Anda di halaman 1dari 13

PENANGANAN PERTAMA PADA GIGITAN ANJING DAN

KUCING
No. Dokumen :

No. Revisi :

Tanggal Terbit :
SOP

Halaman :

dr. Flora Viola


Puskesmas hative
NIP. 198808262015042002

1. PENGERTIAN Rabies (penyakit anjing) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies,
dan ditularkan melalui gigitan hewanpenular rabies terutama anjing, kucing dan kera.
Luka gigitan hewan penula rabies adalah luka yang disebabkan oleh gigitan hewan yang dicurigai dapat berpotensi
menularkan virus rabies
2. TUJUAN Menanggulangi penularan virus rabies dari hewan ke manusia
Mencegah penularan virus rabies, serta mengurangi resiko infeksi virus rabies
3. KEBIJAKAN
1. REFERENSI 1. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Situasi dan Analisis Rabies tahun 2014
2. (Parwis, Ferasyi, Hambal, Dasrul, Razail, & Novita, 2016)
3. (Suarta, Anthara, Putra, dewi, & Mahardika, 2012)
2. PROSEDUR 1. Kran dengan air bersih yang mengalir
2. Kasa steril
3. Sarung tanga bersih
4. Needle dan spuit 1 cc
5. Kapas alkohol
6. Sabun
7. Pinset sirugik dan anatomis
8. Gunting jaringan
9. Gunting perban
10. Cairan NaCl
11. Salep antibiotik atau sufratul
12. Plester

6. LANGKAH-LANGKAH 1. Jelaskan prosedur pembersihan luka pada pasien dan aspek yang perlu dinilai dalam mempertimbangkan pemberian
PROSEDUR VAR dan SAR. Cari pemiliki hewan yang dicurigai penular rabies (jika ada) dan amati apakah anjing meninggal atau
2. Minta persetujuan menangani luka pada pasien dan atau keluarga
3. Siapkan alat dan bahan
4. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan bersih
5. Bebaskan area sekitar luka dari pakaian yang menghalangi
6. Cuci luka gigitan hewan tersangka rabies dengan air (sebaiknya air yang mengalir), dengan sabun atau detergent sela
7. Keringkan luka dengan kasa steril.
8. Ganti sarung tangan yang basah dengan sarung tangan bersih yang baru
9. Beri antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain) pada luka.
10. Nilai besarnya luka, usahakan membersihkan luka sebersih mungkin, dengan menggunakan pinset, kasa dan caira
diperlukan dan hanya berupa jahitan situasonal.
11. Setelah luka sudah bersih, tutup dengan menggunakan sufratul atau salep antibiotik, lalu tutup dengan kasa dan plast
12. Jika pasien membutuhkan suntikan VAR karena termasuk luka beresiko infeksi dan anjing terbukti terinfeksi rabies m
13. Jika pasien dinilai belum membutuhkan suntikan VAR/SAR maka pasien dan hewan yang dicurigai diobservasi
memungkinkan maka spesimen otak hewan dicurigai/penular rabies dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Apabi
ada.

Prosedur penyuntikan VAR (dilakukan 2 orang)

1. Siapkan VAR (dalam hal ini VERORUB), kapas dan alkohol. Serta sarung tangan bersih.
2. Jelaskan prosedur penyuntikan dan minta izin pada pasien dan atau keluarga pasien, termasuk jelaskan jadwal suntik
3. Petugas mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan.
4. Bersihkan area deltoit kiri dan kanan pasien dengan kapas alkohol secara memutar dari arah dalam ke luar.
5. Tunggu sebentar hingga alkohol kering
6. Dengan bantuan perawat kedua atau asisten suntikan VAR secara bersamaan pada deltiot kanan dan kiri secara
sekaligus), hari ke 7 satu kali pemberian dan hari ke 21 satu kali pemberian.
7. Tarik jarum suntik keluar, tekan daerah suntikan beberapa saat.
8. Tutup kembali spuit dan lepaskan needle dari spuit lalu, buang needle dan spuit terpisah sesuai tempatnya pada samp
9. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
14. Tanyakan kondisi pasien dan catat tindakan.

7. UNIT TERKAIT 1.
8. BAGAN ALUR

Jauhkan Bebaskan
Pasien dari pakain
anjing korban

Tidak
Sengatan reaksi TAUIF
YA
ringan dan berat HTida
k

Timbul Gejala

Kesulitan bernapas Siram Luka bekas gigitan


dengan air dingin bersih
Pembengkakan pada ataupun rendam selama
15 menit
bibir atau
tenggorokan

Pingsan
Pemberian Resep
obat dan salep
Pusing
sesui advis dokter

Kebingungan

Detak jantung Cepat

Mual, muntah, dan kram

Rujuk
Agar mendapat
penanganan
yang optimal

Dokumentasi
tindakan

9. HAL-HAL YANG PERLU


DIPERHATIKAN
1. DOKUMEN TERKAIT
1

 
KERACUNAN MAKANAN
No. Dokumen :

No. Revisi :
SOP
TanggalTerbit :

Halaman :1/2  

UPTD PuskesmasWaho  

1. Pengertian Keracunan makanan merupakan suatu kondisi gangguan pencernaan yang disebabkan oleh
konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan zat pathogen dan atau bahan kimia
misalnya Norovirus, Salmonella,Clostridium perfingens, Campylobacter, dan Staphylococcus
aureus

2. Tujuan Agar petugas dapat memahami dan memberikan penanganan yang tepat

pada pasien keracunan makanan

3. Kebijakan a. Sebagai pedoman bagi petugas dalam menangani pasien dengan keracunan makanan.
b. Dalam menegakkan diagnosa dan pengobatan pasien dengan keracunan makanan harus
mengikuti langkah-langkah dalam SOP keracunan makanan.
4. Referensi

5. Prosedur/ a. Petugas menerima pasien.


Langkah- langkah
b. Petugas melakukan anamnesis pada pasien.

c. Petugas menanyakan keluhan berupa diare akut, diare disertai darah

atau lendir, nyeri perut, kram otot perut, kembung.

d. Petugas menanyakan riwayat makanan/ minuman di tempat yang tidak higienis, konsumsi
daging/ unggas yang tidak matang, konsumsi makanan laut mentah.
e.Petugas mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan.

f. Petugas mengukur tanda vital pasien meliputi tekanan darah, nadi, suhu dan frekuensi
pernafasan.

g. Petugas melakukan pemeriksaan fisik dari kepala sampai ujung kaki.

h. Pemeriksaan fisik difokuskan untuk menilai keparahan dehidrasi.

i. Petugas menemukan data tidaknya tanda-tanda tekanan darah turun,

nadi cepat, mulut kering, penurunan keringat dan urine output, nyeri

tekan perut dan bising usu lemah atau meningkat.

j. Petugas mendiagnosa pasien keracunan makanan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


fisik.

k. Petugas melakukan tindakan sesuai dengan diagnosa

l. Petugas melakukan pencatatan

m.Petugas mencuci tangan setelah melakukan pemeriksaan.


6. Bagan alir

Pasien Datang
Petugas
Petugas
melakukan
Petugas melakukan
pemeriksaan fisik
melakukan pengukuran TTV
yang berfokus
anamnesa dan pemeriksaan
pada keparahan
fisik
dehidrasi
Petugas
Petugas Petugas
mendiagnosa
melakukan menemukan
berdasarkan hasil
tindakan sesuai tanda-tanda
anamnesa dan
dengan diagnosa terjadinya syok
pemeriksaan fisik
yang ditegakkan

Pendokumentasia
Pasien Pulang
n

7. Hal-hal yang perlu -


diperhatikan

8. Unit terkait UGD, Rawat Inap, Gizi, Poli Umum

9. Dokumen terkait -

10. Rekaman historis perubahan


No Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai di berlakukan

TRIASE

No. Dokumen :

No. Revisi :
SOP
Tanggal Terbit :

Halaman :

dr. Flora Viola


PUSKESMAS HATIVE
KECIL NIP.
198808262015042002

1. Pengertian Triase Adalah proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit
untuk menentukan jenis penanganan/intervensi kegawatdaruratan. Prinsip Triase adalah
pemberlakuan sistem prioritas dengan penentuan/penyeleksian Pasien yang harus
didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa
yang timbul berdasarkan: a) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b) Dapat mati dalam hitungan jam c) Trauma ringan d) Sudah meninggal

2. Tujuan Menggolongkan semua pasien yang dating ke UGD puskesmas untuk menetapkan prioritas
penanganan.
3. Kebijakan
4. Referensi Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 47 tahun 2018 tentang pelayanan
kegawatdaruratan
5. Alat dan Bahan Alat :
Saklar lampu
6. Langkah – langkah 1. Pasien datang diterima tenaga kesehatan di ruang Gawat Darurat atau ruang
tindakan. Bila jumlah Pasien lebih dari kapasitas ruangan, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang Gawat Darurat atau ruang tindakan.
2. Penilaian dilakukan secara singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan
kategori kegawatdaruratan Pasien oleh tenaga kesehatan dengan cara: (1)
Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien (2) Menilai kebutuhan medis (3)
Menilai kemungkinan bertahan hidup (4) Menilai bantuan yang
memungkinkan (5) Memprioritaskan penanganan definitive,
3. Mengkategorikan status Pasien menurut kegawatdaruratannya, apakah masuk
ke dalam kategori merah, kuning, hijau atau hitam berdasarkan prioritas atau
penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE
(Airway, Breathing, Circulation, Disability, Environment). Kategori merah
merupakan prioritas pertama (Pasien cedera berat mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera). Kategori kuning
merupakan prioritas kedua (Pasien memerlukan tindakan definitif, tidak ada
ancaman jiwa segera). Kategori hijau merupakan prioritas ketiga (Pasien degan
cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari
pertolongan). Kategori hitam merupakan Pasien meninggal atau cedera fatal
yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi. Bagi Puskesmas atau Klinik yang
melayani Pasien saat terjadi bencana alam ataupun kejadian bencana lainnya
yang menyebabkan Pasien dalam jumlah banyak, penggunaan Tag Triase
(pemberian label pada Pasien) perlu dilakukan.
4. Status Triase ini harus dinilai ulang terus menerus karena kondisi Pasien dapat
berubah sewaktu-waktu. Apabila kondisi Pasien berubah maka dilakukan
retriase.
5. Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi (misal PSC 119) dan Rumah
Sakit rujukan, bila diperlukan
7. Hal – hal yang -
perlu diperhatikan
8. Bagan Alir

9. Unit terkait UGD

10. Dokumen terkait


Penatalaksanaan Syncope

No. Dokumen :
No. Revisi :0
Tanggal Terbit :0

SOP Halaman : 1dari 3

196706262002122002

Kebijakan Penatalaksanaan syncope di BP.Gigi Puskesmas Danurejan I harus mengikuti instruksi kerja.
Tujuan Sebagai pedoman kerja melakukan tindakan pertolongan pertama untuk pasien dengan syncope
di puskesmas.
Referensi a) Standar Pelayanan Profesional Kedokteran Gigi Indonesia, Depkes RI. Direktorat Jendral
Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi tahun 1992.
b) Standar Pelayanan Medis Kedokteran Gigi Indonesia Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi
Indonesia (PB PDGI) tahun 1999.
c) Eliastarn M., dkk, 1998, Penuntun Kedaruratan Medis, EGC, Jakarta.
Ruang lingkup Instruksi kerja ini dipergunakan di BP Gigi Puskesmas Danurejan I.
Definisi Syncope disebut pula fainting adalah bentuk neurogenic shock dan disebabkan oleh cerebral
ischemia dan timbul sekunder setelah terdapat vasodilatasi atau suatu kenaikan volume darah
pada peripheral vascular bed disertai suatu penurunan dalam tekanan darah dengan tanda-tanda :
- Sering dijumpai sebagai komplikasi setelah perlakuan anestesi lokal.
- Tidak selalu diikuti dengan hilangnya kesadaran.
- Merasa mau pingsan.
- Merasa mau muntah.
- Merasa pusing dan ringan pada kepala
- Kulit berubah warna menjadi pucat.
- Berkeringat dingin.
- Tekanan pulsus kecil.
- Kalau terlambat ditangani maka tampak pasien sudah tak sadarkan diri, pupil mata
dilatasi lebar dan kaki penderita menunjukkan kejang-kejang.
Penatalaksanaan Syncope adalah tindakan untuk mengatasi syncope
Langkah – langkah kerja A. Penanganan tindakan syncope :
1. Petugas membaringkan pasien dengan kaki lebih tinggi dari kepala dengan cara :
- merebahkan sandaran punggung kursi gigi ke belakang, dan dalam keadaan pasien
berbaring di kursi gigi, petugas mengangkat kaki pasien sehingga kepala penderita
lebih rendah dari kakinya, atau bila sandaran kursi gigi tidak bisa direbahkan maka
dilakukan dengan cara;
- mendorong kepala pasien ke muka sewaktu masih pada posisi duduk hingga badan
terbungkuk sampai kepala pasien berada pada posisi antara kedua kakinya yang
terbuka lebar, dan dengan berat badan petugas tindihlah badan pasien beberapa lama
pada posisi tertunduk ini.
2. Pakaian penderita yang terlalu ketat dilonggarkan.
3. Petugas memberikan aplikasi air dingin pada muka penderita.
4. Petugas meneteskan alkohol 70% (sebagai pengganti ammonia aromatic) dengan tiba-
tiba pada lubang hidung.
5. Apabila kondisi penderita melanjut menjadi pingsan, petugas memberikan O 2 dengan
kecepatan aliran 2-4 liter/menit.dan obat vasopressor (misal epinephrine).
6. Pertahankan kedudukan penderita dengan posisi terlentang sampai penderita benar-
benar siuman.
7. Perhatikan terus pulsus penderita, pernafasannya dan ukur tekanan darah secara
periodik.
B. Mencatat tindakan perawatan pada buku Rekam Medik dan Register.

Dokumen terkait 1. Buku Rekam Medik


2. Buku Register.
3. Formulir resep.
4. Formulir keterangan sakit
5. Slip Pembayaran

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22
23

24

25

26

27

28

29

30

31

Penatalaksanaan Syncope

No. Dokumen :

DAFTAR No. Revisi :0

TILIK Tanggal Terbit :

Halaman : 1dari 1

dr. Flora Viola

NIP. 198808262015042002
NIP. 196706262002122002

RAWAT LUKA

NO.DOKUMEN :

SOP NO.REVISI :

TANGGAL TERBIT :

HALAMAN :

membersihkan luka, mengobati luka, dan menutup kembali luka dengan tehnik steril
1. Pengertian

2. Tujuan

3. Kebijakan

4. Referensi
1) Mengatur posisi klien, instruksikan pada klien untuk tidak menyentuh area luka atau peralatan
steril

2) Mencuci tangan

3) Pasang perlak pengalas

4) Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset

5) Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada kulit dan
mengarah pada balutan. Jika masih terdapat plester pada kulit, bersihkan dengan kapas alcohol

6) Dengan sarung tangan atau pinset, angkat balutan, pertahankan permukaan kotor jauh dari
penglihatan klien

5. Prosedur 7) Jika balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan steril / NaCl

8) Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan

9) Buang balutan kotor pada bengkok

10) Lepas sarung tangan dan buang pada bengkok 11)Buka bak
instrument steril

12)Siapkan larutan yang akan digunakan 13)Kenakan sarung

tangan steril

14) Inspeksi lukadanBersihkan luka dengan larutan antiseptic yang diresepkan atau larutan garam
fisiologis

15) Pegang kassa yang dibasahi larutan tersebut dengan pinset steril

EKSTRAKSI SERUMEN

No. Dokumen 440/021/SOP-III/HK/2021

No. Revisi 01
SOP
Tanggal Terbit

Halaman 1/2

PUSKESMAS Dr. Flora Viola


HATIVE KECIL NIP. 198808262015042002

Serumen merupakan substansi alamiah yang berfungsi membersihkan, melindungi dan melembabkan
1. Pengertian
kanalis auditorius eksternus

Menanggulangi penulran virus rabies dari hewan ke manusia, mencegah penulran virus rabies dan
2. Tujuan
mengerungani riisiko infeksi virus rabies

3. Kebijakan

4. Referensi

5. Prosedur / 1. Prosedur membersihkan serumen dengan irigasi : • Irigasi dilakukan terhadap serumen yang
Langkah-Langkah keras dan kering. • Irigasi kanalis auditorius eksternus dapat dilakukan dengan atau tanpa
pemberian seruminolitik sebelumnya. Seruminolitik dapat diberikan bila serumen keras atau
menempel erat di dinding liang telinga. • Instrumen : - Ear syringes - Cairan irigasi (normal
saline, akuades) - Mangkuk bengkok
Pastikan penerangan cukup, lampu diarahkan ke liang telinga pasien. - Ujung syringe harus
tumpul. - Cairan irigasi yang digunakan harus mempunyai suhu seperti suhu badan (untuk
mencegah stimulasi apparatus vestibular). - Lindungi baju pasien dengan handuk atau plastik.
Minta pasien untuk memegangi mangkuk bengkok di bawah daun telinganya. - Pasien diminta
untuk sedikit menundukkan kepala. Daun telinga (pinna) ditarik ke atas dan ke belakang supaya
kanalis auditorius eksternus lurus dan bagian dalam kanal terlihat jelas. - Cairan irigasi yang
sudah dihangatkan (suhu 37-38oC) diaspirasi ke dalam syringe, tempatkan mulut syringe tepat di
luar meatus auditorius eksternus dan diarahkan ke atap liang telinga. - Air disemprotkan
perlahan ke arah dinding/ atap kanal bagian posterior-superior (jangan menyemprotkan air ke
arah membrana timpani, karena justru akan makin mendorong serumen masuk lebih dalam). -
Aliran air di antara membrana timpani dan serumen akan mendorong serumen keluar. - Bila
belum berhasil, lakukan sekali lagi. Bila tetap belum berhasil, lakukan pretreatment dengan
seruminolitik selama 2-3 hari lebih dahulu, kemudian ulangi irigasi. - Hentikan bila pasien
mengeluh nyeri, pusing atau
Sebaiknya prosedur dilakukan secara lembut tapi cepat (dalam 2 menit). - Setelah serumen
keluar, keringkan liang telinga menggunakan kapas bertangkai, kemudian lakukan inspeksi
untuk mencari kemungkinan abrasi kulit liang telinga. - Jika perlu, tutup liang telinga dengan
bola kapas untuk menyerap air yang masih tersisa.

2. Bagan Alir

3. Unit Terkait

4. Dokumen Terkait

PEMASANGAN KATETER

No. Dokumen 440/021/SOP-III/HK/2021

SOP No. Revisi 01

Tanggal Terbit
Halaman 1/2

PUSKESMAS Dr. Flora Viola


HATIVE KECIL NIP. 198808262015042002

Kateterisasi uretra adalah pemasangan kateter yang dimasukan ke dalam buli-buli pasien melalui urethra.
6. Pengertian
Kateter digunakan sebagai alat menghubungkan drainase urin dari bladder ke urinw bag atau container

Kateterisasi uretra dapat dilakuakn untuk diagnosis atau sebagai prosedur terapi. Untuk terapi, kateter
dimasukan untuk dekompresi bladder pada pasin dengan retensi urin akut atau kronik. Untuk keperluan
7. Tujuan diagnosis, kateterisasi urethra dilakukan untuk mendapatkan sampel urin yang tak terkontaminasi untuk tes
mikrobioloig, untuk mengukur pengeluaran urin pada pasien dengan kondisi kriti atau pada tindkakn
operai atau untuk mengukur volume residual uirine seduaa TINDAKAN INVASINAVIS

8. Kebijakan

9. Referensi

Sarung tangan steril b. Duk steril c. Antiseptik (misalnya Savlon) d. Kapas lidi steril e. Penjepit
(forcep) f. Aquades steril (sterile water), biasanya 10 cc g. Foley catheter (ukuran 16-18 French)
h. Syringe 10 cc i. Lubricant (water based jelly atau jelly xylocaine) j. Collection bag dan tubing

Setelah dilakukan disinfeksi pada penis dan daerah di sekitarnya, daerah genitalia dipersempit
dengan kain steril. 2. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin/jelly dimasukkan ke dalam
orifisium uretra eksterna. 3. Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah
bulbo- membranasea (yaitu daerah sfingter uretra eksterna) akan terasa tahanan; dalam hal ini
10. Prosedur /
pasien diperintahkan untuk mengambil nafas dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih
Langkah-Langkah
relaks. Kateter terus didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urine
dari lubang kateter. 4. Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga
percabangan kateter menyentuh meatus uretra eksterna. 5. Balon kateter dikembangkan dengan
5-10 ml air steril. 6. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa
penampung (urinbag). Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian
proksimal. Fiksasi kateter yang tidak betul, (yaitu yang mengarah ke kaudal) akan menyebabkan
terjadinya penekanan pada uretra bagian penoskrotal sehingga terjadi nekrosis. Selanjutnya di
tempat ini akan timbul striktura uretra atau fistel uretr
5. Bagan Alir

6. Unit Terkait

7. Dokumen Terkait

EKSTRAKSI KUKU

No. Dokumen 440/021/SOP-III/HK/2021

No. Revisi 01
SOP
Tanggal Terbit

Halaman 1/2

PUSKESMAS Dr. Flora Viola


HATIVE KECIL NIP. 198808262015042002

11. Pengertian

12. Tujuan

13. Kebijakan

14. Referensi

15. Prosedur / Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya 2. Pada
Langkah-Langkah
tindakan ada 3 pilihan terapi, tergantung dengan kesembuhan pada setiap tahap: -
Tahap 1  Rawat paronikia secara konservatif dengan soda baths.  Kurangi tekanan
pada kuku dengan mengisi alur pada lengkungan kuku dengan kasa kecil atau kapas. 
Lakukan seperti ini dalam 3 bulan. - Tahap 2  Ekstraksi kuku dan pada tahap
berikutnya, eksisi bagian yang ada pus untuk mengeluarkan pus atau,  Ekstraksi kuku
parsial diikuti dab dengan phenol 80% dalam air dan dicuci dengan alkohol 70%.
Tahap 3  Ekstraksi kuku parsial diikuti dab dengan phenol 80% dalam air dan dicuci
dengan alkohol 70%.  Eksisi bagian yang ada pus untuk mengeluarkan pus.

8. Bagan Alir

9. Unit Terkait

10. Dokumen Terkait

35

36

37

38

Anda mungkin juga menyukai