Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KONSEP DAN PRINSIP-PRINSIP UMUM

KONTRAK DALAM ISLAM

Disusun oleh

Ananda Abdillah Amanu

NIM : 14423008

Mata Kuliah : Desaining Kontrak Lembaga Keuangan Syariah

Dosen Pengampuh : Muhammad Iqbal S.E.I , M.S.I

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2015/2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi Islam akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang begitu pesat
baik dalam bentuk kajian akademis di Perguruan Tinggi maupun secara praktik operasional.
Di Indonesia perkembangan kajian dan praktek ilmu ekonomi Islam juga berkembang pesat.
Kajian-kajiannya sudah banyak diselenggarakan di berbagai universitas negeri maupun
swasta. Sementara dalam bentuk prakteknya, ekonomi Islam telah berkembang dalam bentuk
perbankan dan lembaga-lembaga keuangan ekonomi Islam non bank.

Salah satu fakta yang jelas terlihat yaitu dengan munculnya perbankan dan Lembaga
Keuangan Islam Non Bank. Islam sendiri diturunkan untuk mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia dari sisi ibadah, akhlak dan syariah. Maka sudah seharusnya tidak hanya
ibadah atau keyakinan kita saja yang berlandaskan Islam. Namun aspek hubungan antar
manusia dengan manusia khususnya dalam bermuamalah. Dalam pembahasan makalah ini
kami membahas tentang “Konsep dan Prinsip-prinsip Kontrak dalam Islam” yang mencakup
berbagai asas-asas, prinsip dan hukum kontrak dalam islam.

B. Rumusan Masalah
1. Asas- asas kontrak dan perspektif Islam
2. Prinsip-prinsip kontrak dalam Islam
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asas–asas Hukum Kontrak

Asas atau sebuah landasan adalah sebuah pondasi utama yang mana landasan
tersbut dijadika sebagai acuan atau pedoman dalam pelaksanaan sebuah hal. Dalam
Hukum Kontrak terdapat beberapa asas yang dijadikan sebagi pedoman dalam
pelaksanaan sebuah kontrak. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Asas Illahi atau asas Tauhid


Setiap tingkah laku dan perbuatan manusia tidak luput dari ketentuan Allah
SWT. Seperti FirmanNya dalam Qs. Al hadid ayat 4 “ Dia bersama kamu dimana saja
kamu berada. Dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan”. Kegiatan bermualah
termasuk perbuatan perjanjian karena didalamnya terdapat kesepakatan antara dua
pihak. Dengan demikiam manusia memiliki tanggung jawab akan hal itu. Tanggung
jawab kepada masyarakat, tanggung jawab kepada pihak kedua, tanggung jawab pada
diri sendiri, dan tanggung jawab kepada Allah SWT. Dengan adanya penerapan asas
ini, manusia tidak akan berbuat sekehendak karena segala perbuatannya akan
mendapat balasan dari Allah SWT.
2. Asas kebolehan (Mabda al Ibahah)
Terdapat sebuah kaidah fiqhiyah yang artinya , “pada asasnya segala sesuatu itu
dibolehkan sampai terdapat dalil yang melarang” kaidah fiqih tersebut bersumber
pada dua hadis berikut ini: Hadist riwayat al- Bazar dan at-Thabrani yang artinya :
“apa-apa yang dihalalkan Allah adalah halal, dan apa-apa yang diharamkan Allah
adalah haram, dan apa-apa yang didiamkan adalah dimaafkan. Maka terimalah dari
Allah pemaaf-Nya. Sungguh Allah itu tidak melupakan sesuatupun.”
Hadist riwayat Daruquthni, dihasankan oleh an-Nawawi yang artinya:
“sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajban, maka jangan kamu sia-
siakan dia dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka janganlah kamu
pertengkarkan dia dan Allah telah mendiamkan beberapa hal, maka janganlah kamu
perbincangkan dia”
Dua hadist diatas menjelaskan bahwa segala sesuatunya adalah boleh atau mubah
dilakukan. Kebolehan ini dibatasi sampai ada dasar hukum yang melanggarnya. Hal
ini berarti bahwa Islam memberi kesempatan luas kepada yang berkepentigan untuk
mengembangkan bentuk dan macam transaksi baru sesuai dengan perkembangan
zaman dan kebutuhan masyarakat.
3. Asas Keadilan (Al ‘Adalah)
Dalam QS. Al-Hadid (57) : 25 disebutkan bahwa Allah berfirman yang artinya
“sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” Ayat diatas menjelaskan bahwa para
pihak hendaknya berlaku adil dalam menyepakati sebuah kesepakatan.
4. Asas Persamaan atau Kesetaraan
Dalam melakukan kontrak para pihak menentukan hak dan kewajiban masing-masing
didasarkan pada asas persamaan dan kesetaraan. Tidak diperbolehkan terdapat
kezaliman yang dilakukan dalam kontrak tersebut. Sehingga tidak diperbolehkan
membeda-bedakan manusia berdasar perbedaan warna kulit, agama, adat, dan ras.
5. Asas Kejujuran dan Kebenaran
Landasan hukumnya terdapat pada QS. Al-Ahzab (33) : 70 “hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”1
6. Asas Tertulis (Al Kitabah)
Suatu perjanjian hendaknya dilaksanakan secara tertulis agar dapat menjadi bukti
apabila terjadi sengketa.
7. Asas Iktikad Baik (Asas Kepercayaan)
Memiliki makna , dalam perjanjian harus dilaksanakan substansi kontrak atau prestasi
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh serta kemauan baik dari para
pihak agar tercapai tujuan perjanjian.
8. Asas Kemanfaatan atau Kemaslahatan
Asas ini mempunyai makna bahwa semua bentuk perjanjian yang dilakukan harus
mendatangkan kemanfaatan dan kemaslahatan baik bagi para pihak yang mengikatkan
diri dalam perjanjian maupun bagi masyarakat sekitar meskipun tidak terdapat
ketentuannya dalam al-qur’an dan hadist.
9. Asas Konsensualisme atau Asas Kerelaan (Mabda ‘Ar-Rada’iyyah)

1
Jurnal la riba
Asas konsensualisme sering dikatakan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk lahirnya
kesepakatan. Lahirnya sebuah kontrak ialah dimana saat terjadinya kesepakatan.
Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, walaupun kontrak
itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya
kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa
juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah bersifat obligator yakni melahirkan
kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.
10. Asas Kebebasan Berkontrak (mabda’ hurriyah at-ta’aqud)
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam
hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini menurut sarjana hukum biasanya
didasarkan pada pasal 1338 ayat (1) bahwa sebuah perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk
secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian , diantaranya :
a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak.
b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian.
c. Bebas menentukan bentuk perjanjian , dan
d. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan
orang dalam melakukan kontrak.
11. Asas Mengikatnya Kontrak ( Pacta sunt servanda)
Kontrak yang terikat karena didalam kontrak tersebut mengandung janji-janji yang
harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya
undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada pasal 1338 ayat (1) yang menentukan
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagiamana undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
12. Asas Iktikad Baik
Asas iktikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian.
Ketentuan tentang iktikad ini diatur dalam pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus
dilaksanakan dengan iktikad baik2.

B. Prinsip-prinsip kontrak syariah


2
Miru, Ahmadi. 2011. Hukum Kontrak dan perancangan kontrak. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Ada beberapa prinsip hukum kontrak yang sangat mendukung eksistensi suatu
kontrak baku, yaitu prinsip-prinsip hukum sebagai berikut:
1. Prinsip Kesepakatan
Dalam suatu kontrak baku diasumsikan dengan penandatanganan. Dengan
cara tersebut, maka dapat diasumsi bahwa kedua belah pihak telah menyetujui isi
kontrak tersebut sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kata sepakat
telah terjadi.
2. Prinsip Asumsi Risiko
Dalam suatu kontrak setiap pihak tidak dilarang untuk melakukan asumsi
resiko. Artinya bahwa jika ada resiko tertentu yang mungkin muncul dari suatu
kontrak dan salah satu pihak bersedia menanggung resiko tersebut sebagai hasil
dari tawar menawarnya, maka jika memang resiko tersebut benar-benar terjadi,
Pihak yang mengasumsi risiko tersebutlah yang harus menanggung risikonya.
Dalam hubungan dengan kontrak baku, kontrak tersebut disahkan dengan
penandatanganan oleh pihak yang bersangkutan. Maka, segala resiko apapun
bentuknya akan ditanggung oleh pihak yang menandatanganinya sesuai isi dari
kontrak tersebut.
3. Prinsip Kewajiban Membaca
Dalam ilmu hukum kontrak, kita diajarkan kewajiban membaca (duty to read)
bagi setiap pihak yang akan menandatangani kontrak. Dengan demikian, jika dia
telah menandatangani kontrak yang bersangkutan, hukum mengasumsikan bahwa
dia telah membacanya dan menyetujui apa yang telah dibacanya.
4. Prinsip Kontrak Mengikuti Kebiasaan
Memang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bahwa banyak kontrak dibuat
secara baku. Keterikatan suatu kontrak tidak hanya terhadap kata-kata yang ada
dalam kontrak tersebut, tetapi juga terhadap hal-hal yang bersifat kebiasaan.
Dalam pasal 1339 KUHPerdata Indonesia dijelaskan bahwa kontrak baku
merupakan suatu kebiasaan sehari-sehari dalam lalu lintas perdagangan dan sudah
merupakan suatu kebutuhan masyarakat, sehingga eksistensinya mestinya tidak
perlu dipersoalkan lagi
Syarat Sahnya Kontrak
Adapun dalam hokum Eropa Kontinental , syarat sahnya perjanjia diatur dalam
Pasal 1320 KUH Perdata atau pasal 1365 Buku IV NBW (BW baru) Belanda. Pasal
1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu

a. Kesepakatan kedua belah pihak yang mengikatkan keduanya,


b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang hal.
Keempat hal itu , dikemukakan berikut ini.
1. Kesepakatan ( toesteming/izin) kedua belah pihak
Adanya kesepakatan konsesus pada pihak. Yaitu persesuaian peryataan
kehendak anatar satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.
2. Kecakapan bertindak
Kemampuan untuk melakukan perbuatan hokum. Orang yang mengadakan
perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang
untuk melakukan perbuatan hokum, sebagaimana ditentukan oleh undang-
undang.
3. Adanya objek perjanjian
Di dalam berbagai literature disebutkan bahwa yangmenjadi objek
perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian).
4. Adanya Causa yang halal
Dalam pasal 1320 KUH perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa
yang halal). Di dalam pasal 1337 KUH perdata hanya disebutkan causa
yang terlarang. Suatu sebab terlarang apabila bertentangan dengan undang-
undang, kesusilaan, dan ketertiban umum3.

3
H.S , Salim. 2006. Hukum Kontrak teori & teknik penyusunan kontrak. Jakarta: Sinar Grafika.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam pelaksanaan kontrak seorang dilarang membebani pada pihak lain.
Oleh karenanya asas dan prinsip dijadikan sebagai landasan dalam mencapai
sebuah kontrak. Asas kontrak merupakan suatu yang menjadi landasan syarat sah
kontrak tersebut. Demikian juga landasan yang ada di dalamnya. Jika asas-asas
tersebut tidak terdapat dalam suatu kontrak maka sebuah kontrak tersebut tidak
sah secara hukum.
Asas dan prinsip keduanya tidak dapat dipisahkan dalam terjadinya sebuah
kesepakatan kontrak. Keduanya memiliki hubungan yang saling berkaitan. Asas
menjadi sebuah pondasi , sedangkan prinsip yang menjadi sebuah bangunannya.

DAFTAR PUSTAKA
Miru, Ahmadi. 2011. Hukum Kontrak dan perancangan kontrak. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Jurnal la riba
H.S , Salim. 2006. Hukum Kontrak teori & teknik penyusunan kontrak. Jakarta: Sinar
Grafika.

LAMPIRAN PERTANYAAN

1. APA PERBEDAAN ASAS DAN PRINSIP ?


2. APA ASAS YANG MEMBEDAKAN ANTARA BELANDA DAN SYARIAH ?
3. JELASKAN KONSEP KONTRAK DALAM ISLAM !
4. BAGAIMANA ISLAM MEMANDANG KONTRAK DENGAN ORANG NON
MUSLIM ?
5. BAGAIAMANA PEMBATALAN KONTRAK SEPIHAK ?
6. MENGAPA DALAM MOU HARUS TERDAPAT MATERAI ?
LAMPIRAN JAWABAN

1. Asas dan prinsip merupakan hal yang berbeda. Asas adalah sebagai landasan ,
sedangkan prinsip ialah perwujudan dari asas.
2. Asas kontrak yang membedakan antara landasan hokum belanda dan islam
yaitu tentang kesepakatan serta aturannya. Jika Belanda menganut akan sistem
secara universal islam menganut aturan yang tertera dalam al-quran.
3. Konsep kontrak dalam islam meliputi berbagi aspek. Setiap aspeknya
menjelaskan akan mekanisme contoh sebuah kontrak.
4. Dalam hal muamalah Islam sangat toleran dan membolehkannya. Karena ini
jelas tertuai dalam dasar sebuah hokum.
5. Pembatalan kontrak sepihak mestinya terdapat kesepakatan antara dua pihak
terlebih dahulu. Jika terjadi sebuah sengketa hendaknya saling mediasi , dan
dua pihak tidak ada yang dirugikan.
6. Dalam sebuah perjanjian seringkali kita dapati meterai yang tertempel.
Kegunaan materai tersebut telah diatur dalam pasal 1 ayat 1 uu no 13 tahun
1985 tentang bea materai. Yaitu sebagai pajak dokumen dan sebagai syarat sah
sebuah perjanjian.

Anda mungkin juga menyukai