintahan Dalem Waturenggong di Bali, ada yang
namanya Catur Warna. Yaitu empat penggolongan profesi dan pengabdian dalam kehidupan
pada masa itu. Dari pembagian ini timbul gelar-gelar yang ditambahkan pada nama orang
Bali. Dan pemberian nama itu diwariskan turun temurun hingga sekarang.Nama depan seperti
Ida Bagus [untuk pria] dan Ida Ayu [untuk wanita] itu muncul dari golongan Brahmana yang
pada masa ‘tempo doeloe’ menitikberatkan pengabdiannya di bidang kerohanian,
kependetaan dan keagamaan.Sedangkan nama depan seperti Anak Agung, Cokorda, I Dewa
Putu, Dewa Ayu, Desak, Gusti Putu, Gusti Ayu, atau Sayu, itu berasal dari golongan Ksatrya,
yang pada jaman kerajaan ‘doeloe’ menitikberatkan pekerjaan dan pengabdiannya di bidang
kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan keamanan negara.
Ø Pola perkampungan
Pertama, pola perkampungan mengelompok padat, pola ini terutama terdapat pada desa-desa
di Bali bagian pegunungan. Pola perkampungan di desa-desa ini bersifat memusat dengan
kedudukan desa adat amat penting dan sentral dalam berbagai segi kehidupan warga desa
tersebut
Ø Sistem Penamaan
Sebelumnya akandijelaskan tentang tambahan kata “i” atau “Ni” yang biasanya terdapat
pada awal nama orang Bali. “I” dipake untuk anak laki-laki, dan “Ni” digunakan untuk anak
perempuan.Kedua kata ini mengandung arti “Si” dalam Bahasa Indonesia. Misalnya; si A, si
B, si C, dst. Penambahan kata ini sebenarnya opsional, artinya ada yang memakainya ada
juga yang tidak.Tapi mayoritas orang Bali memakainya.Yang mengabaikan penambahan “I”
atau “Ni” ini biasanya rekan kita yang berasal dari Kabupaten Buleleng (Singaraja).
Nama Depan = Urutan Kelahiran
Di dalam adat istiadat dan budaya Bali, sistem pemberian nama depan umumnya didasarkan
pada urutan kelahiran si anak.
Anak pertama (sulung) umumnya akan diberi nama depan seperti; Putu, Gede, atau Wayan.
Contohnya ; I Putu Budiastawa, Gede Prama, dst.
Anak kedua umumnya diberi nama depan; Made, Kadek atau Nengah. Contohnya; I Made
Ardana, Ni Made Wiratnati, Nengah Gunadi, dst.
Anak ketiga biasanya diberi nama depan; Komang atau Nyoman. Misalnya; I Komang
Tirtayasa, Ni Nyoman Dwi Arianti, Komang Budiasa, dst.
Anak keempat umumnya diberikan nama depan; Ketut. Misalnya; I Ketut Pancasaka, Ni
Ketut Widiadari, Ketut Astawara, dsb.
Untuk anak kelima, keenam, dan seterusnya ada dua alternatif. Pertama, ada yang
menerapkan dengan kembali lagi ke putaran awal, misalnya kembali ke Putu, kemudian
Made, dst. Kedua, ada juga yang menerapkan dengan terus-menerus memberikan nama depan
Ketut untuk anak kelima, keenam dan seterusnya.

E. SISTEM KEPERCAYA
Masyarakat Bali sebagian besar menganut agama Hindu- Bali. Mereka percaya adanya satu
Tuhan dengan konsep Trimurti yang terdiri atas tiga wujud, yaitu:
Brahmana : menciptakan;
Wisnu : yang memelihara;
Siwa : yang merusak.
Selain itu hal-hal yang mereka anggap penting adalah sebagai berikut.
Atman : roh yang abadi.
Karmapala : buah dari setiap perbuatan.
Purnabawa : kelahiran kembali jiwa.
Pedoman dalam ajaran Agama Hindu - Bali yakni:
- Tatwa (Filsafat Agama)
- Etika (Susila)
- Upacara (Yadnya)
Tempat ibadah agama Hindu disebut pura. Pura memiliki sifat berbeda, sebagai
berikut:
• Pura Besakih: sifatnya umum untuk semua golongan.
• Pura Desa (kayangan tiga): khusus untuk kelompok sosial setempat.
• Sanggah: khusus untuk leluhur.
SISTEM KASTA
Akibat kuat agama Hindu, di Bali berlaku sistem kasta dibedakan menjadi 4 Kasta,
yaitu:
1. Kasta Brahmana
2. Kasta Ksatria
3. Kasta Waisya
Petani Kelas Atas
Petani Kaya Sedang
Petani Kaya Bawah
4. Kasta Sudra
UPACARA
Di bali ada lima macam upacara (Panca Yadnya) yaitu:
- Manusia yadnya
- Pitra yadnya
- Dewa yadnya
- Resi yadnya
- Butha yadnya

F.SISTEM MATA PENCAHARIAN


Sistem Mata Pencaharian Bali Aga
Mata pencarian penduduk beranekaragam yang meliputi pekerjaan sebagai petani, pengerajin,
pedagang dan berbagai jasa khususnya bidang kepariwisataan. Pertanian merupakan mata
pencarian pokok masyarakat dan sebagian besar masyarakat bali adalah petani. Jenis
pertanian meliputi pertanian sawah dan perkebunan.Didalam system pertanian di bali subak
memegang peranan yang sangat penting. Saat ini di Bali terdapat sekitar 1.482 subak dan
subak abian sekitar 698.Subak merupakan satu kesatuan ekonomi, social dan keagamaan.
Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang
digunakan dalam cocok tanam padi di Bali, Indonesia . Subak ini biasanya memiliki pura
yang dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para petani
dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan ini
diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali. Revolusi hijau telah
menyebabkan perubahan pada sistem irigasi ini, dengan adanya varietas padi yang baru dan
metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan
kebutuhan petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan sistem Subak, di mana kebutuhan
seluruh petani lebih diutamakan.
Metode yang baru pada revolusi hijau menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah,
tetapi kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi
akibat pestisida baik di tanah maupun di air. [1] Akhirnya ditemukan bahwa sistem pengairan
sawah secara tradisional sangatlah efektif untuk menanggulangi kendala ini.
Subak telah dipelajari oleh Clifford Geertz , sedangkan J. Stephen Lansing telah menarik
perhatian umum tentang pentingnya sistem irigasi tradisional. Ia mempelajari pura- pura di
Bali, terutama yang diperuntukkan bagi pertanian, yang biasa dilupakan oleh orang asing.
Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali untuk mengembangkan
model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu ia membuktikan keefektifan Subak serta
pentingnya sistem ini.
Pada tahun 2012 ini UNESCO, mengakui Subak (Bali Cultur Landscape), sebagai Situs
Warisan Dunia ,pada sidang pertama yang berlangsung di Saint Petersburg, Rusia .[2] .

Anda mungkin juga menyukai