Anda di halaman 1dari 6

BAB 5

KEBERATAN, BANDING, DAN PENINJAUAN KEMBALI

KEBERATAN WAJIB PAJAK

1. KEBERATAN.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP),
maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak
terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib Pajak tidak sependapat
maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut

Dasar Hukum pengajuan keberatan diatur dalam Ketentuan Bab V Pasal 25 UU No. 6
Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU .KUP)
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2007.

Sebagau aturan pelaksanaan bagi Direktur Jenderal Pakak , pemerintah telah


mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Pasal 25 UU KUP mengatur :

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas
suatu

1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB);


2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
3) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
4) Surat ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB): atau

Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

Syarat-syarat pengajuan Keberatan Wajib Pajak.


1) Keberatan Wajib pajak diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
2) Mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut, atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak , disertai alasan
yang menjadi dasar perhitungan.
3) Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan
pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak;
4) Satu surat keberatan untuk satu surat ketetapan wajib Pajak;
5) Wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum
surat keberatan Wajib Pajak disampaikan.

Tujuan pengajuan keberatan.

Pengajuan keberatan bertujuan untuk melindungi hak-hak wajib pajak secara hukum
manakala terjadi kesewenang-wenangan dalam menentukan kewajiban perpajakan.
Maksud pemberian hak mengajuan keberatan agar wajib pajak mempunyai kesempatan
untuk mendapat keadilan di bidang perpajakan.

Untuk mendapatkan kepastian hukum undang-undang mengatur bahwa keberatan yang


tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak
dipertimbangkan ( Pasal 25 ayat (4) UU KUP). Disisi lain diatur juga bahwa Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 ( dua belas) bulan sejak tanggal surat
keberataan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan ( Pasal 26
ayat (1)). Dan apabila jangka waktu 12 ( dua belas) bulan tersebut telah terlampaui dan
Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan, keberatan yang diajukan tersebut
dianggap dikabulkan (Pasal 26 ayat (5) UU KUP ).

Bahwa undang-undang juga mengatur kewajiban wajib pajak untuk melunasi jumlah
pajak yang telah disetujuinya dalam pembahasan hasil pemeriksaan sebelum wajib pajak
mengajukan keberatan.Dan apabila keberatan wajib pajak ditolak , dikenakan sanksi
sebesar 50 % dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
Jenis-Jenis Keputusan Keberatan Wajib Pajak:

- Mengabulkan seluruhnya;

- Mengabulkan sebagian;

- Menolak;

- Menambah jumlah pajak yang masih harus dibayar.

2. BANDING.

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas
keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke
Badan Peradilan Pajak.

Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung
Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding

Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas
keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan
syarat:

a. Tertulis dalam bahasa Indonesia


b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
c. Alasan yang jelas.
d. Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.
e. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding,
f. Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.
Pihak yang mengajukan banding.

1) Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli, warisnya, seorang pengurus, atau
kuasa hukumnya.
2) Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding
dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau
pengampunya dalam hal pemohon Banding pailit.
3) Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan,
peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud
dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena
penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

Pencabutan banding.

Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:

1. penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan;
2. putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.

3. PENINJAUAN KEMBALI (PK).

Peninjauan Kembali adalah upaya hukum luar biasa yang diajukan oleh pihak-pihak yang
mempunyai adanya data baru (novum) yang kalau dipertimbangkan dalam pemeriksaan
di tingkat banding akan memberi putusan yang berbeda dengan Putusan Pengadilan
Pajak, ditujukan ke Mahkamah Agung.

Permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan apabila dalam putusan mengenai


perkara yang bersangkutan ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya suatu kebohongan, tipu muslihat, atau bukti-bukti palsu, yang untuk itu
semua telah dinyatakan pula oleh hakim pidana. Peninjauan kembali dapat
diajukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak diketahuinya kebohongan,
tipu muslihat, atau bukti-bukti palsu berdasarkan putusan hakim pidana.
2. Adanya surat-surat bukti yang bersifat menentukan, jika surat-surat bukti
dimaksud dikemukakan ketika proses persidangan berlangsung. Bukti semacam
itu disebut pula dengan istilah novum. Peninjauan kembali dapat diajukan dengan
masa tenggang waktu 180 hari sejak diketahui atau ditemukannya bukti baru
(novum).
3. Adanya kenyataan bahwa putusan hakim mengabulkan suatu hal yang tidak
dituntut atau lebih dari yang dituntut. Peninjauan kembali dapat diajukan dalam
tenggang waktu 180 hari sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara.
4. Adanya bagian mengenai suatu tuntutan dalam gugatan yang belum diputus tanpa
ada pertimbangan sebab-sebabnya. Peninjauan kembali diajukan dengan masa
tenggang waktu 180 hari sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap dan
telah diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara.
5. Adanya putusan yang saling bertentangan, meskipun para pihaknya sama,
mengenai dasar atau soal yang sama, atau sama tingkatannya. Peninjauan kembali
ditujukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak putusan mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan telah diberitahukan kepada pihak-pihak yang
berperkara.
6. Adanya kenyataan bahwa putusan itu mengandung suatu kekhilafan atau
kekeliruan yang nyata sehingga merugikan pihak yang bersangkutan. Peninjauan
kembali dapat diajukan dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak putusan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan telah diberitahukan kepada pihak-
pihak yang berperkara.

Syarat-syarat pengajuan Peninjauan Kembali :


1. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak putusan pengadilan pajak
diterima.
2. Menyampaikan memori Peninjauan Kembali;
3. Membayar biaya perkara Rp. 2,500.000,-

Putusan Peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung diambil melalui sidang pemeriksaan
oleh Majelis Hakim Agung dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. Putusan Peninjauan
Kembali dapat berupa :

a) Mengabulkan seluruhnya / sebagian;


b) Menolak;
c) Membatalkan;
d) Tidak Dapat Diterima (TDD).

Anda mungkin juga menyukai