Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PANCASILA
HUBUNGAN ANTARA PEMERINTAH SIPIL DAN
MILITER
Diajukan Sebagai Tugas Pada Mata Kuliah Pancasila

Dosen Pengampu : Dr. Siti Hanifah, M.Pd.I


Kelompok :
1. Muhammad Ikhwan Maulana
2. Yesi Agustina

RUANG ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
KOTA PAGAR ALAM
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. atas segala


limpahan rahmat dan karunianya sehingga makalah ini tersusun
sampai dengan selesai. Tidak lupa kami berterima kasih kepada pihak-
pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini, secara
pikiran dan maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, Bahkan kami berharap
lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah karena keterbatasan pengalaman dan
pengetahuan kami. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Pagar Alam, 17 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i
Daftar isi...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah.........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3
A. Pemerintahan Sipil......................................................................................3
1. Pengertian Pemerintahan Sipil..............................................................3
2. Karakteristik Pemerintahan Sipil..........................................................4
B. Pemerintahan Militer..................................................................................5
1. Pengertian Pemerintahan Militer..........................................................5
2. Karakteristik Pemerintahan Militer.......................................................6
C. Hubungan Pemerintahan Sipil dan Militer di Indonesia.............................7

BAB III PENUTUP .........................................................................................12


A. Kesimpulan.................................................................................................12
B. Saran...........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Negara adalah sebuah istilah yang secara terminologi berarti organisasi
tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk
bersatu, hidup dalam suatu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang
berdaulat.1
Suatu Negara haruslah memiliki sedikitnya 3 unsur yang menjadikan
Negara tersebut berdaulat di tengah-tengah negara lainnya. Mahfud M.D.
menyebutkan 3 unsur penting tersebut sebagai unsur konstitutif2Unsur-unsur
tersebut antara lain adalah : Rakyat, Wilayah, dan Pemerintah, ditambah dengan
pengakuan dari Negara lain.  
Berbicara tentang bentuk pemerintahan, kita mesti faham terlebih dahulu
apa yang dimaksud dengan negara dan perbedaannya dengan pemerintah. Seperti
yang telah dijelaskan di awal, sejatinya negara adalah sebuah organisasi.
Selayaknya organisasi, maka negara pun memiliki peraturan, selain itu negara
juga memiliki sebuah badan yang berfungsi merumuskan, menjalankan dan
mengawasi peraturan itu.
Selanjutnya, dalam perjalanannya berkembang menjadi beberapa bentuk
pemerintahan, sejarah mencatat banyak negara yang memiliki bentuk
pemerintahan yang berbeda-beda karena hal tersebut berdasar kepada para
penguasa negara tersebut. Dalam konteks ini  muncul bentuk pemerintahan sipil
dan pemerintahan militer. Tentu saja kedua bentuk pemerintahan tersebut
mempunyai karakteristik yang satu sama lain berbeda.
Hubungan Sipil-Militer adalah satu perkara yang amat penting bagi satu
bangsa karena berpengaruh besar kepada ketahanan nasionalnya. Hal itu juga
berlaku bagi bangsa Indonesia. Pengertian Hubungan Sipil-Militer semula tidak

A. Ubaedillah dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta : Kencana Prenada


1

Media Grup,2008) hal. 84


2
Ibid, hal 85
dikenal di Indonesia dan baru dipergunakan setelah pengaruh dunia Barat,
khususnya yang berpandangan liberal, makin kuat. Mula-mula itupun terbatas
pada kalangan terpelajar yang banyak berhubungan dengan ilmu sosial yang
berasal dari dunia barat. Akan tetapi lambat laun pengertian itu menyebar di
semua kalangan dan sekarang sudah menjadi pengertian yang diakui dan
dipergunakan secara umum di Indonesia. Namun ada satu perbedaan yang
menonjol dalam penggunaan pengertian itu antara mereka yang hidup dalam alam
sosial barat dengan bangsa Indonesia yang menerima dan menetapkan Pancasila
sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Di dunia Barat yang berpaham liberal
Hubungan Sipil-Militer senantiasa berarti supremasi Sipil atas Militer, sedangkan
di Republik Indonesia yang berhaluan Pancasila tidak dengan sendirinya
hubungan Sipil-Militer berarti supremasi sipil atas militer. Bahkan dengan
memperhatikan bahwa Pancasila menekankan faktor kekeluargaan dan kerukunan
justru tidak ada supremasi satu golongan masyarakat atas yang lain, melainkan
dalam kebersamaan memperjuangkan dan mengusahakan hal yang terbaik bagi
bangsa, negara dan masyarakat.

B.     RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan hal-hal yang tersurat dalam latar belakang, maka penulis
dalam hal ini akan merumuskan permasalahan dalam beberapa pertanyaan:
1.      Pengertian Pemerintahan Sipil dan karakteristiknya
2.      Pengertian Pemerintahan Militer dan karakteristiknya
3.      Hubungan Pemerintahan Sipil dan Militer di Indonesia

C.    TUJUAN PENULISAN MAKALAH


Dengan berdasar kepada poin-poin pertanyaan tersebut diatas, maka
penulis mempunyai tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1.      Memahami Pengertian Pemerintahan Sipil dan karakteristiknya
2.      Memahami Pengertian Pemerintahan Militer dan karakteristiknya
3.      Memahami Hubungan Pemerintahan Sipil dan Militer di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A.  PEMERINTAHAN SIPIL


1.      Pengertian Pemerintahan Sipil
Sebelum berbicara tentang pemerintahan sipil, seyogyanya perlu diketahui
arti dari istilah pemerintahan. Menurut CF Strong dalam bukunya yang berjudul
Modern Political Construction terbit tahun 1960 dikemukakan bahwa pemerintah
itu dalam arti luas meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Pemerintah juga bertugas memelihara perdamaian dan keamanan. Oleh karena itu
pemerintah harus memiliki (1) kekuasaan militer, (2) kekuasaan legislatif, dan (3)
kekuasaan keuangan.3
Sedangkan menurut SE Filner dalam buku Comperative Gonverment
(1974) istilah pemerintahan memiliki 4 arti yaitu :
1.      kegiatan atau proses memerintah
2.      masalah-masalah kenegaraan
3.      pejabat yang dibebani tugas untuk memerintah
4. cara, metode, atau sistem yang dipakai pemerintah untuk memerintah.4
Adapun dalam melaksanakan pemerintahan, sejarah mengenal pula
bentuk pemerintahan sipil dan militer. Pembagian bentuk pemerintahan ini
berdasarkan kriteria gaya dan sifat memerintah sebuah pemerintah.
Yang pertama adalah Pemerintahan Sipil, dalam laman e-book
Makalah/Training Islam Intensif/empiris-homepage.blogspot.com-83- Pengantar
Ilmu Negara dan Pemerintahan, disebutkan bahwa pemerintahan sipil adalah
pemerintahan di mana gaya pengambilan keputusan diambil dengan gaya sipil.
Sebelum sebuah keputusan menjadi perintah, keputusan itu dibicarakan terlebih
dahulu, dirembukkan dan kalau perlu diputuskan lewat pemungutan suara

3
Syafaruddin, Makalah KONSEP DAN METODOLOGI PERBANDINGAN
PEMERINTAH, disajikan tanggal 5 Maret 2010, halaman 5
4
Ibid, hal 6
(referendum). Setelah itu pun sebuah keputusan harus menunggu pengesahan
terlebih dahulu dari lembaga negara yang berwenang lewat sebuah sidang.
Sedangkan Sayidiman Suryohadiprojo menyatakan bahwa Perkataan
Sipil merupakan satu pengertian yang menyangkut kewarganegaraan (Website’s
Ninth New Collegiate Dictionary : Civil : relating to citizens). Atau dapat
dikatakan bahwa Sipil adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan
masyarakat, atau warga negara pada umumnya.5

2.      Karakteristik Pemerintahan Sipil


            Eric Nordlinger dalam bukunya “Militer dalam Politik” dikemukakan
ada 3 bentuk pemerintahan sipil :
a. Pemerintahan sipil Tradisional
Bentuk pemerintahan sipil ini terjadi karena tidak adanya perbedaan antara
sipil dan militer, tanpa perbedaan maka tidak akan timbul konflik yang serius
diantara mereka. dengan demikian tidak terjadi campur tangan militer.
Bentuk pemerintahan sipil tradisional begitu berpengaruh di bawah sistem
pemerintahan kerajaan pada abad ke-17 dan 18, mereka cenderung untuk tidak
menganggap diri mereka sebagai politisi, walaupun ketika sedang memerintah
mereka telah dicekoki dengan ciri-ciri sikap politik yang sama, yang ternyata
kurang dikembangkan oleh elit sipil.6

b. Pemerintahan sipil Liberal


Model pemerintahan liberal didasarkan pada pemisahan para elit
berkenaan keahlian dan tanggung jawab masing-masing pemegang jabatan tinggi
di dalam pemerintahan. Tapi sejalan Model liberal akan menutup kemungkinan
militer untuk menekuni arena dan kegiatan politik. Didalam tindakan dan
pelaksanaannya, pemerintah menghargai kedudukan, kepakaran, dan netralitas
pihak militer.[7] 

5
http://www.detik.com/berita/199905/sayidiman.html
6
Eric Nordlinger, Militer dalam Politik ( Jakarta : Rineka Cipta 1994) hal 18-19.
c. Pemerintahan sipil Serapan
Dalam model serapan ini, pemerintahan sipil memperoleh pengabdian dan
kesetiaan dengan cara menanamkan ide untuk menyatakan ideologi, dan para ahli
politik ke dalam tubuh angkatan bersenjata mereka. Model serapan ini telah
digunakan secara meluas dalam rezim-rezim komunis. Militer dipisahkan dari
bidang sipil karena keahlian profesionalnya, tetapi sejalan dari segi ideologi.
[8]         
            Dalam sejarahnya, pemerintahan sipil ini banyak dianut oleh negara-
negara barat, karena kebanyakan dari mereka berideologi liberal yang
memunculkan supremasi sipil atas militer (civilian supremacy upon the military).
Dalam kata lain militer adalah subordinat dari pemerintahan sipil yang dipilih
secara demokratis  melalui pemilihan umum. Berbeda dengan apa yang terjadi di
Indonesia yang berideologikan Pancasila, sipil dan militer adalah satu bagian,
tidak ada supremasi di antara keduanya. Yang harus dimunculkan adalah
bagaimana hubungan keduanya dapat menjamin kerukunan hidup rakyat
Indonesia itu sendiri. Sehingga tercipta kebersamaan dalam memperjuangkan
kepentingan bangsa.
            Dalam hal ini muncul karakteristik pemerintahan sipil yang berpijak atas
hubungannya dengan militer, antara lain pemerintahan sipil adalah sebuah bentuk
pemerintahan yang  bergaya sipil, semua keputusan pemerintah dapat menjadi
perintah apabila telah dimusyawarahkan terlebih dahulu dan diambil
keputusannya dalam suatu pemungutan suara (referendum). Dan telah mendapat
pengesahan dari lembaga negara yang berwenang.

B.  PEMERINTAHAN MILITER


1.      Pengertian Pemerintahan Militer
Masa Orde Baru di Indonesia telah berakhir dengan tergulingnya Presiden
Soeharto dari kursi Presidennya, dan dimulailah masa baru yang dinamakan Masa
Reformasi. Sejalan dengan runtuhnya rezim Soeharto, maka runtuh pula dominasi
militer dalam politik Indonesia, masa orde baru tersebut dikendalikan dengan
sistem otoriter. Pada akhirnya, TNI/TNI sebagai pucuk militer di Indonesia harus
menanggalkan dwifungsinya kembali ke barak dan hanya memainkan peran
sebagai alat pertahanan negara dari ancaman luar.
Adapun yang dimaksud dengan pemerintahan militer adalah pemerintahan
yang lebih mengutamakan kecepatan pengambilan keputusan, keputusan diambil
oleh pucuk pimpinan tertinggi, sedang yang lainnya mengikuti keputusan itu
sebagai perintah yang wajib diikuti -- konsekuensi rantai komando dalam militer.
Sebuah undang-undang dalam sebuah pemerintahan militer dibuat oleh pucuk
pimpinan tertinggi, tanpa menyerahkan rancangannya kepada parlemen.[9]

2.      Karakteristik Pemerintahan Militer


Pemerintahan militer lebih merujuk ke arah gaya pemimpin suatu
organisasi/ institusi/ negara. Dimana kepemimpinan itu sendiri memiliki
hubungan  yang erat antara seorang dan sekelompok manusia, karena adanya
kepentingan bersama; hubungan itu ditandai tingkah laku yang tertuju dan
terbimbing daripada manusia yang seorang itu; manusia atau orang ini biasanya
disebut yang memimpin atau pemimpin, sedangkan manusia yang mengikutinya
disebut yang dipimpin.
Gaya kepemimpinan pemerintahan militer ini memiliki karakteristik,
sebagaimana dikemukakan Ninik Widiyanti, adalah sebagai berikut:
Dalam pemerintahan militer, untuk menggerakkan bawahannya digunakan
sistem perintah yang biasa digunakan dalam ketentaraan, gerak geriknya
senantiasa tergantung kepada pangkat dan jabatannya senang akan formalitas yang
berlebih-lebihan, menuntut disiplin keras dan kaku dari bawahannya, senang akan
upacara-upacara untuk berbagai-bagai keadaan dan tidak menerima kritik dari
bawahannya dan lain sebagainya.[10]
Dalam militer  tidak ada orang sipil di pemerintahannya, semuanya orang
militer, tatanan sosial terlalu ketat, seperti jam malam, tidak boleh demonstrasi,
dan cara pemilihan pemimpin dilakukan secara turun temurun
Selain Negara kita yang pernah didominasi oleh Militer, Negara lain yang
bisa diambil contoh melaksanakan pemerintahan militer, contoh Junta Militer di
Burma (Myanmar), Kuba Korea Utara, dan negara-negara di Amerika Latin.
Junta militer (diucapkan menurut ucapan bahasa Spanyol hun-ta) biasanya
merujuk ke suatu bentuk pemerintahan diktator militer. Dalam bahasa Spanyol,
junta sendiri berarti "(rapat) bersama", dan biasanya digunakan untuk berbagai
kumpulan yang bersifat kolegial (hubungan kerekanan).
Junta militer biasanya dipimpin oleh seorang perwira militer yang berpangkat
tinggi. Pemerintahan ini biasanya hanya dikuasai oleh satu orang perwira yang
mengendalikan hampir segala-galanya. Bentuk-bentuk junta militer yang terkenal
adalah pemerintahan Augusto Pinochet di Chili dan Proceso de Reorganización
Nacional, diktator militer yang terkenal karena kekejamannya di Argentina dari
1976 hingga 1983.[11]
Rezim militer sering dianalogikan untuk menyebut pemerintahan militer,
sementara pihak militer dianggap sebagai kelompok dominan yang mengatur dan
mengelola negara, sedangkan pihak sipil dinilai sebagai pembantu atau bawahan
pihak militer. [12]

C.  HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER DI


INDONESIA
Sebagai bangsa Indonesia kita mestinya bangga dengan TNI, karena apa?
ternyata Indonesia memperoleh peringkat yang luar biasa dalam bidang
kemiliteran. Jadi sebenarnya tidak beralasan kalau kita meremehkan tentara
nasional kita. Menurut data yang diambil oleh World Military Strengh Ranking.
Militer Indonesia berada pada posisi ke-14 dari seluruh negara di dunia ini, di atas
negara-negara maju lainnya seperti Kanada, Australia, dsb.[13]  

Kembali kepada sejarah militer Indonesia, pengambilan alih kekuasaan


oleh pihak militer di Indonesia sekiranya sudah lama diramalkan. Militer
Indonesia tidak pernah jauh dari politik, sejak dari kemerdekaan pada tahun 1945.
Organisasi nasional militer pun diperlukan untuk tugas yang maha penting yakni
membangun suatu negara bangsa dari beribu-ribu pulau yang membentuk negeri
ini.
Pada masa itu terjadi kompetisi politik antara Militer dan Partai Komunis
Indonesia yang kadang kala bersifat keras, Komunis yang dalam hal ini sejak
kemerdekaan ada dalam naungan Demokrasi Terpimpin ala Presiden Soekarno
bersaing ketat dengan golongan elit militer. Dan puncaknya adalah terjadinya
pemberontakan G30S/PKI.
Sampai munculnya Supersemar pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno
dengan ikhlas memberi Jenderal Soeharto wewenang yang diperlukan untuk
memulihkan keamanan. Soekarno yang pada saat itu dianggap sebagai presiden
seumur hidup kini nyaris hanya merupakan lambang, sampai secara resmi
digantikan oleh Jenderal Soeharto pada tanggal 27 Maret 1968.[14]   
Setelah menjadi Presiden, Soeharto memandang tugasnya adalah :
memulihkan tingkat partisipasi rakyat dalam pemerintahan, menstabilkan negeri
yang secara politis terpecah belah, dan membangun perekonomian yang telah
diabaikan. Maka untuk mendukung upaya tersebut Soeharto memutuskan untuk
membentuk GOLKAR (Golongan Karya) atau kelompok yang fungsional,
mencakup buruh, petani, birokrat sipil, birokrat militer, mahasiswa, dan
intelegensia. Jika Soekarno ingin mengusahakan agar kelompok-kelompok
fungsional tersebut terlepas dari militer, maka Soeharto lebih suka
mengintergrasikan kedua badan tersebut, dalam kata lain Soeharto telah
menyertakan militer dalam politik sembari memberi fungsi politik pada militer.
[15]
Sejak tahun 1959, menurut suatu penelitian, perwira-perwira angkatan
darat secara kasar telah memegang seperempat dari semua portofolio kabinet
maupun berbagai posisi penting pada departemen pemerintahan sipil. Pada tahun
1972, 22 dari 26 Gubernur adalah bekas perwira militer, demikian juga 67% dari
bupati dan camat, dan 40% dari kepala desa.[16]
Masuk ke Era Reformasi, setelah lengsernya Soeharto, maka kedigdayaan
Militer dalam hal ini TNI telah usai, Sejak itu nyaris tiada hari tanpa hujatan dan
caci maki terhadap TNI. Jika sebelumnya tidak ada yang berani mengusik, sejak
itu keberadaan TNI mulai banyak dipersoalkan. TNI bukan cuma dipersalahkan,
karena telah membuat banyak orang di Aceh, Lampung, Tanjung Priok, Irian
Jaya, Timor Timur, kehilangan anggota keluarganya, tetapi juga karena terlibat
penculikan para mahasiswa dan aktivis politik, karena dianggap tidak mampu lagi
mengatasi kerusuhan di berbagai tempat yang telah menelan korban ratusan
nyawa sejak Mei 1998.
Saat ini TNI harus menghadapi kenyataan sebaliknya yakni penolakan atas
keterlibatannya. Secara historis keterlibatan TNI tersebut harus dipahami dalam
kerangka menjamin stabilitas nasional. Kalau mau jujur, sebenarnya bangsa dan
negara manapun di dunia ini membutuhkan stabilitas demi pembangunan dan
kemajuan bersama rakyatnya.
Menurut Jenderal Wiranto, ada tiga perkembangan ekstrem yang harus
dicegah dalam hubungan sipil militer di Indonesia, yaitu: pertama, military
overreach, yaitu militer menguasai berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti
pada masa orde baru. Yang kedua, subjective civilian control, yaitu kontrol
subyektif pemerintahan sipil terhadap militer seperti yang terjadi pada masa
Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Parlementer; ketiga, pemisahan rakyat dari
TNI.[17]
Lalu, apakah artinya dalam konteks hubungan sipil-militer di Indonesia?
Dalam sejarah Indonesia, dikotomi sipil-militer bukanlah satu isu baru. Jika
sejauh ini TNI terkesan tidak suka dan selalu mengelak adanya dikotomi sipil-
militer di Indonesia, sikap semacam itu tidak lepas dari penafsiran diri TNI dalam
konteks sejarah Indonesia. TNI juga mudah curiga kepada cendekiawan, seniman,
aktivis LSM dan kalangan intelektual lain yang memang selalu sangat antusias
memperbincangkan hubungan sipil-militer, yang selalu melemparkan isu-isu
demokratisasi, kebebasan berpendapat dan HAM.
Namun, benar juga bahwa hal ini lalu membuat penafsiran terhadap batas-
batas antara ranah politik dan perang antara tugas-tugas sipil dan militer makin
tidak jelas. Antara perang dan politik ibarat dua sisi pada sekeping mata uang.
Perang adalah jalan lain dari politik. Ini lah yang terjadi pada awal pembentukan
Indonesia.
Sejak awal kelahirannya, TNI tidak pernah mempersoalkan presiden dari
kalangan sipil dan tidak mendesakkan tampilnya pimpinan nasional dari kalangan
militer. Dalam sejarahnya Panglima Besar Soedirman memberikan keteladanan
dalam membentuk sikap TNI yang mengakui pemerintahan di tangan sipil. Untuk
itu dibuktikan oleh Panglima Besar Soedirman ketika kembali ke Yogyakarta dari
medan perjuangan bergerilya, TNI tetap mengakui kekuasaan tertinggi berada di
tangan Presiden Soekarno.[18]
Satu hal yang perlu kita (baik militer maupun sipil) refleksikan  bahwa
militer Indonesia telah berkembang menjadi militer profesional. Dunia
kemiliteran telah berkembang menjadi dunia profesional, yang bekerja dan
mengembangkan solidaritas tidak hanya atas dasar "semangat patriotisme" tapi
atas dasar penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan khusus
(profesi) yang terkait dengan kependidikan.
Tanggung jawabnya terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia,
dengan demikian, bisa ditafsirkan sebagai tanggung jawab profesi. Kalau dulu
tanggung jawab ini ditafsirkan secara politis-ideologis, kini perlu dimaknai
sebagai tanggung jawab profesional. Kalau dulu TNI di identifikasi dan dikenal
sebagai tentara rakyat kini harus tampil sebagai militer profesional (TNI adalah
tentara professional yang mengabdi kepada rakyat).
Namun, hal ini tidak berarti militer kehilangan peran politiknya. Peran
politik TNI, menurut saya, tidak boleh melebihi fungsi dasarnya yaitu pertahanan-
keamanan negara, dan hal itu kini bisa ditafsirkan sebagai tanggung jawab profesi.
Peran tersebut cukup diletakkan pada tataran "kebijakan" (policy) di tingkat pusat,
dan tidak perlu diterjemahkan lebih jauh dengan konsep kekaryaan seperti pada
masa Orde Baru. Dengan demikian, militer bukan lah institusi untuk merintis
karier politik dan meraih insentif ekonomi melalui model kekaryaan. Jika ada
militer yang ingin menjadi bupati, gubernur, menteri bahkan presiden, maka harus
melepas jaket hijau-lorengnya.
Mereka adalah warga sipil, sehingga jabatan politik yang didudukinya
bukan dalam kerangka doktrin dwifungsi, tapi sebagai hak politik setiap warga
negara. Fungsi pertahanan keamanan sebagai TNI professional itu juga menuntut
TNI untuk hanya punya komitmen dan tangung jawab moral terhadap eksistensi
Negara Kesatuan RI. Konsekuensi moral professional dari komitmen dan
tanggung jawab moral ini adalah bahwa TNI hanya mempunyai loyalitas kepada
Negara dan bukan kepada pemerintah. Loyalitas TNI kepada pemerintah hanya
sejauh pemerintah yang berkuasa. Tidak perduli sipil atau militer, menjalankan
kekuasaan negara sesuai dengan tuntutan dan cita-cita moral bangsa, yaitu demi
menjamin kehidupan bersama yang demokratis, adil, makmur, berprikemanusiaan
dan menjamin hak asasi manusia.
Yang sekarang diperlukan adalah tekad untuk melaksanakan proses ini
secara konsisten dan sabar serta memelihara hasilnya secara terus menerus.
Hubungan Sipil-militer yang dihasilkan kemudian akan merupakan faktor positif
dalam perwujudan Ketahanan nasional Indonesia, termasuk pembinaan daya saing
nasional bangsa kita.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pemerintahan Sipil adalah suatu bentuk pemerintahan yang menggunakan


gaya sipil dalam menjalankan kehidupan pemerintahannya, sedangkan
pemerintahan militer adalah suatu pemerintahan yang dipimpin oleh penguasa
diktator yang mengandalkan gaya militer yang sarat dengan disiplin dan kental
dengan ketentaraan.
Hubungan antara Sipil dan Militer lebih diungkapkan dalam bentuk
ekstrim karena kegagalan pemerintahan sipil yang menyebabkan terjadinya
kudeta-kudeta, dan ketidakstabilan rezim militer yang tidak punya opsi
memerintah lebih baik dari pemerintahan sipil. Sehingga pada akhirnya kedua hal
tersebut tidak dapat berkembang sesuai dengan tujuan yang dimilikinya.
Dan pada saat ini ketika semua hal dihadapkan kepada profesionalisme
yang menitikberatkan sejauh mana peran seorang warga negara terhadap
negaranya, maka militer memfokuskan diri dalam ranahnya sendiri, demikian pula
dengan sipil yang sekarang terintegrasi dalam bentuk yang lebih dinamis.
Sehingga tidak akan terjadi supremasi sipil terhadap militer.

B.  SARAN
Pergulatan politik antara ranah sipil dan militer telah menghasilkan
supremasi di antara kedua bentuk pemerintahan tersebut, maka seyogyanya untuk
menghindari hal tersebut diperlukan langkah perubahan ke  arah yang positif
sehingga akan memunculkan hubungan yang baik antara sipil dan militer dan
dapat menunjang kepada terciptanya ketahanan nasional.
DAFTAR PUSTAKA

Janowitz, Morri, Hubungan Sipil Militer,Jakarta: Bina Aksara, 1985


Nordlinger,  Eric, Militer Dalam Politik, Jakarta: Rineka Cipta, 1994
Syarafuddin, Makalah Konsep  Dan Metodologi Perbandingan Pemerintahan,
2010
Ubaedillah,  Ahmad, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008
Widiyanti, Ninik, YW. Sunindia, Kepemimpinan Dalam Masyarakat
Modern,Jakarta: Bina Aksara, 1988
Wirahadikusumah, Agus, E-book Mencari Format Baru Hubungan -Militer,
http: //www. Wikipedia.com/id/juntamiliter
http//www. Globalfirepower. Com
http//www.antaranews.com/berita/1280488947/ presiden-tidak-perlu-ada-
dikotomi-sipil-militer

Anda mungkin juga menyukai