Anda di halaman 1dari 12

TINDAKAN UPAYA PAKSA PADA SISTEM PERADILAN

PIDANA YANG MEMERLUKAN IJIN PRESIDEN


Sentot Yusuf Patrikha1
Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang
Jl. Danau Sentani 99 Kota Malang

Abstraksi :
Persamaan di depan hukum merupakan pengakuan universal atas hak asasi manusia. Kita
bisa tahu apakah dari deklarasi universal atas hak asasi manusia di PBB, dimana salah satu
pasalnya berisi bahwa setiap manusia memiliki posisi yang sama dalam hukum, tanpa diskriminasi .
Seperti dalam konstitusi Indonesia, Undang - Undang Dasar 1945 di pasal 27 juga mengakui
kesetaraan setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan, tanpa pengecualian. Namun
dalam kenyataannya, banyak konstitusi yang seharusnya mengikuti prinsip negara konstitusi,
sebenarnya masih belum mencerminkan persamaan didepan hukum .

Kata kunci : Konstitusi , persamaan di depan hukum , diskriminasi .

1
Alamat Korespondensi : sentot_patrikha@yahoo.com
92 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov.2015 Hal. 91 - 102

A. Pendahuluan besar bahasa Indonesia yang diterbitkan


Artikel ini ditulis berdasarkan oleh Balai Pustaka cetakan ke III tahun
pendekatan normative, yaitu dengan 1990 pada halaman 108 memberikan arti
memperhatikan beberapa peraturan bahwa “warga negara adalah penduduk
perundang-undangan sebagai hukum sebuah negara atau bangsa yang
positif yang berlaku untuk mengetahui berdasarkan keturunan, tempat kelahiran,
apakah asas hukum yang universal yakni dan sebagainya mempunyai kewajiban dan
setiap orang memiliki persamaan hak penuh sebagai seorang warga dari
dihadapan hukum ini telah berlaku negara itu”. Dari pengertian tersebut maka
sepenuhnya dalam hukum positif kita di setiap warga negara baik tanpa jabatan
Indonesia, atau sebaliknya sebagaimana pemerintahan atau sebagai pejabat
dikemukakan Donald Black bahwa hukum pemerintahan negara di Republik
lebih tajam kebawah dari pada keatas, atau Indonesia ini adalah pasti warga negara
dengan kata lain hulkum tajam terhadap Indonesia. Hal ini dikuatkan dengan salah
mereka yang tidak mempunyai kedudukan satu persyaratan untuk menjadi pejabat
atau jabatan, sementara menjadi tumpul negara di republik Indonesia ini adalah
terhadap mereka yang mempunyai posisi seorang warga Negara Indonesia. Jadi
tertentu. dalam pengertian ini, warga negara
Para pendiri negara kita Indonesia ini Indonesia tidak dibedakan antara yang
telah memcantumkan secara eksplisit menjadi pejabat negara atau yang bukan
dalam konstitusi tentang persamaan setiap menjadi pejabat negara. Yang menjadi
warga negara dihadapan hukum dan permasalahan sekarang apakah benar
pemerintahan dengan tanpa kecualinya, persamaan setiap warga negara Indonesia
sebagimana yang tercantum dalan undang- dihadapan Hukum Indonesia dengan tanpa
undang Dasar Negara republik Indonesia kecualinya itu sudah dapat diaplikasikan
tahun 1945 baik yang sebelum amandemen dengan baik dan sempurna dalam
maupun sesudah amandemen, pada kehidupan dan pelaksanaan hukum di
pasalnya yang ke 27 khususnya ayat (1) indonesia. Hal inilah yang menjadi pokok
yang menyatakan “ Segala warga negara bahasan dari penulisan ini.
bersamaan kedudukannya didalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung B. Pembahasan
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak 1. Indonesia sebagai Negara Hukum
ada kecualinya”. Lalu siapakah yang Indonesia sebagai negara hukum
dimaksud dengan warga negara?, kamus sebagaimana yang tercantum dalan pasal 1
Pratikha, Tindakan Upaya Hukum Paksa Pada Sistem Peradilan Pidana Yang Memerlukan
Ijin Presiden 93

ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 2. Penangkapan


merupakan suatu pernyataan yang tegas, Sebagaimana yang diatur dalam
bahwa negara Indonesia ini tidak berdasar Pasal 17 KUHAP, dinyatakan bahwa
atas kekuasaan, tetapi berdasar atas “perintah penangkapan dilakukan
hukum. Dengan pernyataan ini maka terhadap seorang yang diduga keras
segala penyelenggaraan negara maupun melakukan tindak pidana berdasarkan
seluruh peraturan perundang-undangan bukti permulaan yang cukup”. Sedangkan
yang berlaku haruslah berdasar pada pada pasal 1 butir (20) KUHAP
kaidah-kaidah hukum. Sebagaimana yang menyatakan bahwa “penangkapan adalah
di kemukakan A Muktie Fadjar, seorang suatu tindakan penyidik berupa
Guru Besar hukum tatanegara dalam pengekangan sementara waktu kebebasan
bukunya tentang Tipe Negara Hukum tersangka atau terdakwa apabila terdapat
(2005:85), yang menyatakan “para pendiri cukup bukti guna kepentingan penyidikan
negara kita telah mengkonsepsikan bahwa atau penuntutan dan atau peradilan dalam
Negara Republik Indonesia merupakan hal serta menurut cara yang diatur dalan
negara yang berdasarkan hukum, negara undang-undang ini”. Dari kedua pasal ini,
yang demokratis (berkedaukatan rakyat), maka dapat ditarik pengertian bahwa
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, tentang penangkapan itu ada perbedaan.
dan berkeadilan sosial”. Sedangkan Penangkapan sesuai pasal 17 KUHAP
penulisan dalam Undang-Undang Dasar adalah untuk kepentingan penyidikan,
Negara Republik Indonesia tahun 1945 sedangkan penangkapan sebagaimana
yang menyatakan “Indonesia adalah yang diatur dalam pasal 1 butir (20)
negara yang berdasarkan atas hukum” KUHAP dilakukan kecuali untuk
dengan rumusan “rechtstaat” menurut penyidikan, juga untuk penuntutan dan
Padmo Wahyono dalam bukunya pemeriksaan peradilan. Dalam hal
Indonesia Negara Berdasar Atas Hukum penangkapan ini tidak bisa lepas dari peran
(1983:7) menyatakan bahwa “rumusan itu Kepolisian Republik Indonesia.
menunjukkan bahwa pola yang diambil Sebagaimana dikemukakan Sadjiono
tidak menyimpang dari konsep negara (2006:130) kewenangan Kepolisian
hukum pada umumnya, namun disesuaikan Republik Indonesia sebagaimana Pasal 16
dengan kondisi Indonesia atau digunakan ayat 1 huruf l UU Nomor 2 tahun 2002,
dengan ukuran pandangan hidup ataupun penyidik melakukan tugasnya dengan
pandangan bernegara kita”. syarat tidak bertentangan dengan hukum,
selaras dengan kewajiban hukum yang
94 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov.2015 Hal. 91 - 102

mengharuskan tindakan tersebut harus kemudian diserukan oleh khalayak ramai


dilakukan dengan patut, masuk akal dan sebagai seorang yang melakukannya atau
termasuk dalam lingkungan jabatannya, apabila sesaat kemudian padanya
pertimbangan yang layak berdasarkan ditemukan benda yang dipergunakan
keadaan yang memaksa dan menghormati untuk melakukan tindak pidana itu yang
hak asasi manusia. Sedangkan menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya
kewenangan melakukan penyimpangan atau turut melakukan atau membantu
atau diskresi terhadap peraturan tersebut melakukan tindak pidana itu”. Batasan
dipersyaratkan adanya keadaaan yang tertangkap tangan sebagaimana dalam
sangat perlu, tidak bertentangan dengan pasal 1 butir (22) ini masih mengandung
perundang-undangan dan tidak “lubang hukum”, contohnya adalah
bertentangan dengan kode etik profesi misalnya seorang pemuda yang sedang
Kepolisian. Jadi dalam hal penangkapan berkunjung kerumah pacarnya pada malam
yang dilakukan oleh kepolisian Republik hari, ternyata dikampung itu ada pemuda
Indonesia pada prinsipnya telah diatur yang sakit hati, karena pemuda tersebut
dalam Perundang-undangan baik UU juga sedang mengincar ingin menjadi
Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP pacar sigadis tersebut. Dia lalu
maupun UU Nomor 2 tahun 2003 tentang menggerakkan pamuda yang lain untuk
Kepolisian serta Undang-undang lainnya. meneriakkan maling-maling pada waktu
pemuda yang berkunjung kerumah
3. Tertangkap Tangan pacarnya tersebut akan keluar kampung
Ada istilah tertangkap tangan, itu. Jadi teriakan maling-maling oleh
yakni istilah dalam penangkapan yang khalayak ramai waktu itu tidak
perlu mendapatkan pemahaman yang menunjukkan bahwa ada pelaku tindak
cukup. Pemahaman ini diperlukan agar pidana yang sedang tertangkap tangan.
makna dari istilah tersebut tidak rancu. Dengan contoh sederhana semacam ini,
Yang dimaksud dengan tertangkap tangan maka perlu adanya revisi yang cukup
dalam KUHAP adalah sebagaimana yang terhadap pengertian tetangkap tangan ini.
terdapat pada pasal 1 butir (22) yang Tapi yang prisip adalah diketahuinya
menyatakan “tertangkap tangan adalah dengan pasti bahwa seketika atau seketika
tertangkapnya seseorang pada waktu itu benar-benar meyakinkan bahwa ia
sedang melakukan tindak pidana, atau adalah pelaku tindak pidana.
segera sesudah beberapa saat tindak Lalu siapakah yang berhak dalam
pidana itu dilakukan, atau sesaat melakukan penangkapan ini. Khusus untuk
Pratikha, Tindakan Upaya Hukum Paksa Pada Sistem Peradilan Pidana Yang Memerlukan
Ijin Presiden 95

tertangkap tangan, diatur oleh pasal 111 mengatur tata cara penyidikan terhadap
ayat (1) KUHAP, yang menyatakan Anggota Legislatif. Ketentuan tersebut
“Dalam hal tertangkap tangan setiap adalah:
orang berhak, sedangkan setiap orang 1. Dalam hal Anggota MPR, DPR,
yang mempunyai wewenang dalam tugas dan DPD diduga melakukan
ketertiban, ketentraman, dan keamanan perbuatan Pidana maka
umum wajib, menangkap tersangka guna pemanggilan (termasuk sebagi
diserahkan beserta atau tanpa barang saksi) harus mendapat persetujuan
bukti kepada Penyelidik atau Penyidik”. tertulis secara langsung dari
Untuk hal ini setelah menerima Presiden. Dalam hal ini
penyerahan Tersangka sebagaimana mengandung pengertian bahwa
dimaksud pada ayat 1 tersebut diatas, tidak ada substitusi atau
Penyelidik atau Penyidik wajib segera pendelegasian wewenang kepada
melakukan pemeriksaan dan tindakan lain pejabat lain.
dalam rangka penyidikan, untuk itu 2. Dalam hal Anggota DPRD
Penyelidik dan Penyidik harus segera Propinsi diduga melakukan
datang ketempat kejadian. Ditempat perbuatan pidana maka
kejadian tersebut pada Pasal 111 ayat (3) pemanggilan terhadapnya harus
Penyelidik dan Penyidik dapat melarang mendapat persetujuan tertulis
setiap orang untuk meninggalkan tempat secara langsung dari Menteri
itu selama pemeriksaan yang dilakukan Dalam Negeri atas nama Presiden.
belum selesai. Bagi mereka yang Dalam hal ini mengandung
melanggar larangan tersebut dapat pengertian bahwa tidak ada
dipaksa tinggal ditempat itu sampai substitusi atau pendelegasian
pemeriksaan tersebut selesai dilakukan. wewenang kepada pejabat lain.
3. Dalam Anggota DPRD Kabupaten
4. Penangkapan Terhadap Pejabat atau Kota diduga melakukan
Tertentu perbuatan pidana pemangillannya
a. Penangkapan terhadap Anggota Badan atau tindakan hukum selanjutnya
Legislatif harus mendapat persetujuan tertulis
Pada Pasal 106 UU Nomor 22 secara langsung dari Gubernur atas
tahun 2003 tentang Susunan dan nama Menteri Dalam Negeri.
kedudukan MPR, DPR, DPD, dan Dalam hal ini mengandung
DPRD memuat ketentuan yang pengertian bahwa tidak ada
96 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov.2015 Hal. 91 - 102

substitusi atau pendelegasian dalam hal dan menurut cara yang


wewenang kepada pejabat lain. diatur dalam UU ini (KUHAP) untuk
4. Ketentuan sebagaimana yang mencari serta mengumpulkan bukti”.
dimaksud dalam angka 1, 2, dan 3 Tindakan itu diharapkan membuat
tidak berlaku apabila tindak pidana terang tentang tindak pidana yang
yang diduga dilakukannya adalah terjadi dan guna menemukan
tergolong sebagai tindak pidana Tersangkanya, dalam pengertian ini
korupsi atau tindak pidana tindakan penyidikan sudah mencakup
terorisme atau tindakan pidana lain tindakan upaya paksa yang dilakukan
dalam keadaan tertangkap tangan. oleh Penyidik namun demikian Pasal
Dari pengaturan pada Pasal 106 106 UU nomor 22 tahun 2003 tersebut
tersebut maka apabila tindak pidana telah memberikan petunjuk lain dalam
yang terjadi tergolong sebagai tindak hal melakukan tindakan ini. Hal ini
pidana korupsi atau tindak pidana jelas kurang sesuai dengan Pasal 27
terorisme atau tindakan pidana lain ayat 1 UUD 1945 yakni tentang
dalam keadaan tertangkap tangan, kesamaan setiap warga negara
maka Penyidik tidak terikat pada dihadapan hukum.
ketentuan yang diatur Pasal itu namun b. Penangkapan terhadap Kepala Daerah
ada keharusan untuk melaporkan dan Wakil Kepala Daerah
dalam waktu 2 x 24 jam kepada Pada bab IV bagian ke-empat
pejabat yang berwenang sebagaimana paragraf ke-lima Pasal 36 UU nomor
yang diatur dalam pasal 106 tersebut 32 tahun 2004 yang mengatur tentang
untuk memperoleh ijin atau penyelenggaraan Pemerintahan,
persetujuan melakukan tindakan tindakan penyidikan terhadap Kepala
berikutnya. HMA. Kuffal berpendapat Daerah dan Wakil Kepala Daerah
(2007; 14) bahwa, “Ketentuan tersebut diatur sebagai berikut:
selain bertentangan dengan bunyi Pasal 1. Tindakan Penyelidikan dan
27 ayat (1) UUD 1945, juga mengenai penyidikan terhadap Kepala daerah
susunan redaksinya terasa berlebihan atau Wakil Kepala Daerah
apabila dibandingkan dengan dilaksanakan setelah adanya
pengertian penyidikan yang persetujuan tertulis dari Presiden
dirumuskan dalam Psal 1 butir (2) atas permintaan Penyidik,
KUHAP yang berbunyi penyidikan 2. Persetujuan tertulis sebagaimana
adalah serangkaian tindakan Penyidik dimaksud, apabila tidak diberikan
Pratikha, Tindakan Upaya Hukum Paksa Pada Sistem Peradilan Pidana Yang Memerlukan
Ijin Presiden 97

oleh Presiden dalam waktu paling ada persyaratan yang mengharuskan


lambat 60 hari terhitung sejak mendapatkan ijin atau melaporkan
diterimanya permohonan, proses kepada Presiden. Kendala yang ada
penyelidikkan dan penyidikan dilapangan adalah Penyidik tidak akan
dapat dilakukan. berani melakukan tugasnya untuk
3. Tindakan Penyidikan yang segera melakukan penangkapan
dilanjutkan dengan penahanan penyidikan dan penahanan tanpa
diperlukan persetujuan tertulis mendapatkan ijin tertulis dari Presiden
sesuai dengan ketentuan lebih dahulu. Hal inilah yang menurut
sebagaimana dimaksud dalam hemat penulis adalah peraturan yang
Pasal 36 ayat 1 dan 2 UU Nomor agak menyimpang dari asas equality
32 tahun 2004 tersebut. before the law sebagaimana yang
4. Hal-hal yang dikecualikan dari diatur dalam konstitusi Negara
ketentuan Pasal 36 ayat 1 apabila Indonesia.
tertangkap tangan melakukan c. Penangkapan terhadap Pimpinan
tindak pidana kejahatan atau Mahkamah Agung serta Hakim Agung
disangka telah melakukan tindak Sesuai dengan Pasal 17 UU
pidana kejahatan yang diancam Nomor 14 tahun 2003 tentang
dengan pidana mati atau telah Mahkamah Agung terdapat hal-hal
melakukan tindak pidana kejahatan yang mengatur tentang penangkapan
terhadap keamanan Negara. terhadap Ketua, Wakil Ketua, Ketua
5. Tindakan penyidikan sebagaimana Muda dan Hakim Anggota Mahkamah
angka 4 tersebut wajib dilaporkan Agung. Pada ayatnya yang ke-1
kepada Presiden paling lambat menyatakan Ketua, Wakil Ketua,
dalam waktu 2 x 24 jam. Ketua Muda dan Hakim Anggota
Tindakan penyidikan dilakukan sudah Mahkamah Agung, dapat ditangkap
mencakup tindakan upaya paksa atau ditahan hanya atas perintah Jaksa
penangkapan. Dalam peraturan Agung setelah mendapat persetujuan
perundang-undangan ini dapat Presiden kecuali dalam hal
diketahui bahwa tindakan penangkapan 1. Tertangkap tangan melakukan
yang merupakan bagian dari tindakan tindak pidana kejahatan, atau
penyidikan diatur dengan aturan yang 2. Berdasar bukti permulaan yang
membuat Penyidik tidak efisien cukup disangka telah melakukan
melakukan tugasnya hal mana karena tindak pidana kejahatan yang
98 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov.2015 Hal. 91 - 102

diancam dengan pidana mati, atau ayat (4), Jaksa yang diduga
tindak pidana kejahatan terhadap melakukan tindak pidana, maka
keamanan negara. pemanggilan, pemeriksaan,
Pada Pasal 17 ayat (2) penggeledahan, penangkapan
menyebutkan pelaksanaan dan penahanan terhadap Jaksa
penangkapan atau penahanan tersebut yang bersangkutan hanya dapat
dalam ayat (1 huruf a dan b) selambat- dilakukan atas ijin Jaksa
lambatnya dalam waktu dua kali dua Agung.”
puluh empat jam harus dilaporkan
kepada Jaksa Agung. Selanjutnya pada bagian
Hal-hal yang berhubungan penjelasan terhadap pasal 8 ayat (5)
dengan penangkapan terhadap Ketua, tersebut diterangkan:
Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim “Ketentuan dalam ayat ini
Anggota Mahkamah Agung ini untuk memberikan
menurut hemat penulis agak perlindungan kepada Jaksa
menyimpang dari asas equality before yang telah diatur dalam
the law. Sebagaimana Pasal 27 ayat (1) Guidelines On The Role Of
UUD 1945, walaupun karena Prosecuters dan Internasional
kedudukannya pejabat dengan Association Of Prosecutors
kualifikasi kedudukan tertentu tersebut yaitu negara akan menjamin
memang harus mendapatkan bahwa Jaksa sanggup untuk
perlindungan hukum. Namun dengan menjalankan profesi mereka
batasan-batasan yang harus mendapat tanpa intimidasi, gangguan,
ijin Presiden itu proses dan godaaan, campur tangan yang
prosedurnya terlalu banyak memakan tidak tetap atau pembeberan
waktu sehingga tidak efektif dalam hal yang belum diuji kebenarannya
penanganan tindak pidana. baik terhadap
d. Penangkapan terhadap Jaksa pertanggungjawaban perdata,
Penangkapan terhadap Jaksa pidana maupun pertanggung-
diatur dalam Pasal 8 ayat (5) UU jawaban lainnya.”
Nomor 16 tahun 2004 yang secara Hal-hal yang berhubungan
lengkap menyebutkan: dengan proses penanganan dugaan
“Dalam hal melaksanakan tugas tindak pidana yang dilakukan oleh
sebagaimana dimaksud pada Jaksa tidak mudah dilaksanakan karena
Pratikha, Tindakan Upaya Hukum Paksa Pada Sistem Peradilan Pidana Yang Memerlukan
Ijin Presiden 99

memang aturan-aturan yang ada mendapat persetujuan Ketua


memberikan batasan yang proses dan Mahkamah Agung, kecuali dalam hal;
prosedurnya sangat panjang dan tidak a) Tertangkap tangan melakukan
efektif. Namun demikian menurut tindak pidana kejahatan,
hemat penulis batasan-batasan b) Disangka telah melakukan tindak
sebagaimana dikemukakan diatas pidana kejahatan yang diancam
diperlukan agar Jaksa dalam dengan pidana mati, atau
menjalankan tugasnya mendapatkan c) Disangka telah melakukan tindak
perlindungan hukum yang cukup. pidana kejahatan terhadap
Yang harus mendapatkan perhatian keamanan negara.
adalah instansi Kejaksaaan sebagai Kalimat dalam Pasal 26 yang
lembaga negara yang diberi menyatakan hanya atas perintah Jaksa
kewenangan untuk melakukan Agung setelah mendapat persetujuan
tindakan hukum penututan terhadap Ketua Mahkamah Agung, dapat
pelaku tindak pidana haruslah benar- diartikan dengan kalau ada kemauan
benar melakukan pengawasan intern Jaksa Agung untuk meminta
yang cukup ketat. Sistem pengawasan persetujuan Ketua Mahkamah Agung
ini harus dilakukan dengan transparan dan atau Ketua Mahkamah Agung juga
dan ada baiknya dilakukan pelaporan menyetujui dan mengeluarkan
secara berkala secara transparan pula perintah, barulah tindakan hukum
yang dapat diakses oleh publik. terhadap pimpinan dan Hakim
Dengan demikian maka kredibilitas pengadilan negeri dapat dimulai. Hal
lembaga Kejaksaan akan mendapatkan ini dikecualikan untuk kategori dugaan
kepercayaan dan apresiasi yang cukup tindakan sebagaimana angka 1 sampai
dari masyarakat. dengan 3 diatas. Kalau dilihat dari
e. Penangkapan terhadap Ketua dan kacamata equality before the law
Hakim Pengadilan sebagaimana Pasal 27 UUD 1945
Untuk melakukan penagkapan, maka hal ini kuranglah tepat. Namun
penahanan terhadap Pimpinan dan demikian memang sudah seharusnya
Hakim Negeri, sebagaimana diatur Ketua dan Hakim pengadilan negeri
dalam Pasal 26 UU Nomor 2 tahun mendapatkan perlindungan yang cukup
1986 hanya dapat dilakukan atas dalam hal menjalankan tugasnya, tetapi
perintah Jaksa Agung setelah semestinya bukan pemberian
perlindungan yang cukup terhadap
100 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov.2015 Hal. 91 - 102

tindakan yang dapat dikategorikan menunggu perintah Jaksa Agung atau


dugaan melakukan tindak pidana. persetujuan tertulis Presiden apabila
ditemukan dugaan bahwa Anggota
f. Penangkapan terhadap Anggota Badan Badan Pengawas Keuangan atau BPK
Pemeriksa Keuangan telah melakukan tindak pidana yang
Tindakan Kepolisian yang berupa mengancam keamanan Negara.
pemeriksaan, penangkapan, penahanan Persyaratan yang harus dipenuhi
terhadap Anggota Badan Pengawas adalah sebagaimana Pasal 25 ayat (2)
Keuangan atau BPK sesuai Pasal 24 UU ini yaitu dalam waktu satu kali dua
UU Nomor 15 tahun 2006 dapat puluh empat jam Polisi harus
dilakukan dengan perintah Jaksa melaporkan kepada Jaksa Agung dan
Agung setelah terlebih dahulu Jaksa Agung berkewajiban untuk
mendapat persetujuan tertulis Presiden. memberitahukan tindakan Kepolisian
Sedangkan pada Pasal 25 disebutkan itu kepada Presiden, DPR dan BPK.
Anggota Badan Pengawas Keuangan Sebagaimana uraian diatas Anggota
atau BPK dapat dikenakan tindakan Badan Pengawas Keuangan atau BPK
Kepolisian tanpa menunggu perintah mendapatkan perlindungan yang cukup
Jaksa Agung atau pesetujuan tertulis dari UU ini untuk tidak diperlakukan
dari Presiden apabila tertangikap sama dengan masyarakat pada
tangan melakukan suatu tindak pidana umumnya apabila diduga melakukan
atau disangka telah melakukan tindak tindak pidana. Penyimpangan terhadap
pidana kejahatan yang diancam dengan asas equality before the law
pidana mati. Disini tidak diatur tentang sebagaimana Pasal 27 UUD 1945 atas
tindak pidana yang mengancam hal ini menurut hemat penulis kurang
keamanan Negara sebagaimana relevan karena Badan Pengawas
perundang-undangan yang mengatur Keuangan atau BPK tidak ada
tindakan Polisi terhadap Pejabat- hubungannya dengan kedudukan
pejabat tertentu yang lainnya, misalnya politik dan kedudukan hukum yang
Kepala Daerah dan Wakil Kepala perlu kehati-hatian dalam penanganan
Daerah, Ketua, Wakil Ketua dan proses dugaan tindak pidana.
unsur-unsur lainnya di Mahkamah g. Penangkapan terhadap Pimpinan dan
Agung dan lain sebagainya. Ini Anggota Komisi Yudisial
mengandung pengertian bahwa Polisi Keberadaan Komisi Yudisial
dapat melakukan tindakan tanpa diatur oleh UU Nomor 22 tahun 2004.
Pratikha, Tindakan Upaya Hukum Paksa Pada Sistem Peradilan Pidana Yang Memerlukan
Ijin Presiden 101

Terhadap dugaan tindak pidana yang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 14


dilakukan oleh Ketua, Wakil ketua dan tahun 2003 tentang Mahkamah Agung,
Anggota Komisi Yudisial diatur pada UU Nomor 16 tahun 2004 tentang
Pasal 10 UU tersebut yang secara Kejaksaan, UU Nomor 2 tahun 1986
lengkap adalah: tentang Kekuasaan Kehakiman, UU
1) Ketua, Wakil ketua dan Anggota Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK, dan
Komisi Yudisial dapat ditangkap UU Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi
atau ditahan hanya atas perintah Yudisial. Dimana dalam Undang-undang
Jaksa Agung setelah mendapat tersebut mengatur tentang tindakan
persetujuan Presiden kecuali: penangkapan, penahanan dan upaya paksa
a. Tertangkap tangan melakukan lainnya terhadap Pejabat-pejabat dalam
tindak pidana kejahatan, atau kedudukan tertentu yang masih harus
b. Berdasarkan bukti permulaan mendapatkan ijin dari Presiden maupun
yang cukup disangka telah yang lainnya.
melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan C. Penutup
tindak pidana mati atau tindak Ternyata penerapan asas
pidana kejahatan terhadap persamaan di depan hukum atau equality
keamanan negara. before the law di Indonesia masih diwarnai
2) Pelakasanaan penangkapan atau penyimpangan-penyimpangan. Hal itu
penahanan sebagaimana dimaksud dapat kita ketahui bahwa penyimpangan
pada ayat (1) tersebut dalam waktu tersebut sebagaimana UU yang
paling lama dua kali dua puluh mengaturnya diperuntukkan bagi Pejabat-
empat jam harus dilaporkan kepada pejabat dalam kedudukan tertentu. Alasan-
Jaksa Agung alasan tersebut sangat mungkin karena
pejabat-pejabat dalam kedudukannya
5.Penerapan Asas Equality Before The tertentu diperlukan perlindungan hukum
Law yang extra agar mereka dapat melakukan
Penerapan equality before the law tugasnya dengan tenang. Namun demikian
ternyata masih dilakukan dengan beberapa bukan berarti perundang-undangan yang
penyimpangan, hal ini terbukti dengan membatasi tindakan hukum Kepolisian
adanya UU Nomor 22 tahun 2003 tentang terhadap mereka yang berkedudukan
susunan kedudukan DPR dan MPR, UU tertentu tersebut tidaklah untuk melindungi
nomor 32 tahun 2004 tentang atau mempersulit proses pemeriksaan
102 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov.2015 Hal. 91 - 102

dugaan tindak pidana yang dilakukannya. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006


Sangat mungkin undang-undang tentang BPK,
memberikan batasan itu hanyalah untuk Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004
membatasi tindakan pemeriksaan yang tentang Komisi Yudisial.
harus benar-benar dugaan tindak pidana itu
telah diyakini dilakukan oleh mereka.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Kuffal. H.M.A., 2007, Upaya paksa,
UMM Press, Malang.
Mukthie Fadjar, 2005, Tipe Negara
Hukum, Bayu Media Publishing,
Malang.
Padmo Wahyono, 1986, Indonesia
Negara Berdasarkan Atas
Hukum, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Sadjijono, 2006, Hukum Kepolisian,
Laks Bang, Yogyakarta.

B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003
susunan kedudukan DPR dan MPR,
Undang-Undang nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah,
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2003
tentang Mahkamah Agung,
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004
tentang Kejaksaan,
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986
tentang Kekuasaan Kehakiman,

Anda mungkin juga menyukai