Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Belajar merupakan proses manusia dalam memperoleh pengetahuan atau menguasai
pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, mendapatkan informasi atau menemukan. Aliran
kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekadar stimulus atau respon yang bersifat
mekanistik, tetapi lebih dari itu kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di
dalam diri individu yang sedang belajar. Struktur mental individu tersebut berkembang sesuai
dengan tingkatan perkembangan kognitif seseorang.
Semakin tinggi tingkat perkembangan kognitif seseorang, semakin tinggi pula
kemampuan dan keterampilan dalam memproses berbagai informasi atau pengetahuan yang
diterimanya dari lingkungan. Kognitif sangat berperan dalam penerapan praktik dalam
pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dengan memberikan pemahaman, menerapkan
dalam permainan, sehingga menjadi automatisasi. Yang dimulai dari kognitif-afektif dan
melahirkan automatisasi dalam gerak. Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara
aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu
mengaitkan pengetahuan beru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Pendidikan Jasmani atau yang lebih dikenal dengan Penjas (Dikjas) merupakan salah satu
mata pelajaran formal, yang telah diberikan mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah.
Peranan Pendidikan Jasmani adalah sangat penting, yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk terlibat langsung dalam aneka pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, bermain dan
olahraga yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk
membina, sekaligus membentuk gaya hidup sehat dan aktif sepanjang hayat. Pendidikan Jasmani
sebagai komponen pendidikan secara keseluruhan telah disadari oleh banyak kalangan. Namun,
dalam pelaksanaannya pengajaran Pendidikan Jasmani berjalan belum efektif seperti yang
diharapkan.
Pembelajaran Pendidikan Jasmani cenderung tradisional. Model pembelajaran
Pendidikan Jasmani tidak harus terpusat pada guru tetap pada siswa. Orientasi pembelajaran
harus disesuaikan dengan perkembangan anak, isi, dan urusan materi serta cara penyampaian
harus disesuaikan sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan
hanya mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi pada perkembangan pribadi anak
seutuhnya. Konsep dasar Pendidikan Jasmani dan model pengajaran Pendidikan Jasmani yang
efektif perlu dipahami oleh para guru yang hendak mengajar Pendidikan Jasmani.
Pengertian Pendidikan Jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain. Konsep Itu
menyamakan Pendidikan Jasmani dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada
pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness),
kegiatan fisik (physical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development).
Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti Pendidikan Jasmani
yang sebenarnya. Walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun
karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung
unsurunsur pedagogik. Pendidikan Jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan
fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general
education). Sudah tentu proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi
sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kekeliruan yang sering dijumpai adalah banyak orang yang beranggapan bahwa
Pendidikan Jasmani hanya berisi dengan kegiatan olahraga. Di sekolahpun, mata pelajaran
Pendidikan Jasmani dianggap sebagai mata pelajaran yang hanya mengandalkan fisik. Bahkan,
yang lebih parah, ada kecenderungan bahwa guru Pendidikan Jasmani hanya mengembangkan
keterampilan fisik (psikomotorik), tanpa mengembangkan aspek yang lain. Perlu adanya sebuah
pemikiran baru mengenai konsep Pendidikan Jasmani di sekolah. Belajar merupakan proses
manusia dalam memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman,
mengingat, mendapatkan informasi atau menemukan (Hilgrad dan Bower dalam Baharuddin dan
Wahyuni, 2007: 13).
Belajar juga merupakan proses berubahnya tingkah laku yang relatif permanen yang
disebabkan oleh interaksi dengan lingkungannya. Banyak ahli yang mengemukakan teori-teori
dan pandangan-pandangan mengenai proses belajar tersebut. Salah satu aliran yang mempunyai
pengaruh terhadap praktik belajar yang dilaksanakan di sekolah adalah aliran psikologi kognitif.
Aliran ini telah memberikan konstribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam
proses belajar.
Aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekadar stimulus atau respon yang
bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental di
dalam diri individu yang sedang belajar. Teori belajar ini mengacu pada wacana psikologi
kognitif, yang didasarkan pada kegiatan kognitif dalam belajar. Para ahli teori ini berupaya
menganalisis secara ilmiah proses mental dan struktur ingatan atau cognition dalam proses
belajar. Cognition diartikan sebagai aktivitas mengetahui, memperoleh pengetahuan,
mengorganisasikan, dan menggunakannya. Psikologi kognitif memandang manusia sebagai
makhluk yang selalu aktif mencari dan menyeleksi informasi untuk diproses. Sehingga perhatian
utama psikologi kognitif adalah upaya memahami proses individu mencari, menyeleksi,
mengorganisasikan, dan menyimpan informasi.
Belajar kognitif berlangsung berdasarkan schemata atau struktur mental individu yang
mengorganisasikan hasil pengamatannya. Struktur mental individu tersebut berkembang sesuai
dengan tingkatan perkembangan kognitif seseorang. Semakin tinggi tingkat perkembangan
kognitif seseorang, semakin tinggi pula kemampaun dan keterampilan dalam memproses berbagai
informasi atau pengetahuan yang diterimanya dari lingkungan.
Pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung
kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak
dengan lingkungan, pengetahuan datang dari tindakan. Pengalaman-pengalaman fisik dan
manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu interaksi
sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi dapat membantu
memperjelas pemikiran menjadi lebih logis.

1.2 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk Mengetahui apa itu Belajar, fungsi, dan tujuan dari pembelajaran motoric
2. Untuk mengetahui pengertian, tujuan belajar kognitivism dalam pembelajaran di anak
tingkat SD
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN BELAJAR DAN TEORI BELAJAR KOGNITIVISM

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan perubahan perilaku atau perubahan kecakapan yang mampu bertahan
dalam waktu tertentu dan bukan berasal dari proses pertumbuhan (Gagne, 1989). Pendapat yang
hampir sama dikemukakan Singer (1980) yang menyatakan belajar adalah terjadinya perubahan
perilaku yang potensial sebagai akibat dari latihan dan pengalaman masa lalu dalam menghadapi
suatu tugas tertentu. Annarino (1980) menyatakan belajar adalah terjadinya suatu perubahan
perilaku dari organisasi manusia. Sedangkan Bowerd dan Hilgard (1981) menyatakan bahwa
belajar adalah terjadinya suatu perubahan perilaku yang potensial terhadap situasi tertentu yang
diperoleh dari pengalaman yang dilakukan berulang kali. Oxendine (1984) menggambarkan
bahwa belajar sebagai: (1) akumulasi pengetahuan, (2) penyempurnaan dalam suatu kegiatan, (3)
pemecahan suatu masalah, dan (4) penyesuaian dengan sistuasi yang berubah-ubah.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa definisi belajar di atas, bahwa belajar adalah
suatu proses perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai akibat dari latihan dan
pengalaman dimasa lalu.

2. Pengertian Belajar Motorik

Pengertian belajar motorik pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan pengertian belajar
secara umum. Drowaztky (1981) menyatakan belajar motorik adalah belajar yang diwujudkan
melalui respons-respons muskuler yang umum nya di ekspresikan dalam bentuk gerakan tubuh
atau bagian tubuh. Oxendine 3 (1984) menyatakan, belajar motorik adalah suatu proses terjadinya
perubahan yang bersifat tetap dalam perilaku motorik sebagai hasil dari latihan dan pengalaman.
Schmidt (1988) menyatakan belajar motorik adalah seperangkat proses yang berkaitan dengan
latihan atau pengalaman yang mengantarkan kearah perubahan permanen dalam perilaku
terampil. Rahantoknam (1988) memberikan definisi belajar motorik sebagai peningkatan dalam
suatu keahlian keterampilan motorik yang disebabkan oleh kondisi-kondisi latihan atau diperoleh
dari pengalaman, dan bukan karena proses kematangan atau motivasi temporer dan fluktuasi
fisiologis. Meskipun tekanan belajar motorik adalah penguasaan keterampilan, bukan berarti
aspek lain seperti domain kognitif dan afektif diabaikan.
Belajar motorik dalam olahraga mencerminkan suatu kegiatan yang disadari dari mana
aktivitas belajar diarahkan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Magill
(1980) perubahan perilaku yang terjadi dalam belajar motorik ternyata dapat diamati bahkan
dapat diukur dari sikap dan penampilannya dalam suatu gerakan atau penampilan tertentu.
Karakteristik penampilan merupakan indikator dari pengembangan belajar atau penguasaan
keterampilan yang telah dikembangkan menjadikan seseorang dapat memiliki keterampilan yang
lebih baik dari sebelumnya, dan semakin meningkatnya penguasaan keterampilan tersebut, maka
waktu yang diperlukan untuk menampilkan keterampilan tersebut juga semakin singkat. Oleh
karena itu kon sep belajar motorik berkaitan erat dengan konsep belajar yang dikembangkan oleh
Gagne dan Bloom, yaitu perubahan sikap dan keterampilan atau perubahan yang terjadi pada
domain afektif dan psikomotor.

Schmidt (1988) menjelaskan tentang karakteristik belajar motorik sebagai berikut: (1)
Belajar motorik merupakan serangkaian proses, (2) Belajar motorik menghasilkan kemampuan
untuk merespon, (3) Belajar motorik tidak dapat diamati secara langsung, (4) Belajar motorik
relatif permanen, (5) Belajar motorik adalah karena hasil latihan, dan (6) Belajar motorik dapat
menimbulkan efek negatif. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut: (l) belajar motorik merupakan suatu proses, (2) belajar motorik merupakan hasil latihan,
(3) kapabilitas bereaksi sebagai hasil belajar motorik, (4) hasil belajar motorik bersifat relatif
permanen, (5) belajar motorik dapat menimbulkan efek negatif

3. Teori Belajar Kognitivism

Teori psikologi kognitif adalah merupakan bagian terpenting dari sains kognitif yang
telah memberi konstribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi pendidikan. Sains
kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas: ilmu-ilmu komputer, linguistik,
intelegensi buatan, matematika, epistimologi, dan neuropsychology (psikologi syaraf).
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan pada arti penting proses internal mental
manusia.

Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat
diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, seperti motivasi, kesengajaan,
keyakinan, dan sebagainya. Meskipun teori kognitif dipertentangkan dengan teori behaviorisme,
menurut ahli psikologi kognitif, aliran behaviorisme itu tidak lengkap sebagai sebuah teori
psikologi, sebab tidak memperhatikan proses kejiwaan yang berdimensi pada ranah cipta, seperti
berpikir, mempertimbangkan pilihan dan mengambil keputusan. Selain itu aliran behaviorisme
juga tidak mau tahu urusan ranah rasa. Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada dasarnya
adalah peristiwa mental, bukan behavioral (jasmaniah) meskipun hal-hal bersifat bihavioral
tampak nyata dalam setiap siswa belajar. Secara lahiriah, seorang anak yang sedang belajar
membaca dan menulis, misalnya tentu menggunakan perangkat jasmaniah, untuk menggucapkan
kata dan menggoreskan pena. Aka 158 atas stimulus yang ada, melainkan yang lebih penting
karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.

Teori Kognitif Gestalt Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar
Gestalt. Rahyubi (2012: 77) menyatakan bahwa peletak dasar teori gestalt adalah Max Werheimer
(1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Kaum Gestaltis
berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut
pandangan Gestaltis, semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan-
hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Intinya, tingkat kejelasan dan
keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan
belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran. Aplikasi teori Gestalt dalam proses
pembelajaran antara lain adalah sebagai berikut: (1) Pengalaman tilikan (insight), bahwa tilikan
memegang peranan yang penting dalam perilaku; (2) Pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning), kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam
proses pembelajaran; (3) Perilaku bertujuan (pusposive behavior), bahwa perilaku terarah pada
tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan tujuan yang ingin dicapai; (4) Prinsip ruang hidup (life space), bahwa perilaku individu
memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana seseorang berada. Oleh karena itu, materi yang
diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan
peserta didik; dan (5) Transfer dalam belajar, yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain.

Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok
dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk
menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Teori Belajar Cognitive Field dari Lewin Lewin berpendapat bahwa tingkah laku
merupakan hasil interaksi antarkekuatan-kekuatan baik yang dari dalam diri individu (seperti
tujuan, kebutuhan, Jurnal Pendidikan Olahraga, Vol. 5, No. 2, Desember 2016 159 tekanan
kejiwaan) maupun dari luar diri individu seperti tantangan dan permasalahan. Menurut Lewin
belajar berlangsung sebagai akibat dari 12 perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur
kognitif tersebut adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognisi itu
sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan
yang lebih penting pada motivasi dari pada reward (Dalyono, 2012: 36).

Teori Belajar Cognitive Developmental dari Piaget Piaget adalah seorang psikolog
developmental dengan suatu teori komprehensif tentang perkembangan intelegensi atau proses
berpikir. Karena, kemampuan belajar individu dipengaruhi oleh tahap perkembangan pribadi serta
perubahan umur individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan
kemampuan-kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual
adalah tidak kuantitatif melainkan kualitatif (Dalyono, 2012: 37).

Pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek yaitu struktur, content, dan
function. Anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur, dan konten intelektualnya
berubah/berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian
perkembangan, masing-masing mempunyai struktur psikologi khusus yang menentukan
kecakapan pikiran anak. Maka, Piaget mengartikan intelegensi adalah sejumlah struktur
psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus (Dalyono, 2012: 39).

Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek
fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan dari guru.
Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi
dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Jarome
Brunner dengan Discovery Learning Bruner berpendapat bahwa mata pelajaran dapat diajarkan
secara efektif dalam 13 bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada
tingkat permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna dan
makin meningkat ke arah abstrak. Pengembangan program 160 pengajaran dilakukan dengan
mengkoordinasikan mode penyajian bahan dengan cara dimana anak dapat mempelajari bahan
tersebut, yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari tingkat
representasi sensori (enactive) ke representasi konkret (iconic) dan akhirnya ke tingkat
representasi yang abstrak (symbolic) (Dalyono, 2012: 42).

Pada dasarnya konsep pembelajaran kognitif disini menuntut adanya prinsipprinsip


utama, yaitu sebagai berikut: (1) Pembelajaran yang aktif, maksudnya adalah siswa sebagai
subyek belajar menjadi faktor yang paling utama. Siswa dituntut untuk belajar dengan mandiri
secara aktif; (2) Prinsip pembelajaran dengan interaksi sosial untuk menambah khasanah
perkembangan kognitif siswa dan menghindari kognitif yang bersifat egosentris; (3) Belajar
dengan menerapkan apa yang dipelajari agar siswa mempunyai pengalaman dalam
mengeksplorasi kognitifnya lebih dalam. Tidak melulu menggunakan bahasa verbal dalam
berkomunikasi; (4) Adanya guru yang memberikan arahan agar siswa tidak melakukan banyak
kesalahan dalam menggunakan kesempatannya untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman
yang positif; (5) Dalam memberikan materi kepada siswa diperlukan penstrukturan baik dalam
materi yang disampaikan maupun metode yang digunakan. Karena pengaturan juga sangat
berpengaruh pada tingkat kemampuan pemahaman pada siswa; (6) Pemberian reinforcement yang
berupa hadiah dan hukuman pada siswa. Saat melakukan hal yang tepat harus diberikan hadiah
untuk menguatkan siswa untuk terus berbuat dengan tepat, hadiah tersebut bisa berupa pujian,
dan sebagainya. Dan sebaliknya memberikan hukuman atas kesalahan yang telah dilakukan agar
siswa menyadari dan tidak mengulangi lagi, hukuman tersebut bisa berupa: teguran, nasehat, dan
sebagainya tetapi bukan dalam hukuman yang berarti kekerasan; (7) Materi yang diberikan akan
sangat bermakna jika saling berkaitan karena dengan begitu seseorang akan lebih terlatih untuk
mengeksplorasi kemampuan kognitifnya; (8) Pembelajaran dilakukan dari pengenalan umum ke
khusus (Ausable) dan sebaliknya dari khusus ke umum atau dari konkrit ke abstrak (Piaget); (9)
Pembelajaran tidak akan berhenti sampai ditemukan unsur-unsur baru lagi untuk dipelajari, yang
diartikan pembelajaran dengan orientasi ketuntasan; dan (10) Adanya kesamaan konsep atau
istilah dalam Jurnal Pendidikan Olahraga, Vol. 5, No. 2, Desember 2016 161 suatu konsep bisa
sangat mengganggu dalam pembelajaran karena itulah penyesuaian integratif dibutuhkan.
Penyesuaian ini diterapkan dengan menyusun materi sedemikian rupa, sehingga guru dapat
menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.

2.2 TEORI BELAJAR KOGNITIVISM DALAM PEMBELAJARAN GERAK

1. Tujuan Belajar Motorik/Gerak

Belajar gerak memiliki tujuan utama pada Penguasaan keterampilan dan efisiensi


gerakan. Keterampilan menurut Singer adalah gerakan otot atau tubuh yang
menyukseskan pelaksanaan aktifitas yang diinginkan, sedangkan menurut Rusli Lutan
keterampilan adalah kompetensi yang diperagakan oleh seseorang dalam menjalankan
tugas tertentu. Demikian juga pendapat Rahtoknam bahwa keterampilan adalah setiap
aktivitas yang diarahkan pada tujuan khusus.
Keterampilan gerak pada hakikatnya merupakan pencerminan derajat efesiensi
dalam melakukan gerakan tertentu. Gerakan terampil bisa dicapai melalui proses belajar
dan berlatih yang berulang-ulang dan spesifik pada cabang olahraga tertentu. Yang
penting dalam belajar keterampilan gerak adalah dicapainya penguasaan gerak pada
cabang olahraga yang dipelajari, sehingga tercipta pola gerak yang terkoordinasi dan
terpadu.
Untuk mewujudkan suatu keterampilan diperlukan berbagai kemampuan yang
meliputi: 1) Kemampuan gerak (motorik), 2) kemampuan persepsi, 3) kemampuan
kognitif.
Kemampuan persepsi terkait dengan kemampuan seseorang dalam
mengiterpretasikan suatu sitimulus sensorik dari panca indra dan pengorganisasiannya
secara baik untuk menjelaskan suatu aktifitas olahraga. Kemampuan persepsi terkait
dengan kemampuan visual (penglihatan), kinestetis (merasakan), taktis (sentuhan), dan
auditori (pendengaran).
Kemampuan kognitif terkait dengan proses pengambilan keputusan yang diawali
dengan pemahaman tentang teknik gerak yang benar. Pemahaman tentang teknik gerak
yang benar akan mempercepat penguasaan dan meningkatkan kualitas gerakan yang
dilakukan.
Perpaduan antara kemampuan gerak, kemampuan persepsi, dan kemampuan
kognitif secara baik dan mewujudkan keterampilan yang pada hakekatnya merupakan
pencerminan derajat efisiensi efektifitas dalam melakukan gerakan olahraga. Untuk
mewujudkan keterampilan gerak yang lebih baik, maka diperlukan proses belajar dan
latihan secara teratur dan berkesinambungan.

2. Fungsi Belajar Motorik/Gerak

Adapun fungsi gerak manusia yaitu :


 Manusia dapat berpindah dari suatu tempat ketempat yang lain, 
 Manusia dapat berinteraksi, 
 Manusia dapat mempertahankan hidup
 Manusia dapat mengukur kemampuan yang dimilikinya, 
 Manusia dapat merasakan suatu kegembiraan, 
 Manusia dapat mengungkapkan perasaan, 
 Manusia dapat berkomunikasi, 
 Manusia dapat menemukan identitas dirinya, dan mendapatkan kepuasan.
Kajian tentang gerakan manusia melibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan sasaran terwujudnya gerakan manusia yang efisien dan efektif. Efiensi gerak
terkait dengan tenaga, waktu, dan  ruang. Efektifitas terkait dengan keberhasilan yang
dicapai.

3. Tingkat-Tingkat Belajar Motorik/Gerak

Perkembangan gerak dapat pula dikatakan sesuai dengan klasifikasi domain


psikomotor. Menurut Anita J. Harrow klasifikasinya ada 5 level yang meliputi:

a) Gerak reflek
Gerak reflek adalah respon atau aksi yang terjadi tanpa kemauan dasar, yang
ditimbulkan oleh suatu stimulus.Gerak reflek bersifat prekuisit terhadap
perkembangan kemampuan gerak pada tingkat-tingkat berikutnya. Gerak reflek
dibedakan menjadi tiga yaitu refleks segmental, refleks intersegmental, dan refleks
suprasegmental (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1993:219).
b) Gerak dasar fundamental
Gerak dasar fundamental adalah gerakan-gerakan dasar yang berkembangnya
sejalan dengan pertumbuhan tubuh dan tingkat kematangan pada anak-anak. Gerakan
ini pada dasarnya berkembang menyertai gerakan refleks yang dimiliki sejak
lahir, gerak dasar fundamental mula-mula bisa dilakukan pada masa bayi dan masa
anak-anak, dan disempurnakan melalui proses berlatih yaitu dalam bentuk melakukan
berulang-ulang.
Gerak dasar fundamental diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu gerak lokomotor,
gerak non-lokomotor, dan gerak manipulatif. Sugiyanto dan Sudjarwo, (1993:220) :
1) Gerak lokomotor adalah berpindah dari tempat satu ke tempat lain misalnya
merangkak,berjalan, berdiri; 2) Gerak non-lokomotorik adalah gerak yang melibatkan
tangan, kaki, dan togok. Gerakan ini berupa gerakan yang berporos pada suatu sumbu
di bagian tubuh tertentu misalnya memutar lengan, mengayun kaki, membungkuk,
memutar togok; 3) Gerakan mamipulatif adalah gerakan memanipulasi atau
memastikan obyek tertentu dengan menggunakan tangan, kaki atau bagian tubuh
yang lain. Gerakan manipulatif memerlukan koordinasi bagin tubuh yang digunakan
untuk memanipulasi objek dengan indra pelihatan dan peraba misalnya memainkan
bola menggunakan tangan, kaki, dan kepala. 
c) Kemampuan fisik
Kemampuan fisik adalah kemampuan memfungsikan sistim organ-organ
tubuh didalam melakukan aktifits fisik.Kemampuan fisik sangat penting untuk
mendukung aktifitas psikomotor.Gerakan yang terampil bisa berkembang bila
kemampuan fisik mendukung pelaksanaan gerak. Secara garis besar kemampuan fisik
dapat dibedakan menjadi 4 macam kemampuan, yaitu ketahanan (endurance),
kekuatan (strength), fleksibilitas (fleksibility), kelincahan (agility) (Sugiyanto dan
Sudjarwo,1993:221-222).
d) Gerakan keterampilan
Gerakan keterampilan adalah gerakan yang memerlukan koordinasi
dengan kontrol gerak cukup kompleks. Untuk menguasainya harus diperlukan
proses belajar gerak. Gerakan yang terampil menunjukkan sifat efisiensi didalam
pelaksanaannya (Sugiyanto dan Sudjarwo,1993:222). 5)
e) Komunikasi non-diskusif
Komunikasi non-diskusif memerlukan level klasifikasi domain
psikomotor. Menurut Harrow, komunikasi non-diskrusif merupakan prilaku yang
berbentuk komunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Gerakan yang bersifat
komunikatif non-diskusif meliputi gerakan ekspresif dan gerakan interperatif.
Gerakan ekspresif meliputi gerakan-gerakan yang bisa digunakan untuk
mengkomunikasikan maksud tertentu yang digunakan dalam kehidupan, misalnya
menganggukkan kepala tanda setuju. Gerakan interperatif adalah gerakan yang
diciptakan berdasarkan penafsiran nilai-nilai estetik disebut gerakan estetik,
sedangkan gerak yang diciptakan dengan maksud untuk menyampaikan pesan
melalui makna yang tersembunyi didalam gerakan disebut gerakan kreatif
(Sugiyanto dan Sudjarwo,1993:223).

4. Proses Belajar Motorik/Gerak


Gerak manusia dipengaruhi oleh beberapa aspek kehidupan yang
berlangsung selama manusia menjalani kehidupannya  antara lain¨pengaruh aspek
gizi yang baik atau kurang baik, manusia yang gizinya baik akan memiliki
kapasitas gerak yang tinggi di bandingkan dengan orang yang kekurangan gizi,
perkembangan antara anak laki-laki dan perempuan sudah mulai terlihat
perkembangan fisiknya, terutama pada saat menjelang reproduksi, perkembangan
kemampuan fisik bagi anak laki-laki dan perempuan  mulai ada perbedaan antara
lain perkembangan kekuatan pria lebih tinggi dibandingkan dengan
perkembangan kekuatan wanita, sejalan dengan meningkatnya ukuran tubuh dan
meningkatnya kemampuan fisik maka meningkat pula kemampuan gerak anak
besar, berbagai kemampuan gerak dasar yang sudah mulai bisa dilakukan pada
masa anak kecil semakin dikuasai. Peningkatan kemampuan gerak bisa
diidentifikasi dalam bentuk : 1) gerakan bisa dilakukan dengan mekanika tubuh
yang makin efisien , 2) gerakan bisa dilakukan dengan semakin lancar dan
terkontrol, 3) pola atau bentuk gerakan semakin bervariasi, 4) gerakan semakin
bertenaga.

Beberapa macam gerakan yang mulai bisa dilakukan apabila anak


memperoleh kesempatan melakukannya pada masa anak-anak, gerakan-gerakan
tersebut semakin dikuasai dengan baik. Kecepatan perkembangannya sangat
dipengaruhi oleh kesempatan yang diperoleh untuk melakukan berulang-ulang
dalam aktivitasnya. Anak-anak yang kurang dalam kesempatan melakukan
aktivitas fisik akan mengalami hambatan untuk berkembang.

Di dalam melakukan suatu gerakan keterampilan ada kalanya menghadapi


lingkungan yang berubah-ubah, berdasarkan keadaan kondisi lingkungan seperti
itu, gerakan keterampilan bisa dikategorikan menjadi dua yaitu :1) keterampilan
gerak tertutup (closed skill) adalah keterampilan gerak dimana pelaksanaanya
terjadi pada kondisi lingkungan yang tidak berubah dan stimulus geraknya timbul
dari diri si pelaku sendiri, 2) keterampilan gerak terbuka (open skill) adalah
keterampilan gerak dimana dalam pelaksanaannya terjadi pada kondisi
lingkungan yang berubah-ubah dan pelaku bergerak menyesuaikan dengan
stimulus yang timbul dari lingkungan bisa bersifat temporal dan bersifat spesial
( Sugiyanto dan Sudjarwo, 1993:250-251).
5. Tujuan Belajar Kognitivism
Beberapa ahli psikologi dan ahli pendidikan berpendapat bahwa konsep-
konsep tentang pelajaran yang telah dikenal, ternyata tidak satupun yang
mempersoalkan proses-proses kognitif  yang terjadi selama belajar. Proses-proses
semacam itu menyangkut “insight”, atau berfikir dan “reasoning”,
atau menggunakan logika deduktif dan induktif. Walaupun konsep-konsep lain
tentang belajar dapat diterapkan pada hubungan-hubungan stimulus dan respons
yang arbitrer dan tak logis.
Para ahli psikologi dan pendidikanberpendapat mengemukakan banyaknya
kebutuhan untuk menjelaskan belajar tentanghubungan-hubungan yang logis,
rasional, atau nonarbitrer.
Pendekatan—pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada proses
perolehan konsep-konsep pada sifat dari konsep dan bagaimana konsep itu
disajikan dalam struktur kognitif. Walaupun pada teori kognitif memikirkan
kondisi-kondisi yang memperlancar pembentukan konsep penekanan mereka
ialah proses internal yang digunakan dalam belajar konsep.

2.3 PENERAPAN TEORI BELAJAR KOGNITIVISM DI DALAM


PEMBELAJARAN GERAK TINGKAT SD

1. Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran Pendikan Jasmani dan


Kesehatan
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas
belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan
proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif
ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, tidak lagi
mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik.
Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat
diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.
Sedang kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai
berikut: (1) Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses
berpikirnya. Siswa mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap
tertentu; (2) Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar
dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda konkrit; (3) Keterlibatan
siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik; (4) Untuk menarik minat dan
meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengalaman atau informasi baru
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki; (5) Pemahaman dan retensi akan
meningkatkan jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau
logika tertentu, dari sederhana ke kompleks; dan (6) Belajar memahami akan
lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru
harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh
siswa.
Tugas guru adalah menunjukan hubungan antara yang sedang dipelajari
dengan apa yang telah diketahui siswa. Kognitif sangat berperan dalam penerapan
praktik dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dengan
memberikan pemahaman (kegunaan fungsi dan apa yang dilakukan ke siswa),
maka akan berpengaruh dalam penerapan dalam pengambilan sikap saat
menerapkan teknik dalam aktivitas olahraga, sehingga dapat melakukan gerakan
dengan benar tanpa pengawasan yang berarti (secara automatisasi), menerapkan
dalam permainan. Berikut tahapan peran koognitif dalam aktivitas keolahragaan
dari Kognitif-Afektif-Automatisasi.

AFEKTIF

MEMBERIKAN PEMAHAMAN MELAKUKAN GERAKAN DENGAN


(KEGUNAAN, FUNGSI APA YANG BENAR TANPA PENGAWASAN YANG
DILAKUKAN) BERARTI (EFEKTIFITAS GERAK)

PENERAPAN DALAM BENTUK


KOGNITIF PENGAMBILAN SIKAP AUTOMATISASI
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat


dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu
mengaitkan pengetahuan beru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari
sederhana ke kompleks.
Perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Teori psikologi kognitif adalah
merupakan bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberi konstribusi
yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi pendidikan. Anak dapat
membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan
lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian
besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif
berinteraksi dengan lingkungannya.

3.2 Saran
Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai
pemberi informasi. Aktivitas jasmani dalam pengertian ini dipaparkan sebagai
kegiatan anak didik untuk meningkatkan keterampilan motorik dan nilai-nilai
fungsional yang mencakup aspek kognitif, afektif, psikomotorik, dan sosial.
Aktivitas ini harus dipilih dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta
didik. Melalui kegiatan Pendidikan Jasmani dan Olahraga diharapkan peserta
didik akan tumbuh dan berkembang secara sehat dan segar jasmaninya, serta
dapat berkembang kepribadiannya agar lebih harmonis dalam menjalankan
kehidupannya sekarang maupun yang akan datang

Anda mungkin juga menyukai