Anda di halaman 1dari 3

Nama : Azzufa Nurkamila Rohmad

Kelas : MPI D
NIM : 200106110055
Tugas Studi Fiqih tentang Hukum dalam Islam

Hukum Batalnya Wudhu jika Bersentuhan Suami Istri saat Umroh & Haji
 Madzhab Syafi'i
Imam Syafi'i menghukumi sentuhan suami istri batal secara mutlak. Artinya ketika
suami atau istri bersentuhan maka wudhunya batal dan harus mengulanginya. Disini
dalam Madzhab Syafi’i memandang bahwa bersentuhan kulit secara langsung
antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya dapat membatalkan wudhu jika
sentuhan itu tidak dihalangi oleh apapun seperti kain, kertas, atau lainnya," katanya.
Pendapat Imam Syafi'i itu setelah menarik kesimpulan hukum dari Alquran surat Al
Maidah ayat 6:

۟ ‫ُوا مٓا ًء فَتَيَ َّم ُم‬


۟ ٰ
‫ص ِعيدًا طَيِّبًا‬
َ ‫وا‬ َ ‫َأوْ لَ َم ْستُ ُم ٱلنِّ َسٓا َء فَلَ ْم تَ ِجد‬
"Atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapati air,
maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)...”

Secara harfiyah, kata Aini ayat tersebut, menyatakan bahwa menyentuh wanita
menyebabkan batalnya wudhu sehingga dia diperintahkan mencari air untuk
berwudhu  kembali, dan jika tidak menemukan air maka diperintahkan untuk
bertayammum. Akan tetapi, kata Aini ayat di atas tidak menjelaskan secara
terperinci mengenai wanita manakah yang jika disentuh menjadikan wudhu
seseorang menjadi batal, Wanita yang menjadi mahramnya atau bukan, wanita yang
sudah baligh ataukah yang belum, siapakah yang jika menyentuh wanita bisa
membatalkan wudhu.  "Hal-hal tersebut membuat para ulama menarik kesimpulan
berbeda dari QS Al-Maidah ayat 6 di atas. Tentu dengan metode istimbath ahkam
yang dimiliki masing-masing madzhab," katanya.

 Madzhab Hanafi
Dalam madzhab ini cenderung memaknai kalimat ‫" َأوْ ٰلَ َم ْستُ ُم ٱلنِّ َسٓا َء‬au lamastumun-nisa"
dengan makna majazi, yakni jimak atau hubungan seksual. Dalam Madzhab Hanafi
dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad, sentuhan kulit antara laki-laki dan wanita
non-mahram (termasuk istrinya) tidaklah membatalkan wudhu secara mutlak,
walaupun sentuhan itu dilakukan dengan syahwat. 

Sebab yang menjadi patokan batalnya wudhu dalam hal ini adalah terjadinya jimak.
Maka, sentuhan yang tidak sampai pada taraf hubungan seksual tidak membatalkan
wudhu. Pandapat Imam Ahmad itu berdasarkan hadits bahwa Rasulullah SAW
menyentuh tubuh istrinya dalam keadaan sholat, namun beliau tidak batal dan
meneruskan sholatnya. "Dari Aisyah RA berkata,"Aku sedang tidur di depan
Rasulullah SAW dan kakiku berada pada arah kiblatnya. Bila Rasulullah SAW sujud,
beliau beliau sentuh kakiku sehingga kutarik kedua kakiku. Jika beliau bangkit berdiri
kembali kuluruskan kakiku. Aisyah bercerita bahwa pada waktu itu tidak ada lampu
di rumah (HR Bukhari Muslim). "Dari Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW
mencium sebagian istrinya kemudian keluar untuk sholat tanpa berwudhu' lagi.” (HR.
Tirmizy).

Disini menyampaikan kembali bahwa, ulama dalam Madzhab Hanafi berbeda


pendapat mengenai percumbuan antara laki-laki dan wanita dengan tanpa busana,
yang menjadikan hampir seluruh tubuh mereka saling bersentuhan dengan syahwat.
Tidak terjadi penetrasi, juga tidak sampai keluar air mani.

 Mazhab Maliki dan Hanbali


Menyatakan batalnya wudhu akibat persentuhan yang mengakibatkan birahi, baik
terhadap suami istri ataupun selainnya. Ibnu Qudamah lebih menekankan hukum
asalnya tidak membatalkan, namun jika keluar madzi dan mani maka wudhunya
batal.Abu Hanifah dan Yusuf memandangnya dengan kacamata istihsan yang
menjadikan keduanya berhadats, sehingga otomatis membatalkan wudhu’. Berbeda
dengan Muhammad Bin Hasan as-Syaibani yang menghukuminya dengan qiyas,
perbuatan tersebut tidak membatalkan wudhu sebab tidak sampai terjadi penetrasi
atau jimak yang sesunguhnya.
 Dalam kitab Fathul Qadir, 
Ibnu Al Humam menjelaskan tidak wajib berwudhu karena menyentuh wanita,
sekalipun dengan adanya syahwat, sekalipun pada kemaluannya. Pendapat ini tentu
berbeda dengan Imam Syafi’i yang mengatakan bahwa menyentuh
wanita mewajibkan wudhu secara mutlak, dan Imam Malik yang berpendapat bahwa
menyentuh wanita dnegan syahwat mewajibkan wudhu.  “Bagi kami (Madzhab
Hanafi) tidak ada dalil yang menegaskan bahwa menyentuh wanita membatalkan
wudhu, baik dengan syahwat ataupun tidak. Adapun yang dimaksud dalam firman
Allah mengenai jima dan ini adalah pendapat sebagian sahabat Rasulullah,” tulis(Ibnu
Al Humam). 

 Dalam kitab Fathul Mu'in


Diseebutkan beberapa faktor yang membatalkan wudhu. Di antaranya bertemunya
dua kulit antara pria dan wanita meskipun tanpa syahwat. Nahdlatul Ulama (NU)
yang memakai mazhab Syafi’i dalam fikihnya berpendapat dalam situs resminya,
bersentuhan tangan dan kecupan kepada istri bisa membatalkan wudhu. NU
mengutip hadis dari yang diriwayatkan Abdullah bin Umar, "Sentuhan tangan
seorang laki-laki terhadap istrinya atau menyentuhnya dengan tangan wajiblah
atasnya berwudhu." (HR Malik dan as-Syafii).

 Syekh Salih bin Muhammad bin Utsaimin


Beliau Berpendapat tidak batal wudhunya suami istri yang bersentuhan bahkan
berciuman. Dasarnya adalah hadis dari Aisyah RA. Aisyah RA meriwayatkan, Nabi
SAW mencium salah satu istrinya kemudian melaksanakan shalat tanpa berwudhu
lagi (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud). Hadis ini diperselisihkan di kalangan ulama
mengenai derajatnya. Syekh Nashiruddin al-Albani menshahihkannya. Tidak utuhnya
para ulama menerima derajat shahih hadis ini juga menjadi penyebab perbedaan
pendapat masalah ini.

Anda mungkin juga menyukai