Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEHAMILAN
1. Anatomi dalam kehamilan
a. Uterus

Uterus berbentuk seperti buah pir yang sedikit gepeng kearah muka belakang,
ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.Dindingnya terdiri dari
otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar 5,25 cm dan tebal
dinding 1,25 cm.
Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi.Uterus terdiri
dari fundus uteri, korpus dan serviks uteri.Fundus uteri adalah bagian proksimal
dari uterus, disini kedua tuba falopii masuk ke uterus.Korpus uteri adalah bagian
uterus yang terbesar, pada kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai
tempat janin berkembang.Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum
uteri. Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis servisis uteri dan pars supravaginalis
servisis uteri. Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis.

Secara histologis uterus terdiri atas tiga lapisan:


1) Endometrium atau selaput lendir yang melapisi bagian dalam
2) Miometrium, lapisan tebal otot polos
3) Perimetrium, peritoneum yang melapisi dinding sebelah luar.
Endometrium terdiri atas sel epitel kubis, kelenjar-kelenjar danjaringan
dengan banyak pembuluh darah yang berkelok.
Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting
dalam siklus haid pada seorang wanita dalam masa reproduksi.Dalam masa haid
endometrium sebagian besar dilepaskan kemudian tumbuh lagi dalam masa
proliferasi dan selanjutnya dalam masa sekretorik.Lapisan otot polos di sebelah
dalam berbentuk sirkuler, dan disebelah luar berbentuk longitudinal.Diantara
lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan ini paling
penting pada persalinan karena sesudah plasenta lahir, kontraksi kuat dan
menjepit pembuluh darah.Uterus ini sebenarnya mengapung dalam rongga pelvis
dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya untuk terfiksasi
dengan baik.

b. Tuba Falopii
Tuba falopii terdiri atas:
1) Pars intersisialis, bagian yang terdapat pada dinding uterus.
2) Pars isthmika, bagian medial tuba yang seluruhnya sempit.
3) Pars ampularis, bagian yang berbentuk saluran agak lebar, tempat konsepsi
terjadi.
4) Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan
mempunyai fimbrae.

c. Fimbrae
Fimbrae penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur kemudian
disalurkan ke dalam tuba.Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viseral yang
merupakan bagian dari ligamentum latum.Otot dinding tuba terdiri atas (dari luar
ke dalam) otot longitudinal dan otot sirkuler.Lebih ke dalam lagi didapatkan
selaput yang berlipat-lipat dengan sel-sel yang bersekresi dan bersilia yang khas,
berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi ke arah kavum uteri dengan
arus yang ditimbulkan oleh getaran silia tersebut.

d. Ovarium
Ovarium kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang
sekitar 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm. Setiap bulan 1-2 folikel akan keluar
yang dalam perkembangannya akan menjadi folikel de Graaf.
2. Kehamilan
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi, bila dihitung darisaat fertilisasi
hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu
atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi
dalam 3 trimester, dimana trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu, trimester
kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27) dan trimester ketiga 13 minggu
(minggu ke-28 hingga ke-40) (WHO, 2016).
a. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu
1) Triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan
2) Triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan
3) Triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan.

b. Tanda dan Gejala Kehamilan


1) Gejala Kehamilan
a) Tanda Tidak Pasti
i. Amenorhea
ii. Mual Muntah
iii. Mastodia (rasa kencang dan sakit pada payudara)
Quickening (Gerakan janin pertama kali)
iv. Keluhan kencing
v. Konstipasi
vi. Perubahan berat badan
vii. Perubahan temperatur basal
viii. Perubahan warna kulit
ix. Perubahan payudara
x. Perubahan pada uterus
xi. Tanda Piskacek’s (Terjadinya pertumbuhan uterus yang
asimetris)
xii. Perubahan-perubahan pada Serviks (Tanda Hegar, Tanda
Goodells’s, TandaChadwick, Tanda Mc Donald, terjadinya
pembesaran abdomen, kontraksi uterus, pemeriksaan tes
biologis kehamilan)
b) Tanda Pasti Kehamilan
i. Denyut Jantung Janin (DJJ)
ii. Palpasi

2) Tanda-tanda Kehamilan
a) Terlambat datang bulan
b) Mual dan muntah
c) Payudara membengkak
d) Lelah dan mengantuk
e) Nyeri punggung
f) Sakit kepala
g) Suka ngemil
h) Areola menghitam
i) Sering buang air kecil
j) Gerakan didalam perut
k) Detak jantung didalam perut
l) Sakit kepala ringan (pusing)
m) Sakit ditulang rusuk
n) Rasa sesak
o) Air liur yang berlebihan bahkan sering muntah-muntah
p) Sebagian wanita merasa resah dan sensitive
q) Suhu panas yang tinggi setelah indung telur mengeluarkan sel
telur dan terjadi pembuahan
r) Tidak mendapat haid atau menstruasi
s) Badan mengembang dan rahim membesar membuat perut
semakin besar (Wahyu, 2013;hal 65-66).

c. Macam-macam masa gestasi


1) Kehamilan cukup bulan (term atau aterm) : masa gestasi 37-42
minggu (259-294 hari) lengkap
2) Kehamilan kurang bulan (preterm) : masa gestasi kurang dari 37
minggu (259 hari)
3) Kehamilan lewat waktu (postterm) : masa gestasi lebih dari 42
minggu (294 hari)
4) Bayi cukup bulan (term infant) : bayi dengan usia gestasi 37-42
minggu
5) Bayi kurang bulan (preterm infant) : bayi dengan usia gestasi
kurang dari 37 minggu (Marmi, 2012; hal 2)

B. PENGERTIAN KEHAMILAN POSTTERM


Kehamilan serotinus dimaksudkan dengan usia kehamilan telah lebih dari 40
minggu lengkap mulai dari hari menstruasi pertama. Untuk kehamilan yang melampaui
batas 40 minggu dikemukaan beberapa nama lain, yaitu postdate, postterm, postmature
(Manuaba, 2017).
Pada umumnya, kehamilan berlangsung 38-39 minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir (HPHT).Sedangkan yang dimaksud dengan kehamilan postterm
disini adalah, kehamilan yang berlangsung lebih dari 40 minggu sejak
HPHT.Kehamilan ini merupakan permasalahan dalam dunia obstetri modern karena
terjadi peningkatan angka kesakitan dan kematian bayi. Insiden kehamilan postterm
antara 4-19 % tergantung pada definisi yang dianut dan kirteria yang digunakan dalam
menentukan usia kehamilan.
Penentuan usia kehamilan menjadi pokok penting dalam penegakan diagnosa
kehamilan postterm. Informasi yang tepat mengenai lamanya kehamilan merupakan hal
yang penting karena semakin lama janin berada di uterus maka semakin besar pula
resiko bagi janin ataupun neonatus untuk mengalami gangguan yang berat.
Diagnosa kehamilan postterm berdasarkan HPHT hanya memiliki tingkat
akurasi kurang lebih 30%. Kini, dengan adanya pelayanan USG maka usia kehamilan
dapat ditentukan lebih tepat, terutama bila dilakukan pemeriksaan pada usia kehamilan
6-11 minggu. Sampai saat ini, masih belum ada ketentuan dan kesepakatan yang pasti
mengenai penatalaksanaan kehamilan postterm. Masalah yang sering dihadapi pada
pengelolaan kehamilan postterm adalah perkiraan usia kehamilan yang tidak selalu
dapat ditentukan dengan tepat sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang
diperkirakan. Ketidak akuratan penentuan usia kehamilan akan menyulitkan kita untuk
menentukan apakah janin akan terus hidup atau sebaliknya mengalami morbiditas
bahkan mortilitas bila tetap berada dalam rahim.
Masalah lain adalah penatalaksanaan kasus kehamilan postterm adalah karena
pada sebagian besar pasien (±70%) saat kehamilan mencapai 42 minggu, didapatkan
serviks belum matang/unfavourable dengan nilai bishop yang rendah sehingga tingkat
keberhasilan induksi menjadi rendah. Sementara itu, persalinan yang berlarut-larut akan
sangat merugikan bayi postmatur. Oleh sebab itu, masih menjadi kontroversi sampai
saat ini apakah pada kehamilan postterm langsung dilakukan terminasi/induksi atau
dilakukan penanganan ekspektatif sambil dilakukan pemantauan kesejahteraan janin.

1. Penyebab kehamilan postterm


Penyebab pasti dari kehamilan postterm sampai saat ini masih belum
diketahui pasti.Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa
terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya
persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain :
a. Teori progesterone
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular
pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin.
Berdasarkan teori ini, diduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah
karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron melewati waktu yang
semestinya.
b. Teori Oksitosin
Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis Ibu hamil pada
kehamilanlanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya
kehamilan postterm.
c. Teori Kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk
dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar
kortisol plasma janin. Kortisoljanin akan mempengaruhi plasenta sehingga
produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen,
selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada
cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tidak
adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
d. Teori saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus pada keadaan dimana tidak ada tekanan
pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusar pendek, dan bagian
bawah masih tinggi ke semuanya diduga sebagai penyebab terjadinya
kehamilan postterm.
e. Teori heriditer
Pengaruh heriditer terhadap insidensi kehamilan postterm telah
dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2017)
menyatakan dalam hasil penelitiannya, bahwa seorang ibu yang pernah
mengalami kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya akan memiliki
resiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan postterm pada kehamilan
berikutnya. Hasil penelitian ini memunculkan kemungkinan bahwa kehamilan
postterm juga dipengaruhi faktor genetic.

2. Gambaran klinis postterm


Menurut Swastawinata (2016), postdatism adalah istilah yang menggambarkan sindrom
dismaturitas yang terjadi pada kehamilan serotinus. Keadaan ini terjadi pada 30%
kehamilan serotunus dan 3% kehamilan aterm. Tanda- tanda serotinus:
a. Menghilangkan lemak subkutan.
b. Kulit kering, keriput, atau retak- retak.
c. Pewarnaan mekonium pada kulit, umbilikus, dan selaput ketuban.
d. Kuku da rambut panjang.
e. Bayi malas.

3. Diagnose kehamilan postterm


Menurut Norma D dan Dwi S (2018),prognosis post date tidak seberapa sulit
apabila siklus haid teratur dari haid pertama haid terakhir diketahui pasti. Dalam
menilai apakah kehamilan matur atau tidak.
a. Berat badan ibu turun dan lingkaran perut mengecil air ketuban berkurang.
b. Pemeriksaan rontgenologik dengan pemeriksaan ini pada janin matur dapat
ditemukan pusat osifikosi pada oscubuid, bagian distal femur dan bagian proksimal
tubia, diameter biparental kepala 9.8 cm lebih. Keberatan pemeriksaan ini mungkin
adalah pengaruh tidak baik sinar rongten terhadap janin
c. Pemeriksaan dengan USG, dengan pemeriksaan ini diameter biparental kepala janin
dapat diukur dengan teliti tanpa bahaya.
d. Pemeriksaan sitologik liquoramni, Amnioskopi dan periksa Ph nya dibawah 7.20
dianggap sebagai tanda gawat janin.
e. Pemeriksaan sitologik vagina untuk menentukan infusiensi plasenta dinilai berbeda-
beda.

4. Komplikasi kehamilan postterm


Menurut Manuaba (2017) komplikasi kehamilan lewat waktu atau serotinus terjadi baik
pada ibu maupun pada janin.
a. Komplikasi pada Janin
1) Oligohidramnion
Air ketuban normal pada kehamilan 34- 37 minggu adalah 1.000 cc, aterm
800 cc, dan lebih dari 42 minggu 400 cc. akibat oligohidramnion adalah amnion
menjadi kental akrena meconium (diaspirasi oleh janin), asfiksia intrauterine
(gawat janin), pada inpartu (aspirasi air ketuban, nilai apgar rendah, sindrom
gawat paru, bronkus paru tersumbat sehingga menyebabkan atelectasis).
2) Warna Ketuban Mekonium
Meconium keluar karena reflex vagus terhadap usus. Peristaltic usus dan
terbukanya sfingter ani membuat meconium keluar.Aspirasi air ketuban disertai
meconium dapat menimbulkan gangguan pernapasan bayi/ janin, gangguan
sirkulasi bayi setelah lahir, dan hipoksia intrauterine sampai kematian janin.
3) Makrosomia.
Dengan plasenta yang masih baik, terjadi tumbuh- kembang janin dengan
berat 4.500 gram yang disebut makrosomia. Akibatnya terhadap persalinan
adalah perlu dilakukan tindakan operatif seksio caesarea, dapat terjadi trauma
persalinan karena operasi vaginal, distosia bahu yang menimbulkan kematian
bayi, atau trauma jalan lahir ibu.
4) Dismaturitas Bayi
Pada usia kehamilan 37 minggu, luas plasenta 11 m2. Selanjutnya, terjadi
penurunan fungsi plasenta tidak berkembang atau terjadi klasifikasi atau
aterosklerosis pembuluh darah.Penurunan kemampuan nutrisi plasenta
menimbulkan perubahan metabolisme menuju anaerob sehingga terjadi badan
keton dan asidosis. Terjadi dismaturitas dengan gejalan Clifford yang ditandai
dengan:
a) Kulit: subkutan berkurang dan diwarnai meconium.
b) Otot makin lemah.
c) Kuku tampak panjang.
d) Tampak keriput.
e) Tali pusat lembek, mudak tertekan dan disertai oligohidramnion.
b. Komplikasi Pada Ibu
Menurut Prawirohardjo (2014) komplikasi yang terjadi pada ibu adalah:
1) Morbiditas/ mortalitas ibu dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin
dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadinya distosia
persalinan. Incoordinate uterin action, partus lama,meningkatkan tindakan
obstetric dan persalinan traumatis/ perdarahan postpartum akibat bayi besar.
2) Aspek emosi ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus
berlangsung melewati taksiran perslinan.komentar tetangga atau teman seperti
“belum lahir juga?” akan menambah frustasi ibu.
4. Pathway Kehamilan Postterm
5. penatalaksanaan kehamilan postterm
Penatalaksanaan kehamilan serotinus menurut Sujiyatini, dkk (2017) yaitu:
a. Setelah UK> 40 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik- baiknya.
b. Apabila tidak ada tanda- tanda infusiensi plasenta persalinan spontan dapat ditunggu
dengan pengawasan ketat.
c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang
boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi. Bila:
1) Riwayat kehamilan yang lalu ada kehamilan janin dalam rahim
2) Terdapat hipertensi, preeklampsia dan
3) Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas, atau
4) pada kehamilan lebih dari 40- 42 minggu, maka ibu dirawat di RS.
d. Tindakan operasi Sectio Caesarea dapat dipertimbangkan pada:
1) Infusiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
2) Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama, dan terjadi gawat janin
3) Primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, preekampsia, hipertensi
menahun, infertilitas dan kesalahan letak janin.
e. induksi persalinan pada kehamilan postterm
Menurut Nugroho dan Joseph (2018), pengakhiran kehamilan lewat bulan
adalah atas indikasi janin, karena dikhawatirkan terjadi kemunduran fungsi plasenta.
Beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk mengakhiri kehamilan pada
kehamilan lewat bulan adalah:
1) Memastikan diagnosis kehamilan lewat bulan, dengan:
a) Riwayat haid
b) Riwayat pemeriksaan antenatal
c) Pemeriksaan USG
d) Pemeriksaan foto rontgen
e) Pemeriksaan cairan amnion
2) Pemeriksaan kesejahteraan janin dan keadaan plasenta dapat dilakukan dengan:
a) NST dan CST
b) Denyut Jantung Janin
c) USG : Granding plasenta, infark plasenta, keadaan dan jumlah air ketuban
d) Pemeriksaan kadar ertisol darah
e) Pemeriksaan human placental lactogen.

C. INDUKSI PERSALINAN
1. Pengertian Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah persalinan yang dimulai dengan cara- cara artifisial.
Persalinan induksi merupakan tindakan yang banyak dilakukan untuk mempercepat
proses persalinan dengan cara menambah kekuatan dari luar dan tidak boleh merugikan
ibu dan janinnya (Manuaba, 2017).
Induksi persalinan ialah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau
sesudah kehamilan cukup bulan dengan cara merangsang timbulnya his
(Prawirohardjo, 2014).Jadi, persalinan induksi adalah tindakan untuk memulai atau
mempercepat persalinan dengan cara merangsang timbulnya his dengan menggunakan
farmakologik.
2. Indikasi Persalinan Induksi
Menurut Manuaba (2017), indikasi induksi persalinan dapat di tinjau dari:
a) Indikasi Janin
1) Post-term
2) Insufiensi plasenta
3) IUFD
4) IUGR
5) Oligohidramnion
b) Indikasi ibu
1) Pre- eklampsia- eklampsia
2) Ibu dengan penyakit jantung, diabetes melitus, infeksi amnionitis.
c) Indikasi selektif
1) Maturitas paru cukup
2) Kontraksi uterus tak sempurna
3) Atas permintaan yang bersangkutan.

3. Kontra Indikasi Persalinan Induksi


Menurut Manuaba (2017), kontra indikasi induksi persalinan yaitu:
a) Over distansia uteri
1) Hidramion
2) Hamil gammeli
b) Sefalo Pelvis Disproporsi
1) Kepala masih melayang
2) Prasat osborn positif artinya penonjolan kepala dua jari diatas simfisis pubis
c) Fetal distress dengan berbagai sebab:
1) USG hasil menunjukan oligohidramion
2) Amnioskopi cairan keruh atau kental
3) Ketuban dipecah ternyata hujau, keruh dan kental

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi induksi persalinan


Menurut Manuaba (2017), faktor-faktor yang mempengaruhi induksi pesalinan yaitu:
a) Semakin rendah kedudukan terendah janin, kemungkinan keberhasilan induksi semakin
besar oleh karena dapat menekan pleksus Frankenhaouser.
b) Penempatan presentasi kepala dibanding dengan kedudukan bokong, kepala lebih
membantu pembukaan dibandingkan dengan bokong.
c) Kondisi serviks yang lunak lebih berhasil dalam induksi persalinan dibandingkan kondisi
serviks yang kaku.
d) Multigravida lebih berhasil daripada primi gravida.
e) Kehamilan yang mendekati aterm, induksi persalinan pervaginam akan lebih berhasil.

5. Metode Induksi
Metode yang digunakan untuk induksi persalinan menurut Manuaba (2017), adalah:
a) Metode Steinsche
Metode ini merupakan metode lama, tetapi masih perlu diketahui.Pasien diharapkan
tenang pada malam harinya.Pada pagi hari diberi enema dengan caster oil atau sabun
panas. Diberikan pil kinine sebesar 0,2 g setiap jam sampai mencapai dosis 1,2 g.
b) Metode infus oksitosin
Metode infus oksitosin adalah metode yang paling umum dilakukan sebab induksi
persalinan dengan oksitosin murah dan efektif.Oleh karena itu perlu diketahui dengan
baik. Tindakan dengan metode drip oksitosin, yaitu:
1) Di pasang infus dekstrosa 5% dengan 5 unit oksitosin
2) Tetesan pertama antara 8-12 per menit
3) Setiap 15 menit dilakukan penilaian, bila tidak ada his yang adekuat, jumlah tetesan
ditambah 4 tetes sampai maksimal tercapai 40 tetes per menit.
4) Dalam literatur dikemukakan juga, bahwa pemberian oksitosin maksimal setiap
menit adalah 30-40 plU atau tetesan sebanyak 40 tetes per menit dengan oksitosin
sebanyak 10 unit.
c) Metode oksitosin sublingual
Metode ini tidak banyak diterima karena besarnya unit oksitosin dan tingginya
kemampuan penyerapan oleh mukosa lidah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
kontraksi otot rahim yang kuat, yang dapat membahayakan.
d) Induksi persalinan dengan prostaglandin
Induksi persalinan dengan prostaglandin dapat dilakukan dengan supositoria
transvaginal atau infus.Yang paling efektif untuk mencapai tujuan ini adalah PGE2 dan
PGF2.Harganya cukup mahal sehingga tidak terjangkau untuk pelayanan masyarakat
secara rutin.
e) Pemecahan ketuban
Pemecahan ketuban merupakan salah satu bentuk induksi persalinan.Dengan keluarnya
sebagian air ketuban, terjadilah pemendekan otot rahim sehingga otot rahim lebih efektif
berkontraksi.
f) Pemasangan laminaria stiff
Induksi persalinan dengan memasang laminaria stiff hampir seluruhnya dilakukan pada
janin yang telah meninggal.Pemasangan laminaria stiff untuk janin yang hidup tidak
diindikasikan, karena bahaya infeksi. Pemasangan laminaria jumlahnya dapat 2-3 buah
dimasukkan dalam kanalis servikalis dan ditinggal selama 24-48 jam, kemudian dipasangi
tampon vagina.

D. FISIOLOGI PERSALINAN
1. Definisi persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya
kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara progresif dan
diakhiri dengan kelahiran plasenta (Ari dkk, 2016).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37-39 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin
(Rukiyah, 2017).
a. Teori terjadinya persalinan
1) Teori keregangan
a) Otot rahim mempunyai kemampan meregang dalam batas tertentu
b) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga pesalinan dapaT
dimulai.
2) Teori penurunan progesterone
a) Proses penuaan plasenta terjadi mulai usia kehamilan 28 minggu dimana
tejadi penimbunan jaringan ikat dan pembuluh darah mengalami
penyempitan dan buntu.
b) Produksi progesterone mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih
sensitive terhadap oksitosin.
c) Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan
progesteron tertentu.
3) Teori oksitosin internal
a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenja hipofisis posterior
b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah
sensitifitas otot rahim sehingga terjadi kontraksi Braxton hick’s
c) Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka
oksitosin dapat meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dapat dimulai.
4) Teori prostaglandin
a) Prostaglandin meningkat sejak usia kehamilan 1 minggu yang dikeluakan
desidua.
b) Prostaglandin yang dikeluarkan saat hamil dapat menimbulkan kontraksi
otot rahim sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan.
c) Prostaglandin dianggap dapat memicu terjadinya persalinan.

5) Teori hipotalamus – pituitary dan glandula suprarenalis


a) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anencephalus sering terjadi
keterlambatan persalinan karena tidak tebentuk hipotalamus (Linggin, 1973).
b) Pemberian kortikosteroid yang dapa tmenyebabkan maturitas janin dan
induksi persalinan.

b. Jenis Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasill konsepsi (janin dan plasenta) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan.
1) Persalinan spontan
Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
2) Persalinan buatan
Bila persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
3) Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar denga
jalan rangsangan.

c. Tahapan proses persalinan


Adapun proses persalinan terdiri dari 4 kala (Rustam, 2015) :
1) Kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0 – 10 cm.
Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedang multigravida
sekitar 8 jam. Berdasarkan kurva Friedman, pembukaan primigravida 1 cm
per jam, sedangkan pada multigravida 2 cm per jam.Pada fase ini terjadi
pendataran dan penipisan serviks. Kala I dibagi atas 2 fase, yaitu :
a) Fase laten
 Dimulai saat awal kontraksi.
 Pembukaan serviks kurang dari 4 cm
 Biasanya berlangsung hingga 8 jam
 Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya diantara 20-30 detik
b) Fase aktif
 Frekuensi dan lama kontraksi umumnya meningkat.
 Serviks membuka dari 4 ke 10 cm biasanya denga kecepatan 1 cm atau
lebih per jam hingga pembukaan lengkap.
 Terjadi penurunan bagian terbawah janin (Asuhan Persalinan Normal,
2018)
2) Kala II
Kala II persalinan merupakan proses yang dimulai dengan pembukaan
lengkap sampai dengan bayi lahir, dengan gejala utama :
a) His semakin kuat, interval 2-3 menit dan durasi 50-100 detik
b) Akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan
mendadak.
c) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati legkap diikuti keinginan untuk
meneran karena tertekannya fleksus frankenhouser.
d) His dan dorongan meneran lebih mendorong kepala bayi sehingga terjadi
kepala membuka pintu lalu subocciput yang bertindak sebagai
hipomoglion beturut – turut lahir ubun – ubun besar, dahi, wajah dan
kepala seluruhnya.
e) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti putaran paksi luar (penyesuaian kepala
pada punggung).
f) Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong
dengan cara kepala dipegang pada os occiput dan di bawah dagu, ditarik
curam ke bawah untuk melahirkauntuk melahirkan bahu depan lalu ke atas
untuk melahikan bahu belakang. Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait
untuk melahirkan sisa badan bayi.
g) Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
h) Lamanya kala II untuk primigravida 120 menit dan multigravida 60 menit.
3) Kala III
Kala III adalah periode yang dimulai sejak bayi lahir sampai dengan
kelahiran plasenta. Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekita - 10 menit.
Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan Nitabusch
karena sifat retraksi otot rahim.Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan
dengan melihat tanda – tandanya yaitu uterus globuler, uterus terdorong ke
atas (karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim), tali pusat betambah
panjang, dan terjadi pengeluaran darah.Melahirkan plasenta ini dilakukan
dengan dorongan ringan secara Crede pada fundus uteri.
4) Kala IV
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan
post partum paling sering terjadi pada 2 jam petama pasca persalinan.
Observasi meliputi keadaan umum, tingkat kesadaran pasien, tanda – tanda
vital, kontraksi uterus, dan perdarahan.

d. Tanda – tanda persalinan


1) Terjadinya his persalinan
2) Pengeluaran lendir bercampur darah
3) Terjadi perubahan seviks yaitu adanya pendataran dan pembukaan serta
pecahnya kapiler pembuluh darah.
4) Pada beberapa kasus terjadi pecahnya ketuban terlebih dahulu. Sebagian besar
ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya
ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.

e. Mekanisme persalinan normal


Dalam proses persalinan normal, kepala bayi akan melakukan gerakan-
gerakan utama meliputi (Hidayat, 2016):
1) Engagement
Masuknya kepala ke dalam PAP pada primi terjadi pada bulan akhir
kehamilan sedangkan pada multipara terjadi pada permulaan
persalinan.Kepala masuk pintu atas panggul dengan sumbu kepala janin dapat
tegak lurus dengan pintu atas panggul atau miring/membentuk sudut dengan
pintu atas panggul (asinklitismus anterior/posterior).Masuknya kepala ke
dalam pintu atas panggul dengan fleksi ringan, Sutura Sagitalis/SS
melintang.Apabila sutura sagitalis ditengah-tengah jalan lahir disebut
synklitismus.Dan apabila sutura sagitalis tidak ditengah-tengah jalan lahir
disebut asynklitismus.
2) Decent
Penurunan kepala janin sangat tergantung pada arsitektur pelvis dengan
hubungan ukuran kepala dan ukuran pelvis sehingga penurunan kepala
berlangsung lambat. Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat : tekanan
langsung dari his dari daerah fundus ke arah daerah bokong, tekanan dari
cairan amnion, kontraksi otot dinding perut dan diafragma (mengejan), dan
badan janin terjadi ekstensi dan menegang.
3) Flexion
Dengan majunya kepala, biasanya terjadi flexi penuh atau sempurna
sehingga sumbu panjang kepala sejajar sumbu panggul sehingga membantu
penurunan kepala selanjutnya.
4) Internal Rotation
Yaitu pemutaran bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah
dari bagian depan memutar ke depan ke bawah simfisis. Rotasi interna
(putaran paksi dalam) selalu disertai turunya kepala, putaran ubun-ubun kecil
ke arah depan (ke bawah simfisis pubis), membawa kepala melewati distansia
interspinarum dengan diameter biparietalis. Perputaran kepala dari samping ke
depan disebabkan his selaku tenaga pemutar, ada dasar panggul beserta otot-
otot dasar panggul selaku tahanan. Bila tidak terjadi putaran paksi dalam
umumnya kepala tidak turun lagi dan persalinan diakhiri dengan tindakan
vakum ekstraksi.
5) Extention
Dengan kontraksi perut yang benar dan adekuat kepala makin turun
danmenyebabkan perineumdistensi.Pada saat ini puncak kepala berada di
simfisis dandalam keadaan seperti ini kontraksi perut ibu yang kuat
mendorong kepala ekspulsidan melewati introitus vagina.
6) External Rotation (Resituation)
Setelah kepala lahir, kepala bayi memutar kembali ke arah punggung
untuk menghilangkan torsi pada leher (putaran resusitasi).Selanjutnya putaran
dilanjutkan sampai belakang kepala berhadapan dengan
tuberischiadikumsefihak.Kemudian terjadi putaran paksi luar yang disebabkan
ukuran bahu menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu atas
panggul. Setelah putaran paksi luar, bahu depan di bawah simfisis menjadi
hipomoklion kelahiran bahu belakang sehingga lahir bahu depan diikuti
seluruh badan anak.
7) Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan di bawah simfisis menjadi
hipomoklionkelahiran bahu belakang, bahu depan menyusul lahir, diikuti
seluruh badan anak (toraks, abdomen) dan lengan, pinggul depan dan
belakang, tungkai, dan kaki.

D. PENGERTIAN POST PARTUM


1. Post Partum
Post partum adalah masa dimulai setelah partum selesai kira-kira 6minggu
setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandung kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun
psikososial terhadap prosesmelahirkan. (Bari S A, dkk, 2017)
Perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah melebihi 500 ml
yang terjadi setelah bayi lahir, perdarahan primer terjadi dalam 24 jam
pertama, sedangkan perdarahan sekunder terjadi setelah itu (Mansjoer, 2017 :
313) Hemoragi pasca partum adalah kehilangan darah melebihi dari 500 ml
selama dan atau setelah kelahiran dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah
kelahiran, atau lambat sampai 28 hari pasca partum (akhir dari puerperium)
(Doenges, 2018 : 487).
Menurut Depkes RI (2018) post partum dibagi menjadi tiga periode yaitu
a. Puerperium dini yaitu keadaan yang terjadi segera setelah persalinaa sampai
24 sesudah persalinan. Kepulihan dimana ibu telah diperbolahkan berdiri
dan berjalan –jalan.
b. Early Puerperium yaitu keadaan yang terjadi pada permulaan puerperium
c. Later Puerperium yaitu waktu satu minggu sesudah melahirkan sampai enam
minggu.
Perdarahan adalah hilangnya volume darah dari pembuluh kapiler baik
mengucur maupun merembes dalam waktu yang cepat. (Purwadiato, dkk :
2011)
Nifas adalah masa pulihnya kembali alat kandungan , dimulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil.
Lama masa nifas ini enam (6) minggu (Manuba,2017).
Nifas dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu. Akan
tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum kehamilan
dalam waktu 3(tiga) bulan (Wikjosastro,2015). Nifas atau pierinium,berasal
dari kata puer yang artinya bayi dan paraus berarti melahirkan. Jadi
puerperium adalah masa setelah melahirkan bayi yang dipergunakan untuk
memulihkan kesehatannya kembali (Ibrahim,2016).
E. ASUHAN KEBIDANAN PADA PASIEN POST TERM
Langkah Manajemen Kebidanan Menurut (Varney, 2017) adalah sebagai berikut:
1. Langkah I (pertama) : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data
yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap pada pasien dengan
Kehamilan Post Term langkah pertama yang dilakukanyaitu :
a.Melalukan pengkajian riwayat kesehatan, kehamilan dan persalinan sebelumnya
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan diantaranya inspeksi palpasi, perkusi,
auskultasi dan pemeriksaan ginekologis.
c.Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya,
d. Meninjau data laboratorium melakukan konsultasi dengan dokter dan
berkolaborasi dengan dokter spesialis kandungan.
2. Langkah II (kedua) : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi  yang benar terhadap diagnose atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang
telah dikumpulakan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga
ditemukan masalah atau diagnose yang spesifik. Kata masalah dan diagnosa keduanya
digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaiakan seperti diagnosa tetapi
sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan kedalam sebuah rencana asuhan
terhadap klien.
3. Langkah III (ketiga) : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mngisentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain
berdasarkan ragkaian masalah dan diagnosa yang sudah di identifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, dan bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-
benar terjadi.
Pada kehamilan dan persalinan dengan Post Term harus dilakukan observasi terkait
dengan kegawatdaruratan pada janin. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang
hamil dengan Post Term.
4. Langkah IV (keempat) : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang
Memerlukan Penanganan Segera
Menidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain
sesuai kondisi klien.
5. Langkah V (kelima) : Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh
langkah-langkah sebelumnya.Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada
langkah ini reformasi / data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana
asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari
kondisi klien berkaitan dengan kehamilan Post Term
6. Langkah VI (keenam) : Melaksanakan Perencanaan
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diurakan pada
langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa
dilakukan oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh
klien, atau anggota tim kesehatan yang lain.
7. Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi
Pada langkah ke VII ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan pada pasien dengan Kehamilan Post Termhingga post partum meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah diagnosa.

Anda mungkin juga menyukai