Anda di halaman 1dari 22

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Prestasi Belajar Matematika


a. Pengertian Prestasi belajar
Pembelajaran merupakan sistem yang terdiri dari beberapa
komponen antara lain guru, siswa, bahan instruksional dan lingkungan.
Salah satu tugas pokok guru ialah mengevaluasi taraf keberhasilan rencana
dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Sejauh mana taraf
keberhasilan mengajar guru dan belajar siswa secara tepat (valid) dan
dapat dipercaya (reliabel), maka diperlukan informasi yang didukung oleh
data yang obyektif dan memadai tentang indikator-indikator perubahan
dan pribadi siswa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 700), ”Prestasi
belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes
atau angka nilai yang diberikan oleh guru”. Baik buruknya angka atau
huruf serta tindakan yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai dalam
periode tertentu. Dalam penilaian hasil belajar atau prestasi belajar, hal-hal
yang perlu diperhatikan terutama adalah penilaian ditujukan untuk
mengukur pencapaian kompetensi, penilaian dilakukan secara menyeluruh
dan penilaian harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran.
Menurut Sutratinah Tirtonegoro (2001: 43), prestasi belajar adalah
penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk
simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil
yang sudah dicapai setiap anak dalam periode tertentu. Mulyono
Abdurrahman (2003: 37) menyatakan bahwa prestasi belajar atau hasil
belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

Kesimpulan yang dapat diperoleh menyatakan bahwa prestasi


belajar adalah hasil yang dicapai siswa untuk penguasaan pengetahuan
atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran dalam proses
pembelajaran.
b. Pengertian Matematika
Makna istilah matematika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan-hubungan antara
bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan
masalah mengenai bilangan. Sedangkan James yang dikutip oleh Erman
Suherman (2003: 16), mengatakan bahwa matematika adalah ilmu logika
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan
satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke
dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, geometri.
Matematika merupakan ilmu yang terstruktur, sebab dalam
mempelajari konsep-konsep matematika harus melalui urutan-urutan
tertentu, bagian awal merupakan dasar untuk memahami bagian
kelanjutannya. Menurut Herman Hudoyo (2005:3) matematika adalah
konsep-konsep atau ide-ide abstrak yang tersusun secara hierarkis dan
penalarannya deduktif. Dalam pendapat itu termuat bahwa objek
matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak yang ada dalam
pikiran manusia. Objek-objek matematika antara lain berupa bilangan
dengan operasi-operasinya, bangun-bangun geometri yang merupakan
hasil abstraksi dan idealisasi dari bentuk benda-benda alam, dan simbol-
simbol yang masing-masing memiliki makna sesuai kesepakatan para
matematikawan.
Secara singkat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu
tentang logika, hubungan bilangan-bilangan dan konsep-konsep abstrak
yang berhubungan satu dengan yang lainnya yang terbagi dalam tiga
bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri dan tersusun secara hirarki
dengan penalaran deduktif.
commit
c. Pengertian Prestasi Belajar to user
Matematika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

Berdasarkan pengertian prestasi belajar dan matematika yang telah


dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
matematika adalah hasil belajar mengenai konsep-konsep matematika dan
penerapannya sesuai tujuan yang dicapai dalam proses pembelajaran baik
berupa perubahan perilaku maupun kecakapan yang dinyatakan dengan
simbol, angka maupun huruf.

2. Pembelajaran Kooperatif
Ragam pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning cukup
banyak seperti Learning Together, TGT (Teams Games Tournament), Group
Investigation (GI), Constructive controversy, Jigsaw, Jigsaw I, Jigsaw II.
Berkaitan dengan model-model pembelajaran seperti disampaikan Nesrin
(2004:49) menyatakan bahwa :”Cooperative learning method includes many
technique. Some of these are : Learning Together, Team games-tournaments,
Group investigation, Constructive controversy, Jigsaw producers”.
Pembelajaran kooperatif menekankan pada kerja secara kolaboratif.
Tentunya berhubungan dengan kelompok. Kelompok yang dibentuk hanya
berkisar 4 – 5 orang, berarti kelompok yang dibentuk adalah kelompok kecil.
Tujuan dibentuk kelompok kecil adalah memberikan kesempatan kepada
siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar.
Selain siswa belajar secara berkelompok dalam pembelajaran
kooperatif (seperti telah diuraikan di atas) terdapat beberapa ciri dari
pembelajaran kooperatif yaitu :
a. Setiap anggota memiliki peran.
b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara para siswa.
c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga
anggota sekelompoknya.
d. Guru membantu para siswa untuk mengembangkan keterampilan
interpersonal kelompok.
e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

Anita Lie (2002:60) mengemukakan adanya lima unsur dasar dalam


pembelajaran kooperatif meliputi :
1. Saling ketergantungan positif (positive interdependence). Siswa harus
merasa senang bahwa mereka saling tergantung positif dan saling terikat
sesama anggota kelompok. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa
lain juga tidak sukses, dengan demikian materi tugas haruslah
mencerminkan aspek saling ketergantungan, seperti tujuan belajar, sumber
belajar, peran kelompok dan penghargaan.
2. Tatap Muka (face-to-face interaction). Belajar kooperatif membutuhkan
siswa untuk bertatap muka satu dengan yang lainnya dan berinteraksi
secara langsung. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu
dalam pencapaian tujuan belajar dan memberikan sumbangan pikiran
dalam pemecahan masalah, siswa juga harus mengembangkan
keterampilan komunikasi secara efektif
3. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability). Setiap anggota
kelompok bertanggung jawab mempelajari materi dan bertanggung jawab
terhadap hasil belajar kelompok. Hal inilah yang menuntut tanggung
jawab perseorangan untuk melaksanakan tugas dengan baik.
4. Komunikasi antar anggota, keterampilan (The appropriate use of social
skills) sosial sangat penting dalam belajar kooperatif dan harus diajarkan
pada siswa. Siswa harus dimotivasi untuk menggunakan keterampilan
berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian dari proses
belajar. Keterampilan sosial yang perlu dan sengaja diajarkan seperti
tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan
mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak
mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat
dalam menjalin hubungan antar pribadi dan teman maupun kelompok.
5. Evaluasi proses kelompok (Processing how well the group is functioning).
Guru perlu mengalokasikan waktu khusus untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja sama agar selanjutnya anggota kelompok
commit
dapat bekerja sama dengan lebihtoefektif.
user Siswa memproses keefektifan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

kelompok mereka dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat


menyumbang dan mana yang tidak, dan mambuat keputusan terhadap
tindakan yang bisa dilanjutkan atau yang perlu diubah. Fase dalam proses
kelompok meliputi umpan balik, refleksi dan peningkatan kualitas kerja.
Johnson and Holubec dalam Morgan (2012) dalam jurnal internasional
mengemukakan bahwa:
Five elements characteristic of cooperative learning lessons. These are
positive interdependence, face-to-face (promotive) interaction,
individual accountability (personal responsibility), collaborative skills,
and group processing.

Karakteristik model pembelajaran kooperatif terbagi menjadi 5 elemen, yaitu :


saling ketergantungan (positif), interaksi, akuntabilitas individu (tanggung
jawab pribadi), keterampilan kolaboratif, dan proses dalam grup.
Menurut Agus Suprijono (2009:65), sintak pembelajaran kooperatif
terdiri dari enam fase yaitu.
1. Menyampaikan tujuan dan motivasi peserta didik.
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik untuk belajar.
2. Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan.
3. Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi
secara efisien.
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas.
5. Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

6. Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok.
Penelitian yang dilakukan oleh Doymus, K. tahun 2007 yang
dipublikasikan dalam jurnal internasional yang berjudul :“Effects of a
Cooperative Learning Strategy and Learning Phases of Matter and One-
Component Phase Diagrams” menyatakan bahwa:
“the results indicate that the instruction based on cooperative learning
yielded significantly better achievement in terms of the Chemistry
Achievement Test (CAT) and Phase Achievement Test (PAT) scores
compared to the test scores of the control group, which was taught
with traditionally designed chemistry instruction”

Ini berarti bahwa pembelajaran yang didasarkan pada pembelajaran kooperatif


secara signifikan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada
menggunakan pembelajaran tradisional.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik model pembelajaran kooperatif yaitu: adanya saling
ketergantungan antar anggota, adanya interaksi antar anggota, adanya rasa
tanggung jawab pribadi dalam diri masing-masing anggota, adanya
keterampilan kolaboratif, dan evaluasi dalam kelompok.
a. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
Model Pembelajaran kooperatif Teams Games Tournament adalah
salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa yang
memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda.
Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing -
masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap
kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota
kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti
dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain
bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya (Slavin,
2009). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

Pada model pembelajaran kooperatif Teams Games Tournaments


untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai
pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam
permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja-meja turnamen, dimana
setiap meja turnamen terdiri dari 4 sampai 5 orang yang merupakan wakil dari
kelompoknya masing-masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar
tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa
dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi
kemampuan akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap
peserta diusahakan agar setara. Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai
yang mereka peroleh pada saat permainan. Skor yang diperoleh setiap peserta
dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok
diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota suatu
kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor
kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat
dengan mencantumkan predikat tertentu.
Pada penelitian ini, TGT terdiri dari sintaks sebagai berikut:
1. Penyajian informasi akademik.
Setiap awal tipe TGT selalu diawali dengan penyajian informasi
akademik di kelas. Penekanan dalam penyajian di kelas adalah
pembukaan, pengembangan dan latihan dengan bimbingan.
2. Belajar kelompok.
Selama belajar kelompok tugas anggota kelompok adalah
menguasai materi pembelajaran yang diberikan guru dan membantu
teman satu kelompok untuk materi pembelajaran tersebut. Siswa diberi
lembar kerja akademik atau LKS yang dapat digunakan untuk melatih
keterampilan yang sedang dipelajari untuk mengevaluasi diri mereka dan
teman dalam satu kelompok.
3. Games.
Games atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang
commit
relevan dengan materi, dan to useruntuk menguji pengetahuan yang
dirancang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

didapat peserta didik dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Games
atau permainan ini dimainkan pada meja turnamen oleh beberapa siswa
yang mewakili tim atau kelompoknya masing-masing. Siswa memilih
kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan
nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat
skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan peserta didik untuk turnamen
atau lomba mingguan.
4. Tournament.
Turnamen atau lomba adalah struktur belajar, dimana game atau
permainan terjadi. Biasanya turnamen atau lomba dilakukan pada akhir
minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan
kelompok sudah mengerjakan lembar kerja siswa (LKS). Turnamen atau
lomba pertama guru membagi peserta didik ke dalam beberapa meja
turnamen atau lomba. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan
pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai
berikut. Setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal,
penantang I, penantang II, dan seterusnya dengan cara undian. Kemudian
penantang I mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan
kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan
nomor undian yang diambil oleh penantang I. Selanjutnya soal dikerjakan
secara mandiri oleh pembaca soal, penantang I, penantang II, dan
seterusnya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah
waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pembaca soal akan
membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang I
searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban
dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar. Jika
semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan
dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis
dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap
commit todapat
peserta dalam satu meja turnamen user berperan sebagai pembaca soal,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

penantang I, dan penantang II. Hasil turnamen digunakan sebagai nilai


perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan
kelompok. Penempatan siswa pada meja turnamen dan aturan permainan
dapat digambarkan sebagai berikut.
TEAM A

A-1 A-2 A-3 A-4


Tinggi Sedang Sedang Rendah

Meja Meja Meja Meja


Turnamen 1 Turnamen 2 Turnamen 3 Turnamen 4

B-1 B-2 B-3 B-4 C-1 C-2 C-3 C-4


Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah

TEAM B TEAM C

Gambar 2.1 Penempatan pada Meja Turnamen (Slavin, 2009:168)

5. Penghargaan kelompok, pemberian penghargaan kelompok diberikan


berdasarkan nilai rata-rata perkembangan individu dalam kelompoknya.
Berdasarkan sintaks diatas, langkah-langkah penerapan TGT dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang akan
dicapai oleh siswa.
2. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada
siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
3. Guru memberi tugas dengan membagi LKS yang telah disediakan dan
harus dikerjakan oleh kelompok yang telah dibentuk.
4. Guru bersama siswa menyusun meja permainan/turnamen yang digunakan
untuk bermain game/turnamen.
5. Guru membagi kartu soal dan kuncinya pada setiap meja game/turnamen
serta mengatur jalanya game/turnamen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

6. Guru memberi penghargaan kelompok berdasarkan perolehan skor yang


diperoleh siswa pada game/turnamen.
b. Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah
salah satu tipe atau model pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer
Kagan. Lazimnya apabila seseorang guru ingin mengetahui pemahaman siswa
selama pengajaran, guru akan mengajukan satu pertanyaan dan guru akan
memanggil salah seorang murid yang mengetahui jawabannya. Guru pun tak
jarang menunjuk siswa yang telah mengangkat tangannya saja yang diminta
untuk menjawab pertanyaan. Sekiranya jawaban yang diberikan adalah tidak
tepat, murid-murid lain barulah berpeluang untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Itupun hanya satu orang siswa saja.
Cara demikian banyak kelemahannya. Salah satu gejala yang lazim
diperhatikan atau dialami ialah guru memberikan suatu soal pada siswa,
semua siswa akan menjawab soal tersebut sambil mengangkat tangan, murid-
murid yang mengetahui jawabannya akan berebut untuk menjawab. Ini
berlaku karena semua menginginkan perhatian guru. Masalahnya ialah guru
hanya mampu melayani seseorang saja untuk memberikan jawabannya
didepan kelas.
Salah satu cara untuk menangani masalah diatas melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Keunggulan
dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini adalah setiap siswa menjadi
lebih siap ketika guru menyebutkan nomor anggota kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan melatih siswa untuk
bertanggung jawab dengan jawaban mereka karena jawaban tersebut adalah
jawaban kelompok bukan jawaban individu (Tileston, 2007: 42).
Menurut Anita Lie (2005: 60) langkah-langkah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT yaitu sebagai berikut: 1) siswa dibagi dalam
kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor, 2) guru
memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya, 3)
commit
kelompok memutuskan jawaban yangtodianggap
user paling benar dan memastikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini, 4) guru memanggil salah


satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama
mereka.
Menurut Kagan dalam Maheady, L. ( 2006: 27) menyatakan bahwa:
“ One teaching strategy that incorporates many of these elements of
effective questioning is Numbered Heads Together (NHT). Numbered
Heads Together (NHT) is another instructional strategy designed to
actively engage more pupils during lessons and, thereby, improve their
academic performance”.

Artinya : Salah satu strategi pengajaran yang menggabungkan banyak


elemen dari pertanyaan yang efektif adalah Numbered Heads Together
(NHT). Numbered Heads Together (NHT) adalah bentuk strategi
pembelajaran yang lain untuk mengajak lebih banyak siswa, lebih active
selama pengajaran dan dengan demikian meningkatkan penampilan akademik
mereka.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang
paling tepat. Selain itu, model pembelajaran kooperatif ini dapat mendorong
siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Pada umumnya NHT
digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman
pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
Dalam penelitian ini langkah-langkah penerapan NHT adalah sebagai
berikut.
1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada
siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri 4-
5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
3. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam
kelompok.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

4. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor


(nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa
yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
5. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
6. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai dari salah satu nomor anggota kelompok yang
menyampaikan jawaban tertulis di papantulis.
c. Pembelajaran Langsung
Pembelajaran Langsung adalah suatu pedekatan mengajar yang dapat
membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi
yang dapat diajarkan secara prosedural. Meskipun tidak sama, tetapi model
ceramah dan resitasi berhubungan erat dengan Pembelajaran Langsung.
Pembelajaran Langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanan yang cukup
rinci terutama pada analisis tugas. Pembelajaran Langsung berpusat pada
guru, tetapi tetap harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa. Jadi
lingkungannya harus diciptakan yang berorientasi pada tugas-tugas yang
diberikan.
Pembelajaran Langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar.
2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung agar kegiatan
pembelajaran dapat berlangsung dengan berhasil.
Pada Pembelajaran Langsung terdapat lima fase yang sangat penting.
Guru mengawali pelajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar
belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima
penjelasan guru. Arends (2008) mengemukakan bahwa sintak Pembelajaran
Langsung terdiri 5 fase yaitu:
1. Menyampaikan Tujuan Pembelajaran dan mempersiapkan siswa
Guru menjelaskan tujuan, materi prasyarat, memotivasi siswa, dan
mempersiapkan siswa.
commit to
2. Mendemonstrasikan Pengetahuan danuser
Keterampilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

Guru mendemonstrasikan keterampilan atau menyajikan informasi tahap


demi tahap
3. Membimbing Pelatihan
Guru memberi latihan terbimbing.
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Guru mengecek kemampuan siswa dan memberikan umpan balik.
5. Memberikan latihan dan penerapan konsep
Guru memberikan latihan untuk siswa dengan menerapkan konsep yang
dipelajari pada kehidupan sehari-hari.
Mengacu pada fase-fase tersebut, berikut merupakan sintaks
pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran langsung yang akan
digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Guru menjelaskan materi pembelajaran.
2. Guru memberikan contoh soal yang berkaitan dengan materi sebagai
pendalaman materi.
3. Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) kepada siswa untuk
dikerjakan secara berpasangan sesuai tempat duduknya.
4. Guru mengecek pemahaman siswa dengan memberi pertanyaan pada
siswa berkaitan LKS yang telah dikerjakan.
5. Guru memberikan lembar soal kepada siswa untuk dikerjakan secara
mandiri sebagai bahan evaluasi untuk mengukur sejauh mana siswa
memahami materi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
6. Di akhir pembelajaran guru memberikan soal-soal latihan sebagai
pekerjaan rumah.
3. Kecerdasan Emosional
Menurut Goleman (2002) Kecerdasan Emosional adalah kemampuan
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our
emotional life with intelligence), menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan
keterampilan sosial. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

Kecerdasan Emosional adalah sisi lain dari kecerdasan kognitif yang


berperan dalam aktivitas manusia yang meliputi kesadaran diri, ketekunan,
semangat, motivasi diri, empati dan kecakapan sosial. Kecerdasan Emosional
lebih ditunjukkan kepada upaya mengenali, memahami, dan mewujudkan
emosi dalam porsi yang tepat dan upaya untuk mengelola emosi agar
terkendalai dan dapat dimanfatkan untuk memecahkan masalah kehidupan,
terutama yang terkait dengan hubungan antar manusia (Goleman: 1997).
Ary Ginanjar (2001: 56) menyatakan bahwa Kecerdasan Emosional
adalah kemampuan mendengarkan dan berkomunikasi lisan, adaptasi,
kreatifitas, ketahanan mental terhadap kegagalan, kepercayaan diri, motivasi,
kerja tim dan keinginan untuk memberi konstribusi terhadap keberhasilan.
Selanjutnya Syaiful Bahri (2002: 73) menyatakan emosi adalah gejala
kejiwaan yang ada di dalam diri seseorang. Emosi berhubungan dengan
masalah perasaan baik perasaan jasmaniah maupun perasaan rohaniah. Emosi
memberikan tanggapan (respon) bila ada rangsangan (stimulus) dari luar diri
seseorang.
Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli diatas, dapat
disimpulkan pengertian Kecerdasan Emosional sebagai kemampuan di bidang
emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan
kemampuan membina hubungan dengan orang lain yang baik sehingga dapat
meraih keberhasilan. Setiap kecerdasan memiliki indikator sendiri-sendiri,
begitu pula dengan Kecerdasan Emosional. Indikator Kecerdasan Emosional
siswa meliputi: 1) kesadaran diri (self-awareness), 2) pengaturan diri (self-
regulation), 3) motivasi (motivation), 4) empati (empaty), dan 5) keterampilan
sosial (social-skill).
Untuk memgetahui Kecerdasan Emosional siswa terlihat apabila
diadakan pengukuran. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur Kecerdasan
Emosional siswa dengan menggunakan angket, dengan klasifikasi Kecerdasan
Emosional dalam tiga kategori yaitu : Kecerdasan Emosional tinggi, sedang,
dan rendah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

B. Penelitian yang Relevan


Penulis mengacu pada penelitian-penelitian yang relevan dengan
penelitian yang akan dilaksanakan. Adapun penelitian yang pernah dilakukan oleh
para peneliti terdahulu antara lain:
Penelitian yang dilakukan oleh Latifah Mustofa Lestyanto (2010)
mengemukakan bahwa siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model
kooperatif tipe TGT memiliki hasil belajar matematika sama baiknya dengan
siswa yang mendapatkan pembelajaran model kooperatif tipe Student Teams
Achievement Division (STAD). Perbedaan pada penelitian ini adalah pada
penelitian ini membandingkan antara model pembelajaran TGT dan NHT ditinjau
dari Kecerdasan Emosional Siswa.
Penelitian yang dilakukan Robertus Margana (2010), menyatakan bahwa
metode pembelajaran kooperatif tipe NHT menghasilkan prestasi belajar yang
lebih baik dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. Persamaan
pada penelitian ini adalah sama-sama membandingkan pembelajaran kooperatif
tipe NHT dengan metode pembelajaran konvensional. Perbedaan pada penelitian
ini adalah pada penelitian ini membandingkan penggunaan pembelajaran
kooperatif tipe TGT, NHT, dan pembelajaran langsung.
Penelitian yang dilakukan Noviana Dini Rahmawati (2011), menunjukkan
bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe TGT
menghasilkan prestasi belajar lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan
model kooperatif tipe NHT ditinjau dari aktivitas belajar siswa. Persamaan pada
penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model kooperatif tipe TGT dan
NHT. Perbedaanya adalah pada penelitian Noviana Dini Rahmawati ditinjau dari
aktivitas belajar siswa, sedangkan pada penelitian ini ditinjau dari Kecerdasan
Emosional Siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Haydon, Maheady dan Hunter tahun
(2010) menyatakan:
“Previous research has demonstrated that Numbered Heads Together, a
cooperative learning strategy, is more effective than traditional teacher-led
instruction in academic areas such as social studies and science”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

Yang artinya bahwa Numbered Heads Together, salah satu strategi pembelajaran
kooperatif, lebih efektif daripada pengajaran tradisional dalam wilayah akademik
seperti pembelajaran sosial dan sains. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-
sama menggunakan model pembelajaran NHT dan pembelajaran langsung
(tradisional). Perbedaan pada penelitian yang dilakukan Haydon, Maheady dan
Hunter pada pembelajaran sosial dan sains, sedangkan penelitian ini adalah pada
pembelajaran matematika

C. Kerangka Berpikir
1. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar matematika
Berdasarkan kajian teori di atas dapat dikemukakan kerangka
pemikiran dalam penelitian ini, bahwa keberhasilan proses belajar mengajar
dalam mencapai tujuan pengajaran dapat dilihat dari prestasi belajar siswa.
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, di antaranya adalah
model pembelajaran dan Kecerdasan Emosional siswa. Pemilihan model
pembelajaran yang tidak sesuai dengan materi akan dapat menghambat
tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam memilih model pembelajaran
seorang guru harus tahu terlebih dahulu macam-macam model dan kesesuaian
model dengan materi yang akan disampaikan.
Model Pembelajaran kooperatif TGT adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-
kelompok belajar yang heterogen. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-
sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok
yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok
yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau
menjelaskannya.
Model Pembelajaran kooperatif NHT setiap siswa menjadi lebih siap
ketika guru menyebutkan nomor anggota kelompok untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya dan melatih siswa untuk bertanggung jawab
dengan jawaban mereka karena jawaban tersebut adalah jawaban kelompok
commit
bukan jawaban individu. Model to user
pembelajaran kooperatif tipe NHT ini juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan


mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Pembelajaran Langsung adalah suatu pedekatan mengajar yang dapat
membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi
yang dapat diajarkan secara prosedural. Meskipun tidak sama, tetapi model
ceramah dan resitasi berhubungan erat dengan Pembelajaran Langsung.
Dari uraian di atas, diduga model pembelajaran kooperatif tipe TGT
memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dan pembelajaran langsung, serta model pembelajaran
kooperatif NHT lebih baik jika dibandingkan model pembelajaran langsung.
2. Kaitan antara Kecerdasan Emosional siswa dengan prestasi belajar.
Kecerdasan Emosional sebagai kemampuan di bidang emosi diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan kemampuan
membina hubungan dengan orang lain yang baik sehingga dapat meraih
keberhasilan. Kecerdasan Emosional memiliki lima unsur utama yaitu
kesadaran diri (self-awareness), pengaturan diri (self-regulation), motivasi
(motivation), empati (empaty) dan keterampilan sosial (social-skill).
Siswa yang mempunyai Kecerdasan Emosional tinggi akan
mempunyai kemampuan yang lebih untuk mengendalikan diri, memotivasi
diri, memiliki semangat dan berketekunan yang tinggi dalam belajar serta
kemampuan berinteraksi dengan sesama siswa dan guru dalam proses belajar.
Siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional tinggi akan mempunyai lebih
banyak hubungan kerjasama dan berinteraksi dengan siswa lain yang
memungkinkan terjadi proses pembelajaran. Sebaliknya siswa yang
mempunyai Kecerdasan Emosional sedang atau rendah akan kurang percaya
diri, kurang semangat, sehingga kurang bisa bekerja sama dan kurang bisa
berinteraksi dengan siswa lain.
Dari uraian di atas bahwa siswa dengan Kecerdasan Emosional tinggi
dimungkinkan hasil belajarnya akan lebih baik dibandingkan dengan siswa
dengan Kecerdasan Emosional sedang dan rendah, demikian pula siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

dengan Kecerdasan Emosional sedang dimungkinkan hasil belajarnya akan


lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan Kecerdasan Emosional rendah.
3. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar siswa pada
masing-masing kategori Kecerdasan Emosional.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Pembelajaran kooperatif dapat mendorong peningkatan
kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui
selama pembelajaran. Siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam
menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi
pelajaran yang dihadapi. Model pembelajaran kooperatif baik pada tipe TGT
maupun tipe NHT menekankan pada proses interaksi antar siswa melalui
diskusi kelompok. Siswa dengan Kecerdasan Emosional tinggi memiliki
kemampuan yang tinggi dalam menyusun dan menyelesaikan masalah
matematika, sehingga mudah dalam memahami materi. Akibatnya
pembelajaran pada siswa dengan Kecerdasan Emosional tinggi dengan
menggunakan model yang berbeda akan menghasilkan prestasi yang sama
baiknya. Jadi apabila siswa dengan Kecerdasan Emosional tinggi dikenai
model pembelajaran TGT, NHT atau model pembelajaran langsung akan
menghasilkan prestasi sama baiknya.
Siswa dengan Kecerdasan Emosional sedang akan mempunyai
prestasi belajar lebih baik apabila dikenai model pembelajaran TGT dari pada
model pembelajaran NHT dan model pembelajaran langsung. Hal ini
dikarenakan pada model pembelajaran TGT apabila ada dari anggota
kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota
kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau
menjelaskannya, sehingga lebih baik dari pada siswa yang memiliki
Kecerdasan Emosional sedang dan rendah pada model pembelajaran NHT
dan model pembelajaran langsung.
Siswa dengan Kecerdasan Emosional sedang pada model
pembelajaran NHT akan memberikani prestasi lebih baik dari pada model
pembelajaran langsung. Hal commit to user pada model pembelajaran NHT
ini dikarenakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide dan


mempertimbangkan jawaban yang paling tepat sehingga masih ada interaksi
antar anggota yang berakibat pembelajaran tidak membosankan, sedangkan
model pembelajaran langsung memiliki kecenderungan pembelajaran yang
membosankan dikarenakan tidak dituntutnya interaksi antar peserta didik.
Pada siswa dengan Kecerdasan Emosional rendah, model
pembelajaran TGT akan memberikan prestasi yang lebih baik daripada model
pembelajaran NHT dan model pembelajaran langsung. Dengan adanya
permainan pada model pembelajaran TGT, siswa dengan Kecerdasan
Emosional rendah akan merasa senang sehingga dapat merangsang siswa
dalam memahai materi daripada model pembelajaran NHT dan model
pembelajaran langsung. Pada siswa dengan Kecerdasan Emosional rendah,
model pembelajaran NHT akan memberikan prestasi yang lebih baik
daripada model pembelajaran langsung. Hal ini demikian dikarenakan dalam
model pembelajaran NHT mendapat bantuan terhadap kesulitan belajar yang
dialami dalam proses diskusi sedangkan model pembelajarn langsung jarang
berinteraksi dalam penyelesaian kesulitan yang dialami siswa
4. Kaitan antara Kecerdasan Emosional siswa dengan prestasi belajar siswa
pada masing-masing model pembelajaran.
Kecerdasan Emosional sebagai kemampuan di bidang emosi diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan kemampuan
membina hubungan dengan orang lain yang baik sehingga dapat meraih
keberhasilan. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Team Games
Tournament siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional tinggi akan
mempunyai prestasi yang lebih baik dibanding siswa yang memiliki
Kecerdasan Emosional sedang dan rendah. Hal ini karena siswa dengan
Kecerdasan Emosional tinggi akan mempunyai kemampuan yang lebih untuk
mengendalikan diri, memotivasi diri, memiliki semangat dan berketekunan
yang tinggi dalam belajar serta kemampuan berinteraksi dengan sesama
siswa dan guru dalam proses belajar sehingga dalam pelaksanaan games
commit
ataupun tournament memiliki to userlebih untuk mendapat poin dan
tantangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

bersaing dengan siswa berkecerdasan emosional sedang dan rendah. Siswa


dengan Kecerdasan Emosional sedang akan mempunyai prestasi belajar yang
lebih baik daripada siswa dengan Kecerdasan Emosional rendah. Hal ini
dikarenakan siswa dengan Kecerdasan Emosional rendah akan kurang
percaya diri, kurang semangat, sehingga kurang bisa bekerja sama dan
kurang bisa berinteraksi dengan siswa lain.
Pada model pembelajaran Numbered Heads Together siswa yang
memiliki Kecerdasan Emosional tinggi dan sedang akan mempunyai prestasi
yang yang sama baiknya. Hal ini karena siswa mempunyai Kecerdasan
Emosional sedang akan dapat memahami materi yang diberikan dikarenakan
adanya bantuan dari siswa yang berKecerdasan Emosional tinggi pada saat
diskusi kelompok. Sebaliknya siswa yang mempunyai Kecerdasan Emosional
tinggi dan sedang akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada
siswa dengan Kecerdasan Emosional rendah. Hal ini dikarenakan siswa
dengan Kecerdasan Emosional rendah akan kurang percaya diri, kurang
semangat, sehingga kurang bisa bekerja sama dan kurang bisa berinteraksi
dengan siswa lain.
Pada model pembelajaran langsung, guru merupakan pihak yang
memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Model ceramah dan
ekspositori menjadi contoh model dalam model pembelajaran langsung.
Dalam model pembelajaran langsung siswa dengan Kecerdasan Emosional
tinggi akan mempunyai prestasi yang lebih baik dibanding siswa yang
memiliki Kecerdasan Emosional sedang dan rendah. Hai ini karena siswa
dengan Kecerdasan Emosional tinggi akan lebih cepat menerima
pembelajaran yang disampaikan dengan bahasa lisan, sementara siswa
dengan Kecerdasan Emosional sedang dan rendah kurang dapat memahami
secara maksimal materi yang disampaikan guru. Siswa dengan Kecerdasan
Emosional sedang dan rendah akan mempunyai prestasi belajar sama
baiknya. Hal ini demikian dikarenakan kecenderungan pembelajaran pasif
sehingga siswa dengan Kecerdasan Emosional sedang dan rendah kurang
commit
dapat memahami secara maksimal to user
materi yang disampaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran TGT akan memberikan prestasi belajar yang
lebih baik dibandingkan model pembelajaran NHT dan pembelajaran
langsung. Model pembelajaran NHT akan memberikan prestasi belajar yang
lebih baik dibandingkan pembelajaran langsung pada materi operasi bentuk
aljabar.
2. Prestasi belajar siswa dengan Kecerdasan Emosional tinggi akan lebih baik
daripada siswa dengan Kecerdasan Emosional sedang dan rendah, siswa
dengan kecerdasan emosi sedang akan lebih baik dibanding siswa dengan
Kecerdasan Emosional yang rendah.
3. Pada siswa dengan Kecerdasan Emosional tinggi, model pembelajaran
kooperatif tipe TGT, NHT, dan model pembelajaran langsung memberikan
prestasi sama baiknya. Pada siswa dengan Kecerdasan Emosional sedang,
model pembelajaran TGT memberikan prestasi yang lebih baik daripada tipe
NHT dan model pembelajran langsung. Pada siswa dengan Kecerdasan
Emosional sedang, model pembelajaran NHT menghasilkan prestasi yang
lebih baik daripada model pembelajaran langsung. Pada siswa berkecerdasan
Emosional rendah, model pembelajaran TGT memberikan prestasi yang lebih
baik daripada model pembelajaran NHT dan model pembelajaran langsung.
Pada siswa dengan Kecerdasan Emosional rendah, model pembelajaran NHT
akan memberikan prestasi yang lebih baik daripada model pembelajaran
langsung.
4. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT, siswa dengan Kecerdasan
Emosional tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa
dengan Kecerdasan Emosional sedang dan rendah. Siswa dengan Kecerdasan
Emosional sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa
dengan Kecerdasan Emosional rendah. Pada model pembelajaran NHT, siswa
commit
dengan Kecerdasan Emosional tinggitodan
user
sedang mempunyai prestasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

yang sama baiknya. Siswa dengan Kecerdasan Emosional tinggi dan sedang
akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan
Kecerdasan Emosional rendah. Pada model pembelajaran langsung, siswa
dengan Kecerdasan Emosional tinggi mempunyai prestasi belajar matematika
yang lebih baik daripada siswa dengan Kecerdasan Emosional sedang dan
rendah. Siswa dengan Kecerdasan Emosional sedang dan rendah mempunyai
prestasi belajar matematika yang sama baiknya.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai