Anda di halaman 1dari 38

Laporan Pendahuluan Urolitiasis

Sabtu, 23 Februari 2013


Laporan Pendahuluan UROLITHIASIS

UROLITHIASIS

Pengertian
Urolithiasis adalah istilah adanya batu di saluran kemih. Batu terbentuk karena adanya
supersaturasi zat-zat yang terdapat dalam urine, seperti calcium, oxalat, fosfat, asam urat, dan
lain-lain karena suatu keadaan tertentu. Batu dapat ditemukan di setiap tempat saluran kemih,
mulai dari ginjal hingga kandung kemih.
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat
maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya
berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein, batu
silikat, dan batu jenis lainnya.

Etiologi
Penyebab terjadinya batu saluran kemih dapat dijelaskan melalui beberapa teori (Purnomo, 2009)
:
a.       Teori nukleasi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang
sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-
buli. Adanya kelainan bawaan seperti pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), obstruksi infravesika
kronis seperti hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang
terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap
terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya
presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga
menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran
kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu
sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Meskipun proses
pembentukan batu hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan
jenis batu itu tidak sama (misal: batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan
batu magnesium amoium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa).

Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi
solut dalam urine, laju aliran urine di dalam kemih, atau adanya korpus alineum di dalam saluran
kemih yang bertindak sebagai inti batu.

b.      Teori inhibitor crystal (penghambat kristalisasi)


Diduga terjadinya batu saluran kemih akibat tidak ada atau berkurangnya faktor inhibitor
(penghambat) pembentukan batu seperti: magnesium, sitrat, peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat
(mencegah pengikatan kalsium dengan oksalat/fosfat yang 80% ditemukan sebagai komposisi
batu), dan beberapa protein atau senyawa organik lain yang mampu menghambat pertumbuhan
kristal, menghambat agregasi kristal, maupun menghambat retensi kristal (asam
mukopolisakarida, glikosaminoglikan, protein Tamm Horsfall atau uromukoid, nefrokalsin, dan
osteopontin).

Selain kedua teori tersebut ada faktor internal dan eksternal berpengaruh pada terbentuknya batu
saluran kemih, yakni sebagai berikut:
1)      Faktor internal :
  Stasis urine
  Infeksi; Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK). Infeksi bakteri akan memecah ureum
dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.
  Hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urine > 250-300mg/24jam) yang dapat disebabkan oleh :
        Hiperparathyroid atau status keganasan (peningkatan resorpsi kalsium tulang), ranulomatous
(dimana terjadi peningkatan vit D yang diproduksi oleh granuloma), intake vitamin D yang
berlebih.
        Gangguan kemampuan reabsorbsi melalui tubulus ginjal dan absorbsi kalsium melalui usus.
        Penggunaan obat-obatan. Penggunaan obat anti hipertensi triamterene, penggunaan jangka
panjang antasid, carbonat anhidrase inhibitor akan meningkatkan insiden batu saluran kemih
pada seorang individu.
 Hiperoksaluri (ekskresi oksalat urine > 45gr/hari), keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang
mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien banyak
mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat (seperti: teh, kopi instan, soft drink, kokoa, arbei,
jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam).
 Hiperurikosuria (kadar asam urat dalam urin > 850 mg/hari), asam urat yang berlebihan dalam
urine bertindak sebagai inti batu pada terbentuknya batu asam urat. Sumber asam urat di dalam
urin berasal dari makanan yang banyak mengandung purin maupun berasal dari metabolisme
endogen.

Faktor Eksternal :
  Umur (penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun)
  Jenis kelamin (jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibanding pasien  perempuan)
  Keadaan Sosial Ekonomi
Penyakit batu saluran kemih lebih sering diderita oleh masyarakat industrialis dibanding
nonindrustrialis.
  Diet
Meningkatnya kualitas makanan suatu masyarakat (peningkatan konsumsi asam lemak, protein
hewani, gula, garam, dan minuman instan (teh, kopi, bersoda), serta penurunan makanan
berserat, protein nabati, dan karbohidrat) akan meningkatkan insiden batu saluran kemih.
  Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dengan aktivitas fisik minimal (banyak duduk) dan paparan suhu yang
tinggi akan meningkatkan insisden batu saluran kemih.
  Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine
meningkat.
  Iklim
Individu yang menetap di daerah yang beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi
akam cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D (memicu
peningkatan eksresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran kemih akan meningkat.
  Riwayat keluarga
Riwayat batu saluran kemih pada keluarga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya batu
saluran kemih pada seseorang.

Manifestasi Klinis
a.            Nyeri, rasa nyeri yang berbeda-beda ditentukan oleh lokasi batu :
   Ginjal
Menimbulkan 2 macam jenis nyeri :nyeri kolik dan nonkolik. Nyeri kolik (hilang timbul)
disebabkan oleh karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter yang
meningkat untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.  Peningkatan peristaltik itu
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal
syaraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri nonkolik disebabkan oleh peregangan kapsule
ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
   Pelvis renalis
Batu saluran kemih sebesar lebih dari 1 cm pada pelvis renalis akan menyebabkan nyeri berat
pada punggung bagian bawah tepat di iga ke-2.
   Ureter bagian atas dan tengah
Akan menyebabkan rasa nyeri pinggang hebat yang menjalar ke perut bagian bawah. Rasa nyeri
itu akan bertambah hebat apabila batu bergerak turun dan menyebabkan obstruksi.
   Ureter bagian distal (bawah)
Akan menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria atau labia mayora pada wanita. Dan
nyeri sering dirasakan pula saat kencing atau menjadi sering kencing.
   Bladder (kandung kemih)
Akan menyebabkaan gejala iritasi dan bila bersamaan dengan infeksi akan menyebabkan
hematuria. Jika batu mengobstruksi bladder neck, maka akan terjadi retensi urin.
b.           Kristaluria; urine yang keluar disertai dengan pasir atau batu.
c.            Infeksi; batu yang terdapat di saluran kemih menjadi tempat bersarangnya kuman yang tidak
dapat dijangkau oleh obat-obatan. Batu jenis struvite adalah yang paling sering berhubungan
dengan infeksi, umumnya disebabkan oleh Proteus, Pseudomonas, Providencia, Klebsiella,
Staphyllococcus dan Mycoplasma. Batu jenis lain adalah batu kalsium fosfat.
d.           Demam; bila kuman sudah menyabar ke tempat lain. Tanda demam yang diikuti dengan
hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah dikulit merupakan tanda terjadinya urosepsis
(kedaruratan).
e.            Adanya massa di daerah punggung; obstruksi urine di saluran kemih bagian atas yang akut
ditandai dengan rasa sakit di punggung bagian bawah, dan pada obstruksi yang berlangsung lama
kadang-kadang dapat ditemukan massa pada saat palpasi akibat adanya hidronefrosis.
f.            Nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra.

Pemeriksaan Diagnostik
a.            Pemeriksaan sedimen urine (adanya leukositoria, hematuria, kristal, kultur kuman pemecah
urea) dan faal ginjal.
b.           Kadar elektrolit darah dan urine (kalsium, oksalat, fosfat, maupun asam urat).
c.            Foto polos abdomen : mendeteksi adanya batu opak seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat
yang paling sering dijumpai.
d.           BNO/KUB : Bladder Nier Oversich/Kidney Ureter Bladder, untuk melihat anatomi dan
bayangan batu pada saluran kemih.
e.            IVP (Intravenous Pyelography) : Untuk melhat fungsi fisiologis ginjal dan melihat secara
simultan apakah adanya obstruksi pada saluran kemih. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
medeteksi batu semi-opak (MAP) atau non-opak (urat/sistin).
f.            RPG (Retrograde Pyelography ) : Dilakukan bila jenis batu radilusen yang tak dapat dilihat
dengan BNO/IVP, RPG suatu tindakan dimasukkannya kateter ureter dengan tanpa guide wire
sepanjang 3-4 cm ke dalam ureter, lalu dimasukkan sejumlah kontras dan difoto dengan alat
fluroskopi.
g.           USG, CT scan, MRI : Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu
pada keadaan seperti alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita
yang sedang hamil. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi batu di ginjal atau di buli-buli (echoic
shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

Treatment
1.      Observasi Konservatif
Kebanyakan batu ureter yang kecil dapat melewati saluran kemih tanpa perlu adanya intervensi.
Tergantung jenis batu, bentuk dan lokasi. Batu ureter 4-5 mm, 40-50 % dapat keluar secara
spontan, namun jika lebih dai 6 mm maka hanya 5% yang keluar secara spontan. Namun ini
tidaklah menunjukkan bahwa batu 1-2 cm tidak dapat keluar secara spontan dan batu 1-2mm
dapat keluar secara spontan.
2.      Agen Disolusi
Yaitu larutan atau bahan untuk memecahkan batu, agen disolusi ini keefektifannya tergantung
dengan luas permukaan batu, jenis batu, volume cairan irigasi dan cara keluarnya.
Agen alkalinisasi oral : sodium aatau potassium bikarbonat dan potasium sitrat.
Agen alternatif lainnya adalah orange juice.
Agen alkalinisasi intravena : 1/6 molar sodium laktat
Agen alkalinisasi intra renal : Sodium bikarbonat, tromerthamine E yang dimasukkan melalui
nefrostomi.

3.      Mengurangi Obstruksi


  Pemasangan DJ Stent untuk menghindari perforasi dinding ureter akibat batu yang lewat
  Percutaneous nefrostomi untuk mengeluarkan urine melalui alat yang yang dimasukkan ke dalam
pelvis renalis
4.      Terapi Non Invasif
ESWL (Extracorporeal Shockwafe Lithotripsy) : Pemecah batu dengan gelombang kejut dari
luar tubuh.
ESWL digunakan jika batu ureter tidak dapat keluar secara spontan dengan terapi konservatif.
Keberhasilan cara ini tergantung dari ukuran, lokasi batu dan metode yang digunakan, dan
modalitas imaging yang digunakan. Batu ginjal dengan ukuran total <2,0-2,5 cm memberikan
hasil yang baik dengna ESWL. Sebagian besar srep[ihan batu dapat dikeluarkan dalam waktu
kurang lebih 2 minggu. Komplikasi ESWL jarang ditemukan dan biasanya berhubungan dengan
sepsis dan terdapatnya sisa-sisa batu di dalam saluran kemih.
5.      Terapi Invasif Minimal
  Ureteroscopic Stone Extraction : Ekstraksi batu dengan teropong ureter
Yaitu pengeluaran batu dengan menggunakan teropong ureter, efektif untuk batu saluran kemih
bagian bawah. Penggunaan ureteroscop dan pelebaran saluran kemih dengan menggunakan
balon dapat meningkatkan keberhasilan pengeluaran batu secara dramatis. Angka
keberhasilannya berkisar 66-100% tergantung dari besarnya batu, lokasi batu, berapa lama batu
berada dalam saluran kemih, adanya riwayat operasi di daerah retroperitonel dan ketrampilan
operator. Komplikasi seperti penyempitan ureter jarang terjadi.
  URS (ureterorenoscopy)
Prosedur dengan menggunakan teropong dari ureter ke ginjal, dilakukan untuk diagnosis
sekaligus untuk terapi. Cara ini biasanya dilakukan untuk terapi batu ureter, atau indikasi lain
seperti penyempitan ureter dan tumor ureter. Dengan teropong yang berdiameter besar dapat
digunakan alat-alat untuk menghancurkan batu, seperti ultrasonik, elektrohidrolik dan laser
probe; juga alat untuk mengeluarkan batu.

  PCN (Percutaneous Nephrolithotomy)


adalah pengambilan batu ginjal atau ureter bagian atas melalui kulit. Cara ini adalah pilihan
terapi untuk batu yang berukuran lebih besar dari 2,5 cm yang tidak mempan dengan ESWL.
Prosedur ini dilakukan dengan membuat irisan sepanjang 1 cm di daerah pinggang untuk
memasukkan alat nefroskop, yang terdiri dari kamera untuk melihat ke dalam dan alat untuk
‘menangkap’ batu, yang diarahkan langsung ke ginjal atau ureter penderita. Dengan bantuan
nefroskop ini, batu berukuran kecil dapat dengan mudah dikeluarkan. Sedangkan batu yang
berukuran besar akan dihancurkan terlebih dahulu dengan ultrasonic, elektrohidrolik atau laser
sebelum dikeluarkan. Setelah menjalani prosedur pembedahan ini, penderita batu saluran kemih
biasanya dapat kembali menjalankan aktivitas normalnya setelah 2 minggu perawatan pasca
operasi. (mades/ins).
  Cystolithotripsi/Cystolitholapaxy
Adalah pemecahan batu di dalam bladder melalui bantuan alat cystoscopi, lalu kemudian batu
dihancurkan dengan Elektrohydrolik, ultrasonik, pneumatik lithotritos
6.      Terapi Bedah
Dalam melakukan penanganan batu saluran kemih, biasanya terlebih dahulu dilakukan usaha
untuk mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan. Namun jika sampai waktu tertentu
batu tetap tidak dapat dikeluarkan, biasanya karena terlalu besar dan menimbulkan rasa sakit
akibat obstruksi urine , maka akan dilakukan tindakan pembedahan
  Nefrolitotomi
Prosedur ini hanya dilakukan pada kasus-kasus yang sulit. Pengambilan batu dilakukan langsung
dari ginjal atau pyelum ginjal penderita, setelah sebelumnya dokter membuat irisan (10-20 cm)
di daerah pinggang atau perut penderita (tergantung lokasi batu). Perawatan pasca operasi
biasanya lebih lama karena cedera yang diakibatkan cukup berat.
  Nefrektomi parsial
Kadangkala batu pada saluran kemih dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal. Jika
kerusakan fungsi ginjal sudah sangat parah, biasanya dilakukan operasi radikal dengan
mengangkat bagian organ ginjal yang rusak. Pengangkatan seluruh ginjal biasa dikenal dengan
istilah nefrektomi. Namun seringkali ada bagian ginjal yang masih baik sehingga pengangkatan
seluruh ginjal menimbulkan risiko ketidakmampuan ginjal lainnya untuk bekerja dengan baik.
Nefrektomi parsial atau pengangkatan sebagian tertentu dari ginjal, walaupun jarang dilakukan,
lebih cocok bagi penderita kerusakan fungsi ginjal pada bagian tertentu akibat adanya batu yang
kronik. Karena dengan teknik ini, yang diangkat hanya bagian yang mengandung batu dan
mengalami kerusakan.
  Pyelolitotomi
Pembedahan untuk mengambil batu yang berada di pelvis renalis.
  Urethrolitotomi
Pembedahan untuk mengambil batu yang berada di ureter.
  Cystolitotomi
Pembedahan untuk mengambil batu yang berada di bladder.

Pencegahan
Umumnya, 50% pasien tanpa tindakan profilaksis akan mengalami rekurensi batu saluran kemih
dalam 5 tahun. Karena itu diperlukan edukasi dan tindakan-tindakan preventif disertai dengan
motivasi kepada penderita untuk mencegah timbulnya kembali batu saluran kemih. Tindakan
pencegahan itu antara lain:
Minum Banyak Air
Konsumsi air 7 sampai 12 gelas dalam satu hari dapat meningkatkan produksi urin sampai 2 kali
per hari. Konsumsi air ini juga dapat mencegah pembentukan kristal urin yang dapat
menyebabkan batu. Dianjurkan untuk mengkonsumsi air setiap kali makan, pada saat bangun
tidur, sebelum tidur dan di malam hari, jika ingin buang air kecil.

Perubahan pola makan


Apabila didapati kadar kalsium atau oksalat yang tinggi dalam darah, perlu dilakukan diet.
Antara lain dengan mengurangi konsumsi susu, telur, es krim, yogurt dan keju yang mengandung
kalsium tinggi dan mengurangi konsumsi kopi, coklat, kacang, dan bayam sebagai sumber
oksalat yang tinggi.

Konsumsi obat-obatan oral


Beberapa jenis obat dianjurkan sebagai pencegahan terbentuknya batu saluran kemih, seperti:
Obat-obatan untuk meningkatkan pH urin, yaitu: kalium sitrat.
Penghambat absorbsi usus: selulosa fosfat
Suplemen fosfat
Diuretik, seperti: Tiazid
Suplemen Kalsium
Penurun asam urat: Allopurinol
Inhibitor urease: Acetohydroxamic acid (AHA)

Mengurangi konsumsi garam yang berlebihan


Selain dapat memperkecil risiko terjadinya hipertensi, pengurangan konsumsi garam berlebih
dapat menurunkan jumlah kalsium yang diekskresikan lewat urin sehingga mencegah
pembentukan batu kalsium dalam saluran kemih.

ASUHAN KEPERAWATAN UROLITHIASIS

Pengkajian
Data-data yang mungkin dapat ditemukan pada pasien :
  Riwayat keluarga ada yang menderita urolhitiasis, riwayat pasien pernah mengalami urolhitiasis.
  Lingkungan tempat tinggal dimana sumber air minum keluarga mengandung tinggi mineral.
  Intake makanan yang mengandung tinggi kalsium dan oksalat.
  Keluhan nyeri kolik dan nonkolik tergantung dengan besar, lokasi batu.
  Keluhan pernah terjadi infeksi saluran kemih (LUTS) : penurunan out put urine, distensi bladder,
urgency, rasa panas atau terbakar saat miksi.
  Terdapat kristaluria, hematuria.
  Demam, jika terdapat urosepsis maka dapat ditemukan pula hipotensi, vasodilatasi pembuluh
darah di kulit, palpitasi.
  Pada pengkajian fisik dapat ditemukan nyeri ketok pada CVA, teraba massa pada abdomen jika
telah terjadi hidronefrosis.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan :
  Urinalisa : urine berwarna kuning, coklat atau merah, secara mikroskopis terdapat sel darah
merah, sel darah putih, kristal, mineral, bakteri, PH urine dapat asam (untuk jenis batu cystine
atau asam urat) dan basa (batu jenis magnesium, amonium fosfat atau kalsium fosfat).
  Urine 24 jam : ditemukan peningkatan kreatinin, asam urat, kalsium, fosfor, oksalat, atau cystin.
  Urine kultur : Mungkin ditemukan adanya kuman penyebab infeksi saluran kemih
  Biokimia darah : Peningkatan magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan elektrolit.
  Ureum, creatinin serum dan urin : Terjadi peningkatan akibat terjadi iskemik pada ginjal karena
batu.
  Natrium klorida dan bikarbonat serum : Peningkatan klorida dan penurunan  bikarbonat diduga
akibat telah terjadinya asidosis tubulus renal.
  Leukosit : Meningkat, menandakan adanya infeksi
  Sel darah merah : Biasanya normal
  Hb/Ht : Abnormal jika pasien telah mengalami dehidrasi atau polycitemia atau anemia
(perdarahan, gagal ginjal /disfungsi ginjal).
  Hormon Parathyroid : Dapat meningkat jika telah terjadi kegagalan ginjal.
  BNO : Memperlihatkan adanya batu  atau perubahan anatomi  pada ginjal dan ureter.
  IVP : Memperlihatkan abnormalnya struktur anatomis ginjal (distensi ureter) dan bayangan batu.
  Cystoscopy dan ureteroscopy : Secara visual dapat memperlihatkan batu dan obstrksi pada
bladder, ureter dan ginjal.
  CT Scan dan MRI : Dapat mengindentifikasi batu, massa pada ginjal. Ureter dan distensi bladder.
  Ultrasound Ginjal : Melihat perubahan obstruksi, lokasi batu.

Rencana Asuhan Keperawatan Urolithiasis


Pre Operasi
Tg No DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN
l Dx KEPERAWATAN
Resiko kelebihan Volume cairan tubuh   Kaji status cairan klien:
volume cairan tubuh seimbang       Timbang berat ba-dan
berhubungan dengan : secara periodik
  Penurunan fungsi filtrasi Kriteria hasil :       Hitung balans cairan
ginjal   Urine out put > 30 ml/ jam intake-output
  Retensi natrium dan   Balans cairan / 24 jam K500      Kaji turgor kulit dan
cairan cc adanya edema
  Edema (-)       Adanya distensi vena
Ditandai dengan :   Hasil lab ureum, creatinin, jugularis
     Ureum : CCT, Na, Cl dalam batas       Peningkatan TD, Nadi
     Creatinin : normal       Peningkatan fre-kuensi
     CCT : (…………………..) nafas dan suara nafas
     Na : tambahan
     Cl :   Batasi intake cairan sesuai
     ……………….. dengan balans cairan
  Identifikasi sumber yang
dapat menyebabkan
pemasukan cairan berlebih
      Medikasi
      Makanan
  Jelaskan kepada pasien dan
keluarga tentang
pembatasan cairan
  Dorong klien untuk
mengekspresikan perasaan
dan frustasi yang dirasakan
  Berikan oral hygiene yang
adekuat untuk
meminimalkan kekeringan
membran mukosa mulut
  Konsultasi dengan gizi
untuk membatasi
pemasukan protein dan
lemak. Pastikan masukan
kalori yang adekuat
  ..................................
  ..................................
Tgl No DIAGNOSA TUJUAN RENCANA
Dx KEPERAWATAN TINDAKAN
Nyeri b.d : Nyeri berkurang/terkontrol Mandiri :
  Peningkatan kontraksi   Catat lokasi, durasi dan
ureter intensitas (skala0-10 ),
  Trauma jaringan, formasi Kriteria Evaluasi : radiasi nyeri. Monitor
edema, iskemik sel   Pasien melaporkan bahwa tanda nonverbal :
  ........................... spasme otot berkurang peningkatan TD, Nadi,
...........................   Pasien terlihat relaks, dapat lemah.
istirahat/tidur cukup.   Jelaskan tentang
DS :   .......................... penyebab nyeri dan
  Keluhan nyeri .......................... anjurkan klien untuk
pada ......................... melapor ke pada perawat
  .......................... bila terjadi perubahan
.......................... karakteristik nyeri
DO :   Berikan suasana yang
  TD :.......Nadi: .....   nyaman dan tenang,
RR:....... masase punggung
  Wajah meringis   Bantu klien untuk
  Psn gelisah, tidak dapat melakukan tehnik nafas
beristirah/tidur cukup dalam, imaginasi dan
  Otot tegang aktivitas untuk
  Fokus pada diri sendiri mengalihkan nyeri.
  BNO-IVP : batu terdapat   Bantu pasien dan
di............ sarankan untuk ambulasi
  ........................... dan minum 3000-4000
........................... cc/hari jika tidak ada
kontra indikasi
  Catat adanya peningkatan
atau nyeri abdomen yang
tetap

Kolaborasi
  Berikan obat-obatan
sesuai indikasi : Jenis
narkosa; me-peridine,
morphine.
Antispasmodik :
flaavoxate (urispas),
Ditropan
  Berikan kompres hangat
pada bagian punggung
  Pertahankan kepatenan
kateter jika ada.

Tgl No DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN


Dx KEPERAWATAN
Perubahan eliminasi urin Eliminasi normal Mandiri :
b.d   Monitor intake dan out put
  Stimulasi bladder oleh batu Kriteria Evaluasi : dan karakteristik urin
  Iritasi renal atau ureter oleh  Pasien melaporkan bahwa   Kaji pola normal bak klien
batu b.a.k spontan tanpa serta variasinya
  Obstruksi mekanis, keluhan.   Tingkatkan intake cairan
inflamasi   Pola berkemih normal oral
  ...........................   Tidak ada tanda obstruksi   Kumpulkan urine dan
...........................   .......................... saring untuk meng-
.......................... kumpulkan batu sehingga
DS : dpt dianalisa di lab
  Urgensi   Kaji adanya distensi
  Frekunsi bladder dengan pal-pasi
  .......................... suprapubis. Catat adanya
   ......................... penurunan output urin dan
  .......................... ada-nya edema periorbital.
..........................   Observasi adanya pe-
DO : rubahan status men-tal,
  Retensi urin tingkah laku atau tingkat
  Oliguria kesadaran
  Hematuria Kolaborasi
  USG :   Monitor hasil lab :
  BNO-IVP: Elektrolit, ureum dan
  Urinalisa:............ kreatinin
...........................   Lakukan pemeriksaan kutur
........................... urin dan resistensi kuman
..........................   Berikan obat-obatan sesuai
  ........................... indikasi................
........................... .............................
.............................
.............................
  Pertahankan kepa-tenan
kateter uretra, ureter,
nefros-tomi jika
dipergunakan
  Lakukan irigasi dengan
larutan asam atau alkali
sesuai indikasi...............
............................
............................
  Siapkan pasien untuk
dilakukan prosedur 
endoskopi .........................
..
...........................
ESWL :...............
Atau prosedur
pembedahan......
.............................
.............................
Post Operasi

Tgl No DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN


Dx KEPERAWATAN
Resiko kurang volume Volume cairan tbuh cukup Mandiri :
cairan tubuh b.d   Monitor intake dan out put
  Nausea, muntah Kriteria Evaluasi :   Catat karakteristik muntah,
  Diuresis post obstruksi   Balance cairan seimbang diarea dan faktor
  ...........................   TTV dan berat badan presipitasi.
........................... normal   Tingkatkan cairan 3 – 4 
  Membran mukosa lembab ltr/hari jika tidak ada
DS :   Nadi perifer teraba kontra indikasi
  ..........................   Turgor kulit baik   Monitor TTV, evaluasi
   .........................   .......................... Capilary refill, turgor
  ..........................   .......................... kulit, membran mukosa.
.......................... ..........................   Timbang berat badan setiap
DO : hari
  Muntah (+) Kolaborasi
  Produksi urine :   Monitor hasil lab :
........................... Elektrolit dan Hb,Ht
  Intake cairan :   Berikan cairan intravena
...........................   Berikan makanan lunak
  Balance cairan : agar mudah dicerna
..........................   Berikan obat-obatan
  .......................... antiemetik  sesuai
........................... indikasi................
........................... .............................
.......................... .............................
  ........................... .............................
........................... .............................

Tgl No DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN


Dx KEPERAWATAN
Gangguan rasa nyaman Nyeri berkurang Mandiri :
nyeri b.d   Kaji tingkat nyeri pasien
  Insisi pembedahan dengan skala nyeri
  Posisi dan ketegangan Kriteria hasil :   Berikan kompres hangat 
otot-otot saat operasi   Pasien menyatakan nyeri dan pijatan pada otot yang
berkurang tegang
DS :   Secara bertahap   Tekan daerah insisi dengan
  Pasien mengeluh nyeri meningkatkan aktivitas telapak tangan atau bantal
pada .................................  Pasien tenang, cukup saat pasien batuk atau
  ................................. istirahat /tidur nafas dalam
     .................................   Berpartisipasi dalam   Bantu dan anjurkan pasien
melakukan tehnik untuk ambulasi dini
DO : relaksasi   Ajarkan dan anjurkan
  wajah pesien meringis saat melakukan tehnik
bergerak relaksasi dan nafas dalam
  tidak dapat istirahat/tidur
dengan nyaman Kolaborasi :
  mendapat terapi   Berikan analgetik sesuai
analgetik................... program
.................................
  Terdapat luka pada
.................................
  Posisi saat operasi
...............................

Tg No DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN RENCANA


l Dx TINDAKAN
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan Infeksi   Observasi balutan dan
  Insisi operasi tidak insisi luka terhadap
  Tidak adekuatnya daya tahan primer karena terjadi adanya pengeluaran
prosedur infasif selama dan pendarahan
  Pemasangan kateter, NGT, drain, Nefrostomi tujuh hari setiap 4 jam sekali
  Ganti balutan dan
Ditandai dengan : Kriteria observasi proses
DS : evaluasi : penyembuhan
 Pasien mengatakan adanya luka operasi di daerah  Luka insisi  observasi tanda-tanda
abdomen bagian ……. utuh, tidak infeksi luka,
 ........................... ada kemerahan, drainase,
............................ bengkak, nyeri, bau
kemerahan  Cuci tangan sebelum
DO : , nyeri, dan sesudah
  KU…….TD…. Nadi ….x/menit RR…..x/menit. pus melakukan tindakan 
Suhu …...L C   Luka   Gunakan tehnik
  Tampak luka insisi abdomen sembuh aseptik dan
bagian.................................................................... dengan antiseptik pada saat
...... adekuat mengganti balutan
  Leukosit ……   Suhu tubuh dan tindakan yang
  Program dokter …....................... normal berhubungan dengan
(36-37 L alat-alat yang
C) terpasang
  Tidak ada    Observasi suhu tiap 4
tanda- jam hari pertama,
tanda selanjutnya 6-8 jam
infeksi atau setiap shift jika
pada tidak ada kenaikan
pemasang suhu
an alat   Jaga kebersihan
  Hasil lab perorangan dan
leukosit lingkungan pasien
normal   Berikan antibiotika
(5000- sesuai dengan
10.000 ul) program dokter atau
indikasi
  Beri makan TKTP
dan pantau makan
habis atau tidak
Kolaborasi :
  Pemeriksaan leukosit
  Pemberian terapi
antibiotik...................
....

Tg No DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN


l Dx KEPERAWATAN
Kurang pengetahuan Pengetahuan pasien Mandiri :
tentang kondisi, adekuat.   Ulangi tentang proses penyakit
prognosis dan tindakan dan tujuan yang diharapkan
yang dibutuhkan b.d Kriteria Evaluasi :    Tekankan tentang perlunya
  Misinterpretasi informasi  Scr verbal pasien mengerti intake cairan yang cukup 3 – 4
  Kurang terpaparnya tentang proses penyakit ltr/hari, ajari klien untuk
informasi   Berinisiatif untuk memper-hatikan bila adanya
  ........................... merubah gaya hidup mulut yang kering, diuresis
...........................   Berpartisipasi dalam yang berle-bihan, dipphoresis
tindakan maka klien harus
DS :   .......................... meningkatkan intake cairan
  Menanyakan tentang  .......   ..........................   Ajarkan tentang makanan yang
.................. .......................... harus dihindari/ dibatasi:
  .......................... Purin; alkohol, jeroan,
.......................... kacang-kacangan
DO : Kalsium; susu, keju, yoghurt,
  .......................... Oksalat; coklat, kopi, bayam.
...........................   Diskusikan bila ada obat yang
........................... harus di-minum untuk meng-
.......................... hindari terjadinya kambuh
  ........................... kembali
...........................   Anjurkan klien untuk tetap
aktif
  Dengarkan secara aktif ttg
keinginan klien untuk meng-
ubah gaya hidup dan mentaati
pro-gram terapi regimen
  Ajarkan klien untuk
mengevaluasi penyakitnya;
rasa nyeri, hematuria, oliguria
  Ajarkan tentang perawatan luka
pembedahan
  .........................
  ........................

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. (1998). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan).
PT EGC. Jakarta.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Purnomo, Basuki B. (2009). Dasar-Dasar Urologi. Edisi II. Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta

Asuhan Keperawatan VESIKOLITHIASIS

di 8:50 AM | Minggu, 06 Juni 2010 | 1 komentar


Label: Asuhan Keperawatan Perkemihan
DUTA4DIAGNOSA
BAB I
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM URINARY
I. Pengertian
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga
darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang
masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air
dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
II. Susunan Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang
membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU),
tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
a. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra
thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.Fungsi ginjal
adalah:
• Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
• Mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
• Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
• Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
Fascia Renalis terdiri dari:
Fascia renalis terdiri dari:
• fascia (fascia renalis),
• Jaringan lemak peri renal, dan
• kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan
luar ginjal
Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di
bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna
cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah,
pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang
diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing
akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal.
Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus
proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
Proses pembentukan urin
Tahap pembentukan urin
• Proses Filtrasi ,di glomerulus
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang
tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat,
bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.
• Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat
dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus
proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat
bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan
pada papilla renalis.
• Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis
selanjutnya diteruskan ke luar.

Vaskularisasi Ginjal
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis,
arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis
kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang
menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang
meninggalkan gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena
renalis masuk ke vena cava inferior.
Persarafan Ginjal
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk
mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya
± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan
sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
• Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
• Lapisan tengah lapisan otot polos
• Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke
dalam kandung kemih.
c. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi).
letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang
dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
• Lapisan sebelah luar (peritoneum).
• Tunika muskularis (lapisan berotot).
• Tunika submukosa.
• Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

d. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air
kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
• Urethra pars Prostatica
• Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
• Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra
terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai
saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
• Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung
jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
• Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
• Lapisan mukosa.

e. Urin (Air Kemih)


Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
• Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor
lainnya.
• Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
• Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
• Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
• Berat jenis 1,015-1,020.
• Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam.

Komposisi air kemih, terdiri dari:


• Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
• Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin.
• Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
• Pagmen (bilirubin dan urobilin).
• Toksin.
• Hormon.

III. Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi
melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
a. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat
melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini
akan mencetuskan tahap ke 2.
b. adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih.
Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian besar
pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari “latih”. Sistem saraf simpatis :
impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax
dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor
berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri).

Ciri-Ciri Urin Normal


a. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.
b. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
c. Baunya tajam.
d. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.

BAB II
KONSEP DASAR MEDIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM URINARY
DENGAN DIAGNOSA MEDIS VESIKOLITHIASIS

I. PENGERTIAN
a. Visikolithiasis adalah batu yang terdapat dalam vesikourinaria atau kandung kemih. (M.A
HENOARSON)
b. Visikolithiasis adalah batu kecil yang berasal dari ginjal dapat turun kevesikourinaria lalu
menjadi besar disana, kadang-kadang batu timbul langsung didalam kandung kemih. (G.
OSWARI).
c. Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter,
kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam ginjal (Long, 1996:322).
d. Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher
kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes
disertai dengan rasa nyeri ( Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1998:1027).
e. Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang
merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung komponen kristal dan
matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).
f. Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansi
tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau ketika terdapat
defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi
dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).
II. Etiologi
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan
periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih
(Vesikolitiasis) adalah
a. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik
(meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein),
hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
b. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat,
disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum
Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
c. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium
karena masukan diet purin yang berlebih.
d. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
e. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.
f. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah
kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi
pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
g. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi
metabolik).
h. Batu Asan Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan
sekunder).
i. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang
memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1. 75 % kalsium.
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3. 6 % batu asam urat.
4. 1-2 % sistin (cystine).
III. Pathofisiologi
Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi, pembentukan
batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan bendungan. Hambatan
yang menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dan
tumor serta kelainan metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga
terjadi bendungan dan statis urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan
kalsium akan mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu (Sjamsuhidajat dan Wim de
Jong, 2001:997).
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi
IV. Manifestasi Klinis
Menurut Dr willie japans, 1993 bahwa tanda dan gejala atau keluhan tidak selalu ditemukan pada
penderita yang mengidap batu saluran kemih. Bila batunya masih kecil atau besar tapi tidak
berpindah, tidak meregang atau menyumbat permukaan saluran kemih, tidak akan timbul
keluhan seperti biasa sampai suatu saat mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat
melalukan check up dan poto roentgen tampak ada batu pada ginjal. Jika pada suatu saat batu
tergeser mengelilingi ginjal kebawah, maka timbullah gejala nyeri hebat pada daerah pinggang.
Saluran ureter yang menghubungkan ginjal dan kandung kamih kecil sekali sehingga batu akan
meregangkan dindingnya, bahkan merobek menyumbat lubang visika. Jika batu berhasil sampai
bagian bawah saluran ureter maka nyeri akan berpindah dan terasa merambat kearah kemaluan
atau daerah pangkal paha. Biasanya disertai keluar darah bersama air. Bila lukanya kecil, darah
yang keluarpun sedikit dan hanya dapat dilihat dengan mokroskop. Sumbatan atau regangan batu
pada kandung kemih dapat juga menimbulkan nyeri pada konstan dan tumpul pda daerah atas
kemaluan pada waktu kencing, kencing tidak tuntas, pancaran kencing tidak kuat.
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan
infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih
menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat
mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan
perut kembung (Smeltzer, 2002:1461).
Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada
penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan
cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di
daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan
berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau
nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.
Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal
(http://www.medicastore.com, 4 Desember 2009) adalah:
a. Hematuri.
b. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
c. Demam.
d. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal
e. Mual.
f. Muntah.
g. Nyeri abdomen.
h. Disuria.
i. Menggigil.
V. PROSEDUR DIAGNOSTIK/PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
a. Urine
• pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk batu
magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.
• Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi
infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
• Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses pembentukan
batu saluran kemih.
• Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi hiperekskresi.
b. Darah
• Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
• Lekosit terjadi karena infeksi.
• Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
• Kalsium, fosfat dan asam urat.
c. Radiologis
• Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau tidak.
• Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan
retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang
memadai.
d. USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.

VI. PETATALAKSANAAN MEDIS


Penatalaksanaan batu saluran kemih tergantung pada besar kecilnya batu yang terdapat pada
saluran kencing. Batu yang kecil biasanya dihancurkan (lithalapaxy) dengan systoskopy
penghancur yang khusus (lithtripsy) dan pecahannya dikeluarkan melalui lavase kandung kemih.
Sedangkan batu yang besar memerlukan operasi. Kandung kemih dibuka (lithotomic suprapubis)
dan batunya dikeluarkan dan diangkat.Menurut Soeparman ( 2001:383) pengobatan dapat
dilakukan dengan :
1) Mengatasi Simtom
Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan spasme
analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di kontra
indikasikan pasang kateter.
2) Pengambilan Batu
a. Batu dapat keluar sendiri
Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6 mm.
b. Vesikolithotomi.
c. Pengangkatan Batu
• Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor adalah alat yang
digunakan untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan batu dalam
batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang
kejut atau sistolitotomi melalui sayatan prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang
terkecil seperti pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
• Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat batu renal tanpa
pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau jarring, tergantung dari ukurannya.
Selain itu alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai gelombang ultrasonik
untuk menghancurkan batu.
• Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat ureteroskop
melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips elektrohidraulik,
atau ultrasound kemudian diangkat.
VII. KOMPLIKASI
Batu yang letaknya pada ureter dapat memberikan komplikasi obstruksi baik sebagian atau total.
Obstruksi yang lama biasanya disertai dengan infeksi berulang-ulang dan piuria yang sukar
ditanggulangi. Obstruksi saluran kemih dapat memberikqn berbagai akibat pada ginjal, baik
struktur maupun fungsional yang dipengaruhi oleh sempurnanya obstruksi, lama obstrusi, lokasi
obstruksi dan letak infeksi. Soeparman ( 2001:383)
Akibat gangguan struktur tubuh karena obstruksi berbagai fungsi tubuh mengalami perubahan
fungsi reabsorpsi menurun dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, sedangkan pada pada
obstruksi yang persial dapat terjadi penurunan ekresi natrium dan diikuti dengan rendahnya
konsentrasi natrium urine serta tingginya osmolaitas. Apabila obstruksi berkelanjutan, RBF
(renal blood flow) akan menurun.Soeparman ( 2001:383)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM URINAY
DENGAN DIAGNOSA MEDIS BATU BULI-BULI (VESIKOLITHIASIS)

I. PENGKAJIAN
b. Biodata klien dan penanggung jawab
c. Keluhan klien
Nyeri pinggang, sakit saat miksi keluar darah serta nyeri pada supra pubis.
d. Riwayat penyakit sebelumnya
• Apakah klien pernah dirawat sebelumnya bagaimana cara klien mengatasi nyeri (mis. Nyeri
berkurang jika klien bnyak minum dan mengurangi aktifitas
• Apakah klien ada riwayat alergi
e. Riwayat penyakit keluarga
• Apakah ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama
• Apakah keluarga biasa mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung asam urat (ikan,
daging, jeroan dan ayam)
• Apakah klien biasa minum air yang sudah dimasak
f. Pemahaman klien tentang kejadian
- Ahli bedah bertanggung jawab, untuk menjelaskan sifat operasi, semua pilihan alternatif, hasil
yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Ahli bedah mendapatkan dua
consent (ijin) satu untuk prosedur bedah dan satu untuk anestesi. Perawat bertanggung jawab
untuk menentukan pemahaman klien tentang informasi, lalu memberitahu ahli bedah apakah
diperlukan informasi lebih banyak (informed consent).

g. Kondisi akut dan kronis :


- Untuk mengkompensasi pengaruh trauma bedah dan anestesi, tubuh manusia membutuhkan
fungsi pernafasan, sirkulasi, jantung, ginjal, hepar dan hematopoetik yang optimal. Setiap
kondisi yang mengganggu fungsi sistem ini (misalnya: DM, gagal jantung kongestif, PPOM.
Anemia, sirosuis, gagal ginjal) dapat mempengaruhi pemulihan. Disamping itu faktor lain,
misalnya usia lanjut, kegemukan dan penyalahgunaan obat / alkohol membuat klien lebih rentan
terhadap komplikasi.

h. Pengalaman bedah sebelumnya


- Perawat mengajukan pertanyaan spesifik pada klien tentang pengalaman pembedahan masa
lalu. Informasi yang didapatkandigunakan untuk meningkatkan kenyamanan (fisik dan
psikologis) untuk mencegah komplikasi serius.
i. Status Nutrisi
- Status nutrisi klien praoperatif secara langsung mempengaruhi responnya pada trauma
pembedahan dan anestesi. Setelah terjadi luka besar, baik karena trauma atau bedah, tubuh harus
membentuk dan memperbaiki jaringan serta melindungi diri dari infeksi. Untuk membantu
proses ini, klien harus meningkatkan masukan protein dan karbohidrat dengan cukup untuk
mencegah keseimbangan nitrogen negatif, hipoalbuminemia, dan penurunan berat badan. Status
nutrisi merupakan akibat masukan tidak adekuat, mempengaruhi metabolik atau meningkatkan
kebutuhan metabolik.
j. Status cairan dan elektrolit
- Klien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektolit cenderung mengalami shock,
hipotensi, hipoksia, dan disritmia, baik pada intraoperatif dan pascaoperatif. Fluktuasi valume
cairan merupakan akibat dari penurunan masukan cairan atau kehilangan cairan abnormal.
k. Status emosi.
- Respon klien, keluarga dan orang terdekat pada tindakan pembedahan yang direncanakan
tergantung pada pengalaman masa lalu, strategi koping, signifikan pembedahan dan sistem
pendukung.
- Kebanyakan klien dengan pembedahan mengalami ancietas dan ketakutan yang disebabkan
penatalaksanaan tindakan operasi, nyeri, dan immobilitas.
h. Pola eliminasi
- Masalah kebiasaan eliminasi urin pada klien vesikolithiasis ( terganggu ).
- penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada
siang hari.

i. Pola istirahat tidur


- Sering terbangun pada malam hari untuk kencing.
- Klien merasa tidak nyaman.
j. Terapi dan diet.
Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:
- Mengurangi makanan kaya akan kalsium.
- Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari. Kurangi
- Berolahraga secara rutin.
- Pertahankan berat badan ideal.

f. Pemeriksaan Fisik ( hah to toe )


a) Kepala :
Biasanya pada klien dengan vesikolithiasis tidak ada ke abnormalan kepala yang dikarenakan
oleh batu buli buli
a) Mata :
Tidak ada tampak ikterik.
b) Mulut dan gigi :
bibir kering, mukosa agak kering.
c) Thorax :
Auskultasi bunyi napas normal
Abdomen :
- Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi
yang lama.
- Distensi kandung kemih
- Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik  retensi urine
- Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air
kecil  retensi urine
- Perkusi : Redup  residual urine

f) Pemeriksaan penis :
uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu
uretra/femosis.
Pengkajian per sistem
• Sistem Pernafasan
Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh analgetik,
anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi tidak maksimal. Penumpukan
sekret dapat menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi karena tekanan oleh agens analgetik dan
anestesi serta bisa terjadi emboli pulmonal.

• Sistem Sirkulasi
Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya jahitan atau
lepasnya bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan syok hipovolemik. Statis vena
yang terjadi karena duduk atau imobilisasi yang terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis
vena juga bisa menyebabkan trombus atau karena trauma pembuluh darah.
• Sistem Gastrointestinal
Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa terjadi distensi
abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut dan terdengar bunyi timpani saat
diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa terjadi karena belum normalnya peristaltik
usus.
• Sistem Genitourinaria
Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena hilangnya tonus otot.
• Sistem Integumen
Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi, buruknya fase
penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala meningkatnya
drainase dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan
jaringan internal melalui insisi bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical
mump (parotitis).
• Sistem Saraf
Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.
g. Pemeriksaan penunjang
1) Lab.  hematuria (bila terjadi obstruksi yang lama)
2) Pemeriksaan pielografi intravena
3) Pemeriksaan ultrasonografi
Adanya batu didalam ginjal, vesika urinaria dan tanda-tanda obstruksi urine

j. Pengelompokan data
Data subjektif Data Objektif
a. Klien mengeluh nyeri suprapubis, panggul.
b. Mengeluh kencing menetes ( retensi urine ).
c. Klien mengeluh tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil
d. Klien merasakan nyeri seperti terbakar pada waktu kencing.
e. Klien mengeluh mual / muntah. a. Klien tampak meringis.
b. Peningkatan suhu tubuh klien.
c. Distensi kandung kemih
d. Penonjolan pada daerah supra pubik
e. Pada photo BOP ditemukan batu pada vesika urinari

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Pre Operasi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka gesekan batu pada vesika urinaria
2) Perubahan eliminasi (BAK) retensio urine berhubungan dengan adanya penutupan saluran
kemih oleh batu dan adanya obstruksi mekanik, peradangan ditandai dengan urgensi dan
frekuensi, oliguria (retensi) dan hematuria.
3) Kurangnya pengetahuan tentang prognosis kebutuhan perawatan berhubungan dengan
pemahaman dan rencana tindakan
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan ditandai dengan
keluhan rasa nyeri terus menerus operasi, ekpresi wajah meringis, nyeri pada angka….(dengan
skala 0-10), tingkah laku, focus pada diri sendiri
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dampak obat anastesi ditandai dengan
pernapasan lebih dari 20 kali permenit, adanya secret pada jalan napas
3) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemasangan kateter, efek
medikasi, akumulasi, drainase, status metabolic yang menurun ditandai dengan pemasangan
kateter pada permukaan kulit dan jaringan.
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terputus jaringan, dampak dari insisi pembedahan
ditandai dengan adanya luka jahitan operasi.

III. RENCANA KEPERAWATAN.


a. Pre Operasi
1) Diagnosa I : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka gesekan batu pada vesika
urinaria
No DX Tujuan / Kriteria hasil Itervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri teratasi dengan Kriteria hasil:

 Melaporkan keluhan nyeri berkurang ,


 klien tampak tenang dan tidak meningkatkan.
 klien dapat tidur/istirahat yang cukup.
 Skala nyeri: 0-3
 Pasien tidak mengeluh kesakitan.
 TTV normal:
N : 60-100x/mnt
S: 36,5-37,5 oC
R : 14-20 x/mnt
TD: 120/80 mmHg
• Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristik, intensitas (skala 0-10). Dan perhatikan tanda-tanda
peningkatan tekanan darah, nadi, tidak bisa beristirahat, gelisah dan rasa nyeri yang meningkat.
• Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya mengidentifikasi perubahan terjadinya karakteristik
nyeri

• Berikan tindakan untuk kenyamanan seperti membatasi pengunjung, lingkungan yang tenang.

• Anjurkan teknik napas dalam sebagai upaya dalam merelaksasi otot.

• Anjurkan/Bantu klien melakukan ambulasi secara teratur sesuai dengan indikasi dan
meningkatkan intake cairan minimal 3-4 liter/hari sesuai toleransi jantung
• Catat keluhan meningkatnya nyeri abdomen.

• Berikan kompres hangat pada punggung.

• Pertahankan posisi kateter

Kolaborasi:
• Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
- Narkotik missalnya : meperidin (Demerol) morphin.

- Antispasmodic seperti flavoxate oxybutynin.

- Kortikosteroid Membantu mengevaluasi lokasi nyeri, obstruksi dan pergerakan batu.

Pengetahuan klien dengan penyebab nyeri dapat membantu meningkatkan koping klien dan
dapat menurunkan kecemasan.
Meningkatkan relaksasi, mengurangi ketegangan otot, dan meningkatkan koping

mengalihkan perhatian sebagai upaya dalam merelaksasi otot.

hidrasi meningkatkan jalan keluarnya batu mencegah urine statis dan mencegah pembentukan
batu.
Obstruksi sempurna pada ureter/vesika urinaria dapat menyebabkan perforasi dan ekstra vasasi
didalam daerah perineal yang memerlukan pembedahan segera.
Menghilangkan ketegangan otot dan menurunkan reflek spasme sehingga rasa nyeri hilang.
Mencegah urine statis/retensi mengurangi vesiko meningkatnya tekanan renal dan infeksi.
Biasanya diberikan pada fase akut untuk menurunkan kolik dan meningkatkan relaksasi
otot/mental.
Menurunkan reflek spasme yang dapat menurunkan kolik dan nyeri.
Digunakan untuk meningkatkan edema jaringan, untuk memfasilitasi gerakan batu.

2) Diagnosa II: Perubahan eliminasi (BAK) retensio urine berhubungan dengan adanya
penutupan saluran kemih oleh batu dan adanya obstruksi mekanik, peradangan ditandai dengan
urgensi dan frekuensi, oliguria (retensi) dan hematuria
No DX Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2 Perubahan pola eliminasi BAK :
Retensio urin teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan criteria
hasil:
 Urine dalam jumlah normal,
 pola BAK seperti biasa/ normal,
 Kandung kemih kosong sempurna
 nyeri hilang saat kencing Mandiri:
• Monitor out put intake serta karakteristik urine.

• Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan (minimal 3 – 4 liter/hari sesuai dengan
toleransi jantung.

• Tampung urine 24 jam catat jika ada batu yang ikut keluar dan kirim kelaboratorium untuk
dianalisa.

• Observasi perubahan warna, bau, PH urine setiap 2 jam.


Kolaborasi:
 Kolaborasi dalam memonitor pemeriksaan laboratorium seperti elektrolit BUN (Blood Urea
Nitrogen), keratin.

Memberikan info tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi seperti infeksi dan perdarahan
dapat mengidentifikasi peningkatan obstruksi atau iritasi ureter
Meningkatkan hidrasi dapat mengeluarkan bakteri darah dan dapat mamfasilitasi pengeluaran
batu.

Dapat membantu dalam mengidentifikasi tipe batu dan akan membantu pilihan terapi.

Untuk deteksi dini masalah pengumpulan ureum dan ketidakseimbangan setiap elektrolit dapat
menjadi racun terhadap CNS (Central Nervus System)

Peningkatan BUN, Kreatinin, dan elektrolit-elektrolit tertentu menindikasikan adanya disfungsi


ginjal.

3) Diagnosa III: Kurangnya pengetahuan tentang prognosis kebutuhan perawatan berhubungan


dengan pemahaman dan rencana tindakan
No DX Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
3 setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 1 jam ketakutan tertasi dengan criteria
hasil:
 Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan mengidentifikasi cara yang tepat untuk
menangani kecemasannya
 Klien tampak rileks dapat tidur/istirahat dengan cukup.
 Klien menyatakan Ketakutan dan kecemasannya berkurang sampai tingkat dapat di tangani.
 Klien memahami penyebab terjadinya cemas.
Mandiri:
• Adakan kunjungan pada klien dengan personal ruangan bedah sebelum operasi jika mungkin
diskusikan hal-hal yang kiranya dapat menimbulkan ketakutan kekhawatiran pada klien misalnya
masker, lampu, elektroda, suara outoclave, tangisan kecil.
• Informasikan tentang peran perawat sebagai klien intraperatif pada klien.

• Identifikasi tingkak ketakukan klien yang mungkin mengharuskan penundaan prosedur operasi.

• Beritahu klien tentang anastesi spinal/general yang akan membuat klien tidak sadar/tertidur,
dimana jumlah yang lebih akan diberikan jika perlu
• Perkenalkan staf operasi saat klien dipindahkan keruang operasi
• Bandingkan jadwal operasi, status klien, tingkat operasi dan bicarakan informed consent.
Dapat memberikan ketenangan/ketentraman hati dan meredakan kecemasan klien sekaligus
memberikan informasi untuk tindakan operatif.

Membina hubungan saling percaya, mengurangi ketakutan akan kehilangan control dilingkungan
yang baru/asing.
Ketakutan yang berlebihan atau yang menetap dapat menyebabkan reaksi stress yang berlebihan
yang beresiko atau munculnya reaksi yang merugikan terhadap prosedur pembedahan dan obat
anastesi.

Menurunkan kecemasan atau ketakutan bahwa klien melihat prosedur operasi

Memberi hubungan dan kenyamanan psikis

Menurunkan ketakuatan bahwa prosedur yang salah mungkin dilakukan

IV. Post Operasi


1) Diagnosa I: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dampak obat anastesi
ditandai dengan pernapasan lebih dari 20 kali permenit, adanya secret pada jalan napas.

No DX Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Jalan napas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam dengan
criteria hasil:
• pola respirasi klien normal (respirasi 16-20) kali permenit),
• Tidak ada ronchi dan stridor,
• Tidak adanya sianosis dan
• tanda-tanda hipoksia lainnya
Mandiri:
• Tidurkan klien dengan posisi terlentang dengan kepala dimiringkan selama kesadaran belum
pulih
• Auskultasi suara napas, dengarkan adanya wheezing crowing dan tidak adanya suara napas
setelah ekspirasi

• Observasi frekuensi kedalaman penggunaan otot-otot Bantu pernapasan, pernapasan cuping


hidung, warna kulit dan mukosa

• Monitor tanda-tanda vital secara teratur


• Observasi tingkat kesadaran

• Observasi kebersihan jalan napas dan kebersihan sisa muntahan yang masih tertiggal (dimulut,
melakukan section bila perlu)
Kolborasi:
• Kolaborasi dalam pemberian O2 intake sesuai indikasi

Posisi tersebut menurunkan resiko aspirasi karena secret terlentang dan dapat keluar lewat mulut

Kurangnya perbedaannya suara napas merupakan indikasi adanya obstruksi oleh mukusa/lidah
yang dapat dikoreksi dengan pengaturan posisi/suction wheezing dapat merupakan indikasi
bronkho spasma, berkurangnya suara napas menandakan parsia, total laring spasme

Memastikan keefektifan respirasi dengan segera sehingga tindakan, koreksi dapat dilakukan
segera jika diperlukan

Respirasi yang meningkat, takikardi dan atau barikardi dapat bergerak pada hipoksia
Dengan mengobservasi tingkat kesadaran klien dapat diketahui perkembangan klien dan
keberhasilan operasi, serta menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
Obstruksi jalan napas dapat terjadi, larutan section bila perlu atau mucus didalam
tenggorokan/trakea.

Memaksimalkan O2 intake untuk berkaitan dengan Hb

2. Diagnosa II: Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
ditandai dengan keluhan rasa nyeri terus menerus operasi, ekpresi wajah meringis, nyeri pada
angka….(dengan skala 0-10), tingkah laku, focus pada diri sendiri
No DX Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2 gangguan rasa nyaman nyeri teratasi setelah dilakukan tindakan keperwatan selama1 x 24 jam
dengan criteria hasil :
 Melaporkan keluhan nyeri berkurang ,
 klien tampak tenang dan tidak meningkatkan.
 klien dapat tidur/istirahat yang cukup.
 Skala nyeri: 0-3
 Pasien tidak mengeluh kesakitan.
 TTV normal:
N : 60-100x/mnt
S: 36,5-37,5 oC
R : 14-20 x/mnt
TD: 120/80 mmHg

Mandiri:
• Monitor dan dokumentasikan lokasi dan tempat dari nyeri, catat umuir klien, berat badan,
catatan medis/problem psikologis, kesensitipan terhadap analgetik tertentu, hasil intraOperatif
seperti ukuran, lokasi, insisi
• Review laporan intraoperatif/respirasi atau mengetahui tipe anastesi dan obat-obatan yang
dilakukan.

• Evaluasi nyeri secara teratur (setiap 2 jam), catat karakteristik lokasi dan intensitas nyeri (skala
0-10)
• Anjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti latihan napas dalam
• posisikan sesuai indikasi, misalnya semifowler.

• Berikan informasi tentang ketidaknyamanan yang akan terjadi yang hanya bersifat sementara
Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian analgetik intravena sesuai indikasi
Pendekatan penagananan nyeri post operatif tingkatan pada berbagai factor.

klien yang dianastesi dengan fluthane dan ether dapat mengalami efek analgetik sisa/residu
sebagai tambahan, intraoperatif : Blokoka/regional memiliki waktu yang bervariasi yaitu 1-2 jam
untuk regional atau lebih 2-6 jam untuk lokal
Memberikan informasi tentang kebutuhan untuk dan atau keaktifan intervensi

Menghilangkan ketegangan otot dan dapat meningkatkan kemampuan koping


Dapat menghilangkan nyeri dan menunjang sirkulasi jaringan, semifowler dapat menurunkan
tegangan otot abdomen dan tulang belakang
Pemahaman tentang ketidaknyaman dapat memberikan keterangan emosional

Analgetik intra vena akan mencapai pusat nyeri dengan segera.

3) Diagnosa III: Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan kulit


No DX Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
3 Gangguan integritas jaringan kulit teratsi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24
jam dengan criteria hasil:
• luka sembuh sesuai dengan waktu yang ditentukan,
• klien dapat mendemontrasikan teknik/prilaku yang menunjang penyembuhan dan pencegahan
komplikasi
Mandiri:
• Lepaskan plester dan balutkan dengan lembut
• Infeksi luka secara teratur, catat karakteristik dan integritasnya.
• Kaji jumlah dan karakteristik drainase

• Anjurkan klien untuk tidak menyentuh luka


• Ganjal area insisi pada abdomen dengan bantal pada saat batuk/ bergerak

Ganti dan keluarkan balutan sesuai indikasi, rawat luka yang menggunakan teknik aseptic

Kolaborasi:
• Kolaborasi dalam pemberian es jika diperlukan, penmggunaan abdominal binder-iritasi luka
disertai debridement sesuai kebutuhan
Menurunkan resiko trauma pada kulit dan gangguan pada luka operasi
Pengenalan dini terhadap adanya penyembuhan yang terlambat atau perkembangan kearah
komplikasi dapat mencegah situasi yang lebih serius
Penurunan jumlah drainase mengarah kepada kemajuan proses penyemabuhan, sedangkan
drainase yang tepat/ mengandung darah eksudat menandakan adanya komplikasi.
Mencegah terkontaminasinya luka

Menggunakan tekanan pada luka, meminimalkan resiko terputusnya jahitan atau rupturnya
jaringan

Melindungi luka dari injuri mekanik dan kontaminasi, mencegah akumulasi cairan/eksudat yang
dapat mengakibatkan infeksi

Menurunkan pembentukan edema

4) Diagnosa IV: Resiko tinggi infeksi


No Dx Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
4 infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam dengan criteria
hasil:
 tidak ada tanda-tanda infeksi luka : purulent, drainase, eritema,
 luka sembuh pada waktunya.
 Tanda – tanda vital normal
N : 60-100x/mnt
S: 36,5-37,5 oC
R : 14-20 x/mnt
TD: 120/80 mmHg

 Mandiri:
Observasi tanda-tanda infeksi pad luka post operasi

Monitor tanda-tanda vital, catat serangan panas, perubahan kesadaran, atau keluhan
meningkatnya nyeri yang hebat.
Infeksi insisi dan balutan, catat karakteristik drainase dari luka/drainase adanya erytema

Monitor kelancaran drain, hitung output dan warna cairan

Berikan informasi tentang hal-hal yang mempengaruhi daya tahan tubuh

Berikan diit TKTP


Tinggi kalori berguna untuk :
1. Sebagai sumber energi/tenaga atau proses pergerakan tubuh
2. menyediakan structure material utnuk jariangan tubuh seperti tulang dan otot. Tinggi zat
pembangun, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, pengganti zat-zat yang rusak/aus
3. sebagai badan-badan inti, berfungsi sebagai pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba dan
zat-zat toksin yang dating dari luar tubuh
4. sebagai zat pengatur, protein mengatur proses-proses metabolisme dalam bentuk enzim dan
hormone
5. sebagai salah satu sumber utama energi bersama-sama dengan karbohidrta dan lemak
6. dalam bentuk kromosom, protein berperan dalam penyimpanan dan meneruskan sifat-ifat
keturunan dalam bentuk gen.

Lakukan cuci tangan yang baik dan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan

Kolaborasi:
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat yang sesuai

Dapat diketahui secra dini tanda-tanda infeksi pada luka operasi seperti edema, kemerahan,
nyeri, yang bertambah berat/terdapat pus pada luka tersebut
Merupakan tanda-tanda adanjya peradangan/sepsis yang berkembang

Infeksi dini dari perkembangan proses infeksidan atau memonitor perkembangan kearah abses
Dapat diketahui adanya infeksi pada luka operasi

Dengan meningkatkan pengetahuan klien tentang hal-hal yang mempengaruhi daya tahan tubuh
diharapkan klien dapat kooperatif dengan tindakan keperawatan yang akan dilakuakan
Makanan yang bergizi dapat menambah meningkatnya daya tahan tubuh, sehingga resiko infeksi
dapat diperkecil

Menurunkan resiko penyebaran bakteri, mencegah terjadinya infeksi nosokomial

Dapat memberikan propilaksis/menurunkan jumlah organisme untuk menurunkan membrane


lebih lanjut.

IV. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan.

V. EVALUASI
NO Dx Evaluasi Paraf
1 S: Pasien mengatakan nyerinya berkurang
O : klien tampak relaks
 TTV normal:
N : 60-100x/mnt
S: 36,5-37,5 oC
R : 14-20 x/mnt
TD: 120/80 mmHg
A;
P: masalah teratasi
2 S: klien mengatakan bisa BAK dengan lancar tanpa menetes
O: Urine dalam jumlah normal
A:
P: masalah teratasi
3 S: klien mengatakan mampu mengidentifikasi cara yang tepat untuk menangani kecemasannya
O: Klien tampak rileks dapat tidur/istirahat dengan cukup
A:
P: masalah teratasi
4 S: klien mengatakan mampu bernafas dengan lancar.
O: Tidak ada ronchi dan stridor,
• Tidak adanya sianosis dan
• tanda-tanda hipoksia lainnya
A:
P: masalah teratasi

Anda mungkin juga menyukai