Anda di halaman 1dari 12

TANTANGAN ISLAM WASATHIYAH

DOSEN PEMPIMBING
M. ANZAIKAN, M. Ag.

DI SUSUN OLEH
SINGGIT SYAPUTRI
190301008

AQIDAH FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAR UIN AR RANIRY BANDA ACEH
 KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Puja dan Puji syukur
kami panjatkan kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya
sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah ilmiah bahasa indonesia dengan judul
" Tantangan Islam Wasathiyah"

Penulisan makalah ini telah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai
pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan
makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang
dada saya membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran
maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil
manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat
permasalah lain yang berkaitan pada makalah-makalah selanjutnya.

                                                                            
   Langsa, 20 Juli 2021

                                                                      Penulis


A. Pendahuluan

Wasathiyah adalah ajaran Islam yang mengarahkan umatnya agar adil, seimbang,
bermaslahat dan proporsional, atau sering disebut dengan kata “moderat” dalam semua dimensi
kehidupan. Wasathiyah atau moderasi saat ini telah menjadi diskursus dan wacana keIslaman
yang diyakini mampu membawa umat Islam lebih unggul dan lebih adil serta lebih relevan
dalam berinteraksi dengan peradaban modern di era globalisasi dan revolusi industri, informasi
dan komunikasi. Wasathiyah Islam bukanlah ajaran baru atau ijtihad baru yang muncul di abad
20 masehi atau 14 hijriyah. Tapi wasathiyah Islam atau moderasi Islam telah ada seiring dengan
turunnya wahyu dan munculnya Islam di muka bumi pada 14 abad yang lalu. Hal ini dapat
dilihat dan dirasakan oleh umat Islam yang mampu memahami dan menjiwai Islam sesuai
dengan orisinalitas nashnya dan sesuai dengan konsep dan pola hidup Nabi Muhammad saw,
sahabat dan para salaf shaleh.

Arah pemikiran Islam “wasathiyah” ini menjadi sesuatu yang baru dan fenomenal dalam
narasi dan pemikiran Islam global, karena disegarkan kembali dan diperkenalkan kembali oleh
seorang mujtahid abad 21, yaitu yang mulia Al-Imam Profesor Doktor Yusuf Al-Qaradhawi,
seorang ulama besar dari Qatar kelahiran Mesir, alumni Universitas terkemuka di dunia, Al-
Azhar Mesir. Karya-karyanya baik dalam bentuk buku, makalah ilmiah, ceramah ataupun sepak
terjangnya dalam gerakan dakwah Islamiyah di seluruh dunia, seluruhnya berlandaskan konsep
Islam moderat atau wasathiyatul Islam, sehingga para Ulama dunia dan masyarakat Islam
internasional menerimanya dengan baik dan menjadikannya sebagai konsep pemikiran baru
sebagai prinsip implementasi Islam yang rahmatam lilalamin.

Konsep pemikiran moderasi Islam atau wasathiyatul Islam menjadi menarik dan menjadi
impian semua entitas, gerakan dakwah Islam bahkan Negara-negara Islam, setelah dunia Islam
dirisaukan dengan munculnya dua arus pemikiran dan gerakan yang mengatasnamakan Islam.
Pemikiran dan gerakan pertama, mengusung model pemikiran dan gerakan yang kaku dan keras,
atau sering disebut dengan Al-Khawarij al-judud (New Khawarij). Kelompok ini melihat bahwa
Islam adalah agama nash dan konstan, tidak menerima perubahan dan hal-hal baru dalam ajaran-
ajarannya khususnya dalam akidah, ibadah, hukum dan muamalat, sehingga perlu membersihkan
anasir-anasir syirik dan bid’ah dari akidah, ibadah, hukum dan muamalat umat. Paham dan
pemikiran ini telah menimbulkan kesan negative terhadap Islam, bahkan melahirkan stigma
buruk terhadap Islam sebagai agama yang keras, tertutup, radikal intoleran dan tidak humanis.

Para Ulama Islam modern, menyadari kondisi benturan dua arus pemikiran yang saling
bertentangan ini, antara arus pemikiran ekstrim kanan (tafrith) dan ekstrim kiri (ifrath), sangat
berbahaya bagi peradaban Islam dan kehidupan umatnya dalam persaingan peradaban dunia.
Oleh karena itu ulama-ulama Islam wasathiy (moderat), seperti Rasyid Ridha murid Muhammad
Abduh, Hasan Al-Banna, Abu Zahrah, Mahmud Syalthout, Syekh Muhammad Al-Madani,
Syekh At-Thahir Ibnu Asyur, Muhammad Abdullah Darraz, Muhammad Al-Ghazali, Yusuf Al-
Qardhawi, Wahbah Ad-dzuhaili, Ramadhan Al-Buthiy dan lainnya. Para ulama ini mulai
berusaha mengarahkan umat Islam untuk memahami dan mengimplementasikan ajaran Islam
yang wasathiy.
B. Pembahasan

Islam merupakan agama yang di dalamnya terdapat seperangkat pranata dan nilai, tidak
serta merta bisa terwujud tanpa perjuangan. Maka kewajiban Muslim untuk terus membumikan
ajaran rahmah dalam bentuk nyata.

Kekerasan atas nama agama atau pemahaman sempit terhadap agama seyogyanya digerus
dengan cara terus menampilkan ajaran dalam bentuk praktek.

Karena citra Islam dibawa oleh pemeluknya, tidak hanya menjadi monument ajaran dalam kitab
suci. Pun dakwah Islam paling efektif yaitu dengan menampilkan keluhuran Islam dalam akhlak.

Islam moderat atau Islam Wasatiyah adalah sebuah terminologi untuk menampilkan
Islam dengan wajah ramah bukan beringas. Tidak terlalu tekstual yang menghasilkan paham
radikal, dan tidak terlalu liberal yang menampilkan wajah kebebasan tanpa batas.

Wasathiyah Islam (Moderasi Islam) dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an telah disepakati secara consensus (Ijma’) oleh para Ulama Islam setiap
generasi dari masa Rasulullah SAW sampai kiamat, bahwa dia adalah referensi utama dan
tertinggi dalam Islam, baik secara akidah dan syar’at maupun secara ilmiah. Al-Qur’an telah
menjelaskan dengan mendasar, akuratif dan relevan tentang hakikat arah pemikiran washathiyah
dalam kehidupan umat Islam pada banyak ayat dalam AlQur’an. Dari isyarat Al-Qur’an ini
lahirlah pandangan-pandangan dan konsep serta manhaj moderasi Islam dalam setiap aspek
kehidupan umat. lalu bagaimana pengertian dan hakikat washathiyah menurut Al-Qur’an?.

Muhammad Ali As-Shalabiy (2007M) telah menulis dengan baik dan mumpuni tentang
manhaj Al-Washathiyah dalam Al-Qur’an lewat Thesis Magisternya di Universitas Ummu
Darman Sudan yang diterbitkan oleh Mu’assasah Iqro, Mesir tahun 2007, dengan Judul “Al-
Washathiyah fil Qur’an Al-Karim. Menurut As-Shalabi bahwa akar kata Washathiyah terdapat
dalam 4 (empat) kata dalam Al-Qur’an dengan arti yang hampir mirip1

Wasathiyah bermakna paling adil, ideal paling baik dan berilmu

“Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah
mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?" (QS. AlQalam: 28) Ibnu
Abbas ra dan At-Thabari berkata: Bahwa yang diamaksud dengan kata aushatuhum adalah
“Orang yang paling adil dari mereka”. Al-Qurthubi menafsirkan ayat 28 surat Al-Qalam ini
adalah “orang yang paling Ideal, paling adil dan paling berakal dan paling berilmu”. Dalam ayat
ini juga dapat dismpulkan bahwa makna akata ausathuhum adalah “paling adil, paling baik atau
ideal dan paling berilmu”

1
Ali Muhammad as-shalabiy, al-wasathiyah fil qur,an al-karim. Hal 16-25
Imam Ibnu Jarir At-Thabari (W: 310H/923M)14 .

Imam Ibnu Jarir At-Thabari adalah Syaikhul mufassirin, beliau telah menulis tafsir
bilma’tsur (berdasar riwayat) terlengkap di dunia pada abad ke 3 hijriah. Tafsirnya menjadi
rujukan para ulama tafsir di masanya sampai saat ini. At-Thabari telah memeberi konsep
wasathiyah yang lengkap dan mumpuni, saat manafsirkan surat Al-Baqarah ayat 143,
sehingga menjadi referensi para ulama wasathiyah samapai saat ini. At-Thabari berpendapat
bahwa umat Islam yang wasathiyah adalah “Umat Islam adalah umat moderat, karena
mereka berada pada posisi tengah dalam semua agama, mereka bukanlah kelompok yang
ekstrem dan berlebihan seperti sikap ekstremnya nashrani dengan ajaran kerahibannya yang
menolak dunia dan kodratnya sebagai manusia. Umat Islam juga bukan seperti bebasnya dan
lalainya kaum yahudi yang mengganti kitab-kitab Allah, membunuh para Nabi, mendustai
Tuhan dan kafir pada-Nya. Akan tetapi umat Islam adalah umat pertengahan dan seimbang
dalam agama, maka karena inilah Allah menamakan mereka dengan umat moderat”.

At-Thabari memposisikan umat Islam antara dua ajaran agama samawi yang telah
mengalami penyelewengan dan distorsi yaitu yahudi dan nashrani. Yahudi adalah agama
yang dianut oleh bani israil dipimpin oleh para rahib yang tidak memiliki konsistensi pada
ajaran asli taurat, mereka merubah ajaran taurat sesuai dengan napsu mereka. Firman Allah:
“Diantara orang Yahudi yang merubah firman Allah dari tempatnya, dan mereka berkata;
kami mendengar tapi kami tidak mematuhinya” (QS. An-Nisa: 46). Kaum Yahudi mengganti
tuhan dan syari’at taurat yang diajarakan Allah lewat para Nabi-Nya kepada mereka, serta
menganti Allah dengan Nabi Uzair dan individu lainnya sebagai anak tuhan. Allah
berfirman: “Dan orang-orang Yahudi berkata: Uzair putra Allah, dan orang-orang nashrani
berkata: Al-Masih putra Allah” (QS. AtTaubah: 30). Bahkkan Yahudi tega dan sadis
membunuh para Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah kepada mereka untuk memperbaiki
akidah dan kehidupan mereka.

Adapun agama dan umat Nashrani, mereka adalah umat yang kurang menggunakan akal
sehat dalam beragama, mereka sangat tekstual dan kaku dalam memahami ajaran agamanya,
nashrani adalah agama yang hanya memperhatikan masalah ukhrawi dan tidak
memperdulikan masalah kehidupan dunia. Akibat pemahaman yang kaku dan tekstual ini
mereka tidak menerima perubahan dan mejadikan hidup kerahiban (menjauhi dunia) sebagai
ajaran agamanya padahal Allah tidak mengajarkan demikian. Allah berfirman: “Mereka
mengada-adakan rahbaniyah (hidup kerahiban), padahal Kami tidak mengajarkannya kepada
mereka, dan yang Kami wajibkan hanyalah mencari keridhaan Allah, tetapi mereka tidak
pelihara sebagaimana mestinya”. (QS. Al-Hadid: 27). Itulah kehidupan dua umat yang tidak
moderat dalam beragama, Yahudi terjerembab dalam jurang penyelewengan yang
menyebabkan murka Allah yang abadi pada mereka, karena kelancangan dan sikap bebas
mereka merubah ajaran Allah. Sementara kelompok nashrani yang tekstual, kaku serta
ghuluw (ekstrem) dalam memperaktekan ajarana agama dalam bentuk kerahiban menolak
dunia, menyebabkan mereka terperosok dalam jurang kesesatan abadi jauh dari hidayah
Allah swt.2

2
Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari. Lahir tahun 838 M / 224 H dan wafat tahun 923 M / 310 H adalah seorang
sejarawan, mufassir dan pemikir muslim. Lahir di daerah Amol atau Amuli, Thabaristan (sebelah selatan Laut
Kaspia). Nama lengkapnya adalah Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali ath-
Tantangan Islam Wasatiyah

Oknum umat Islam yang menggunakan agama sebagai alat mencapai tujuan tertentu,
misalnya kekuasaan, banyak diwarnai dengan kekerasan. Sebagaimana perjuangan mendirikan
Khilafah Islamiyyah atas nama agama buktinya sangat jauh dari nilai-nilai Islam yang damai.
Hal tersebut tergambar dalam gerakan ISIS yang menumpangi kekerasan atas nama agama.
Klaim golongan ISIS mewakili kekuatan Islam faktanya hanya menampilkan sisi kekerasan
sampai menghasilkan rasa Islamophobia, ketakutan atas Islam.
Harusnya hal ini menjadi musuh bersama, karena menampilkan Islam hanya dari segi kekerasan
dan pertumpahan darah.

Tujuan mulia tanpa didukung tindakan paralel, hanya akan menghasilkan salah paham
yang akan terus menggerus Islam. Ditengah kondisi ini, maka narasi Islam wasatiyah, Islam
moderat harus didorong kedepan sebagai solusi wajah Islam masa depan.

Prasyarat utama berkembangkan Islam wasatiyah, Moderasi Islam adalah intelektualitas


mantap dalam memahami dua teks suci Islam.
Paham Islam radikal sebagaimana dalam gambaran sejarah berdirinya paham Khawarij yang
mana mempergunakan ayat Al-Qur’an untuk melegitimasi tindakan kekarasan. Surat al-Maidah
ayat 44 dipergunakan dengan cara yang salah bahkan untuk sesama Muslim,

َ‫َو َمنْ لَ ْم يَ ْح ُك ْم بِ َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ فَُأولَِئ َك ُه ُم ا ْل َكافِرُون‬

Artinya; “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Qs. Al-Maidah: 44)

Sama-sama berpegang terhadap Al-Qur’an, orang Khawarij dan Ahlussunnah wal Jamaah
berbeda dalam tindakan praksis.
Pemahaman tekstual tanpa dikonsultasikan dengan realitas menjadikan khawarij menjelma
menjadi gerakan radikal ekstrim dengan klaim sepihak kebenaran berasal dari golongan mereka
sendiri.

Intelektualitas, Prasyarat Utama Islam Wasatiyah

Thabari, lebih dikenal sebagai Ibnu Jarir atau athThabari. Beliau adalah Ulama besar Islam yang menguasai banyak
Ilmu dan karya besar dalam Islam. Di antara karyanya yang terkenal dalam Islmu sejarah adalah Tarikh ar-Rusul
wa al-Muluk (Sejarah Para Nabi dan Raja) atau lebih dikenal sebagai Tarikh ath-Thabari. Karya beliau ini telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi 40 jilid, berjudul The History of al-Tabari. Kitab ini berisi sejarah
dunia hingga tahun 915, dan terkenal karena keakuratannya dalam menuliskan sejarah Arab dan Muslim. Dalam
bidang Tafsir beliau dikenal dengan Syaiukhul Mufassirin dengan kitab Tafsir yang terkenal bernama Tafsir ath-
Thabari, yang menjadi sumber dan rujukan para mufassir lainnya, seperti AlQrthubi, Al-Baghawi, as-Suyuthi dan
juga Ibnu Katsir.
Keniscayaan Islam moderat untuk masa depan Islam sebagai ajaran agama yang sesuai
kebenaran transedental dan sesuai dengan fitrah manusia tergambar dalam lintasan sejarah.
Penggunaan simbol-simbol agama sebagai pembenaran tindakan kekarasan harus disanggah
dengan kontra-narasi yang tepat. Dalam konteks ini, Islam harus dibawa oleh golongan dengan
intelektualitas tinggi guna menjelaskan ajaran Islam degan baik.

Selama Islam hanya diwarnai oleh oknum-oknum pengamal agama untuk kekerasan, selamanya
Islam akan terus tersudut. Hakikat Islam wasatiyah difirmankan oleh Allah SWT dalam ayat,

َ ‫سو ُل َعلَ ْي ُك ْم‬


‫ش ِهيدًا‬ ِ ‫ش َهدَا َء َعلَى النَّا‬
ُ ‫س َويَ ُكونَ ال َّر‬ َ ‫َو َك َذلِكَ َج َع ْلنَا ُك ْم ُأ َّمةً َو‬
ُ ‫سطًا لِتَ ُكونُوا‬

Artinya; “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu” (Qs. Al-Baqarah: 143)

Komunitas Moderat adalah harapan untuk bisa mewujudkan Islam yang berperan dalam bidang
kebudayaan, peradaban, keadilan sampai bidang politik.
Dasar dari peran tersebut adalah ajaran Islam wasatiyah yang mengedepankan sikap keberadilan
dan toleransi. Ash-Shawabu Minallah

 Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ahmad Najib Burhani menyebut
bahwa kehadiran Islam wasathiyah di Indonesia terlalu besar untuk gagal.Kalimat ini dikutip
dari pernyataan Azyumardi Azra, “Indonesian wasathiyah Islam is too big to fail.” Oleh karena
itu, kita patut bersyukur dan terus mempertahankan karakter Islam wasathiyah ini.

Meskipun besar, Islam moderat di Indonesia mengalami beberapa tantangan dari dalam
dan dari luar. Hal itu dikatakan Ahmad Najib Burhani dalam Webinar Refleksi Akhir Tahun
dengan tema“Moderasi Keislaman dan Keindonesiaan” yang diselenggarakan oleh Program
Doktor Politik Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bekerjasama dengan Majelis
Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pascasarjana UMY, 30 Desember
2020.

Tantangan dari dalam berupa fragmentasi otoritas keagamaan dan desentralisasi otoritas
keagamaan, misalnya dengan kemunculan gerakan hijrah dan gerakan salafi. Wasathiyah Islam
mendapat tantangan dari luar, seperti globalisasi dan menguatnya politik identitas. Di tengah
berbagai arus ini, perlu ada pengarusutamaan moderasi Islam. “Pemerintah perlu berpihak pada
penguatan moderasi Islam,” ujar Najib Burhani.

Menurutnya, ada beberapa pertanyaan yang belum selesai dan terus dipertentangkan di
kalangan internal umat Islam. Seperti pertanyaan, apakah keislaman itu tidak kompatibel dengan
keindonesiaan? Apakah kesalehan itu harus dengan sikap intoleransi? Apakah hukum agama
harus diletakkan di atas hukum negara dalam masyarakat yang majemuk? Dialektika ini
seharusnya sudah selesai.

Namun dalam kenyataanya, terdapat beberapa masalah di kalangan umat Islam yang
menjadi tantangan Islam moderat. Seperti otoritarianisme yang mengarah pada konservatisme.
Najib Burhani mengingatkan bahwa segregasi, intoleransi, kebencian, al-walla wa al-barra jika
terus ditanamkan dan diindoktrinasi sejak anak-anak, maka mereka yakin bahwa itulah yang
diajarkan oleh agama.

“Sebagian orang masih terus menyebarkan dikotomi tersebut, termasuk melalui media sosial,”
ungkap wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi ini.

Islam wasathiyah adalah jalan tengah yang moderat, inklusif, dan toleran. Dalam Qur'an,
Islam wasathiyah bersandar pada umat yang tidak ekstrem. Aktualisasi Islam wasathiyahh di
Indonesia bukan hanya pada tingkat doktrin, tapi pada realitas empiris historis, sosiologis, dan
kultural. Islam wasathiyah Indonesia kini mendapat tantangan dari Islam transnasional yang
mengusung paham yang kaku, literal, dan radikal. Menurut penulis Islam wasathiyah Indonesia
perlu penguatan terus menerus melalui revitalisasi dan reaktualisasi. Dalam buku ini penulis
memperlihatkan bahwa masa depan Islam adalah Islam wasathiyah. Dalam kumpulan tulisan ini
penulis tidak hanya memperbincangkan soal agama saja, taoi juga membahas soal pendidikan,
korupsi, radikalisme, terorisme, hingga ke soal apatisme politik.3

Washathiyah bukanlah pemikiaran Islam yang berorientasi budaya negerinegeri tertentu,


sekte-sekte tertentu, mazhab-mazhab tertentu, jama’ah-jamah terntau ataupun karena zaman

3
Azra azyumardi thaha, idris (ed), nugroho, RBE agung (ed), nuradji (ed). relevasi islam wasathiyah (jakarta: perbit
buku kompas 2020) hal 30.
tententu, namun moderasi Islam adalah hakikat ajaran Islam pertama kali yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad SAW, sebelum dicemari oleh kotoran pemikiran, dicampuri oleh tambahan-
tambahan bid’ah, dipengarhi oleh perbedaan-perbedaan pendapat dalam tubuh umat, diterpa oleh
pandangan arah-arah dan sekte-sekte Islam dan diwarnai oleh ideologi-idiologi asing. Aku telah
membangun memperkenalkan kembali konsep pemikiran Islam washathiyah atau moderasi Islam
ini sejak lebih dari setengah abad yang lalu, dimana saya membahasnya dengan jelas pada bagian
pendahuluan buku saya yang berjudul Al-Halal wal Haram fi Al-Islam (Halal dan Haram dalam
Islam) yang terbit tahun 1960”4

Al-Qardhawi dapat dikatakan bahwa beliau adalah bapak moderasi Islam modern.
Qardhawilah ulama pertama di zaman modern yang memperkenalkan kembali ajaran moderasi
Islam. Al-Qardhawi juga telah menulis konsep arah pemikiran Islam moderat ini dalam buku-
bukunya yang lain, diantaranya bukunya yang berjudul “Syari’ah Islamiyah Shalih liltathbiq fi
Kullli zamanin Wamakanin, terbit di kairo tahun 1972, Al-Khashais Al-Ammah Lil Islam, terbit
di Kairo, tahun 1977, Fi Fiqh Aulawiyat, terbit di Kairo tahun 1994, Tsaqafatuna bainal Infitah
wal Inghilaq, terbit di kairo tahun 2000, Khitabuna Al-Islamiy fii Ashril Aulamah, terbit di Kairo
tahun 2003, Dirasah fi Fiqh Maqashid As-Syari’ah, terbit di Kairo tahun 2005 dan buku beliau
terbaru yang lebih membahas lebih khusus dan detail tentang Washathiyah adalah buku yang
bejudul “Fiqh Al-Washathiyah Wa at-tajdid, Ma’lim Wamanaraat, terbit di Doha tahun 2009
serta buku-bukunya yang lain yang beliau tulis setelah karyakarya tersebut, dimana Al-Qardhawi
selalu memberikan warna setiap karyanya dengan manhaj washathiyah ini.

Jadi kalau kita para Ilmuan Islam mau jujur dan objektif, maka mestinya kita mengakui
bahwa bapak Manhaj Washathiyah atau moderasi Islam modern, adalah Imam Professor Doktor
Yusuf Al-Qardhawi. Semua karya, kajian dan tulisan yang terkait dengan moderasi Islam di
dunia Islam adalah kelanjutan dan mengikuti AlQardhawi, bahwa manhaj dan pemikiran Islam
4
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Al-Wasathiyah Wa at-tajdid, Ma’lim Wamanaraat, (Doha: Markaz Al-Qardhawi
Lilwashathiyah Al-Islamiyah wa At-Tajdid, 2009), hal 11-12
tentang washathiyah tidah boleh dibelokkan lagi kepada arah yang lain seperti liberalism dan
lainnya, walapun memang telah ada isyarat dan prinsip-prinsip utamanya dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah tentang ajaran washathiyah ini. Semoga Allah swt memberikan ganjaran pahala yang
terus menerus kepada beliau. Amiin.

Ciri dari Islam Wasathiyah yaitu pertengahan atau moderasi, menghindari segala bentuk
kekerasan dan sekaligus merujuk memiliki sikap adil. Dengan memahami ciri dan pengertian
seperti yang dijabarkan di atas, maka umat Islam mampu menjalankan agamanya
secara wasathiyah

slam Wasathiyah bersikap toleran, menghargai perbedaan, tidak memaksakan orang lain
mengikuti apa yang kita yakini, dan tidak menghina orang lain yang berbeda. Islam Radikal
berusaha memaksa orang lain mengikuti keyakinan mereka, tidak mau menerima perbedaan,
sehingga mudah menyalahkan dan menghina orang lain yang berbeda keyakinan.

C. Kesimpulan
Wasathiyah adalah ajaran Islam yang mengarahkan umatnya agar adil, seimbang,
bermaslahat dan proporsional, atau sering disebut dengan kata “moderat” dalam semua dimensi
kehidupan.
Pembentukan watak Islam moderat atau “wasathiyah” di Indonesia terbukti masih terpelihara
sampai saat ini, terbukti bahwa dua ormas besar Islam sampai saat ini tetap bertahan
di Indonesia: NU dan Muhammadiyah
Islam Wasathiyah, menurut MUI, ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap
alam semesta. Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat terbaik (khairu
ummah). Allah SWT  menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama,
seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan
Islam Wasathiyah memiliki 10 ciri-ciri sebagai berikut; Tawassuth (mengambil jalan tengah),
yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan
tafrith (mengurangi ajaran agama);Tawazun (berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan
pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi
maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf
(penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan). I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu
pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara
proporsional; Tasamuh (toleransi), yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam
aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya; Musawah (egaliter), yaitu tidak
bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul
seseorang.

Daftar Pustaka
Ali Muhammad as-shalabiy, al-wasathiyah fil qur,an al-karim. Hal 16-25

Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari. Lahir tahun 838 M / 224 H dan wafat tahun 923 M / 310 H adalah seorang
sejarawan, mufassir dan pemikir muslim. Lahir di daerah Amol atau Amuli, Thabaristan (sebelah selatan Laut
Kaspia). Nama lengkapnya adalah Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali ath-
Thabari, lebih dikenal sebagai Ibnu Jarir atau athThabari. Beliau adalah Ulama besar Islam yang menguasai banyak
Ilmu dan karya besar dalam Islam. Di antara karyanya yang terkenal dalam Islmu sejarah adalah Tarikh ar-Rusul
wa al-Muluk (Sejarah Para Nabi dan Raja) atau lebih dikenal sebagai Tarikh ath-Thabari. Karya beliau ini telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi 40 jilid, berjudul The History of al-Tabari. Kitab ini berisi sejarah
dunia hingga tahun 915, dan terkenal karena keakuratannya dalam menuliskan sejarah Arab dan Muslim. Dalam
bidang Tafsir beliau dikenal dengan Syaiukhul Mufassirin dengan kitab Tafsir yang terkenal bernama Tafsir ath-
Thabari, yang menjadi sumber dan rujukan para mufassir lainnya, seperti AlQrthubi, Al-Baghawi, as-Suyuthi dan
juga Ibnu Katsir.

Azra azyumardi thaha, idris (ed), nugroho, RBE agung (ed), nuradji (ed). relevasi islam wasathiyah (jakarta: perbit
buku kompas 2020) hal 30.

Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Al-Wasathiyah Wa at-tajdid, Ma’lim Wamanaraat, (Doha: Markaz Al-Qardhawi
Lilwashathiyah Al-Islamiyah wa At-Tajdid, 2009), hal 11-12

Anda mungkin juga menyukai