Anda di halaman 1dari 14

RANDOMIZED CONTROLLED TRIAL COMPARING 200 µG AND 400

µG SUBLINGUAL MISOPROSTOL FOR PREVENTION OF PRIMARY


POSTPARTUM HEMORRHAGE

Innocent A. Ugwua, Timothy A. Oluwasola a,b,*, Obehi O.Enabora, Ngozi N. Anayochukwu-


Ugwuc, Abolaji B. Adeyemia, Oladapo O. Olayemia,b
a
Departement of Obstetrics and Gynecology, University College, Hospital, Ibadan, Nigeria
b
Department of Obstetrics and Gynecology, College of Medicine, University of Ibadan, Ibadan,
Nigeria
c
Department of Hematology, University College Hospital, Ibadan, Nigeria

ABSTRAK

Tujuan: Untuk membandingkan efektivitas dan efek samping dari 200 µg dan
400 µg misoprostol terhadap pencegahan postpartum hemorrhage (PPH).

Metode: Penelitian randomisasi terkontrol pada perempuan dengan kehamilan


tunggal persalinan aktif di University College Hospital¸ Ibadan, Nigeria,
diikutsertakan antara Juli 2011 dan Februari 2012. Peserta diacak menggunakan
nomor acak untuk menerima 200 µg atau 400 µg misoprostol sublingual setelah
melahirkan bahu anterior, bersamaan dengan oksitosin intravena. Pengamat
disamarkan , tetapi peserta tidak. Hasil utama yang diukur meliputi kehilangan
darah hingga 1 jam setelah persalinan, PPH (kehilangan darah ≥ 500 mL), dan
efek samping.

Hasil: Secara keseluruhan, 62 pasien dimasukkan ke setiap kelompok. Tidak ada


perbedaan yang signifikan antara kelompok 200 µg dan 400 µg yang dicatat
dalam rata-rata kehilangan darah peripartum (307 ± 145 mL dan 296 ± 151 mL; P
=0,679) dan kejadian PPH (5 [8,1%] dan 6 [9,7%] perempuan; P = 0,752). Efek
samping yang nyata dilaporkan oleh 16 (25,8%) wanita dalam kelompok 200 µg
dan 42 (67,7%) pada kelompok 400 µg (P <0,001). Risiko menggigil secara
signifikan lebih rendah pada 200 µg daripada 400 µg (relative risk 0.33, 95% CI
0.19-0.58).

Kesimpulan: Kehilangan darah dan kejadian PPH tidak membuat perbedaan


signifikan terhadap dosis misoprostol, tetapi dosis 200 µg dikaitkan dengan
penurunan efek samping.
Introduksi
Perdarahan postpartum (PPH) berpengaruh pada sekitar 2%-5% dari
semua perempuan yang melahirkan, bertanggung jawab atas hampir seperempat
dari semua kematian ibu secara global dan tetap menjadi penyebab utama
kematian ibu di negara yang berpenghasilan reah. Sebagian besar kematian akibat
PPH (99%) terjadi di negara dengan sumber daya rendah, dimana mayoritas
wanita tidak menerima profilaksis karena mereka melahirkan di tempat dengan
fasilitas yang terbatas atau tidak ada fasilitas untuk manajemen PPH yang
memadai. Sekitar dua pertiga wanita dengan perdarahan postpartum tidak
memiliki faktor klinis yang dapat diidentifikasi.
Hasil dari manajemen PPH tergantung pada kondisi awal dan penanganan
yang tepat pada protokol pengobatan yang diperlukan. Selain kematian ibu,
anemia, lama tinggal di rumah sakit, dan kesulitan menyusui dapat terjadi setelah
PPH. Meskipun transfusi darah dapat meringankan anemia dan mengurangi durasi
rawat inap di rumah sakit, hal itu membawa risiko reaksi transfusi dan infeksi;
selain itu, akses transfusi darah yang aman masih menjadi tantangan pada negara
dengan penghasilan yang rendah. Solusi optimal untuk peristiwa ini adalah
pencegahan, baik prepartum dengan memastikan bahwa ibu cukup sehat dan
intrapartum dengan mengambil manajemen aktif kala tiga (AMTSL). AMTSL
adalah strategi efektif berbasis bukti yang bergantung pada keadaan dan
ketersediaan obat oksitosin yang tepat dan efektif.
Terjadinya PPH meskipun disertai pemberian oksitosin intravena dan
prosedur penanganan kala tiga (AMTSL) menunjukkan bahwa oksitosin saja
mungkin tidak memadai untuk pencegahan PPH. Beberapa uterotonik telah
digunakan untuk AMTSL, tetapi efektivitasnya dibatasi oleh efek samping atau
kesulitan penyimpanan. Misoprostol, analog prostaglandin E1, telah disarankan
sebagai alternatif oksitosin berdasarkan kemampuannya untuk bertindak sebagai
agen uterotonik yang efektif. Aman dan murah, dapat dikonsumsi secara oral,
memiliki masa simpan yang lama, dan tidak memerlukan pendinganan. Percobaan
berbasis fasilitas telah menunjukkan bahwa misoprostol aman dan manjur untuk
pencegahan PPH dan formulasi oral telah direkomendasikan untuk kala tiga
persalinan ketika oksitosik lain (misalnya oksitosin) tidak tersedia atau tidak
efektif. Namun, misoprostol berkaitan dengan berbagai efek samping, seperti
menggigil, demam, mual, muntah, dan diare, semuanya berkaitan dengan dosis.
Dalam hal pencegahan PPH, penelitian menunjukkan bahwa misoprostol
200 µg dapat memiliki efektivitas yang sama dengan dosis 400 µg atau 600 µg,
dengan frekuensi efek samping yang lebih rendah. Oleh karena itu, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk membandingkan efikasi dan efek samping antara
wanita yang diberi misoprostol sublingual 200 µg dan 400 µg bersama oksitosin
intravena untuk pencegahan PPH pada kala tiga persalinan.
Material dan Metode
Percobaan terkontrol acak telah dilakukan antara tanggal 1 Juni 2011
hingga 29 Februari 2012, diantara perempuan dalam tahap aktif persalinan yang
dirawat di unit obstetri pada University College Hospital, perawatan tersier di
Ibadan, Negara bagian Oyo, Nigeria. Perempuan dengan kehamilan tunggal
dengan persalinan pervaginam memenuhi syarat untuk penelitian ini. Kriteria
eksklusi adalah kontraindikasi misoprostol, gangguan koagulasi, dan kebutuhan
sesar. Pasien dengan penyakit hipertensi dalam kehamilan, anemia, perdarahan
prepartum, atau kondisi yang membutuhkan infus oksitosin profilaksis setelah
melahirkan (misalnya kehamilan miltipel, fibroid uterus yang hidup
berdampingan, riwayat perdarahan postpartum sebelumnya, polihidramnion, atau
grand-multiparitas) juga dieksklusi. Komite Peninjau Kelembagaan Rumah Sakit
Universitas dari Rumah Sakit Universitas Ibadan menyetujui penelitian tersebut.
Semua pasien diberi konseling yang memadai dan persetujuan atas informasi
sukarela diperoleh sebelum perekrutan untuk penelitian.
Setelah memberikan informed consent dan mencapai kala dua persalinan,
peserta secara acak (1:1) untuk menerima tablet misoprostol 200 µg atau 400 µg.
Pengacakan dilakukan melalui metode pengacakan terblokir. Seorang ahli statistik
independen membuat set empat nomor acak dalam empat blok dan menyiapkan
kotak berisi empat amplop tertutup yang berisi rincian alokasi. Tablet plasebo
dengan tampilan yang mirip dengan tablet misoprostol tidak tersedia, yang berarti
pasien pada kelompok 200 µg hanya menerima satu tablet sedangkan pada
kelompok 400 µg menerima dua tablet. Meskipun penyamaran pasien tidak
memungkinkan, tablet diberikan kepada pasien oleh perawat independen; peneliti
dan analis data disamarkan dengan tugas kelompok.
Misoprostol diberikan kepada pasien setelah melahirkan bahu anterior oleh
orang independen yang tidak terlibat dalam penelitian. AMTSL termasuk
oksitosin dipastikan untuk semua perempuan sesuai dengan protokol unit. Untuk
meminimalkan bias kinerja, kepatuhan ketat terhadap protokol perawatan standar
dipastikan melalui tampilan di ruang persalinan. Indikasi dan penerimaan
uterotonik tambahan dicatat untuk setiap wanita. Infus oksitosin hanya untuk
augmentasi persalinan dihentikan setelah persalinan, dan dosis total oksitosin
yang digunakan, selain durasi persalinan kala satu, dua, dan tiga dicatat.
Untuk memastikan pengukuran kehilangan darah yang akurat, diadopsi
dari kombinasi pengukuran langsung dan metode gravimetri. Bidan yang merawat
mengosongkan darah didalam plasenta yang dilahirkan ke dalam pispot plastik,
yang kemudian ditempatkan di bawah bokong untuk mengumpulkan darah yang
hilang hingga 1 jam setelah plasenta lahir. Darah kemudian diukur dalam gelas
ukur dan volumenya dicatat. Bantalan yang digunakan untuk membersihkan noda
darah pada linen selama persalinan juga ditimbang dan berat kering yang
diketahui dikurangi. Perbedaan tingkat volume sel yang dikemas (PCV) sebelum
dan sesudah melahirkan juga ditentukan dan dicatat.
Semua wanita dievaluasi selama 24 jam setelah melahirkan, dan efek
samping spesifik yang terkait dengan misoprostol sublingual dicatat, termasuk
menggigil, demam (suhu N 38 ° C dalam 12 jam setelah melahirkan), mual,
muntah, diare, sakit kepala, kelelahan, pusing, menggigil, perut kembung, sakit
perut, dan efek samping lain yang disebutkan oleh pasien.
Hasil utama yang diukur meliputi jumlah kehilangan darah selama
persalinan dan hingga 1 jam setelah persalinan, terjadinya PPH primer
(kehilangan darah ≥500 mL), dan efek samping. Hasil sekunder adalah perubahan
PCV dan kebutuhan uterotonik tambahan. Data yang dikumpulkan tentang
karakteristik ibu seperti usia, paritas, lama kehamilan saat melahirkan, dan riwayat
obstetri yang relevan. Informasi lain yang diperoleh meliputi detail proses
persalinan, cara persalinan, kebutuhan episiotomi, berat lahir, lama persalinan kala
III, kebutuhan oksitosik tambahan, dan kebutuhan pengangkatan plasenta secara
manual.
Hal tersebut dihitung bahwa minimal 62 pasien dalam setiap kelompok
akan diminta untuk mendeteksi perbedaan kehilangan darah 83 mL dan dengan
kekuatan 90%. Data diberi kode, dibersihkan, dan dianalisis melalui SPSS versi
18.0 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Analisis dilakukan bertujuan untuk
pengobatan. Hasilnya disajikan sebagai tabel yang sesuai, dan dibuat grafik
variabel yang relevan. Perbedaan antara kelompok dinilai dengan χ2 dan tes t
Student. Risiko relatif (RR) dan confidence intervals 95% (CI) dihitung dengan
tepat. P < 0,05 dianggap signifikan secara statistik.
Hasil
Sebanyak 124 pasien menjalani pengacakan, dan 62 orang dimasukkan ke
dalam kedua kelompok. Semua individu menyelesaikan penelitian. Kedua
kelompok serupa dalam hal karakteristik sosiodemografi, status pemesanan,
paritas, lama kehamilan saat melahirkan, dan rata-rata PCV prapartum. Selain itu,
rata-rata durasi tahapan persalinan dan berat lahir rata-rata tidak berbeda secara
signifikan antara kedua kelompok. Di antara 124 peserta, persalinan terjadi secara
spontan untuk 111 (89,5%) wanita, dan 57 (46,0%) wanita membutuhkan
augmentasi oksitosin. Kedua kelompok tidak berbeda dalam onset persalinan,
augmentasi oksitosin, atau kejadian episiotomi.
Gambar 1. Partisipan pada Penelitian
Tabel 1. Sosiodemografi dan Karakteristik Prepartum pada Partisipan

Tabel 2. Variabel Intrapartum

Hasil utama yang terukur, kehilangan darah total rata-rata 1 jam setelah
melahirkan dan frekuensi PPH tidak berbeda antara kelompok. Seperti yang
diharapkan, kehilangan darah lebih tinggi di antara wanita yang menjalani
episiotomi dibandingkan mereka yang tidak, tetapi perbedaannya serupa pada
kedua kelompok. Di antara semua peserta, episiotomi meningkatkan kehilangan
darah rata-rata sebesar 77 ± 5 mL.
Rata-rata PCV pascapartum, dan perbedaan rata-rata PCV prapartum dan
pascapartum adalah serupa pada kedua kelompok. Kebutuhan uterotonik
tambahan juga serupa pada kedua kelompok.
Namun, frekuensi efek samping yang terlihat secara signifikan lebih
rendah di antara wanita yang menerima 200 μg misoprostol dibandingkan di
antara mereka yang menerima 400μg (P<0.001). Profil efek samping berbeda
antara kedua kelompok. Perbedaan yang signifikan dicatat saat terjadi menggigil,
tetapi tidak ada perbedaan signifikan yang dicatat untuk efek samping lainnya
seperti mual, nyeri perut, pusing, kelelahan, sakit kepala, atau muntah. Seorang
wanita dalam kelompok 400 μg melaporkan semua efek samping kecuali diare
dan perut kembung, yang tidak dilaporkan oleh peserta manapun.

Tabel 3. Hasil Penelitian

Dalam hal perkiraan risiko untuk efek samping yang paling umum, wanita
dalam kelompok 200 μg memiliki risiko 62% lebih rendah yang melaporkan
setiap efek samping daripada perempuan yang menerima 400 μg (P < 0,001).
Mereka juga memiliki risiko menggigil 67% lebih rendah (P < 0,001). Demikian
pula, meskipun tidak signifikan, risiko demam lebih rendah pada kelompok 200
μg dibandingkan pada kelompok 400 μg (P = 0,121).
Gambar 2. Profil Efek Samping

Tabel 4. Estimasi Risiko untuk Efek Samping

Diskusi
Dalam penelitian ini, total kehilangan darah postpartum dan kejadian PPH
di antara wanita yang menerima 200 μg atau 400 μg adalah serupa. Namun,
terjadinya efek samping secara signifikan lebih rendah pada kelompok 200 μg.
Hasil saat ini serupa dengan laporan oleh peneliti sebelumnya. Misalnya,
Diab et al. melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kehilangan
darah post partum, perubahan hemoglobin, atau tidak ada kebutuhan uterotonik
terapeutik ketika 200 µg misoprostol dibandingkan dengan 400 µg, dan Elati et al.
tidak menemukan perbedaan dalam tekanan intrauterin postpartum atau
kehilangan darah dalam perbandingan 200μg, 400μg, dan 600μg pada sublingual
misoprostol. Demikian pula, Danielson et al. melaporkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam kontraktilitas uterus setelah menerima 200 μg
dan 400 μg misoprostol ketika diberikan melalui rute yang sama.
Efek samping ibu yang paling umum dalam penelitian ini adalah
menggigil dan demam (suhu tubuh ≥ 38 ° C), keduanya berkaitan dengan dosis.
Menggigil lebih sering dilaporkan daripada demam, dan kejadian menggigil dan
demam lebih tinggi pada kelompok 400 µg dibandingkan pada kelompok 200 µg.
Frekuensi menggigil dengan misoprostol 400 μg serupa dengan 60% yang
dilaporkan sebelumnya oleh El-Refaey et al., tetapi lebih tinggi dari 42% yang
dilaporkan oleh Musa et al. dan 21,2% dilaporkan oleh Chaudri et al. Demikian
pula, Elati et al. melaporkan peningkatan terkait dosis pada suhu tubuh dan
kejadian menggigil, dengan 8% wanita mengalami demam (suhu N 39 ° C)
setelah pemberian misoprostol 200 μg 400 μg, dibandingkan dengan 45% setelah
pemberian misoprostol 600 μg. Insiden demam yang serupa pada kelompok 200
μg dan 400 μg dalam penelitian mereka mungkin disebabkan oleh batas suhu yang
lebih tinggi yaitu 39 ° C untuk demam. Demam di otak terutama dimediasi oleh
prostaglandin, yang dapat melewati sawar darah-otak ke pusat termoregulasi di
hipotalamus, yang menyebabkan peningkatan set point termoregulasi. Untuk
menaikkan suhu tubuh ke titik baru ini, terjadi peningkatan detak jantung, tonus
otot, dan menggigil.
Dalam praktik obstetri, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa
kelembagaan AMTSL (dengan penjepitan tali pusat dini, traksi tali pusat
terkontrol, dan pemberian oksitosik profilaksis) tetap menjadi alat penting untuk
pencegahan PPH. Melalui pendekatan ini saja berkontribusi pada pengurangan
sekitar 66% kejadian PPH dan 81% pada kebutuhan oksitosik terapeutik,
sedangkan durasi persalinan kala tiga adalah berkurang dari 15 menit menjadi 5
menit. Hasil yang sangat meningkat ini dicapai jika disertai dengan pengawasan
yang efektif, intervensi yang cepat dalam proses persalinan bila diperlukan, dan
fasilitas ruang bersalin yang lebih baik. Semua pasien dalam penelitian ini
berdasarkan AMTSL untuk memastikan platform yang sama dan untuk alasan
etika.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, penyembunyian
alokasi yang sebenarnya tidak mungkin karena tidak ada tablet plasebo yang mirip
tersedia; namun, asisten independen memberikan obat kepada pasien tanpa
memberitahukan dosisnya kepada salah satu peneliti. Kedua, pengukuran
langsung darah dan penimbangan bantalan yang terkontaminasi feses, urin, dan
cairan ketuban mungkin telah mempengaruhi data, tetapi kehilangan darah pada
kedua kelompok dinilai dengan cara yang sama sehingga perbedaan antar
kelompok tidak akan terpengaruh secara substansial. Ketiga, kami hanya
merekrut wanita berisiko rendah yang kemungkinan terjadinya PPH akibat atonia
minimal. Karena fokus utama penelitian ini adalah untuk membandingkan
kemanjuran dari dua regimen dosis dan profil efek samping, sangat penting untuk
memiliki populasi penelitian yang homogen, yang diberikan oleh pasien dalam
kelompok berisiko rendah.
Kesimpulannya, telah ditetapkan bahwa 200 μg misoprostol yang diminum
secara sublingual dapat ditoleransi dengan baik dan aman, dan sama efektifnya
dengan 400 μg dalam manajemen rutin kala tiga. Insiden efek samping lebih
rendah dengan dosis 200 μg. Perbandingan oksitosin lebih lanjut dengan 200 μg
misoprostol untuk manajemen persalinan kala tiga akan layak dipertimbangkan.
PICO DAN CRITICAL APPRAISAL

Judul : Randomized Controlled Trial Comparing 200 µg and 400 µg Sublingual


Misoprostol for Prevention of Primary Postpartum Hemorrhage

Penulis : Innocent A. Ugwu, Timothy A.Oluwasola, Obehi O. Enabor,


Ngozi N.Anayochukwu-Ugwu, Abolaji B. Adeyemi, Oladapo O.
Olayemi.
Tahun : 2016

Analisis PICO
P Patient and Clinical Problem Wanita hamil aterm
I Intervention Misoprostol 200 µg sublingual
C Comparison Misoprostol 400 µg sublingual
O Outcome Pencegahan perdarahan post partum

Pertanyaan:
Bagaimana efektivitas pencegahan perdarahan post partum menggunakan
misprostol 200 µg sublingual dibandingkan dengan misoprostol 400 µg sublingual
pada wanita hamil aterm ?

Checklist CASP RCT 2018


No Pertanyaan Jawaban
1. Apakah penelitian fokus pada issue? Ya
2. Apakah dilakukan randomisasi perlakuan Ya. Telah dijelaskan pada bagian
pada pasien? metode penelitian
3. Apakah seluruh pasien yang termasuk Ya. Semua subjek penelitian
dalam penelitian dihitung sebagai diperhitungkan dalam hasil penelitian,
kesimpulan? sehingga dapat menarik sebuah
kesimpulan
4. Apakah pasien, tenaga medis, dan Ya. Anggota penelitian “dibutakan”
anggota penelitian “dibutakan” terhadap terhadap terapi, tetapi pasien dan
terapi? beberapa tenaga medis tidak.
5. Apakah setiap kelompok memiliki Ya. Tabel demografi menunjukkan
karakteristik serupa? tidak ada perbedaan signifikan
6. Disamping intervensi eksperimental,
apakah setiap kelompok diperlakukan Ya.
sama?
7. Seberapa besar dampak terapi? Tidak ada perbedaan signifikan antara
kedua kelompok. Total kehilangan
darah satu jam setelah melahirkan
lebih banyak terjadi pada pasien
dengan episiotomi daripada yang
tidak dilakukan episiotomi.
Perdarahan pasca melahirkan pada
kedua kelompok tidak terdapat
adanya perbedaan yang signifikan.
PCV 24 jam setelah melahirkan juga
tidak terdapat perbedaan yang
signifikan (p value: 0,823). Tambahan
uterotonik pada kedua kelompok tidak
terdapat perbedaan yang signifikan.
Tetapi terdapat perbedaan yang
signifikan pada efek samping di
kedua kelompok (p value: <0,001)
8. Seberapa besar nilai estimasi efek terapi?
95%
(Confidence Interval)
9. Dapatkah hasil penelitian diterapkan lokal Ya. Hasil penelitian ini dapat
di tempat Anda? diterapkan di lokal populasi dan
sediaan obatnya telah tersedia di
RSUD dr. Soediran MS
10. Apakah seluruh luaran klinis yang Ya, salah satunya adalah
penting dipertimbangkan? memertimbangkan efek samping dari
kedua dosis obat. Dari kedua dosis,
pelaporan efek samping lebih sering
terjadi pada kelompok dosis
misoprostol 400 µg.
11. Apakah keuntungan yang diberikan layak Ya, karena tidak terdapat perlakuan
terhadap potensi harm dan biaya? yang berpotensi membahayakan
subjek penelitian
JOURNAL READING
“Randomized Controlled Trial Comparing 200 µg and 400 µg Sublingual
Misoprostol for Prevention of Primary Postpartum Hemorrhage

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Stase Obstetri dan
Ginekologi
di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

Oleh:
Yoan Yolanda Lakstoroputri (16711097)

Pembimbing :
dr. M. Guntur Adriadi Nugroho, Sp.OG

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KAB. WONOGIRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2021

Anda mungkin juga menyukai