Anda di halaman 1dari 12

KOLABORASI TIM KESEHATAN

MAKALAH MODEL PRAKTIK HIRARKIS TIPE II

Dosen Pengampu : Tuti Handayani

Disusun Oleh : Kelompok 5

1. Balqis Alba Fadhila (2020206203040)


2. Dwi Heni Setyaningsih (2020206203047)
3. Imam Rosyadi Karim (2020206203491)
4. Galuh Mustikaningtiyas (2020206203053)
5. Lizda Putri Nugraha (2020206203060)
6. Putri Ayu Prihatini (2020206203066)

Kelas : 3B S1 Ilmu Keperawatan

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Model
Praktik Hirarkis Tipe II” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah KOLABORASI TIM KESEHATAN. Makalah ini ditulis dari hasil
penyusunan data-data yang kami peroleh dari situs blog di internet. Tak lupa kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen mata kuliah KOLABORASI TIM KESEHATAN atas bimbingan dan
arahan dalam penulisan makalah ini, sehingga dapat diselesaikan dengan semestinya.
Selanjutnya kami menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna. Sehingga saya
mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna menambah kualitas serta mutu dari
makalah tersebut.kami berharap semoga makalah ini dapat menambah ilmu dan wawasan kita
semua.

Pringsewu,23 September 2021

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6
A. Pengertian kolaborasi.......................................................................................................................6
B. Kolaborasi dalam Profesi Kesehatan...............................................................................................6
C. Kolaborasi Perawat - Dokter dan Tenaga Kesehatan Lainnya dan Pasien.......................................7
D. Model Praktik Hierarkis Tipe III.....................................................................................................7
E. Contoh dari model praktik hirarkis tipe II........................................................................................8
F. Hambatan dalam Kolaborasi Dokter dan Perawat............................................................................8
G. Tujuan Kolaborasi...........................................................................................................................9
H. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Kolaborasi...............................................................................9
I. Pentingnya Kolaborasi...................................................................................................................10
BAB III........................................................................................................................................................11
PENUTUPAN..............................................................................................................................................11
A. Kesimpulan....................................................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu
hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan
dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan,
kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian
kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi
dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision (1977) yang
dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian
ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan.

Koaborasi (ANA, 1992), hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam memeberikan
pelayanan kepada pasien/klien adalah dalam melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan
kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing
bertanggung jawab pada pekerjaannya. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu
pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator.
Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau
ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha
yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai
upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.

Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang


direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien.
Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional kesehatan. (Lindeke
dan Sieckert, 2005). Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari kolaborasi yang
kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dan tim medis lainnya. Tentunya ada
konsekweksi di balik kesetaraan yang dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat terwujud jika
individu yang terlibat merasa dihargai serta terlibat secara fisik dan intelektual saat memberikan
bantuan kepada pasien.

Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja
dengan tim medis lainnya untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek
profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk
pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana
pelayanan diberikan. Kolaborasi interprofesi yang efisien akan memberikan pelayanan yang
holistik kepada pasien sehingga kualitas perawatan dan kepuasan pasien akan meningkat, serta
adanya efisiensi biaya perawatan. Perawat dan tim medis yang lainnya merencanakan dan

4
mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup
praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang
berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kolaborasi ?
2. Apa itu kolaborasi dalam profesi kesehatan?
3. Bagaimana kolaborasi yang dilakukan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan yang
berorientasi kepada pasien?
4. Apa itu model praktik hirarkis tipe III?
5. Apa saja hambatan dalam kolaborasi dokter dan perawat?
6. Apa tujuan kolaborasi?
7. Apa saja yang memperngaruhi sistem kolaborasi?
8. Apa pentingnya kolaborasi?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini supaya kita dapat mengerti dan memahami tentang kolaborasi,
model dari kolaborasi, khususnya model praktik hirarkis tipe III, dan contohnya.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian kolaborasi
Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
kepada pasien/klien dalam melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam
asuhan kesehatan, saling berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab
pada pekerjaannya. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran
pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Kolaborasi
merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan yang
disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi
dalam hubungan yang lama antara tenaga professional.

Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja
dengan dokter dan tim medis lainnya untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup
praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk
pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh pertukaran suatu negara dimana
pelayanan diberikan. Bagi perawat, hubungan kerjasama dengan dokter sangat penting apabila
ingn menunjukkan fungsinya secara independen.

Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional,


kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan
pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam team dari
pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab.

B. Kolaborasi dalam Profesi Kesehatan


Proses sinergi dan pemahaman antar profesi dapat dibangun sejak calon-calon tenaga
professional ini duduk dibangku kuliah. Melakukan aktifitas bersama untuk menyelesaikan suatu
masalah yang dapat dilihat dari berbagai macam perspektif profesi akan meningkatkan kesadaran
diri tentang keterbatasan profesi, meningkatkan pemahaman arti pentingya kerja tim profesi dan
pada akhirnya memunculkan perasaan penghargaan antar anggota tim kesehatan. Saat ini
peraturan yang jelas tertulis hanyalah rumah sakit pendidikan untuk dokter dan dokter gigi,
sementara profesi lain tidak diatur. Pertanyaanya adalah, apakah akan tercipta generasi dokter
yang baik jika tenaga kesehatan lain di dalam rumah sakit tidak diatur untuk menciptakan sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang lebih baik, Siapakah yang bisa dijadikan contoh peran
kolaborasi professional dalam melayani pasien, Bila dokter memiliki keunggulan dalam
menegakan diagnosa penyakit, bukankah farmasi lebih tahu tentang pilihan obat yang paling
tepat, Bukankah perawat yang lebih tahu tentang respon akibat penyakit dan pengobatanya.

6
Ronde bersama di rumah sakit, diskusi kasus dan pengelolaan kasus bersama akan sangat
bermanfaat bukan hanya untuk profesi atau mahasiswa kesehatan namun juga untuk pasien.
Dengan kerjasama, duplikasi pemeriksaan dan wawancara serta duplikasi tindakan akan dapat
dihindarkan. Melalui kerja tim, pemeriksaan dan tindakan serta monitoring data penting tidak
akan terlewatkan. Dari kegiatan ini calon-calon professional tahu bagaimana menjadikan
pelayanan yang efektif dan efisien yang berfokus pada kebutuhan pasien. Kebutuhan
pembelajaran dilakukan tetap dalam koridor beneficiency dan non maleficiency.

Setiap profesi tenaga kesehatan memiliki keunggulan yang tidak bisa digantikan oleh profesi
lain. Namun dalam beberapa area, setiap profesi memiliki kemiripan dan kedekatan hubungan
yang luar biasa yang seringndikenal sebagai area abu-abu atau gray area. Pada wilayah ini setiap
profesi merasa memiliki kemampuan dan hak untuk menjalankan praktek professionalnya.
Sehingga area abu menjadi daerah yang ‘diperebutkan’. Paradigma perebutan wilayah seperti ini
harus dirubah menjadi paradigm baru yang lebih konstruktif, yaitu menjadikan daerah abu-abu
menjadi area of common interest. Area yang menjadi perhatian bersama para profesi karena
besarnya magnitude area itu dan resiko dampak yang juga luar biasa sehingga harus ditangani
bersama. Area ini bila tidak ditangani dapat menimbulkan potensi bahaya penyakit dan bahaya
social yang sangat besar bagi masyarakat. Contoh masalah ini adalah persalinan normal,
imunisasi dan vaksinasi serta pengobatan rutin masyarakat. Bila karena suatu hal profesi
kesehatan lain tidak ada dan profesi kesehatan lainnya tidak diperkenankan menangani masalah
ini, maka dimanakah nurani para hamba-hamba kesehatan, Apakah persalinan bisa ditunda,
Apakah hanya demam tinggi dan diare yang tidak spesifik harus dirujuk hingga 45 kilometer
atau ditunda hingga dua hari, Bila kesepakatan antar profesi tenaga kesehatan dalam menangani
area of common interest ini dapat dilakukan dengan baik, kehidupan bersama profesi-profesi
kesehatan akan lebih mulia dan dimuliakan oleh masyarakat.

C. Kolaborasi Perawat - Dokter dan Tenaga Kesehatan Lainnya dan Pasien


Komunikasi yang terjadi antara dokter, perawat, dan tim kesehatan lain dengan pasien dapat
dijelaskan melalui praktik kolaborasi sebagai berikut. Kolaborasi tidak dapat didefinisikan atau
dijelaskan dengan mudah. Kebanyakan definisi menggunakan prinsip perencanaan dan
pengambilan keputusan bersama, berbagi saran, kebersamaan, tanggung gugat, keahlian, dan
tujuan serta tanggung jawab bersama, American Nurses Association (ANA): Baggs & Schmitt,
1988; Evans & Carlson, 1992; Shortridge, McLain, & Gillis 1986, (cit Siegler & Whitney, 1994).
et et al., (cit. Siegler & Whitney, 1994) menyebutkan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik
dimana [pemberi pelayanan] memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien
dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaborasi menekankan tanggung jawab
bersama dalam menajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral
didasarkan pada masing masing pendidikan dan kemampuan praktisi.

D. Model Praktik Hierarkis Tipe III


Model Praktik Hirarkis tipe III lebih berpusat pada pasien, dan semua pemberi pelayanan
harus saling bekerja sama dengan pasien. Model ini tetap melingkar, menekankan kontinuitas,

7
kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tidak ada satu pemberi pelayanan yang
mendominasi secara terus menerus. Kolaborasi yang dilakukan dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya semuanya berorientasi kepada pasien. Dalam situasi apapun, praktik
kolaborasi yang baik harus dapat menyesuaikan diri secara sdekuat pada setiap lingkungan yang
dihadapi sehingga anggota kelompok dapat mengenal masalah yang dihadapi pasien, sampai
terbentuknya diskusi dan pengambilan keputusan.

Kolaborasi menurut Hoffart dan Wood (1996), Will Jhonson dan Sailer (1998) (dalam Paryanto,
2006) menekankan sikap saling menghargai antar tenaga kesehatan dan saling memberikan
informasi tentang kondisi klien demi mencapai tujuan bersama.

Sifat interaksi antara perawat – dokter menentukan kualitas praktik kolaborasi ANA (1980)
menjabarkan kolaborasi sebagai ”hubungan rekanan sejati, dimana masing-masing pihak
menghargai kekuasaan pihak lain, dengan mengenal dan menerima lingkup kegiatan dan
tanggung jawab masing-masing yang terpisah maupun bersama, saling melindungi kepentingan
masing-masing dan adanya tujuan bersama yang diketahui kedua pihak”

E. Contoh dari model praktik hirarkis tipe III


Contohnya adalah apabila pasien yang datang ke puskes untuk berobat ke dokter gigi. Pasien
akan mendapatkan perawatan oleh dokter gigi dengan bantuan perawat. kemudian mereka akan
diberikan resep obat yang harus ditebus yang akan diracik oleh apoteker atau jika dibutuhkan
dokter bisa merujuk atau membuat rujukan untuk menemui ahli gizi atau tenaga kesehatan
lainnya.

F. Hambatan dalam Kolaborasi Dokter dan Perawat


1. Dominasi Kekuasan

Dari pengamatan penulis terutama dalam praktek Asuhan Keperawatan perawat belum dapat
melaksanakan fungsi kolaborasi dengan baik khususnya dengan dokter walaupun banyak
pekerjaan yang seharusnya dilakukan dokter dikerjakan oleh perawat, walaupun kadang tidak
ada pelimpahan tugasnya dan wewenang. Hal ini karena masih banyaknya dokter yang
memandang bahwa perawat merupakan tenaga vokasional. Degradasi keperawatan ke posisi
bawahan dalam hubungan kolaborasi perawat-dokter, secara empiris hal ini menunjukkan bahwa
dokter berada di tengah proses pengambilan keputusan dan perawat melaksanakan keputusan
tersebut. Pada tahun 1968, psikiater Leonard Stein menggambarkan hubungan perawat-dokter
pada kenyataanya perawat menjadi pasif.

2. Perbedaan Tingkat Pendidikan/Pengetahuan

Perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan dokter dan perawat secara umum masih jauh
dari harapan hal ini dapat berdampak pada interprestasi terhadap masalah kesehatan pasien yang
berbeda, tentu juga akan berdampak pada mutu asuhan yang diberikan.

8
3. Komunikasi

Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, bertanggungjawab dan


saling menghargai antar kolaborator, catatan kesehatan pasien akan menjadi sumber utama
komunikasi yang secara terbuka dapat dipahami sebagai pemberi informasi dari disiplin profesi
untuk pengambilan keputusan. Kesenjangan tingkat pendidikan dan pengetahuan akan
menghambat proses komunikasi yang efektif.

4. Cara Pandang

Perbedaan antara dokter dan perawat dalam upaya kolaboratif terlihat cukup mencolok.
Dokter dapat menentukan atau memandang kolaborasi dalam perspektif yang berbeda dari
perawat. Mungkin dokter berpikir bahwa kerjasama tersirat dalam tindak lanjut sehubungan
dengan mengikuti perintah /instruksi daripada saling partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Meskipun komunikasi merupakan komponen yang diperlukan, itu saja tidak cukup untuk
memungkinkan kolaborasi terjadi. Gaya maupun cara berkomunikasi juga berpengaruh terhadap
efektivitas komunikasi. Pelaksanaan instruksi dokter oleh perawat dipandang sebagai kolaborasi
oleh dokter sedangkan perawat merasa mereka sedang diperintahkan untuk melakukan sesuatu.
Kemungkinan kedua adalah bahwa perawat tidak merasa nyaman “menantang” dokter dengan
memberikan sudut pandang yang berbeda. Atau, mungkin input yang perawat berikan tidak
dihargai atau ditindaklanjuti, sehingga interaksi tersebut tidak dirasakan oleh perawat sebagai
kolaborasi.

G. Tujuan Kolaborasi
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktis profesional, kolegalitas,
komunikasi dan praktek yang difokuskan pada pasien. Kolegasilitas menekankan pada saling
menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalahmasalah dalam tim dari pada
menyalahkanseseorang atau menghindari tanggung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan
ari yang sama: mutualitas, dimana dia mengartikan sebagai sutu hubungan yang menfalitasi
suatu proses dinamis antar orang-orang ditandai oleh keinginan maju mencapai tujuan dan
kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adlah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi.
Tanpa rasa percaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindari dari
tanggung jawab, terganggunya komunikasi. Otonom akan ditekan dan koordinasi tidak kan
terjadi.

H. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Kolaborasi


Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika:
 Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
 Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
 Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
 Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang tergabung dalam tim.

9
I. Pentingnya Kolaborasi
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk
mencapai tujuan kolaborasi team:

 Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian


unik profesional.
 Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
 Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
 Meningkatnya kohesifitas antar professional
 Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
 Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain.

10
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Dari makalah yang telah dibuat dapat ditarik kesimpulan bahwa kolaborasi adalah hubungan
kerja diantara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien/klien dalam
melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling
berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya.

Model praktik hirarkis tipe III Kolaborasi menekankan sikap saling menghargai antar tenaga
kesehatan dan saling memberikan informasi tentang kondisi klien demi mencapai tujuan
bersama.

Tujuan kolaborasi perawat adalah untuk membahas masalah-masalah tentang klien dan untuk
meningkatkan pamahaman tentang kontrbusi setiap anggota tim serta untuk mengidentifikasi
cara-cara meningkatkan mutu asuhan klien. Agar hubungan kolaborasi dapat optimal, semua
anggota profesi harus mempunyai keinginan untuk bekerjasama.

B. Saran
Saran yang dapat kami sampaikan yaitu dalam memberikan asuhan keperawatan perawat
harus berkolaborasi dengan tim medis lainnya, karena jika tidak ada kolaborasi antara perawat
dan tim medis yang lain maka perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepda pasien
tidak akan berjalan dengan baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://infokep.blogspot.com/2018/08/konsep-kolaborasi-dalam-keperawatan.html?m=1

Departemen kesehatan RI (2004). Profile Indonesia 2004.

Ismani, Nila.2001. Etika Keperawatan. Jakarta: Widia Medika

http://bankdata.depkes.go.id/Profil/Indo04/

http://chairulums.wordpress.com/2009/06/30/hubungan-perawat-dokter/

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/14/humaniora/3531067.htm.

http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0711/01/184756.htm (14 Mei 2008).

Rachmawati, Evy. 2007 Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan Masih Rendah.

www. Kompas.com/kompas-cetak/ 2001. Diskusi Era Baru: Perawat Ingin Jadi Mitra Dokter.

www.nursingworld. Canon. 2005. New Horizons for Collaborative Partnership.

www. Nursingworld. Gardner. 2005. Ten Lessons in Collaboration.

12

Anda mungkin juga menyukai