Anda di halaman 1dari 26

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN

MASYARAKAT TERHADAP  KEJADIAN TB PARU  DI


WILAYAH  KERJA  PUSKESMAS

Disusun oleh
Nama: PUTRI AMELIA TOPPO
NIM: 201801028

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BATARA GURU
LUWU TIMUR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis.
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang dapat
menyerang hampir semua bagian tubuh, tetapi paling sering menyerang paru-
paru, kondisi ini disebut ‘tuberkulosis paru-paru’.
Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa). Penyakit
ini masih menjadi masalah kesehatan global. Diperkirakan sepertiga dari
populasi dunia sudah tertular TB paru, dimana sebagian besar penderita TB
paru adalah usia produktif (15-50 tahun). Tahun 2013 terdapat 9 juta kasus
baru dan 1,5 juta kematian akibat penyakit TB paru. TB Paru merupakan
penyakit dengan morbiditas tinggi dan sangat mudah menyebar di udara
melalui sputum (air ludah) yang dibuang sembarangan di jalan oleh penderita
TB Paru. Oleh sebab itu TB Paru harus ditangani dengan segera dan hati-hati
apabila ditemukan kasus tersebut di suatu wilayah.
TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum Masehi,
namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi
dalam dua abad terakhir. Pada Bulan Maret sekitar 1,3 abad yang lalu
tepatnya tanggal 2 Maret 1882 merupakan hari saat Robert Koch
mengumukan bahwa dia telah menemukan bakteri penyebab tuberculosis
(TBC) yang kemudian membuka jalan menuju diagnosis dan penyembuhan
penyakit ini.
Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian
global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan
kematian akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan
masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada
tahun 2014. India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita
tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan 10% dari seluruh
penderita di dunia.
Lingkungan sosial ekonomi, kualitas rumah kedekatan kontak dengan
penjamu BTA+ sangat mempengaruhi penyebaran bakteri ini pada manusia.
Kondisi lingkungan rumah seperti ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang baik, kelembaba, suhu rumah, dan kepadatan hunian rumah menjadi
salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis.
Program penyehatan perumahan dan pemukiman di Kabupaten Bangli
memberikan gambaran bahwa sanitasi rumah terutama rumah adat Bali masih
rendah yaitu kurangnya ventilasi, pencahayaan alami dan kepadatan hunian.
Sedangkan prilaku hidup bersih dan sehat masyarakat di Kabupaten Bangli
dalam membuang ludah sembarangan masih menjadi masalah dalam program
promosi kesehatan tahun 2011.
Nurhidayah juga mengungkapkan, lingkungan rumah merupakan salah
satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman
tuberkulosis dapat hidup selama 1-2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga
berminggu-minggu tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang
baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni rumah. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis lantai,
jenis dinding, intensitas pencahayaan, kelembaban dengan kejadian TB Paru.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap perubahan
pengetahuan tentang penyakit TB pada penderita TB di wilayah kerja
puskesmas?
2. Apakah ada pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap perubahan sikap
dalam pencegahan penularan penyakit TB di wilayah kerja puskesmas?
3. Apakah ada pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap perubahan
perilaku dalam pencegahan penularan penyakit TB pada penderita TB
di wilayah kerja puskesmas?
C. TUJUAN
Tujuan umum:
Mengetahui pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap perubahan
pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan penularan penyakit TB pada
penderita TB di wilayah kerja puskesmas.
Tujuan khusus:
1. Mengetahui pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap perubahan
peningkatan pengetahuan tentang penyakit TB di wilayah kerja
puskesmas
2. Mengetahui pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap perubahan sikap
dalam pencegahan penularan tentang penyakit TB di wilayah kerja
puskesmas
3. Mengetahui pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap perubahan
perilaku dalam pencegahan penularan penyakit TB di wilayah kerja
puskesmas

D. MANFAAT
Manfaat teoritis: diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan
ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan pengendalian penyakit TB.
Manfaat praktis: diharapkan dapat memberikan informasi yang besar
kepada pasien, keluarga, dan masyarakat, sehingga dapat lebih mengenal dan
mengetahui mengenai TB paruvkhususnya dalam hal pengetahuan dan sikap
tentang mengenali gejala awal TB Paru sehingga dapat mencegah terjadinya
penyakit.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGETAHUAN
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam
terbentuknya suatu tindakan. Dengan demikian terbentuknya perilaku
terhadap seseorang karena adanya pengetahuan yang ada pada dirinya
terbentuknya suatu perilaku baru, terutama yang ada pada orang dewasa
dimulai pada domain kognitif. Dalam arti seseorang terlebih dahulu
diberi stimulus yang berupa informasi tentang upaya pencegahan
penyakit TBC sehingga menimbulkan pengetahuan yang baru dan
selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap pada orang
tersebut terhadap informasi upaya pencegahan penyakit TBC yang
diketahuinya. Akhirnya rangsangan yakni informasi upaya pencegahan
penyakit TBC yang telah diketahui nya dan disadari sepenuhnya tersebut
akan menimbulkan Respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan atau
sehubungan dengan stimulus atau informasi upaya pencegahan penyakit
TBC.
Pengetahuan dan Pemahaman seseorang tentang penyakit tuberkulosis
dan pencegahan penularannya memegang peranan penting dalam
keberhasilan upaya pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis. Dari
pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan.

2. Klasifikasi
Budiman menjelaskan bahwa jenis pengetahuan diantaranya sebagai
berikut:
a. Pengetahuan implisit
Merupakan pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk
pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor Yang tidak bersifat
nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.
b. Pengetahuan explisit
Merupakan pengetahuan yang telah disimpan dalam wujud nyata,
bisa dalam wujud perilaku kesehatan.

3. Proses adopsi perilaku


Sebelum seseorang berperilaku baru, di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
c. Evaluation (menimbang–nimbang baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
e. Adpotion, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif,
maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng.
Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

4. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif


Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know)
tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
struktur organisasi, dan masyarakat hanya satu sama lain.
e. Sintesis (synththesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain Sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditemukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.

5. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Faktor - faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan adalah
sebagai berikut:
a. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah
menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang
dimiliki.
b. Informasi/media massa
Formasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun
nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
c. Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui
Penalaran sehingga akan bertambah pengetahuannya walaupun
tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang.
d. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah
yang dihadapi masa lalu.
e. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin baik.
B. Sikap (attitude)
1. Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Newcomb menyatakan
bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup,
bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Maka
dari itu, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di
lingkungan tertentu sebagai suatu Penghayatan terhadap obyek.
Sikap dalam hal ini merupakan sikap seseorang dalam menghadapi
penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahan nya. Sikap merupakan
kecenderungan seseorang untuk menginterpretasikan sesuatu dan
bertindak atas dasar hasil interpretasi yang diciptakannya. Sikap
seseorang terhadap sesuatu dibentuk oleh pengetahuan, antara lain nilai-
nilai yang diyakini dan norma-norma Yang dianut. Untuk dapat
mempengaruhi seseorang, informasi perlu disampaikan secara perlahan-
lahan dan berulang-ulang dengan memperlihatkan keuntungan dan
kerugian nya bila mengadopsi informasi tersebut.
Proses pembentukan sikap dapat terjadi karena adanya rangsangan,
seperti pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit TBC.
Rangsangan tersebut menstimulus diri masyarakat untuk memberi
respon, dapat berupa sikap positif atau negatif, akhirnya akan diwujudkan
dalam perilaku atau tidak.
Menurut Berkowitz, setiap orang yang mempunyai perasaan positif
terhadap suatu obyek psikologis dikatakan menyukai obyek tersebut atau
mempunyai sikap Favourable terhadap obyek itu, sedangkan individu
yang mempunyai perasaan negatif terhadap suatu obyek psikologis
dikatakan mempunyai sikap yang Unfavourable terhadap obyek sikap
tersebut.

2. Komponen pokok sikap


Sikap itu mempunyai 3 komponen pokok:
a. Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu obyek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek.
c. Kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh
misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit TB paru (penyebabnya,
akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan
membawa ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena
penyakit TB paru. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan
ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat untuk melakukan pencegahan
agar anaknya tidak terkena penyakit TB paru. Ibu ini mempunyai sikap
tertentu terhadap obyek yang berupa penyakit TB paru.
Breckler menjelaskan bahwa komponen utama sikap adalah sebagai
berikut:
a. Kesadaran
b. perasaan
c. perilaku

3. Tingkatan sikap
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan.
b. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar
atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu obyek.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap


a. Pengalaman Pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap,
untuk dapat mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek
psikologis.
b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen
sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita
anggap penting, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap
kita terhadap sesuatu.
c. Pengaruh Kebudayaan
Kebudayaan di mana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita
Sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita
terhadap berbagai masalah.
d. Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain lain mempunyai
pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.
Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut apabila cukup
kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal
sehingga terbentuk lah arah sikap tertentu.
e. Lembaga Pendidikan Dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam
diri individu, pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah
antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan,
diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-
ajarannya.
f. Pengaruh Faktor Emosional
Tidak semua bentuk sikap yang ditentukan oleh situasi lingkungan
dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk
sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang
berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego.

C. Tuberkulosis paru
1. Pengertian
TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-
paru. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui cairan dari
tenggorokan dan paru - paru seseorang dengan penyakit pernapasan aktif.
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena
infeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup
80% dari keseluruhan kejadian penyakit Tuberkulosis, sedangkan 20%
selebihnya merupakan Tuberkulosis ekstra pulmonar.
TBC adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk Meninges, ginjal, tulang, dan nodus Limfa. Agen infeksius
utama, Mycobacterium Tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam
yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar
Ultraviolet.
Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa TBC
merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis yang biasanya menyerang organ paru-paru, akan tetapi dapat
juga menyerang organ lain, seperti tulang, meninges, ginjal dan nodus
limpa.

2. Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk
batang berukuran panjang 1 sampai 4 mm dengan tebal 0,3 sampai 0,6
mm. Sebagian besar komponen Mycobacterium Tuberculosis adalah
berupa lemak/lipid sehingga aku mampu tahan terhadap asam serta sangat
tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah
bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena
itu, Mycobacterium Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru
yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang
kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
Mycobacterium Tuberculosis mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat
bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga
sering disebut Basil Tahan Asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia
dan fisik. Bakteri ini juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat
Dorman dan aerob.
Bakteri Tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10
menit atau pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-
95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara
terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan–bulan), namun
tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993
melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi
bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara perjam.

3. Penularan
Penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
Tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuklei) saat seorang pasien
TBC batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup
oleh orang lain saat bernapas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara
saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberkulosis tersembur dan
terhisap ke dalam paru orang yang sehat. Masa inkubasinya selama tig bila
penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain,
basil Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang yang sehat.
Masa inkubasinya selama 3-6 bulan.
Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya,
sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%.
Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak paling dekat (misalnya
keluarga serumah) Akan dua kali lebih beresiko dibandingkan kontak
biasa (tidak serumah).

4. Manifestasi klinis
Tuberkulosis paru memiliki gejala seperti demam tingkat rendah,
Keletihan, Anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri
dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin non produktif,
tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sup Ute keletihan,
Anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, dan
batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin non produktif, tetapi dapat
berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan
hemoptisis.
Gejala utama pasien TBC adalah batuk berdahak selama 2 sampai 3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
Dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, Malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat:
Gejala umum:
a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah)
b. Demam yang tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan
d. perasaan tidak enak, lemah
Gejala khusus:
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
Sumbatan sebagai bronkus (Saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, Akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai
sesak.
b. Kalau ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah.
d. Pada anak - anak dapat mengenai otak (lapisan Pembungkus otak)
yang disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.

5. Komplikasi
Komplikasi penyakit TBC itu dalam 2 kategori yaitu:
a. Komplikasi Dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
5) TB usus
b. Komplikasi Lanjut
1) obstruksi jalan nafas
2) Kor pulmonale
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal nafas

6. Faktor Risiko
a. Faktor Umur
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika
yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS.
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada panti
penampungan orang-orang gelandangan, menunjukkan bahwa
kemungkinan mendapat infeksi Tuberkulosis aktif meningkat secara
bermakna sesuai dengan umur.
Insiden tertinggi Tuberkulosis paru-paru biasanya mengenai usia
dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TBC adalah
kelompok usia produktif, yaitu 15-50 tahun.
b. Faktor Jenis Kelamin
Di benua Afrika banyak Tuberkulosis, terutama menyerang laki-
laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TBC pada laki-laki hampir
dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TBC pada wanita, yaitu
42,34% pada laki - laki dan 28,9% pada wanita. Antara tahun 1985-
1987 penderita TBC pada laki-laki cenderung meningkat sebanyak
2,5%, sedangkan penderita TBC pada wanita menurun 0,7%.
TBC lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok
sehingga memudahkan terjangkitnya TBC.
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap
pengetahuan seseorang, diantaranya mengenai rumah yang memenuhi
syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TBC sehingga dengan
pengetahuan yang cukup, maka seseorang akan mencoba untuk
mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, tingkat
pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaannya.
d. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi
setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu,
paparan Particle debu di daerah terpapar akan memengaruhi terjadinya
gangguan pada saluran Pernapasan. Paparan kronis udara yang
tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala
penyakit saluran Pernapasan dan umumnya TBC.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pendapatan keluarga
yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari
diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan. Selain itu, akan
mempengaruhi kepemilikan rumah (konstruksi rumah).
Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan di bawah UMR akan
mengonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status
gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit
infeksi, diantaranya penyakit TBC. Dalam hal jenis konstruksi rumah
dengan mempunyai pendapatan yang kurang, maka konstruksi rumah
yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan
mempermudah terjadinya penularan penyakit TBC.
e. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan
risiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner,
bronkhitis kronis, dan kanker kandung kemih. Kebiasaan rokok
meningkatkan resiko untuk terkena TBC sebanyak 2,2 kali.
Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun
adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun
di Sierra Leone, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760
batang/orang/tahun di Pakistan. Prevalensi merokok pada hampir
semua negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki
dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya
kebiasaan merokok sehingga mempermudah untuk terjadinya infeksi
penyakit TBC.
f. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah
tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan
kurangnya oksigen di dalam rumah. Disamping itu, kurangnya
ventilasi akan menyebabkan kelembapan udara di dalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembapan ini akan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri - bakteri Patogen/bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman
TBC.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara
ruangan dari bakteri - bakteri, terutama bakteri Patogen, karena di situ
selalu terjadi aliran udara terus - menerus. Bakteri yang terbawa oleh
udara akan selalu tetap di dalam kelembapan yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang
ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen
minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil 5% dari luas
lantai. Untuk udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur
dan kelembapan udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar
22°-30° C, Dari kelembapan udara optimum kurang lebih 60%.
g. Kelembapan Udara
Kelembapan udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan,
di mana kelembapan yang optimum berkisar 60% dengan temperatur
kamar 22°-30° C. Kuman TBC akan cepat mati bila terkena sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam
di tempat yang gelap dan lembab.
h. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi
kurang mempunyai risiko 3,7 kali untuk menderita penyakit TBC
berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau
lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap
kekuatan daya tahan tubuh dan respon imunologi terhadap penyakit.
i. Perilaku
Perilaku dapat terdiri atas pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Pengetahuan penderita TBC yang kurang tentang cara penularan,
bahaya, dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber
penular bagi orang disekelilingnya.

7. Pencegahan
Upaya pencegahan adalah upaya kesehatan yang dimaksudkan agar
setiap orang terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan dapat
mencegah terjadinya penyebaran penyakit.
Tujuannya adalah untuk mengendalikan faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya penyakit yaitu penyebab penyakit, manusia atau
tuan rumah dan faktor lingkungan. Pencegahan Tuberkulosis yang utama
bertujuan memutus rantai penularan yaitu menemukan pasien tuberkulosis
paru dan kemudian mengobatinya sampai benar-benar sembuh.
Cara pencegahan dan pemberantasan Tuberkulosis secara efektif
diuraikan sebagai berikut:
1) melenyapkan sumber infeksi, dengan:
- Penemuan penderita sedini mungkin
- Isolasi penderita sedemikian rupa selama masih dapat
menularkan.
- Segera diobati.
2) memutuskan mata rantai penularan.
3) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit
tuberkulosis paru.
Untuk memberantas penyakit tuberkulosis paru kita harus mampu
mempengaruhi unsur-unsur seperti manusia, perilaku dan lingkungan serta
memperhitungkan interaksi dari ketiga unsur tersebut. Menurut
Rajagukguk, yang mengutip penelitian Entjang keberhasilan usaha
pemberantasan Tuberkulosis paru juga tergantung pada:
1) Keadaan Sosial Ekonomi Rakyat
Makin buruk keadaan sosial ekonomi masyarakat, sehingga nilai
gizi dan sanitasi lingkungan jelek, yang mengakibatkan rendahnya
daya tahan tubuh mereka sehingga mudah menjadi sakit bila
tertular Tuberkulosis.
2) Kesadaran Berobat Si Penderita
Kadang-kadang walaupun penyakitnya agak berat si penderita
tidak merasa sakit, sehingga tidak mau mencari pengobatan.
3) Pengetahuan penderita, keluarga dan masyarakat pada umumnya
tentang penyakit Tuberkulosis.
Makin rendah pengetahuan penderita tentang bahaya penyakit
tuberkulosis untuk dirinya, keluarga dan masyarakat sekitarnya makin
besar pula bahaya si penderita sebagai sumber penularan penyakit, baik di
rumah maupun tempat pekerjaan nya untuk keluarga dan orang
disekitarnya.

D. Kerangka Teori

Organisme Faktor yang


Stimulus mempengaruhi
(Informasi)  Perhatian pengetahuan dan
 Perasaan sikap:
 Penerima  Pendidikan
 Usia
 Pengalaman
 Sumber
informasi
Respon tertutup:  penghasilan
 Pengetahuan
E. Kerangka Berpikir

Pendidikan Kesehatan
Tentang Penyakit TB

Pengetahuan: Sikap: Perilaku


 Pengertian  Kognitif
 Tanda  Afektif
 Gejala  Konatif
 Penularan
 Penanggulangan
Pendidikan kesehatan

(penyuluhan) tentang penyakit tuberculosis (TB) merupakan bentuk


kegiatan penunjang program pemberantasan dan pencegahan penyakit TB.
Kegiatan TB tersebut berupa penyampaian pesan tentang pengertian penyakit
TB, tanda dan gejala TB, cara penularan. Dengan adanya pesan tersebut maka
diharapkan penderita, dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang
lebih baik terkait penyakit TB. Pengetahuan tersebut pada akhirnya
diharapkan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku penderita
dalam upaya pencegahan penularan penyakit TB.
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan antara konsep-konsep
atau variable-variabel yang akan diamati melalui penelitian yang dimaksud.
Sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat kuantitatif yaitu untuk
mengidentifikasi adanya hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap
upaya pencegahan penyakit tuberculosis. Di mana upaya pencegahan
penyakit tuberculosis sebagai variable dependen sedangkan tingkat
pengetahuan dan sikap sebagai variable independent.

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Pengetahuan
Upaya
Pencegahan
Penyakit TBC
Sikap
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian berada di wilayah kerja Puskesmas Morowali.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2020.

B. Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment),
penelitian yang mengkaji pengaruh variable bebas terhadap variable
terikat. Desain rancangan dalam penelitian ini adalah one group pretest-
posttest. Model rancangan penelitian sebagai berikut:

Pretest Perlakuan Posttest


Kelompok eksperimen
O1 X1 O2

Keterangan:
O1 : Pretest
X1 : Posttest
O2 : Intervensi dengan Pendidikan kesehatan/penyuluhan

C. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita TB yang
berobat di wilayah kerja Puskesmas Morowali pada bulan Mei.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sampling yaitu
pengambilan sampel yang didasarkan pada kelompok yang ada
populasi dan dilakukan secara random.
1. Kriteria inklusi: kriteria yang dijadikan karakteristik umum
subyek penelitian, sehingga subyek dapat diikutkan dalam
penelitian, yaitu:
a. Penderita TB tidak buta huruf
b. Umur lebih dari 15 tahun
2. Kriteria eksklusi: Kriteria ekslusi adalah kriteria yang
memungkinkan sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi
tidak dijadikan responden dalam penelitian, yaitu:
a. Tidak bersedia menjadi responden
b. Sakit parah

D. Variable Penelitian
Variable pada penelitian ini adalah
1. Variable pengaruh atau variable bebas (independent variabel) yaitu
Pendidikan kesehatan melalui penyuluhan.
2. Variable terpengaruh atau variable terikat (dependent variabel)
yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku penderita TB dalam
pencegahan penularan TB.

E. Definisi Operasional Variabel


1. Pendidikan kesehatan: suatu kegiatan penyuluhan kesehatan
dengan penyampaian informasi tentang penyakit TB untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku dalam rangka
pencegahan penularan TB.
Skala data: nominal
2. Pengetahuan adalah pemahaman responden mengenai penyakit TB,
penyebab TB, tanda dan gejala TB, cara penularan, pencegahan
dan pengobatan penyakit TB.
3. Sikap terhadap pencegahan penularan TB adalah pernyataan,
pendapat atau anggapan responden tentang penyakit TB.
4. Perilaku pencegahan penularan penyakit TB adalah tindakan atau
aktivitas yang dilakukan dalam pencegahan penularan penyakit TB
baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode kuisioner. Jenis
kuisioner yang digunakan adalah kuisioner tertutup. Kuisioner tertutup
adalah pertanyaan data yang sudah menggiring ke jawaban yang
alternatifnya sudah ditetapkan. Jenis data primer meliputi: pengetahuan,
sikap, dan perilaku.
Kuesioner disebarkan kepada pada responden pada saat pretest dan
posttest untuk mendapatkan data pengetahuan, sikap dan perilaku
penderita TB terhadap pencegahan penularan penyakit TB. Pretest
dilakukan pada saat responden belum diberi intervensi berupa penyuluhan.
Sedangkan posstest dilakukan tujuh hari setelah responden diberi
intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

WHO. Global Tuberculosis Report 2019. Genewa: World Health Organization


2019.

Inayah S, Wahyono B. Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan Strategi


DOTS. HIGEIA 2019;3(2).

Kemenkes RI. PERMENKES RI NO.2 TAHUN 2020 TENTANG STANDAR


ANTROPOMETRI ANAK Jakarta: 2020.

Anda mungkin juga menyukai