Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“PEMECAHAN KONFLIK DALAM MEMUTUSKAN PELAYANAN


KESEHATAN KOMUNITAS”

Oleh :

Kelompok 9

Jumiyati P07

Mustanginah P07

Septi Kurniawati P07

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

KALIMANTAN TIMUR

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga Karya Tulis dengan judul
“Manajemen Konflik” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Karya Tulis ini saya buat dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai
manajemen konflik dalam suatu organisasi. Hal ini sangat bermanfaat untuk
melengkapi pengetahuan mahasiswa agar mampu mengatasi konflik yang
mungkin terjadi, baik konflik secara personal atau interpersonal dalam dunia
kerja.

Meskipun upaya semaksimal sudah dilakukan dalam penyusunan karya tulis ini,
namun saya menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang
ditemukan. oleh karena itu, saya mohon adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun guna melengkapi karya tulis ini.

Balikpapan, 15 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan masalah......................................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A. Interprofessional Education (IPE)................................................................ 3
B. Kemampuan Kolaborasi............................................................................... 10
C. Pengukuran Kemampuan Kolaborasi........................................................... 11
BAB III PENUTUP............................................................................................ 13
A. Kesimpulan.................................................................................................. 13
B. Saran............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 15

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Bidan adalah salah satu profesi yang menyediakan pelayanan jasa kebidanan

dan langsung berinteraksi dengan banyak orang dalam hal ini adalah klien.

Profesi bidan juga menjalin hubungan kolaboratif antar tim kesehatan, baik itu

dengan dokter, laboran, ahli gizi, apoteker, dan semua yang terlibat dalam

pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pekerjaannya, bidan akan saling

berinteraksi dengan tim kesehatan tersebut dan ketika tim ini memandang

suatu masalah atau situasi dari sudut pandang yang berbeda maka dapat terjadi

sebuah konflik. Bidan seringkali mengambil tindakan menghindar dalam

menyelesaikan permasalahan atau konflik yang terjadi dengan tujuan

mempertahankan status nyaman dan mencegah perpecahan dalam kelompok.

Ironisnya, strategi tersebut memberikan dampak destruktif terhadap

perkembangan individu dan organisasi.

Penyelesaian konflik diharapkan bersifat sealami mungkin dengan tujuan

meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi dalam

menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang (Shetach, 2012).

Menurut Rahim (2002), gaya kepemimpinan (demokratis, autokratis, dan

Laissez faire) sangat mempengaruhi pemilihan strategi penyelesaian konflik

(integrating (problem solving), obliging, compromising, dominating (forcing),

avoiding), dimana setiap strategi tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan

masing-masing tergantung pada batasan dan sumber konflik, serta tujuan yang

1
ingin dicapai apakah berorientasi pada hubungan antar anggota (concern for

others) atau berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Oleh karena itu

seorang pemimpin perlu memiliki pemahaman yang cukup tentang pengaruh

gaya kepemimpinan terhadap penyelesaian konflik individu ataupun

organisasi.

B. Rumusan masalah

Insiden konflik dalam pelayanan kesehatan kerap terjadi karena rumah sakit

merupakan organisasi yang padat karya, tekhnologi dan sumber daya. Konflik

dalam pelayanan Kesehatan ini dianggap sebagai masalah yang sangat

penting dalam dunia kesehatan. Konflik memiliki dampak negatif dan juga

positif, hal ini tergantung dari bagaimana mengelola konflik.

Dampak dari sebuah konflik mampu mempengaruhi sebuah organisasi

sehingga penting untuk diketahui bagaimana penyebab dan jenis konflik

tersebut terjadi. Jika penyebab dan jenis konflik lebih cepat diidentifikasi,

maka konflik bisa dikelola segera secara baik sehingga mampu menghasilkan

dampak yang positif dan menguntungkan semua pihak

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka penulis akan menjelaskan

bagaimana Pemecahan Konflik Dalam Memutuskan Pelayanan Kesehatan

Dalam Sebuah Komunitas.

C. Tujuan

Untuk mengidentifikasi jenis konflik yang dialami dalam pelayanan

Kesehatan di unit pelayanan Kesehatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Interprofessional Education (IPE)

1. Definisi

Dalam penelitian yang dikemukakan oleh Hakqul Fattah (2017)

Woril Health Organization (WHO) (2010) menyatakan bahwa

Interprofessional Education adalah salah satu konsep pendidikan

teritegrasi untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi. IPE dilaksanakan

oleh dua mahasiswa atau lebih dari profesi kesehatan yang berbeda dan

saling berkontribusi dalam mempelajari tentang bagaimana memberikan

pelayanan dengan sistem kolaborasi yang efektif dan menghasilkan

pelayanan kesehatan yang terbaik untuk pasien. Selain itu IPE merupakan

langkah awal yang paling dibutuhkan untuk mempersiapkan calon-calon

tenaga medis yang siap berkolaborassi sehingga dapat mewujudkan

tenaga medis yang siap memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan

kesehatan pasien (WHO, 2010).

IPE merupakan kesempatan bagi mahasiswa dapat belajaar

berkolaborasi dengan cara menjalin kerjasama dengan profesi lain secara

lebih responsive, efektif dan ekonomis walaupun berhadapan dengan

berbagai tantangan seperti permasalahan pada urbanisasi, migrasi dan

multibudaya yang bersifat dinamis. Dengan kolaborasi yang terencana

dengan baik akan menjadikan kerjasama fleksibel, terkoordinasi, searah,

seimbang dan efektif. Mahasiswa juga dapat mengerti bahwa tiap profesi

3
memiliki tugas-tugas yang berbeda, sehingga mereka dapat menghargai

identitas tiap profesi lain (Barr et al., 2017).

Menurut Bridges et al., (2011) dalam artikel yang dimuat di

COACTION Publisher mengatakan, bahwa Interprofessional Education

adalah sistem pendekatan kolaboratif untuk mahasiswa kesehatan yang

bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dalam pemberian

pelayanan kesehatan sebagai calon anggota tim inteprofessional. IPE

merupakan wadah bagi mahasiswa dalam berkomuunikasi antar tim

multidisiplin ilmu lainnya, sehingga mereka dapat saling berbagi ilmu,

keahlian dan saling menghargai profesi lainnya. Kerjasama yang baik

dalam tim akan berdampak pada keoptimalan dan kualitas pemberi

pelayanan kesehatan.

2. Prinsip Pelaksanaan Interprofessional Education

Prinsip pelaksanaan Interprofessional Education menurut Barr et al.,

(2017) terdapat tiga prinsip pelaksanaan IPE, yaitu :

a. Value (Nilai)

1) Berfokus pada kebutuhan individu (pasien), keluarga dan

komunitas agar dapat meningkatkan kualitas dan hasil pelayanan

kesehatan.

2) Memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh anggota dari

setiap profesi untuk memberikan pendapat.

3) Mengahargai individualitas dan perbedaan antara anggota tim.

4) Menghargai identitas dan keahlian setiap profesi.

4
5) Mengedepankan penyamaran antar profesi dalam lingkungan

pembelajaran.

6) Menanamkan nilai uninprofesional dan multiprofesional.

b. Proccess (Proses)

1) Terdiri dari rangkaian sistem pembelajaran untuk pendidikan, kesehatan

manajerial, medis, perawatan social dan profesi lainnya.

2) Mengajak mahasiswa untuk berpartisipasi pada perencanaan,

perkembangan dan evaluasi hasil pembelajaran.

3) Meninjau kembali kebijakan dan praktek secara kritis dari

perbedaan perspektif.

4) Tiap anggota dari profesi yang berbeda dapat saling belajar dan

berbagi pengalaman serta keahlian masing-masing.

5) Manajemen konflik yang baik, sehingga dapat menyamakan

pendapat dan menyepakati hasil dari diskusi.

6) Pembelajaran yang menggabungkan antara pembelajaran di

universitas dan di tempat di tempat kerja. g. Perpaduan antara teori

dan praktek.

7) Menggunakan pengajaran dasar evidence-based, termasuk

runtutan atau rangkaian dan penempatan pelasanaan IPE.

8) Menerapkan kriteria dan proses pengkajian jyang konsisten bagi

seluruh profesi dengan tujuan agar menjadi profesi yang

berkualifikasi.

9) Melibatkan service users dan perawat dalam proses belajar

mengajar.

5
c. Outcome (Hasil)

1) Menghasilkan tenaga professional.

2) Meningkatkan praktik dalam setiap profesi.

3) Saling bekerjasama dan komunikasi dengan tujuan memperbaiki

pelayanan kesehatan.

4) Memperbaiki individu (pasien), keluarga dan komunitas.

5) Tiap anggota dapat mendeskripsikan pengalamannya.

6) Perkembangan yang terjadi pada anggota IPE dapat dijadikan dan

penelitian yang sistematis.

3. Aplikasi Konsep Kurikulum IPE

Kurikulum IPE tidak dapat dipisahkan dari bagian kolaborasi

interprofessional. Interprofessional Education dapat meningkatkan

kompetensi tenaga kesehatan terhadap praktik kolaborasi.

American College of Clinical Pharmacy ((Lee et al., 2009) membagi

kompetensi pada IPE menjadi 4 bagian yaitu : pengetahuan, keterampilan

(skill), sikap dan kemampuan tim. Hal tersebut akan membuat tenaga

kesehatan lebih mengutamakan bekerjasama dalam melakukan perawatan

pada pasien.

No Kompetensi Utama IPE Komponen Kompetensi IPE

1 Kompetensi penetahuan Strategi koordinasi

Model berbagi tugas/pengkajian situasi

Kebiasaan karakter bekerja dalam tim

Pengetahuan terhadap tujun tim

6
Tanggung jawab yang spesifik

2 Kompetensi keterampilan Pemantauan kerja Bersama-sama

Fleksibilitas

Dukungan perilaku

Kepemimpinan tim

Pemecahan konflik

Umpan balik

Komunikasi/pertukaran informasi

3 Kompetensi sikap Orientasi tim

Kemajuan Bersama

Berbagi pandangan/tujuan

4 Kompetensi kemampuan tim Kepaduan tim

Saling percaya

Orientasi Bersama

Kepentingan bekerja tim

4. Metode Pembelajaran IPE

a. Kuliah klasikal

IPE dapat diterapkan pada mahasiswa menggunakan metode

pembelajaran berupa kuliah klasikal. Setting perkuliahan melibatkan

beberapa pengajar dari berbagai disiplin ilmu (team teaching) dan

melibatkan mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan. Kurikulum

7
yang digunakan adalah kurikulum terintegrasi dari berbagai profesi

kesehatan. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum terintegrasi

dari berbagai profesi kesehatan. Kuliah dapat berupa sharing keilmuan

terhadap suatu masalah atau materi yang sedang dibahas.

b. Kuliah tutorial (PBL)

Setting kuliah tutorial dapat dilakukan dengan diskusi kelompok

kecil yang melibatkan mahasiswa yang berasal dari berbagai profesi

kesehatan. Mereka membahas suatu masalah dan mencoba

mengidentifikasi dan mencari penyelesaian dari masalah yang

dihadapi. Modul yang digunakan adalah modul terintegrasi. Dosen

berupa team teaching dari berbagai profesi dan bertugas sebagai

fasilitator dalam diskusi tersebut.

c. Kuliah tutorial (Brain Storming)

Kuliah tutorial (Brain storming) dilaksanakan pada tatanan

kelas. Modul yang digunakan adalah modul terintegrasi yang

melibatkan mahasiswa yang berasal dari berbagai profesi kesehatan.

Mahasiswa melakukan diskusi kasus dengan ilmu yang diketahui

sendiri tanpa ada literature yang dibawa (Brain Storming).

d. Kuliah tutorial (Evidence Based)

Kuliah tutorial (Evidence Based) merupakan metode yang baik

bagi IPE karena dapat mendiskusikan bagaimana cara berkolaborasi

dengan mahasiswa dari berbagai profesi dalam memberikan pelayanan

kesehatan pada pasien dengan menggunakan Evidence Based terbaru.

8
5. Manfaat Interprofessional Education

Dalam buku yang ditulis Nenny Triana (2018) menurut CIHC

(Canadian Interprofessional Health Collaborative, 2009), manfaat dari

Interprofessional Education (IPE) antara lain meningkatkan praktik yang

dapat meningktkan pelayanan dan membuat hasil yang positif dalam

melayani klien; meningkatkan pemahaman tentang pengetahuan dan

keterampilan yang memerlukan kerja secara kolaborasi; membuat lebih

baik dan nyaman terhadap pengalaman dalam belajar bagi peserta didik;

secara fleksibel dapat diterapkan dalam berbagai setting. Hal tersebut juga

dijelaskan oleh WHO (2010), tentang salah satu manfaat dari pelaksanaan

praktek Interprofessional Education (IPE) dan kolaboratif bahwa strategi

ini dapat mengubah cara berinteraksi petugas kesehatan dengan profesi

lain dalam memberikan perawatan.

World Health Organization (2010) juga menjabarkan manfaat yang

dapat diperoleh dari IPE, yaitu :

a. Educational benefits

1) Mahasiswa memiliki pengalaman dan wawasan yang lebih nyata.

2) Mahasiswa mempelajari tentang bagaimana bekerja sebagai

praktisi

3) Para staf dari berbagai profesi dapat ikut melakukan kontribusi

kedalam pengembanagan program.

b. Health policy benefits

1) Meningkatkan praktik dan produktivitas di tempat kerja.

9
2) Meningkatkan hasil pelayanan kesehatan.

3) Meningkatkan tingkat keselamatan pasien.

4) Jangkauan ke pelayanan kesehatan yang lebih baik

B. Kemampuan Kolaborasi

1. Definisi

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk

menggambarkan suatu hubungan kerjasama yang dilakukan pihak tertentu.

Kolaborasi di dasari prinsip mengenai kebersamaan, kesetaraan, tanggung

jawab dan tanggung gugat. Kolaborasi daam pelayanan kesehatan

didefinisikan sebagai asumsi peran yang melengkapi profesionalitas

pelayanan kesehatan dan bekerja bersama-sama dengan kooperatif, berbagi

tanggung jawab untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan

untuk formulasi dan perencanaan pelayanan pasien (WHO, 2010).

Dalam dunia kesehatan, praktik kolaborasi sangatlah penting.

Pelayanan terbaik pada pasien tidak akan lepas dari praktik kolaborasi

antar tenaga kesehatan professional dalam memberikan pelayanan secara

terintegrasi dalam memecahkan suatu kasus, salah satunya adalah oleh

perawat. Kerjasama tim yang baik dapat membantu mengurangi masalah

patient safety. Hubungan kolaborasi interprofesi dalam pelayanan

kesehatan melibatkan sejumlah profesi kesehatan, namun kolaborasi

merupakan faktor penentu yang sangat penting bagi kualitas proses

perawatan (Christiana, 2018). Pendekatan interprofesional dalam

perawatan pasien diyakini dapat meningkatkan hubungan professionalism,

10
meningkatkan efisiensi dan koordinasi serta pencapaian pelayanan

kesehatan pasien (Flynn et al., 2012).

World Health Organization (2010) mendefinisikan kemampuan

kolaboratif kesehatan “ketika beberapa tenaga kesehatan dari latar

belakang profesi yang berbeda memberikan pelayanan yang komperhensif

dan pendidikan interprofesional terjadi ketika dua atau lebih profesi belajar

satu sama lain untuk memungkinkan kolaborasi yang efektif dan

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (WHO, 2010).

2. Aspek-aspek dalam Kemampuan Kolaborasi

Pada penelitian yang dilakukan oleh Aprillia, dkk (2013) menjelaskan

bahwa terdapat beberapa variabel yang menunjukkan bagaimana

kemampuan kolaborasi pada mahasiswa, yiatu:

a. Percaya Diri

b. Sikap Positif

c. Menghargai Masukan Orang Lain

d. Memberi Dorongan

e. Membangun Semangat Kelompok

C. Pengukuran Kemampuan Kolaborasi

Bronstein (2002) menjabarkan untuk dapat mengukur tingkat kemampuan

kolaborasi antara mahasiswa dan memeriksa sejauh mana individu dapat

terlibat dalam perilaku kolaboratif terdapat lima dimensi, yaitu :

1. Saling ketergantungan dalam interaksi professional yang mengacu pada

terjadinya interaksi antara tenaga kesehatan lain menurut peran dan tugas

11
masing-masing demi mencapai tujuan yang sama. Untuk fungsi ini

seluruh tenaga kesehatan harus memiliki pemahaman yang jelas tentang

peran dan tanggung jawab masing-masing. Perilaku yang menunjukkan

saling ketergantungan adalah waktu yang dihabiskan bersama dalam

kegiatan formal dan informal, komunikasi secara lisan dan tertulis antar

mahasiswa dan saling menghargai dan menghormati pendapat dan

masukan yang diperlukan antar mahasiswa.

2. Kegiatan professional yang baru saja dibuat yang mengacu pada tindakan

kolaboratif dari apa yang dibuat ketika para profesional bertindak

menurut peran masing-masing. Aktivitas ini memaksimalkan keahlian

antar kolaborator.

3. Fleksibilitas yang berhubungan pada ketergantungan peran yang

mengacu pada kejadian yang mempertimbangkan untuk kesenjangan

peran.

4. Tujuan bersama yang mengacu pada berbagi tanggung jawab dalam

seluruh proses untuk mencapai tujuan bersama, termasuk ikut dalam

mendesain, mendefinisikan, mengembangkan dan mencapai tujuan akhir

5. Refleksi atas proses yaitu mengacu pada perhatian dalam proses

kerjasama antar mahasiswa. Dapat termasuk pada saat mereka berfikir,

saling menyampaikan pendapat dan memberikan umpan balik antar

mahasiswa dalam proses berdiskusi untuk memperkuat hubungan dan

efektivitas kolaborasi.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide,

nilainilai, keyakinan, dan perasaan antara dua orang atau lebih. Seorang

pemimpin memiliki peran yang besar dalam mengelola konflik yang

konstruktif dalam pengembangan, peningkatan, dan produktivitas suatu

organisasi. Gaya kepemimpinan seseorang sangat mempengaruhi pemilihan

strategi penanganan konflik (integrating, obliging, dominating, avoiding, dan

compromising). Salah satu model penyelesaian konflik yang digunakan

adalah Model Rahim (2002), yang terdiri atas proses diagnosis, intervensi,

dan evaluasi. Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan langkah-langkah

identifikasi, antara lain identifikasi batasan konflik, sumber konflik, potensi

sumber daya manusia, dan identifikasi strategi yang akan dilakukan. Proses

selanjutnya adalah intervensi. Terdapat bermacam-macam strategi intervensi

konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi, konsiliasi, mediasi, arbitrasi, litigasi,

dan force yang dapat dipilih berdasarkan gaya kepemimpinan seseorang.

Intervensi yang dipilih bersifat sealami mungkin dan mampu memperbaiki

keadaan dalam suatu organisasi dan meningkatkan proses belajar dan

pemahaman individu atau organisasi dalam menyelesaikan konflik saat ini

ataupun yang akan datang. intervensi juga diharapkan dapat memperbaiki

struktur organisasi, seperti dalam hal mekanisme integrasi dan diferensiasi,

hirarki, prosedur, reward system, dan lain sebagainya. Proses terakhir adalah

13
evaluasi sebagai mekanisme umpan balik terhadap proses diagnosis dan

intervensi yang telah dilakukan.

B. Saran

Perlu adanya kegiatan pelatihan dasar kepemimpinan yang berkelanjutan

bagi profesi keperawatan, khususnya sebagai perawat pengelola (manajer)

untuk dapat 32 menerapkan gaya kepemimpinan yang baik dalam

menentukan strategi penyelesaian konflik.

14
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/sesan/Downloads/C012171014_tesis%201-2.pdf

file:///C:/Users/sesan/Downloads/BAB%20II%20(1).pdf

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/
948d79fe6b7aeeecbe85d5f510b66c01.PDF

15

Anda mungkin juga menyukai