Anda di halaman 1dari 10

Naskah Drama TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJK

Pemain : Nur Halimah sebagai Hayati

Riko Syaputra sebagai Zainudin

Deniel Mutisyah sebagai Aziz

Rizky Kurniawan sebagai Muluk

Ferdy Antonius sebagai Trian

Riska Khairunnisa sebagai Siti

Ochima Belarosa sebagai Yuni

Adi Saputra sebagai Taufik

Widia Astuti sebagai Dokter

Wingyo Bayu Pamekas sebagai Datuk

Rianty Chintia Debby sebagai Narator

Durasi : 30 Menit

Kisah ini dimulai ketika Zainudin pergi ke desa batipuh di Padang. Sejak berumur 9 bulan,
Zainuddin telah ditinggalkan Daeng Habibah ibunya, menyusul kemudian ayahnya yang bernama
Pendekar Sutan. Di Padang ia tinggal di rumah saudara ayahnya, Made Jamilah.

Suatu ketika, hujan turun dengan lebatnya. Zainudin berteduh di sebuah rumah. Zainudin
pun mengungkapkan perasaannya kepada Hayati.

Zainudin : Hayati mari kita berteduh,

Hayati : Ya tuan, hujan semakin lebat.

Zainudin : Hayati..... Setelah kedekatan kita beberapa hari ini, Saya menaruh hati kepada
Engkau. Kecantikan dan kebaikan mu telah terdengar sampai keseluruh desa.

Hayati : (Menatap) Jangan tuan terlalu membanggakan kelebihan yang saya punya.
Zainudin : Hayati, sebenarnya ada hal yg ingin kusampaikan.

Hayati : Apa itu tuan Zainudin?

Zainudin : Saya jatuh cinta kepadamu, kepada kelembutan dan keteduhan jiwamu.
Maukah Engkau menjadi kekasih hatiku?

Hayati : Saya pun mencintai tuan. Bagai mencintai diri Saya sendiri. Saya bersedia.

Tiba-tiba tiga penduduk desa datang

Yuni : Lihat mereka, dua anak manusia yg sedang jatuh cinta. Itu... Tuan Zainudin
dan Hayati kan??

Trian : Benar. Mereka sangat serasi! Tetapi,(Berpikir) bukankah kita tak boleh
berkekasih orang yang berlainan suku dengan kita?

Yuni : Tapi mereka tampaknya saling mencintai. Apa pantas kita memutuskan
kedekatan mereka? Tak tega rasanya.

Taufik : Aku ingin seperti mereka.

Trian : Haaa???? Seperti mereka? Siapa jodoh kau Taufik?

Taufik : Jangan menganggap remeh! Kau tak tahu saja. Barangkali aku lebih jago
dalam hal ini.

Yuni : Kau ini ada-ada saja(Tertawa menyindir). Siapa yang mau dengan Engkau?
Si Laras, yang anak Tuan kadi itu?

Taufik : (Tertawa malu).

Tiba – tiba datang seorang gadis desa suruhan datuk.

Siti : Tuan Zainudin, datuk ingin bertemu denganmu.

Zainudin : Benarkah?

Siti : Ya, Ia menyuruhmu utk untuk menunggunya disini.

Zainudin :Baiklah aku akan menunggu beliau disini.

Hayati : Apa yang akan dikatakan Datuk? Perasaan ku tak enak. Firasatku
berkata bahwa kita akan berpisah.

Siti : Hayati, mari kau pulang dengan ku.

Hayati : Tidak Siti, Aku ingin mendengar apa yang akan di kataka Datuk.

Zainudin :Tenanglah Hayati. Semua akan baik-baik saja.


Pulanglah Hayati. (Melihat ke arah Hayati) Hati hati dalam perjalananmu. Siti
tolong antarkan dia sampai ke rumah.

Siti : Baik tuan.


Mereka pun bertatapan dan berpisah. Siti dan Hayati pun pergi.

Datuk : Zainudin, telah banyak nian pembicaraan orang yang kurang enak kudengar
terhadap dirimu dan diri kemanakan ku. Sekarang ku temui engkau untuk
memberikan nasehat, sebelum perbuatan berkelanjutan, lebih baik Tuan
tinggalkan Batipuh ini. Sebelum merusakkan nama kami dalam suku di
negeri ini.

Zainudin : Mengapa Engku berbicara demikian, sampai membawa nama adat dan
turunan?

Datuk : Harus hal ini yang saya sampaikan. Hayati harus menikah dengan oarang
bersuku berkaum kerabat. Pergilah pulang dan bergegaslah. Dia akan
kujodohkan dengan Azis pemuda terpandang dari desa seberang.

Zainudin : Bukankah Ayah saya juga orang padang?

Datuk : ya benar, tapi... Ibumu orang Mengkasar. Di negeri beradat ini kemanakan
kami hanya boleh menikah dengan bangsa berkaum dan beradat! Setelah
kami bicarakan, dia lebih baik menikah dengan Aziz, orang berkaum adat
padang. (Melihat Zainudin).

Zainudin : Tapi kami saling mencintai.

Datuk : Pergilah Zainudin dari negeri ini, demi kemaslahatan Hayati. Jika
Engkau
memang benar cinta kepada Hayati, pergilah. Biarkan Hayati bahagia.
Pikirkan itu anak muda.
Datuk pun pergi. Dan Tak berapa lama Muluk pun datang.

Muluk : (Cemas) Apa yang terjadi dengan Guru? Katakan Guru, Siapa yang telah
melukai hati Guru?

Zainudin : Cintaku tak dapat bersatu dengan cinta Hayati. Dia telah di jodohkan dengan
laki-laki berkaum adat, dan terpandang. Ah nasib. (Memegang kepala).

Muluk : Oh tuan Aziz, Saya kenal siapa dia. Dia tidak lebih baik dari guru. Dia
hanya memiliki kekayaan dari Ayahnya. Dia sering berganti-ganti pasangan.

Zainudin : Benarkah itu Muluk??

Muluk : Ya Guru. Tapi tenanglah, Hayati akan kembali padamu..... Jika Aziz telah
mati.

Zainudin : Muluk, janganlah kau bergurau. Aku lagi tak berdaya. Htiku sedang hancur.

Muluk :Sudahlah Guru, lepaskanlah dia.


(menemukan ide) Bukankah guru punya bakat mengarang yang cukup bagus.
Lebih baik kita
pergi ke Surabaya untuk menyalurkan bakat Guru sekaligus meninggalkan
segala kenangan di kota ini.
Zainudin : Aku tak yakin tentang apa yang akan terjadi padaku kedepannya tanpa
Hayati di dekatku.

Muluk : Guru, percayalah. Taka ada yang sia-sia apabila kita telah melakukan
semaksimal mungkin.

Zainudin : (berpikir sejenak) Baiklah, Esok kita akan pergi. Kau akan menemaniku
bukan?

Muluk : Tentu Guru. (Menepuk punggung Zainudin).

Mereka pun pergi ke Surabaya.

BABAK II

Di Surabaya, Zainudin pun terkenal sebagai pengarang hebat dengan nama samaran

"Z", Ia mendirikan perkumpulan tonil "Andalas", dan kehidupannya telah berubah menjadi orang
terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin pun melanjutkan usahanya dengan mendirikan
penerbitan buku-buku.

Ketika itu, Zainudin menggelar pertunjukan drama. Aziz dan Hayatipun di undang. Dan pertemuan
pun terjadi.

Zainudin : Oh.. Tuan Aziz! Dan istrinya... Hayati.(Sambil membungkuk sembari memberi hormat)

Aziz : Tuan Zainudin??

Zainudin : Ya benar. Ternyata kita berjumpa disini.

Aziz : Ternyata orang yang mensutradarai drama ini adalah Tuan Zainuddin,
yang berarti Sahabat kami kan? (Melihat ke arah Hayati)

Zainudin : Benar sekali tuan. Sudah lama tinggal di kota Surabaya ini?

Aziz : Kami baru tiga bulan, karna pekerjaan. Saya ditugaskan untuk pindah ke
Surabaya.
Zainudin : Ajaib, sekian lama di Surabaya baru sekali ini bertemu.
(Tersenyum). Besok,
boleh tuan ke rumah saya.

Aziz : (Aziz menerima telepon) , Baik tuan, Besok ada juga yang ingin saya katakan.

Zainudin : Sepertinya, Tuan menerima kabar yang buruk. Lebih baik tuan ceritakan
sekarang. Barangkali Saya dapat membantu.

Aziz : (Berpikir sejenak, sambil melihat ke Hayati) Lebih baik Adinda nikmati
pertunjukan Tonil, karya Tuan Zainudin. Ada yang perlu kanda ceritakan kepada
Zainudin.

Hayati : Baiklah Kanda. (Hayati keluar)

Aziz : Saudara, Saya bermaksud menitipkan Hayati kepada Tuan Zainuddin. (Melihat ke
arah Hayati).

Zainudin : Mengapa Tuan bicara demikian? Apa kabar yang Tuan terima?

Aziz : Begini tuan, mungkin pada saat inilah Tuhan membalas segalanya. Saya telah
melarat sekarang. Saya telah di pecat dari pekerjaan Saya. Saya kahwatir akan
nasib Hayati.

Zainudin : Kalau begitu, untuk sementara waktu, tinggalah terlebih dahulu di rumah Saya
sampai tuan mendapatkan pekerjaan.

Aziz : Tidak tuan, budi baik Saudara sudah terlalu besar kepada Saya. . Tak ada
balasan dari Saya.

Zainudin : Itu bukan jasa, itu hanya kewajiban seorang sahabat kepada sahabatnya.
Aziz : (Tersenyum) Terlalu baik Saudara ini. Esok Saya akan pergi ke luar kota untuk
mencari pekerjaan. Saya tetap akan menitipkan Hayati di sini.

Zainudin : (Berpikir sejenak) baiklah, saya tidak keberatan istri saudara tinggal di sini.
Tetapi, pikirkanlah kembali keputusan Saudara. (Memegang pundak Aziz)

Aziz : Keputusan Saya telah bulat Tuan Zainudin.

Zainudin : Baiklah kalau demikian, kalau pekerjaan sudah tuan dapatkan, boleh Hayati tuan

jemput atau Saya juga bersedia mengantarkannya.(Rangkulan) Aziz : Saya percayakan

Hayati sepenuhnya kepada Engkau Tuan.

Zainudin : Saya akan berusaha semaksimal mungkin. Lebih baik untuk malam ini Tuan
Aziz dan Hayati ikut Saya pulang dan beristirahat di Rumah Saya. Besok baru
Tuan pergi ke luar kota. Tuan kelihatan sangat lelah.

Aziz : Baiklah tuan, Saya pun kasihan melihat Hayati. Dia pasti terpukul mendengar
berita ini. (Memanggil Hayati) Hayati.... Hayati... Mari kita pulang bersama
tuan Zainudin.

Hayati : Di rumah tuan Zainudin? Mengapa? Apa yang terjadi kanda?

Aziz : Tidak ada apa-apa Hayati. Tuan Zainudin menawarkan pertolongan, tak
baik jika kita menolaknya.

Hayati : Baiklah kanda.

Mereka pun pergi bersama-sama.

BABAK III
Setelah kepergian aziz, keesokan harinya terdengarlah kabar bahwa aziz telah meninggal dunia,
dan datang sebuah surat berisi pesan dari aziz bahwa untuk meminang hayati sebagai istri
Zainudin.

Zainudin : Duduklah, sudahkah engkau membaca surat dari suamimu?

Hayati : Sudah, apa yg harus saya lakukan. Dia telah pergi meninggalkan aku.
Bagaimana dengan nasib saya? Maukah Engkau mengulang kisah kita dulu?

Zainudin : Maaf hayati...

Hayati : Mengapa engkau menjawab sekejam itu kepadaku, Zainudin? Sekalikah pupus
dari hatimu keadaan kita? Jangan kau jatuhkan kepadaku hukuman yang
begitu ngeri.

Zainudin :Begitulah perempuan, dia hanya ingat kekejaman orang kepadanya. Dan lupa
kekejaman dirinya sendiri kepada orang lain. Bukankah kau telah berjanji,
seketika Saya di usir. Kau berjanji akan bersamaku, tapi kenyataannya apa??
Sudahlah Hayati lebih baik kau pulang sekarang.

Hayati : Tidak Zainudin, Saya tak akan pergi. Saya tak perlu kau beri makan, Saya hanya
perlu dekat kau, Zainudin.

Zainudin :Tidak hayati! Kau mesti pulang ke padang. Negeri minang kabau. Besok hari
Senin kapal VAN DER WIJK akan berangkat dari Surabaya ke tanjung periok.
Lalu akan terus ke padang. (sambil menyerahkan sejumlah uang) gunakanlah
uang ini hayati. (Pergi ke belakang)

Mendengar perkataan Zainudin, Hayati pun merasakan kekecewaan mendalam. Dan Muluk pun
masuk

Muluk : Sudahkah kau siap meninggalkan Zainudin ?


Hayati : Sudah, tanda peringatan apakah yang akan dapat dibawa dari rumah ini, bang
muluk?

Muluk : Bawa sajalah ini (memberikan foto Zainudin ) sekurang-kurangnya akan


menjadi peringatan.

Hayati : (menerima foto dan meletakan ke dalam tasnya) Muluk :

mengapa tidak disimpan di dalam peti ?

Hayati : supaya mudah membawanya kalau akan dilihat .

Muluk : Hayati, sebenarnya tak sampai hatiku melepaskan engkau tetapi apakah dayaku.

Hayati :Sampai hati betul Zainudin menyuruhku pulang, tapi biarlah, biarkan lah aku
pergi.

Hayati pun pergi menuju pelabuhan dan berangkat dengan KAPAL VAN DER WIJCK.

Zainudin : Bang Muluk kemana Hayati? Apakah dia sudah pergi?

Muluk : Hayati telah pergi tuan 3 jam yang lalu.

Zainudin : Saya harus mengejarnya. Bang muluk saya akan berangkat ke Jakarta dengan
kereta api nanti malam. Hayati akan saya jemput kembali akan saya bawa
pulang kemari.

Muluk : Inilah keputusan yang sebaik baiknya guru. Saya ikut guru.
Ketika Zainudin berjalan beberapa langkah. Tiba-tiba penjual koran pun datang dengan berita
mengejutkan. Sebuah surat kabar terbit yang berisi kabar bahwa kapal VAN DER WIJCK tenggelam.
Mendengar kabar itu badan Zainudin gemetar dan koran itu dibacanya terus. Zainudin pun langsung
pergi ke rumah sakit mencari hayati.

Zainudin : (melihat ke arah koran) Akh tak kan sempat membaca koran sore ini.

Muluk : (Terkejut)Tuan, sebentar. Bacalah ini.

Zainudin : Kau ini Muluk membuang waktu saja. (Menerima dan membacanya) Hayati.......

Muluk : Bangunlah Guru, lebih baik kita cari Hayati di rumah Sakit.

Sesampainya di Rumah sakit.

Dokter : Anda tuan Zainudin?

Zainudin : Iya, darimana tuan tau?

Dokter : Ketika perempuan ini dibawa kemari, kepalanya yg berdarah diikat dengan
selendang ini. Dari dalam selendang ini sebuah foto tertulis nama zainudin

Zainudin : (melihat hayati) Hayati....

Hayati : (terbangun) Kau.. Zain...

Zainudin : Iya hayati, aku disini. Kuatkanlah kau menahan rasa sakit ini hayati.

Dokter : Dia terlalu parah, darah terlalu banyak keluar dari lukanya. Paru parunya pun
penuh dengan air.
Zainudin : Lakukan segala cara demi kesembuhannya Dok. Lakukan..

Dokter : Barang-barang di rumah saki ini tidak memadai.

Hayati :Zainudin(Memegang tangan Zainudin). Zainudin kekasihku, cahaya kematian


telah terbayang di muka ku. Cuman, jika ku mati..... hatiku telah senang,
sebab.... Engkau telah ada di samping ku sekarang.

Zainudin :Hayati, kuatkanlah. Aku akan di sini menunggu sampai engkau sembuh.
tenanglah. Hidupku hanya buat kau seorang Hayati.

Hayati : (Tersenyum) Dan rasa cintaku telah tenggelam dalam lautan kasih sayangmu.

Zainudin : (memegang tangan hayati). Hayati...........

Hayati pun telah pergi.

Sepeninggal hayati, Zainudin terus sakit-sakitan menahan kerinduan akan Hayati hingga akhirnya ia
pun pergi menyusul Hayati.

Anda mungkin juga menyukai