1. ANATOMI LENSA
Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-
lamel panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya.
Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi,
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus
1
dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat
mengandung inti, yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator,
yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan
di bagian anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan
persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan
slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior (huruf Y yang
terbalik).
Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water
soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang
terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam
water insoluble adalah urea soluble dan urea insoluble. Kandungan kalium lebih
tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Seperti telah disinggung
sebelumnya, tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.
2. FUNGSI LENSA
2
dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan
refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.
Pada foetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa
lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian
sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara
perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana
nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa
menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan
tampak sebagai “grey reflex” atau “senile reflex”, yang sering disangka katarak,
padahal salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang
Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.
3
BAB II
KATARAK
1. DEFINISI
Katarak berasal dari kata Yunani Katarraktes, Inggris Cataract, dan Latin
cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah
setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun
dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu lama.
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital atau punyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak, seperti glaukoma,
ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan proses
intraokular lainnya.2,3
2. EPIDEMIOLOGI
Penelitian-penelitian di Amerika Serikat mengidentifikasi adanya katarak
pada sekitar 10% orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai
skeitar 50% untuk usia antara 65-74 tahun, dan sampai sekitar 70% pada usia
lebih dari 75 tahun. Sebagiab kasus bersifat bilateral, walaupun kecepatannya
pada masing-masing mata jarang sama.1
National Health and Nutritional Examination Survey (NHANES)
menyatakan bahwa progresivitas terjadinya katarak terkait dengan usia. Katarak
terjadi pada sekitar 12% pasien usia 45-54 tahu, 27% pada usia 55-64 tahun, dan
58% pada usia 65-74 tahun.4
Di Indonesia sekitar 47% dari orang yang mengalami kebutaan disebabkan
oleh katarak. Prevalensi usia orang yang mengalami katarak di Indonesia juga
lebih muda daripada di negara barat, yaitu sekitar usia 40-60 tahun, namun seiring
dengan bertambahnya usia, prevalensinya semakin banyak.3
4
3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO4,5
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degenerative atau
bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyak munucl pada usia lanjut akibat
pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya. Faktor-
faktor risiko yang mendukung terjadinya katarak adalah:
a. Diabetes. Pasien dengan diabetes memiliki risiko tinggi mengalami katarak
dan risiko komplikasi postoperasi lebih tinggi. Peningkatan gula darah secara
cepat dapat menyebabkan pembengkakan lensa akut dan pseudomyopia. Akan
tetapi fenomena ini bersifat reversible. Tipe yang umum pada pasien diabetes
adalah katarak subkapsular posterior, kortikal, dan campuran.
c. Riwayat keluarga.
d. Trauma.
g. Paparan sinar UV. Pada penelitian dikatakan bahwa pasien yang terpapar
dengan UV-B memiliki risiko lebih tinggi terkena katarak. Dikatakan bahwa
adanya radikal bebas pada retina merupakan penyebab kerusakan lensa.
Radiasi sinar UV ini menyebabkan katarak subkapsular posterior.
5
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi katarak dapat dibagi berdasarkan beberapa hal, yaitu:
a. Berdasarkan waktunya.2
Table 1. Klasifikasi katarak
Katarak congenital (<1% Katarak didapat (>99% kasus)
kasus)
• Katarak herediter: autosom • Katarak senile (>90%)
dominan, resesiv, sporadic, • Katarak akibat penyakit sistemik: DM,
X-linked galaktosemia, insufisiensi ginjal, tetanus, dsb
• Katarak akibat kerusakan • Katarak sekunder dan komplikata:
embrionik (transplacental): ‐ katarak dengan heterokromia
rubella (40-60%), mumps ‐ katarak dengan iridocyditis kronik
(10-22%), Hepatitis (16%), ‐ katarak dengan vaskulitis retnal
toxoplasmosis (5%) ‐ katarak dengan retinitis pigmentosa
• katarak postoperasi: pada pasca vitrektomi
• katarak traumatic: kontusio/perforasi, radiasi
inframerah, aliran listrik, radiasi ion
• katarak toksik: akibat kortikosteroid.
b. Berdasarkan maturitasnya
‐ Stadium insipien
‐ Stadium intumesen
‐ Stadium imatur
‐ Stadium matur
‐ Stadium hipermatur (katarak Morgagni)
c. Berdasarkan morfologinya.4
‐ Katarak Nuklear
‐ Katarak kortikal
‐ Katarak subkapsular posterior
6
BAB III
JENIS-JENIS KATARAK
7
Untuk mengetahui penyebab katarak congenital, diperlukan pemeriksaan
riwayat prenatal infeksi ibu dan pemakaian obat selama kehamilan.
Penanganan tergantung pada unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata
lain, dan saat terjadinya katarak. Katarak congenital umumnya prognosis
kurang memuaskan dan dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus
dan strabismus. Terdapat beberapa bentuk katarak congenital, yaitu:3
b. Katarak didapat
Katarak didapat adalah katarak yang yang mulai terjadi setelah lahir dan
biasanya disebabkan oleh keadaan-keadaan spesifik. Katarak tipe ini tidak
membutuhkan tatalaksana yang cepat seperti pada katarak congenital, karena
biasanya system visual dari anak-anak telah matur.1
Penilaian bedah didasarkan pada lokasi, ukuran, dan kepadatan katarak,
tetapi periode pengamatan dan uji ketajaman penglihatan subyektif dapat
menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan. Karena katarak unilateral
pada anak tidak akan menimbulkan gejala atau tanda yang selalu diketahui
oleh orang tuanya, program-program pemeriksaan skrining penting untuk
menemukan kasus tersebut.
2. KATARAK SENILIS
8
b. Patofisiologi
9
buangan metabolisme meninggalkan lensa melalui difusi sederhana.
Berbagai macam substansi seperti asam askorbat, mioinositol dan kolin
memiliki mekanisme transport yang khusus pada lensa. 9
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan
penyerapan oksigen dan mula-mula terjadi peningkatan kandungan air.
Kandungan natrium dan kalsium meningkat; kandungan kalium,
berkurang. Pada lensa yang mengalami katarak juga tidak ditemukan
glutation. 9
Seiring pertambahan usia lensa, berat dan ketebalannya bertambah
sementara kekuatan akomodasinya berkurang. Ditambah lagi, terdapat
pengurangan transport dari air, nutrisi dan antioksidan. Akibatnya
kerusakan oksidatif yang progresif pada lensa menyebabkan
berkembangnya katarak senilis.8
c. Faktor Resiko
10
nantinya akan mempengaruhi transport membran dan permeabilitas ion
sehingga pada akhirnya akan meningkatkan tekanan intraokular yang akan
mempercepat pertumbuhan katarak.
‐ Eksposur terhadap sinar UV
‐ Faktor resiko lainnya. Termasuk didalamnya adalah umur, wanita, kelas
sosial, dan myopia. 3
d. Klasifikasi dan gejala
Pada katarak kortikal, terdapat perubahan komposisi ion dari korteks lensa
dan akhirnya mengubah hidrasi dari serat lensa.katarak ini biasanya bilateral
tapi tidak simetris. Pasien katarak kortikal cenderung mengalami hiperopia.
Namun gangguan fungsi penglihatan bervariasi tergantung seberapa dekat
kekeruhan dengan aksis visual.3,8
12
Berdasarkan stadiumnya, katarak terdiri dari 6 stadium yaitu:3,8
‐ Katarak insipien. Merupakan stadium dini yang belum menimbulkan
gangguan visus. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa
bercak-bercak seperti jari-jari roda (kuneiform) pada korteks anterior,
sedangkan aksis masih relatif jernih. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator
menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai
terlihat di korteks, yang terlihat bila dipupil dilebarkan disebut spokes of
wheel. Pada stadium insipien dapat terjadi miopia artifisial di mana
penglihatan jauh kabur sedangkan penglihatan dekat sedikit membaik
dibandingkan sebelumnya (second sight), sehingga pasien dapat membaca
lebih baik tanpa kacamata. Keadaan ini disebabkan oleh peningkatan
indeks refraksi lensa pada stadium insipien. Bila kualitas lensa memburuk
atau terjadi kelelahan maka second sight ini akan menghilang.
‐ Katarak intumesen. Kekeruhan lensa disebabkan pembengkakan lensa
akibat lensa degeneratif menyerap air. Lensa yang membengkak dan
membesar akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal, hal
ini dapat menimbulkan penyulit berupa glaukoma. Stadium ini tidak selalu
terjadi pada proses katarak.
‐ Katarak imatur. Lensa sebagian keruh, belum mengenai seluruh lapisan
lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik
bahan lensa yang degeneratif, sehingga pada keadaan lensa mencembung
akan dapat menimbulkan hambatan pupil dan dapat menimbulkan
glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test
akan terlihat bayangan iris pada lensa, disebut shadow test positif.
‐ Katarak matur (gambar 2). Kekeruhan telah mengenai seluruh lapisan
lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca 2+ yang
menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan, maka cairan lensa akan
keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal dan terjadi kekeruhan
lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada
katarak matur. Bilik mata depan kembali normal, tidak terdapat bayangan
iris pada lensa yang keruh sehingga shadow test menjadi negatif.
13
‐ Katarak hipermatur (gambar 3). katarak yang telah mengalami proses
degenerasi lanjut, dapat menjadi keras, lembek dan mencair. Massa lensa
yang berdegenerasi mencair dan keluar dari kapsul lensa sehingga ukuran
lensa mengecil dan kapsul mengkerut. Kadang pengkerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan zonula Zinnii menjadi kendur. Bila proses
katarak berlanjut disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan tersebut
dinamakan katarak morgagni.
‐ Katarak Morgagni. Merupakan lanjutan dari katarak hipermatur dimana
likuefaksi total pada korteks telah menyebabkan inti tenggelam pada
bagian inferior. Bila proses katarak hipermatur berlanjut disertai dengan
penebalan kapsul, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat
keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu
disertai dengan nukleus yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih
berat.
14
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis dan
glaukoma
e. Pemeriksaan
15
3. KATARAK TRAUMATIK
16
Segera setelah masuk benda asing, lensa menjadi putih, karena lubang
pada kapsul lensa menyebabkan humor uqueus dan kadang-kadang korpus
vitreum masuk ke dalam struktur lensa.
Katarak dapat dikeluarkan pada saat pengeluaran benda asing atau setelah
peradangan mereda. Untuk mengeluarkan katarak traumatik. biasanya digunakan
17
teknik-teknik yang sama dengan yang digunakan untuk mengeluarkan katarak
kongenital, terutama pada pasien berusia kurang dari 30 tahun. 2,10,11
4. KATARAK SEKUNDER
a. Akibat penyakit intraocular (katarak komplikata)
Katarak dapat terbentuk sebagai efek langsung penyakit intraokular pada fisiologi
lensa (misalnya uveitis rekuren yang parah). Katarak biasanya berawal di daerah
subkapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-penyakit
intraokular yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik
atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa, dan pelepasan retina. Katarak ini
biasanya unilateral. Prognosis visualnya tidak sebaik katarak senilis biasa. 8
Dikenal 2 bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior
mata dan akibat kelainan pada polus anterior bola mata.
Katarak pada polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis
pigmentosa, ablasio retina , kontusio retina dan miopia tinggi yang mengakibatkan
kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak
berjalan cepat di dalam nukleus, sehingga sering teriihat nukleus lensa tetap jernih.
Katarak akibat miopia tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan.
Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan komea
berat, iridoksiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada iridosiklitis akan
mengakibatkan katarak subkapsularis anterior. Pada katarak akibat glaukoma akan
terlihat katarak disiminata pungtata subkapsular anterior (katarak Vogt). Contoh
katarak sekunder akibat dari penyakit okular lain adalah (gambar 7): 2,10,11
‐ Uveitis anterior kronik. Merupakan penyebab tersering katarak sekunder. Tanda
yang pertama kali ditemukan adalah kilauan polikromatik pada kutub posterior
lensa, yang tidak akan berkembang jika uveitis tersebut sembuh/hilang. Jika
inflamasi terus terjadi, kekeruhan pada posterior dan anterior lensa akan
berkembang menjadi katarak matur. Kekeruhan lensa berkembang lebih cepat
pada sinekia posterior.
‐ Glaukoma sudut tertutup akut. Dapat menyebabkan kekeruhan (berwarna abu-abu
– putih dan berukuran kecil) pada anterior, subkapsular atau kapsul lensa dalam
area pupil. Gambaran yang terbentuk menunjukkan infark fokal pada epitelium
lensa dan merupakan patognomonik dari glaukoma sudut tertutup akut di masa
lampau.
18
Gambar 7. Uveitis anterior dan glaucoma sudut tertutup
19
air dan mata cenderung menjadi miopi ketika kadar gula tinggi karena
jalur heksokinase pada metabolisme glukosa lensa menjadi tersaturasi dan
glukosa yang berlebihan akan diubah menjadi sorbitol dan fruktosa. Hal
ini menyebabkan air dari aqueous humor masuk ke lensa secara osmosis.
‐ Katarak diabetik juvenile akut. Pasien diabetes juvenil dengan kadar gula
yang tinggi sekali dan tidak terkontrol, dapat terjadi gambaran katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau
bentuk piring subkapsular.
‐ Onset cepat katarak senilis. Diabetes cenderung menyebabkan katarak
pada usia muda.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada keadaan hiperglikemia
terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa. Pada mata terlihat
meningkatkan insidensi maturasi katarak yang lebih pada pasien diabetes.
Jarang ditemukan ”true diabetik” katarak. Pada lensa akan terlihat kekeruhan
tebaran salju subkapsular yang sebagian jernih dengan pengobatan.
Diperlukan pemeriksaan tes urine dan pengukuran gula darah puasa.2,10,11
20
yang dibutuhkan untuk melawan penyakit yang dideritanya, dan jika
mungkin mengganti terapinya.
21
BAB IV
PENATALAKSANAAN KATARAK
1. TATALAKSANA KATARAK
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika
gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadangkala
cukup dengan mengganti kacamata. Operasi dilakukan apabila tajam pengelihatan
sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau
bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glukoma dan uveitis. Hingga saat
ini belum ada obat-obatan, makanan, atau kegiatan olahraga yang dapat
menghindari atau menyembuhkan seseorang dari gangguan katarak. Akan tetapi
melindungi mata terhadap sinar matahari yang berlebihan dapat memperlambat
terjadinya gangguan katarak. Kacamata gelap atau kacamata reguler yang dapat
menghalangi sinar ultraviolet (UV) sebaiknya digunakan ketika berada diruang
terbuka pada siang hari.
Operasi tidak perlu menunggu katarak matang dan cukup dengan bius lokal
atau diberikan secara topikal, dan tanpa harus menjalani rawat inap. Lensa keruh
diangkat dan digantikan dengan lensa buatan yang ditanam secara permanen.
Tingkat keberhasilan operasi katarak cukup tinggi. Lebih dari 95% tindakan
operasi menghasilkan perbaikan penglihatan apabila tidak terdapat gangguan pada
kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya. Pembedahan katarak terdiri
dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan. Operasi ini dapat
dilakukan dengan:
Teknik Operasi
Terapi definitif dari katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Terdapat 3
prosedur yang biasa digunakan yaitu ekstraksi katarak intrakapsular, ekstraksi
katarak ekstrakapsular dan fakoemulsifikasi. 3,8
a. Ekstraksi katarak intrakapsular
Pada teknik ini, seluruh lensa akan dikeluarkan bersama kapsul lensa
termasuk kapsul posterior. Saat ini teknik tersebut sudah mulai ditinggalkan
22
karena tingginya kejadian komplikasi pascaoperasi, seperti ablasio retina,
edema makular sistoid, astigmatisme, robekan iris, dan edema kornea. Selain
itu, diperlukan insisi limbus superior 140-1600 sehingga membutuhkan waktu
penyembuhan yang lebih lama. Teknik ini masih dapat digunakan jika tidak
tersedia fasilitas yang cukup untuk dilakukan teknik ekstraksi katarak
ekstrakapsular.
Operasi ini dapat dilakukan pada beberapa kondisi, yaitu: Pasien katarak
muda, Pasien dengan kelainan endotel, Keratoplasti, Implantasi lensa
intraokular posterior, Implantasi lensa sekunder intraokular, Bedah glaukoma,
Mata dengan predisposisi terjadi prolaps badan kaca, Ablasio retina, Mata
dengan edema makular sistoid, Pencegahan penyulit pada bedah katarak seperti
prolapsnya badan kaca.
Kontraindikasi absolut teknik ini ialah anak-anak dan dewasa muda
dengan katarak dan kasus ruptur kapsular karena trauma. Kontraindikasi relatif
berupa miopia tinggi, sindrom Marfan, dan katarak morgagni.
23
Gambar 11. Ekstraksi katarak ekstrakapsular
Kekurangan dari teknik ini adalah dapat terjadi opasifikasi sekunder pada
kapsul posterior yang disebut sebagai katarak sekunder. Hal ini dapat diatasi
dengan melakukan discission pada kapsul posterior dengan neodymium: YAG
laser. Letupan energi laser akan menyebabkan letupan kecil di jaringan target
sehingga akan terbentuk lubang kecil di kapsul posterior pada aksis pupil.
24
c. Fakoemulsifikasi
25
Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah
disisio lensa, ekstraksi linier, atau ekstraksi dengan aspirasi. Pengobatan
katarak kongenital bergantung pada:3
‐ Katarak total bilateral, dilakukan pembedahan secepatnya
‐ Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan setelah terlihat
atau segera sebelum terjadi juling, bila terlalu muda akan mudah terjadi
ambliopia jika tidak dilakukan tindakan segera.
‐ Katarak total/kongenital unilateral, dilakukan pembedahan secepatnya
karena prognosis buruk dan mudah terjadi ambliopia. Selanjutnya diberi
kacamata segera dengan latihan bebat mata
‐ Katarak bilateral parsial, pengobatan lebih konservatif sehingga dapat
dicoba dengan midriatika. Pembedahan dilakukan jika ada kekeruhan
progresif serta tanda-tanda juling. Prognosis lebih baik.
2. KOMPLIKASI.10
a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama
operasi, gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior yang meningkatkan
risiko glaukoma atau traksi pada retina. Oleh sebab itu, dibutuhkan
pengangkatan dengan satu instrumen yang dapat melakukan aspirasi dan
eksisi gel (vitrektomi). Pemasangan lensa intraokuler sesegera mungkin tidak
dapat dilakukan pada kondisi tersebut.
b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode
pascaoperasi dini. Prolaps iris dapat terlihat sebagai daerah berwarna gelap
pada lokasi insisi. Pupil juga akan mengalami distorsi. Keadaan ini
membutuhkan pembedahan segera untuk perbaikan.
c. Endoftalmitis. Sumber infeksi biasanya idiopatik, diduga flora yang terdapat
pada palpebra sebelah luar, konjungtiva dan aparatus lakrimal. Sumber lain
diduga adalah kontaminasi saat operasi. Dapat diatasi dengan pemberian
pengobatan pra operasi pada infeksi di sekitar mata, desinfeksi yang benar dan
injeksi antibiotik pascaoperasi. Interval waktu antara ekstraksi katarak dengan
onset endolftalmitis berguna dalam memprediksi kemungkinan organisme
penyebab. S. aureus dan organisme gram negatif biasanya timbul antara hari
26
pertama sampai ketiga pasca operasi dengan gejala yang berat. S. epidermidis
antara hari ke-4 sampai ke-10 pasca operasi dengan gejala yang ringan.
Penatalaksanaan dimulai dengan identifikasi organisme penyebab dengan
pemeriksaan sampel akueus dan vitreus. Hasil kultur yang negatif tidak
menyingkirkan diagnosis. Sampel harus diambil dalam ruang operasi.
Endoftalmitis merupakan komplikasi infektif dari ekstraksi katarak yang
serius namun jarang terjadi. Biasanya pasien datang dengan:
‐ Mata merah dan nyeri
‐ Penurunan tajam penglihatan yang terjadi beberapa hari setelah
pembedahan
‐ Hipopion, yaitu pengumpulan sel darah putih di bilik anterior.
d. Astigmatisme pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea
untuk mengurangi astigmatisme kornea. Pengangkatan jahitan tersebut
dilakukan sebelum melakukan pengukuran kacamata baru namun setelah luka
insisi sembuh dan tetes mata steroid dihentikan. Kelengkungan kornea yang
berlebih dapat terjadi pada garis jahitan yang terlalu erat. Pengangkatan
jahitan akan menyelesaikan masalah ini dan dapat dilakukan dengan mudah di
klinik dengan anestesi lokal dan pasien duduk di depan slit lamp. Jahitan yang
longgar harus segera diangkat untuk mencegah infeksi namun mungkin
diperlukan untuk mencegah infeksi. Akan tetapi, mungkin diperlukan
penjahitan kembali jika penyembuhan lokal insisi tidak sempurna.
Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui insisi yang kecil tentu saja akan
membuat pasien jauh dari risiko ini. selain itu, penempatan luka
memungkinkan koreksi astigmatisme yang telah ada sebelumnya.
e. Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama
jika disertai hilangnya vitreous. Keadaan ini dapat membaik sering waktu
namun dapat menyebabkan penurunan visus berat.
f. Ablasio retina. Komplikasi ini makin menurun seiring ditemukannya berbagai
teknik modern dalam ekstraksi katarak. Ablasio retina makin mudah terjadi
pada kehilangan vitreous.
g. Opasifikasi kapsul posterior. Pada 20% pasien, kerjernihan kapsul posterior
berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu
27
bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin
terasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul dengan laser
(neodumium yttrium, ndYAG laser) sebagai prosedur klinis rawat jalan.
Terdapat risiko kecil edema makular sistoid atau ablasio retina setelah
kapsulotomi YAG. Kejadian ini dapat dicegah, bergantung pada bahan lensa,
bentuk tepi lensa, dan tumpang tindih lensa intraokuler dengan sebagian kecil
cincin kapsul anterior.
h. Jika jahitan nilon halus tidak diangkat setelah pembedahan, jahitan dapat lepas
dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan, mengakibatkan iritasi
atau infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan jahitan.
3. PENCEGAHAN
Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang
tidak dapat dicegah. Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk
mengetahui adanya katarak. Bila telah berusia 60 tahun sebaiknya mata diperiksa
setiap tahun. Pencegahan utama adalah mengontrol penyakit yang berhubungan
dengan katarak dan menghindari faktor-faktor yang mempercepat terbentuknya
katarak :
a. Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari
bisa mengurangi jumlah sinar ultraviolet (UV) yang masuk ke dalam mata.
b. Berhenti merokok bisa mengurangi resiko terjadinya katarak.
c. Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu
normal pada penderita diabetes mellitus.
4. PROGNOSIS
Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya
ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat
pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan
ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital
unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang
proresif lambat.
28
DAFTAR PUSTAKA
29