1. KEBERATAN.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP),
maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak
terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib Pajak tidak sependapat
maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut
Dasar Hukum pengajuan keberatan diatur dalam Ketentuan Bab V Pasal 25 UU No. 6
Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU .KUP)
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2007.
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas
suatu
Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengajuan keberatan bertujuan untuk melindungi hak-hak wajib pajak secara hukum
manakala terjadi kesewenang-wenangan dalam menentukan kewajiban perpajakan.
Maksud pemberian hak mengajuan keberatan agar wajib pajak mempunyai kesempatan
untuk mendapat keadilan di bidang perpajakan.
Bahwa undang-undang juga mengatur kewajiban wajib pajak untuk melunasi jumlah
pajak yang telah disetujuinya dalam pembahasan hasil pemeriksaan sebelum wajib pajak
mengajukan keberatan.Dan apabila keberatan wajib pajak ditolak , dikenakan sanksi
sebesar 50 % dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
Jenis-Jenis Keputusan Keberatan Wajib Pajak:
- Mengabulkan seluruhnya;
- Mengabulkan sebagian;
- Menolak;
2. BANDING.
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas
keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke
Badan Peradilan Pajak.
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung
Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas
keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan
syarat:
1) Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli, warisnya, seorang pengurus, atau
kuasa hukumnya.
2) Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding
dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau
pengampunya dalam hal pemohon Banding pailit.
3) Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan,
peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud
dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena
penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.
Pencabutan banding.
Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:
1. penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan;
2. putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.
Peninjauan Kembali adalah upaya hukum luar biasa yang diajukan oleh pihak-pihak yang
mempunyai adanya data baru (novum) yang kalau dipertimbangkan dalam pemeriksaan
di tingkat banding akan memberi putusan yang berbeda dengan Putusan Pengadilan
Pajak, ditujukan ke Mahkamah Agung.
Putusan Peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung diambil melalui sidang pemeriksaan
oleh Majelis Hakim Agung dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. Putusan Peninjauan
Kembali dapat berupa :