Anda di halaman 1dari 61

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran…| Ratna Dewi Wuryandari

Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 10 No. 1 Juni 2015 | 27-42

JURNAL KEPENDUDUKAN INDONESIA


p-ISSN : 1907-2902 (Print)
e-ISSN : 2502-8537 (Online)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN MAKANAN,


PENDIDIKAN, DAN KESEHATAN RUMAH TANGGA INDONESIA
(Analisis Data Susenas 2011)

DETERMINANTS OF HOUSEHOLD EXPENDITURES ON FOOD, EDUCATION


AND HEALTH IN INDONESIA USING THE 2011 SUSENAS DATA

Ratna Dewi Wuryandari


Puslitbang Tenaga Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan
Korespondensi Penulis: wuryandari@yahoo.com

Abstract Abstrak

The objective of this study is to analyze the effect of Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
socio-demographic and socio-economic variables and variabel-variabel sosio-demografi, sosio-ekonomi dan
location of residence on household expenditures for wilayah tempat tinggal terhadap pengeluaran rumah
food, education, and health. Regression analysis tangga untuk makanan, pendidikan, dan kesehatan.
shows that household life cycle stages, household size Analisis regresi menunjukkan tahapan siklus hidup
and residential areas have consistent effect on the rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga dan
proportion of food expenditure, education expenditure daerah tempat tinggal berpengaruh secara konsisten
and health expenditure. Larger household size terhadap proporsi pengeluaran makanan, total
increases proportion of food expenditure, education pengeluaran pendidikan, dan total pengeluaran
expenditure and health expenditure. Stages child kesehatan. Semakin banyak jumlah ART
household and third generation household have the meningkatkan proporsi pengeluaran makanan,
highest influence on education expenditure and health pengeluaran pendidikan dan kesehatan. Rumah tangga
expenditure. Meanwhile, urban household has the anak dan rumah tangga tiga generasi berpengaruh
largest impact on the proportion of food expenditure, paling besar terhadap masing-masing untuk
education expenditure and health expenditure. It is pengeluaran pendidikan dan kesehatan. Sementara
also found that households with the highest proportion rumah tangga di perkotaan memiliki pengaruh paling
of food expenditure and with the smallest expenditures besar terhadap proporsi pengeluaran makanan,
on education and health are the ones who have heads pengeluaran pendidikan dan kesehatan. Ditemukan
of household who are working as free labors or family pula bahwa rumah tangga yang memiliki proporsi
workers. pengeluaran makanan terbesar tetapi pengeluaran
pendidikan dan kesehatannya terkecil adalah rumah
Keywords: Food Expenditure; Education Expenditure; tangga yang KRTnya bekerja sebagai pekerja mandiri.
Health Expenditure; Household Life Cycle Stages.
Kata Kunci: Pengeluaran Pangan, Pengeluaran
Pendidikan, Pengeluaran Kesehatan, Tahapan Siklus
Hidup Rumah Tangga

27
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 10 No. 1 Juni 2015 | 27-42

PENDAHULUAN dengan meningkatnya pendapatan, (3) proporsi


pengeluaran total untuk pakaian dan perumahan
Konsumsi merupakan bagian penting dalam kehidupan diperkirakan konstan, sementara proporsi pengeluaran
seseorang. Pemenuhan kebutuhan hidup yang harus untuk pendidikan, kesehatan, rekreasi, barang mewah,
dipenuhi setiap hari oleh manusia tidak terlepas dari dan tabungan bertambah ketika pendapatan mulai
aktivitas konsumsi. Pengeluaran konsumsi dapat meningkat (Chakrabarti dan Hildenbrand, 2009).
menjadi sebagai salah satu indikator untuk menilai
tingkat kesejahteraan ekonomi individu atau rumah Pendidikan dan kesehatan sebagai salah satu bentuk
tangga (BPS, 2008). pengeluaran bukan makanan dapat termasuk investasi
dalam pengembangan sumber daya manusia (human
Salah satu teori ekonomi yang sangat erat kaitannya capital investment). Sebagai barang konsumsi,
antara pengeluaran dengan tingkat kesejahteraan pendidikan dan kesehatan merupakan kebutuhan dasar
adalah teori yang dinyatakan oleh Ernst Engel tahun yang harus dipenuhi dalam rumah tangga (Guhardja
1857. Dalam teori Engel tersebut, bila selera tidak dkk, 1993), dimana pengeluaran rumah tangga
berbeda maka persentase pengeluaran untuk makanan terhadap pendidikan dan kesehatan sangat berpengaruh
menurun dengan meningkatnya pendapatan (BPS, terhadap kualitas individu dalam rumah tangga
2012). Rumah tangga yang mengeluarkan proporsi (Tjiptoherijanto dan Soemitro, 1998).
lebih banyak untuk makanan biasanya merupakan
rumah tangga yang masih pada taraf tingkat subsisten.
Sementara rumah tangga yang lebih banyak
mengkonsumsi untuk barang-barang mewah dan
kebutuhan sekunder merupakan rumah tangga yang
lebih sejahtera (Mor & Sethia, 2010).

POLA DAN KECENDERUNGAN


PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH
TANGGA

Berdasarkan data BPS, proporsi pengeluaran rumah Gambar 1 Tren Pengeluaran Rumah Tangga
tangga untuk membeli bahan pangan masih berkisar 50 Indonesia (%) Berdasarkan Susenas
persen dari total pengeluaran rumah tangga. Berikut Tahun 1999-2012
dibawah ini disajikan tren pengeluaran rumah tangga Sumber : Website BPS www.bps.go.id, 2013
Indonesia antara tahun 1999-20121. Berdasarkan
Gambar 1 di bawah, terlihat kondisi di Indonesia Selain sebagai barang dan jasa yang dapat dikonsumsi,
mencerminkan kecenderungan sebagian besar pendidikan dan kesehatan seringkali dihubungkan
masyarakat masih memprioritaskan pengeluaran dengan investasi dalam peningkatan mutu modal
pendapatannya pada kebutuhan dasar atau kebutuhan manusia. Menurut Ananta dan Hatmadji (1985),
pokoknya. peningkatan mutu modal manusia dikatakan sebagai
investasi karena memerlukan pengorbanan di masa
Untuk melihat taraf hidup dalam masyarakat, kini baik pengeluaran alokasi pendapatan maupun
kecenderungan pengeluaran untuk konsumsi barang waktu untuk memperoleh sesuatu yang lebih tinggi di
kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan masa depan. Sementara itu menurut Tjiptoherijanto
kesehatan menjadi penting diperhitungkan sesuai (1985) disebutkan bahwa derajat kesehatan yang baik
dengan penelitian Engel. Penelitian tersebut memungkinkan orang menerima pendidikan yang baik
mengamati enam jenis pengeluaran rumah tangga, pula, demikian pula sebaliknya. Dengan tingkat
yakni: makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan kesehatan yang baik, akan tercipta
kendaraan/transportasi, kesehatan/pendidikan/rekreasi kualitas manusia yang unggul dan memiliki daya
dan tabungan (Ginting, Lubis, dan Mahalli, 2008). saing.
Hasil studi empiris Engel antara lain menyatakan : (1)
kategori/proporsi terbesar dari anggaran rumah tangga Penduduk Indonesia telah mengalami transisi
adalah untuk makanan dan bukan makanan, (2) demografi dengan semakin menurunnya tingkat
proporsi pengeluaran total untuk makanan menurun kelahiran dan kematian yang membawa dampak pada
peningkatan penduduk usia produktif. Peningkatan
penduduk usia produktif ini membawa dampak
1
Tahun 2011 dan 2012 merupakan keadaan pada periode terjadinya bonus demografi dan terbukanya jendela
Maret dan September.

28
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran…| Ratna Dewi Wuryandari

peluang pada tahun 2020-2030 ketika rasio mempunyai anak usia sekolah 7-24 tahun. Data
ketergantungan mengalami level yang terendah pengeluaran rumah tangga pada makanan, pendidikan
(Adioetomo, 2013). Selanjutnya menurut Adioetomo dan kesehatan dieksplorasi dari pertanyaan dalam
(2013), persiapan untuk menyambut momen emas ini modul konsumsi/pengeluaran rumah tangga.
harus dimulai dengan memperkuat dan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia demi mendorong Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian
pertumbuhan ekonomi sebelum rasio ketergantungan ini adalah proporsi pengeluaran rumah tangga pada
meningkat kembali karena peningkatan penduduk usia makanan, total pengeluaran rumah tangga pada
tua. Salah satu tolok ukur yang dapat berpengaruh pendidikan dan kesehatan selama sebulan. Sedangkan
untuk mempersiapkan kondisi tersebut adalah variabel independen yang diteliti adalah jenis kelamin
meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada kepala rumah tangga, tingkat pendidikan kepala rumah
level mikro rumah tangga. Peningkatan kualitas tangga, status perkawinan kepala rumah tangga, umur
sumber daya manusia pada level mikro rumah tangga kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga,
salah satunya adalah dengan melihat pengeluaran tahapan siklus hidup rumah tangga (yang kemudian
rumah tangga untuk pendidikan dan kesehatan dikelompokkan berdasarkan variabel sosio demografi),
disamping pengeluaran makanan yang berkalori dan status pekerjaan kepala rumah tangga, kepemilikan
berprotein (Tjiptoherijanto dan Soemitro, 1998). rumah, bantuan sosial raskin, jaminan kesehatan (yang
Menurut Adioetomo (2013), dalam rangka memetik dikelompokkan berdasarkan variabel sosio ekonomi)
bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia pada dan region/wilayah, serta daerah tempat tinggal
tahun 2020-2030, investasi pendidikan dan kesehatan (dikelompokkan berdasarkan variabel daerah tempat
yang dimulai dari level mikro dalam rumah tangga tinggal). Analisis data dilakukan dengan menggunakan
serta peningkatan investasi pendidikan dan kesehatan dua metode, yaitu analisis deskriptif dan inferensial.
dari pemerintah berupa peningkatan kualitas dan Analisis deskriptif untuk mengetahui rata-rata
kesempatan pendidikan serta penyediaan layanan pengeluaran rumah tangga pada jenis pengeluaran
kesehatan yang terjangkau sangat penting untuk tertentu dilakukan dengan menghitung seluruh total
diperhatikan. nilai pengeluaran rumah tangga pada jenis pengeluaran
tertentu dibagi dengan jumlah rumah tangga yang
Pengeluaran sendiri sebenarnya merupakan suatu mengeluarkan pengeluaran tertentu tersebut. Analisis
konsep multidimensional yang dapat bervariasi dengan inferensial dilakukan dengan menggunakan tiga model
pendapatan rumah tangga, komposisi rumah tangga, penelitian yaitu regresi Ordinary Least Squares (OLS)
ataupun periode siklus dalam kehidupan rumah tangga. untuk melihat pengaruh variabel independen yang
Dalam hal ini kondisi sosio demografi suatu rumah dikelompokkan ke dalam variabel sosio demografi,
tangga sangat memengaruhi pengeluaran dalam rumah sosio ekonomi dan daerah tempat tinggal terhadap
tangga sehingga pengeluaran rumah tangga tidak variabel dependen proporsi pengeluaran rumah tangga
hanya tergantung dari pendapatan semata. pada makanan, sedangkan untuk melihat pengaruh
variabel independen berdasarkan karakteristik sosio
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis data survai demografi, sosio ekonomi dan daerah tempat tinggal
rumah tangga Susenas BPS 2011 untuk mendapatkan terhadap variabel dependen total pengeluaran rumah
informasi pola dan perbedaan pengeluaranrumah tangga pada pendidikan dan kesehatan digunakan alat
tangga di Indonesia terhadap makanan, pendidikan, analisis regresi Tobit. Metode regresi Tobit digunakan
dan kesehatan berdasarkan karakteristik sosio karena rumah tangga yang tidak mengeluarkan
demografi, sosio-ekonomi dan daerah tempat tinggal konsumsi untuk pendidikan dan kesehatan pada saat
serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pencacahan tetap dimasukkan sebagai sampel dengan
proporsi pengeluaran makanan, total pengeluaran data tersensor=0. Untuk menganalisis data tersensor
pendidikan, dantotal pengeluaran kesehatan rumah salah satu metode yang digunakan adalah regresi Tobit
tangga di Indonesia. (Tobin, 1958).

Penelitian ini merupakan studi potong lintang (cross TINJAUAN TEORITIS


section) dengan menggunakan data sekunder Susenas
BPS tahun 2011. Unit analisis yang digunakan adalah Teori Perilaku Konsumsi
rumah tangga yang melakukan pengeluaran makanan,
dan kesehatan sebanyak 71.071 rumah tangga, serta Perkembangan awal teori perilaku konsumsi
49.786 rumah tangga untuk pengeluaran pendidikan. ditemukan dalam teori-teori klasik ekonomi mikro.
Rumah tangga yang diperhitungkan dalam Untuk menggambarkan cara konsumen memilih
pengeluaran pendidikan adalah rumah tangga yang diantara kemungkinan konsumsi yang berbeda-beda,

29
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 10 No. 1 Juni 2015 | 27-42

para ekonom abad lalu mengembangkan dalam teori penelitian empiris yang dilakukan oleh Earnest Engel
utility (Mankiw, 2000). Dalam teori ekonomi mikro, pada tahun 1857. Engel mempublikasikan hasil
perilaku konsumsi berasal dari dalil maksimisasi penelitiannya yang dilakukan pada 200 rumah tangga
utilitas dengan kendala anggaran. Menurut Mankiw buruh di Belgia yang terdiri dari rumah tangga kelas
(2000), batasan anggaran seorang konsumen ekonomi rendah-menengah dan tinggi. Dalam
menunjukkan kombinasi berbagai barang yang penelitiannya, Engel merumuskan hukum empiris
mungkin dibelinya dengan melihat pendapatannya dan mengenai hubungan antara pendapatan dan
harga barang-barang tersebut. Konsumen akan pengeluaran makanan yang terkenal dengan hukum
berusaha melakukan optimisasi dengan memilih titik Engel. Engel menyatakan bahwa proporsi pendapatan
pada batas garis anggaran yang terletak pada kurva yang dibelanjakan untuk makanan menurun ketika
indiferen yang tinggi, yaitu titik kurva di mana pendapatan meningkat. Hukum yang serupa ini juga
konsumen menggambarkan preferensi pada berbagai memformulasikan untuk item pengeluaran lainnya
kombinasi barang yang menjadi pilihannya pada dengan generalisasi ketika tingkat pendapatan dalam
tingkat harga tertentu. rumah tangga meningkat, proporsi pengeluaran untuk
kebutuhan mendesak seperti makanan menurun,
Menurut Deaton (1998), analisis perilaku konsumsi sedangkan proporsi untuk barang-barang luxuries dan
rumah tangga dapat dilakukan dengan pendekatan semi luxuries meningkat.
berdasarkan pendapatan dan pengeluaran secara cross-
section pada individu rumah tangga dalam jangka Teori Model Konsumsi Siklus Hidup (Life Cycle
waktu tertentu. Lebih lanjut, tingkat dan struktur Consumption Hypothesis Model)
konsumsi tidak hanya dipengaruhi oleh peningkatan
pendapatan tetapi juga dipengaruhi oleh perubahan Model Teori Life Cycle Hyphotesis dikembangkan
harga, selera yang berbeda dari waktu ke waktu, oleh Franco Modligiani, Albert Ando dan Richard

Tabel 1. Rata-rata Pengeluaran Makanan dan Bukan Makanan Per Bulan Rumah Tangga Indonesia,
Susenas 2011

Pengeluaran Makanan Rata-rata Pengeluaran Bukan Makanan Rata-rata


(Rupiah) (Rupiah)
Karbohidrat 221.741 Perumahan dan Fasilitas RT 1.148.662
Protein 1.056 Aneka Barang dan Jasa 197.977
Sayur Buah 4.251 Transportasi 516.995
Tembakau dan Sirih 165.606 Barang Tahan Lama 556.755
Makanan Jadi 6.635 Komunikasi 173.953
Total makanan 1.332.615 Pendidikan 285.425
Kesehatan 203.600
Total Bukan Makanan 1.011.086

perubahan taraf hidup serta ketersediaan produk- Brumberg. Model teori ini dimulai dari teori fungsi
produk baru. Urbanisasi penduduk, perubahan sosio utilitas individu konsumen. Individu diasumsikan
demografi dalam rumah tangga seperti umur, memaksimalkan utilitas dengan tunduk kepada sumber
komposisi jenis kelamin, lokasi geografis, pekerjaan daya yang tersedia berdasarkan kekayaan saat ini dan
dan perubahan distribusi lainnya turut mempengaruhi kekayaan yang diperoleh di masa depan. Maksimisasi
perilaku konsumsi dalam rumah tangga. konsumsi individu saat ini sangat tergantung dari tiga
hal, yaitu pendapatan saat ini, kekayaan yang
Teori Engel terakumulasi (akibat tabungan masa lalu) dan harapan
penghasilan di masa depan yang tergantung dari
Pendekatan perilaku konsumsi selanjutnya adalah tahapan usia seseorang (Modligiani dan Brumberg,
pendekatan yang menggunakan data cross-section 1963).
yang terkenal dengan “Family Budget Study”.
Pendekatan ini dimulai dari sejarah panjang dari

30
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran…| Ratna Dewi Wuryandari

ISU YANG DIKAJI Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran makanan


kecil yang dapat diduga merupakan rumah tangga
Berdasarkan tabel di bawah ini terlihat pola konsumsi yang lebih sejahtera adalah rumah tangga dengan
makanan rumah tangga Indonesia pada karbohidrat karakteristik sosio demografi, sosio ekonomi dan
masih cukup besar. Rata-rata pengeluaran paling besar daerah tempat tinggal yaitu kepala rumah tangganya
rumah tangga di Indonesia adalah pengeluaran perempuan, berstatus belum kawin/tidak kawin,
makanan jenis karbohidrat sebesar Rp. 221.741 per berpendidikan SLTA ke atas, berumur 50-59 tahun,
bulan. Sedangkan secara umum rata-rata pengeluaran memiliki jumlah anggota rumah tangga 1-2 orang,
untuk membeli makanan adalah Rp. 1.332.615. Rata- tergolong pada tahapan siklus hidup rumah tangga
rata pengeluaran untuk membeli makanan ini muda (RT yang terdiri anak umur 15 tahun ke atas dan
cenderung lebih besar dibandingkan rata-rata orang tua berumur kurang dari 60 tahun), memiliki
pengeluaran bukan makanan yang sebesar Rp. pekerjaan pemberi kerja sektor formal, memiliki
1.011.086 per bulan. Rata-rata kebutuhan konsumsi rumah kontrak/sewa/bebas milik orang lain/bebas
bukan makanan selama per bulan paling besar adalah milik orangtua/dinas/lainnya, tidak membeli bantuan
pada kelompok pengeluaran perumahan dan fasilitas sosial raskin, KRTnya memiliki jaminan kesehatan
rumah tangga sebesar Rp. 1.148.662. Sedangkan rata- dengan premi serta tinggal di perkotaan dan berada di
rata pengeluaran per bulan untuk pendidikan adalah pulau Jawa, Sumatera, Bali.
Rp. 285.425 dan rata-rata pengeluaran kesehatan
rumah tangga Indonesia adalah Rp. 203.600. Rata-rata Proporsi Pengeluaran Makanan Rumah
Hasil studi berdasarkan analisis deskriptif Tangga Indonesia (%) Berdasarkan data Susenas
mengungkapkan secara umum rumah tangga di 2011
Indonesia dalam satu bulan rata-rata memiliki proporsi
pengeluaran makanan sebesar 58 persen. Kondisi Analisis deskriptif juga dilakukan untuk melihat rata-
hampir mendekati kecenderungan perkembangan pola rata pengeluaran pendidikan dan rata-rata pengeluaran
konsumsi rumah tangga di Indonesia dalam 10 tahun kesehatan rumah tangga Indonesia selama per bulan
terakhir di bagian awal pembahasan. Namun demikian, berdasarkan variabel sosio demografi, sosio ekonomi
cukup tingginya pengeluaran rumah tangga untuk dan daerah tempat tinggal.
bukan makanan juga dapat mengindikasikan sebagian
masyarakat Indonesia yang semakin sejahtera.
Menurut Prasetiantono (2012), pertumbuhan ekonomi
Indonesia dalam satu dekade terakhir didominasi oleh
konsumsi. Setelah krisis moneter tahun 1998,
pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik
melahirkan masyarakat kelas menengah. Konsumsi
mereka inilah yang menyumbang 70 persen dari
pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat menjadi
bumper terhadap perekonomian nasional. Sehingga
dapat dikatakan, karakteristik rumah tangga yang
diduga paling sejahtera dari hasil penelitian ini
merupakan rumah tangga pada kelas menengah yang
menurut Majalah Tempo, 2012 berjumlah sekurang-
kurangnya 130 juta orang.

Tabel 2. Proporsi dan Rata-rata Pengeluaran Makanan Rumah Tangga Indonesia Berdasarkan Karakteristik Sosio-
Perbedaan persentase proporsi pengeluaran makanan
Demografi, Sosio-Ekonomidan Daerah Tempat Tinggal, Susenas 2011
rumah tangga di Indonesia secara mencolok dapat
dirangkum pada gambar sebagai berikut : Rata-rata Proporsi Gambar 2.
Rata-rata Pengeluaran
Variabel Pengeluaran Makanan Standar Deviasi Standar Deviasi
Makanan (Rupiah)
(%)
Rata-rata Proporsi Makanan 58,00 57,90 1.332.615 1.317.186
Variabel Sosio-Demografi
Jenis Kelamin KRT
Laki-Laki 58,12 14,21 1.020.566 665.134
Perempuan 57,30 14,97 864.183 557.154
Status Perkawinan KRT
Belum Kawin/Tidak Kawin 57,19 15,18 797.417 534.110
Kawin 58,18 14,13 1.061.332 676.599
Tingkat Pendidikan KRT
SD ke bawah 61,59 13,13 893.898 548.423
SLTP 57,86 13,33 1.046.986 692.050
SLTA+ 50,79 14,41 1.255.197 791.682
Umur KRT 31
<=29 Tahun 57,93 14,43 949.978 582.459
30-39 Tahun 58,82 13,72 1.016.385 615.258
40-49 Tahun 57,59 14,06 1.115.158 724.905
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 10 No. 1 Juni 2015 | 27-42

Kepemilikan Rumah
Milik Sendiri 58,41 14,42 1.011.536 659.898
Kontrak/Sewa/
Bebas milik orang lain/Bebas milik 56,37 13,79 1.007.545 659.950
orangtua/Dinas/Lainnya
Variabel Sosio Ekonomi
Status Pekerjaan KRT
Buruh/Karyawan 54,41 13,89 1.193.117 755.265
Pemberi Kerja Sektor Informal 60,78 13,59 945.002 559.014
Pemberi Kerja Sektor Formal 50,74 15,88 1.334.591 964.602
Pekerja Mandiri 61,71 12,34 841.793 590.762
Tidak Bekerja 55,06 15,54 842.178 577.3665
Bantuan Sosial Raskin
Tidak Membeli Raskin 54,08 14,90 1.156.798 768.835
Membeli Raskin 62,06 12,46 469.981
853.659
Jaminan Kesehatan 1.452.921
Jaminan Kesehatan dengan Premi 48,94 14,0614,06 1.452.921 89890.142
Bantuan Kesehatan 62,24 12,96 477.533
897.682
Tidak Mendapatkan Keduanya 58,83 13,80 962.705 631.359
Variabel Daerah Tempat Tinggal
Daerah Tempat Tinggal KRT
Perkotaan 52,19 13,75 1.146.093 794.998
Perdesaan 62,07 13,28 922.392 536.600
Region/Wilayah
Jawa, Sumatera, Bali 57,12 14,03 988.365 657.950
Sulawesi, Kalimantan, NTB 58,19 14,35 1.041.031 703.353
NTT, Maluku, Papua 62,34 14,97 1.044.816 613.040

Secara deskriptif hasil penelitian menemukan pula membeli bantuan sosial raskin, memiliki jaminan
bahwa rumah tangga yang memiliki rata-rata kesehatan dengan premi serta tinggal di perkotaan dan
pengeluaran pendidikan yang lebih besar dimana dapat berada di Jawa, Sumatera, Bali.
diduga memiliki investasi modal manusia dalam
rumah tangga yang lebih baik adalah rumah tangga Secara umum, rumah tangga yang memiliki proporsi
dengan karakteristik sosio demografi, sosio ekonomi pengeluaran makanan terkecil dan rata-rata
dan daerah tempat tinggal yaitu kepala rumah pengeluaran pendidikan dan kesehatan terbesar adalah
tangganya laki-laki, berstatus belum/tidak kawin, rumah tangga yang kepala rumah tangganya
berpendidikan SLTA ke atas, berumur 40-49 tahun, berpendidikan tinggi (SLTA ke atas), bekerja sebagai
memiliki anggota rumah tangga enam orang atau lebih, pemberi kerja sektor formal, tinggal di perkotaan dan
berada pada tahapan siklus hidup rumah tangga muda berada di pulau Jawa, Sumatera dan Bali.
(RT yang terdiri anak umur 15 tahun ke atas dan orang
tua berumur kurang dari 60 tahun), bekerja sebagai Studi ini memasukkan model hipotesis siklus hidup
pemberi kerja sektor formal, memiliki kepemilikan yang dapat menggambarkan kondisi sosio demografi
rumah kontrak/sewa/bebas milik orang lain/bebas secara lengkap dengan karakteristik yang beragam
milik orangtua/dinas/lainnya, tidak membeli bantuan antara kombinasi jumlah anggota rumah tangga dan
sosial raskin, memiliki jaminan kesehatan dengan tahapan umur dalam rumah tangga. Tahapan siklus
premi serta tinggal di perkotaan, dan berada di Jawa, hidup rumah tangga dalam penelitian ini
Sumatera, Bali. Sementara rumah tangga yang dikelompokkan menjadi lima jenis rumah tangga
memiliki rata-rata pengeluaran kesehatan yang lebih antara lain : Rumah Tangga Anak (RT yang terdiri
besar dimana dapat juga merupakan penggambaran anak umur < 15 tahun dan orang tua umur < 60 tahun),
investasi modal manusia dalam rumah tangga adalah Rumah Tangga Muda (RT yang terdiri anak umur
rumah tangga dengan karakteristik kepala rumah =>15 tahun dan orang tua umur < 60 tahun), Rumah
tangganya laki-laki, berstatus kawin, berpendidikan Tangga Produktif dan Lansia (RT yang terdiri anak
SLTA ke atas, berumur 60 tahun ke atas, memiliki umur =>15 tahun, orang tua umur < 60 tahun dan
jumlah anggota rumah tangga enam orang atau lebih, lansia umur => 60 tahun), Rumah Tangga Tiga
merupakan tahapan siklus hidup rumah tangga tiga Generasi (RT yang terdiri dari ART anak, muda dan
generasi (rumah tangga yang terdiri dari anak berumur lansia), serta Rumah Tangga Lansia (RT yang terdiri
kurang dari 15 tahun, anak berumur 15 tahun keatas, dari lansia umur => 60 tahun). Studi mengungkapkan
orang tua berumur kurang dari 60 tahun serta lansia bahwa jumlah rumah tangga di Indonesia paling besar
berumur 60 tahun ke atas), bekerja sebagai pemberi adalah pada tahapan siklus hidup rumah tangga anak
kerja sektor formal, memiliki rumah sendiri, tidak (RT yang terdiri anak umur < 15 tahun dan

32
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran…| Ratna Dewi Wuryandari

Tabel 3. Rata-rata Pengeluaran Pendidikan dan Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia Berdasarkan Karakteristik
Sosio-Demografi, Sosio-Ekonomidan Daerah Tempat Tinggal, Susenas 2011

Rata-rata
Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran Standar
Variabel Standar Deviasi
Pendidikan Kesehatan (Rupiah) Deviasi
(Rupiah)
Variabel Sosio Demografi
Jenis Kelamin KRT
Laki-Laki 294.940 725.837 211.078 1.614.862
Perempuan 284.271 873.681 157.254 1.170.130
Status Perkawinan KRT
Belum Kawin/
Tidak Kawin 303.134 871.814 156.475 1.499.276
Kawin 282.848 722.605 213.520 1.573.249
Tingkat Pendidikan KRT
SD ke bawah 176.227 404.854 141.590 839.340
SLTP 251.181 566.846 208.626 1.712.830
SLTA+ 518.092 1.166.878 326.977 2.381.603
Umur KRT
<=29 Tahun 182.438 570.291 134.907 683.816
30-39 Tahun 204.570 466.486 184.343 1.572.419
40-49 Tahun 364.268 844.625 191.892 1.529.627
50-59 Tahun 340.662 913.377 216.993 1.270.378
60+ Tahun 217.936 666.957 268.229 2.116.222
Jumlah Anggota Rumah Tangga
1-2 orang 254.047 645.004 143.092 1.175.960
3 orang 176.923 595.281 168.230 968.807
4 orang 260.258 628.036 196.770 1.357.660
5 orang 327.808 800.620 248.686 2.025.128
6+ orang 387.398 934.546 291.242 2.234.073
Tahapan Siklus Hidup Rumah Tangga
RT Anak 270.212 631.132 192.914 1.515.013
RT Muda 391.076 1.090.630 162.284 1.164.574
RT Produktif lansia 244.553 1.023.007 281.821 2.403.430
RT Tiga Generasi 258.727 631.897 301.166 1.836.968
RT Lansia - - 159.766 795.365
Variabel Sosio Ekonomi
Status Pekerjaan KRT
Buruh/Karyawan 399.285 1.018.141 237.095 1.417.603
Pemberi Kerja Sektor Informal 205.614 458.330 150.281 1.256.189
Pemberi Kerja Sektor Formal 452.403 1.122.088 459.500 4.004.748
Pekerja Mandiri 180.661 342.522 134.204 731.992
Tidak Bekerja 374.833 902.572 303.612 1.788.255
Kepemilikan Rumah
Milik Sendiri 278.013 721.383 204.448 1.666.860
Kontrak/Sewa/
Bebas milik orang lain/Dinas/Lainnya 319.333 835.217 200.146 1.020.154
Bantuan Sosial Raskin
Tidak Membeli Raskin 388.854 965.159 276.904 2.096.859
Membeli Raskin 180.642 382.808 128.015 634.845
Jaminan Kesehatan
Jaminan Kesehatan dengan Premi 611.250 1.385.485 378.627 1.385.485
Bantuan Kesehatan 186.179 345.196 144.175 345.196
Tidak Mendapatkan Keduanya 234.303 553.751 177.321 553.751
Variabel Daerah Tempat Tinggal
Daerah Tempat Tinggal KRT
Perkotaan 445.231 1.034.612 299.065 216.6104
Perdesaan 176.735 413.451 136.874 921.104

33
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 10 No. 1 Juni 2015 | 27-42

Region/Wilayah
Jawa, Sumatera, Bali 318.811 831.355 229.344 1.569.805
Sulawesi, Kalimantan, NTB 245.507 581.061 177.845 1.658.180
NTT, Maluku, Papua 204.820 549.823 120.578 1.267.020

orang tua umur < 60 tahun) dengan persentase jumlah orang tua berumur kurang dari 60 tahun) sebesar Rp.
sebesar 56,74 persen. Dari hasil penelitian 391.076 per bulan, sedangkan rata-rata pengeluaran
diungkapkan bahwa tahapan siklus hidup rumah kesehatan terbesar adalah pada rumah tangga tiga
tangga yang paling sejahtera dengan proporsi generasi (rumah tangga yang terdiri dari anak berumur
pengeluaran makanan paling kecil adalah pada rumah kurang dari 15 tahun, anak berumur 15 tahun keatas,
tangga muda, yaitu RT yang terdiri anak umur 15 orang tua berumur kurang dari 60 tahun serta lansia
tahun ke atas dan orang tua berumur kurang dari 60 berumur 60 tahun ke atas) sebesar Rp. 301.166 per
tahun. Sementara itu, untuk rata-rata pengeluaran bulan.
pendidikan terbesar juga berada pada rumah tangga
muda (RT yang terdiri anak umur 15 tahun ke atas dan

Tabel 4. Hasil Regresi OLS Pengaruh Variabel Sosio Demografi, Sosio Ekonomi, dan Daerah Tempat
Tinggal terhadap Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Pada Makanan, Susenas 2011

Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Pada Makanan Koefisien Standar Error

Variabel Sosio Demografi


Jenis Kelamin KRT
Laki-Laki 0,010*** 0,002
Perempuan (ref)
Pendidikan KRT
SD ke bawah (ref)
SLTP -0,022*** 0,001
SLTA+ -0,056*** 0,001
Status Perkawinan KRT
Belum/Tidak Kawin (ref)
Kawin -0,008*** 0,002
Umur Kepala Rumah Tangga -0,002*** 0,0002
Umur Kepala Rumah Tangga Kuadratik 0,00002** 0,000238
Jumlah Anggota Rumah Tangga 0,005*** 0,0003
Tahapan siklus hidup rumah tangga
Rumah Tangga Anak -0,004*** 0,003
Rumah Tangga Muda -0,031*** 0,003
Rumah Tangga Produktif dan Lansia -0,020*** 0,003
Rumah Tangga Tiga Generasi -0,010*** 0,003
Rumah Tangga Lansia (ref)
Variabel Sosio Ekonomi
Status Pekerjaan KRT
Buruh/Karyawan 0,016*** 0,002
Pemberi Kerja Sektor Informal 0,018*** 0,001
Pemberi Kerja Sektor Formal -0,041*** 0,003
Pekerja Mandiri 0,027*** 0,002
Tidak Bekerja (ref)
Kepemilikan Rumah
Milik Sendiri -0,023*** 0,001
Lainnya (ref)
Bantuan Sosial Raskin
Tidak Membeli Raskin -0,32**** 0,001
Membeli Raskin (ref)
Jaminan Kesehatan

34
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran…| Ratna Dewi Wuryandari

Mendapatkan Jaminan Kesehatan dengan Premi -0,052*** 0,001


Bantuan kesehatan (ref)
Tidak mendapatkan keduanya -0,104*** 0,001
Variabel Daerah Tempat Tinggal
Daerah Tempat Tinggal
Perkotaan -0,061*** 0,001
Perdesaan (ref)
Region
Jawa, Sumatera, Bali -0,024*** 0,001
Sulawesi, Kalimantan, NTB -0,022*** 0,001
NTT, Maluku, Papua (ref)
Cons/Intersep 0,729*** 0,005
Signifikan pada: * p ≤ 0,05; ** p ≤ 0,01
Number of obs = 71071
R-Squared = 0.2329

Gambar 2
Rata-rata Pengeluaran Pendidikan dan Kesehatan
Rumah Tangga Indonesia (%) Berdasarkan data Susenas 2011

35
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 10 No. 1 Juni 2015 | 27-42

PROPORSI PENGELUARAN RUMAH TANGGA pengeluaran rumah tangga terkecil terjadi pada
PADA MAKANAN saat umur KRTnya 50 tahun.

Dari hasil regresi OLS diketahui variabel independen  Jumlah Anggota Rumah Tangga
sosio demografi, sosio ekonomi, dan daerah tempat
tinggal terbukti signifikan mempengaruhi variabel Jumlah anggota rumah tangga mempunyai
dependen proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pengaruh positif terhadap proporsi pengeluaran
makanan kecuali pada variabel tahapan siklus hidup untuk makanan. Jumlah anggota rumah tangga
rumah tangga anak dengan tingkat signifikansi 1% dan yang semakin banyak akan meningkatkan
5%. pengeluaran khususnya untuk makanan.

Berdasarkan hasil regresi OLS maka proporsi  Tahapan Siklus Hidup Rumah Tangga
pengeluaran rumah tangga di Indonesia dipengaruhi
oleh variabel sosio demografi sebagai berikut : Rumah tangga produktif lansia dan rumah tangga
tiga generasi mempunyai proporsi pengeluaran
 Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga makanan yang lebih kecil dibandingkan dengan
rumah tangga lansia.
Rumah tangga yang kepala rumah tangganya
berjenis kelamin laki-laki mempunyai proporsi Berdasarkan hasil regresi OLS maka variabel sosio
pengeluaran untuk makanan lebih besar 0,010 ekonomi yang mempengaruhi proporsi pengeluaran
dibandingkan dengan rumah tangga yang kepala rumah tangga di Indonesia adalah sebagai berikut :
rumah tangganya perempuan.Hasil ini memiliki
kemiripan dengan hasil penelitian Deaton dan  Status Pekerjaan Kepala Rumah Tangga
Case (2002) yang meneliti pola konsumsi
berdasarkan jender di India dan Afrika Selatan Rumah tangga yang KRTnya berstatus pekerjaan
dengan menemukan bahwa jenis kelamin laki-laki Buruh/Karyawan, pemberi kerja sektor informal,
cenderung memiliki pengeluaran makanan lebih pekerja mandiri mempunyai proporsi pengeluaran
besar karena mengkompensasi kesenangan laki- untuk makanan lebih besar dibandingkan rumah
laki akibat kelelahan bekerja sehingga banyak tangga yang KRTnya tidak bekerja. Hanya KRT
menghabiskan uangnya untuk aktivitas hiburan sebagai pemberi kerja sektor formal yang
dan membeli makanan. mempunyai proporsi pengeluaran untuk makanan
lebih kecil dibandingkan KRT yang tidak bekerja.
 Pendidikan Kepala Rumah Tangga
 Kepemilikan Rumah
Rumah tangga yang kepala rumah tangganya
berpendidikan SLTP dan SLTA ke atas Rumah tangga yang kepala rumah tangganya
mempunyai proporsi pengeluaran untuk makanan mempunyai status kepemilikan rumah milik
lebih kecil dibanding rumah tangga yang kepala sendiri memiliki proporsi pengeluaran untuk
rumah tangganya berpendidikan SD kebawah. makanan lebih kecil 0,023 dibandingkan status
kepemilikan rumah sewa/kontrak/bebas milik
 Status Perkawinan Kepala Rumah Tangga orang tua/bebas milik orang lain/dinas/lainnya.
Hasil dari regresi penelitian ini diperoleh rumah
tangga yang kepala rumah tangganya berstatus  Bantuan Sosial Raskin
kawin mempunyai proporsi pengeluaran makanan
yang lebih kecil 0,008 dibandingkan dengan Hasil regresi menunjukkan bahwa rumah tangga
rumah tangga yang kepala rumah tangganya yang KRTnya tidak membeli raskin mempunyai
berstatus belum/tidak kawin. proporsi pengeluaran untuk makanan yang lebih
kecil 0,32 dibanding rumah tangga yang kepala
 Umur Kepala Rumah Tangga rumah tangganya membeli raskin.

Peningkatan umur kepala rumah tangga terbukti  Jaminan Kesehatan


menurunkan proporsi pengeluaran rumah tangga
terhadap makanan sampai saat umur tertentu Rumah tangga yang KRT-nya memiliki jaminan
proporsi pengeluaran makanan akan naik. Proporsi kesehatan dengan premi serta rumah tangga yang
tidak mendapatkan keduanya (jaminan kesehatan

36
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran…| Ratna Dewi Wuryandari

dengan premi dan bantuan kesehatan penuh) TOTAL PENGELUARAN RUMAH TANGGA
mempunyai proporsi pengeluaran untuk makanan PADA PENDIDIKAN DAN KESEHATAN
lebih kecil dibanding rumah tangga yang KRT-nya
menerima bantuan kesehatan penuh. Untuk melihat pengaruh variabel sosio demografi,
sosio ekonomi, dan daerah tempat tinggal terhadap
Berdasarkan hasil regresi OLS maka proporsi total pengeluaran rumah tangga pada pendidikan dan
pengeluaran rumah tangga di Indonesia dipengaruhi kesehatan digunakan alat analisis regresi Tobit. Dari
oleh variabel daerah tempat tinggal sebagai berikut : hasil regresi Tobit diketahui variabel independen sosio
demografi, sosio ekonomi, dan daerah tempat tinggal
 Perkotaan dan Perdesaan terbukti signifikan mempengaruhi variabel dependen
total pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan
Rumah tangga yang bertempat tinggal di kecuali pada variabel sosio demografi jenis kelamin
perkotaan mempunyai proporsi pengeluaran untuk kepala rumah tangga dan variabel sosio ekonomi
makanan yang lebih kecil 0,06 dibanding rumah bantuan sosial raskin terbukti tidak signifikan dengan
tangga yang tinggal di daerah perdesaan. tingkat signifikansi 1% dan 5%. Sementara hasil
regresi Tobit terhadap total pengeluaran rumah tangga
 Region/Wilayah untuk kesehatan diketahui variabel independen sosio
demografi, sosio ekonomi, dan daerah tempat tinggal
Rumah tangga yang bertempat tinggal di wilayah terbukti signifikan mempengaruhi variabel dependen
Jawa, Sumatera dan Bali mempunyai proporsi total pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan
pengeluaran makanan yang lebih kecil dan rumah kecuali pada variabel sosio demografi pendidikan
tangga yang tinggal di wilayah Sulawesi, kepala rumah tangga dan umur kepala rumah tangga
Kalimantan, NTB mempunyai proporsi serta variabel sosio ekonomi kepemilikan rumah
pengeluaran untuk makanan yang lebih kecil terbukti tidak signifikan dengan tingkat signifikansi
dibanding rumah tangga yang tinggal di wilayah 1% dan 5%.
NTT, Maluku, dan Papua.

Tabel 5. Hasil Regresi Tobit Pengaruh Variabel Sosio Demografi, Sosio Ekonomi, dan Daerah Tempat
Tinggal Terhadap Pengeluaran Pendidikan dan Kesehatan, Susenas 2011

Total Pengeluaran Rumah Tangga Koefisien Standar Koefisien Standar


pada Pendidikan dan Kesehatan (Pendidikan) Error (Kesehatan) Error
Variabel Sosio Demografi
Jenis Kelamin KRT
Laki-Laki -0,100 0,124 -0,531** 0,077
Perempuan (ref)
Pendidikan KRT
SD ke bawah (ref)
SLTP 1,055** 0,072 0,042** 0,051
SLTA+ 1,975** 0,069 -0,017** 0,049
Status Perkawinan KRT
Belum/Tidak Kawin (ref)
Kawin -0,523** 0,120 1,474** 0,072
Jumlah Anggota Rumah Tangga 0,453** 0,017 0,269** 0,013
Umur Kepala Rumah Tangga 0,567** 0,013 -0,013** 0,008
Umur Kepala Rumah Tangga -0,005** 0,0001 0,0001 0,00008
Kuadratik
Tahapan Siklus Hidup Rumah Tangga
Rumah Tangga Anak 5,779** 0,133 1,149** 0,052
Rumah Tangga Muda (ref kesehatan) 1,547** 0,141
Rumah Tangga Produktif dan Lansia (ref 0,988** 0,078
pendidikan)
Rumah Tangga Tiga Generasi 5,537** 0,138 1,455** 0,079
Rumah Tangga Lansia - - 1,168** 0,106

37
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 10 No. 1 Juni 2015 | 27-42

Variabel Sosio Ekonomi


Status Pekerjaan KRT
Buruh/Karyawan -1,479** 0,114 -0,277** 0,072
Pemberi Kerja Sektor Inf -1,382** 0,109 -0,490** 0,067
Pemberi Kerja Sektor Formal -0,965** 0,152 -0,009** 0,101
Pekerja Mandiri -1,548** 0,133 -0,294** 0,085
Tidak bekerja (ref)
Kepemilikan Rumah
Milik Sendiri 0,457** 0,698 0,032** 0,047
Lainnya (ref)
Bantuan Sosial Raskin
Tidak Membeli Raskin 0,083** 0,055 -0,122** 0,038
Membeli Raskin (ref)
Jaminan Kesehatan
Mendapatkan Jaminan Kesehatan dengan 0,269** 0,091 0,323** 0,063
Premi
Bantuan kesehatan (ref)
Tidak mendapatkan keduanya -0,219** 0,059 -0,215** 0,041
Variabel Daerah Tempat Tinggal
Daerah Tempat Tinggal
Perkotaan 0,802** 0,056 0,352** 0,038
Perdesaan (ref)
Region
Jawa, Sumatera, Bali 1,195** 0,079 2,347** 0,056
Sulawesi, Kalimantan, NTB 0,998** 0,085 2,184** 0,061
NTT, Maluku, Papua (ref)
Cons -11,806* 0,3094 4,792* 0,197
Signifikan pada:* p ≤ 0,05; ** p ≤ 0,01
Number of obs = 49786
Signifikan pada: * p ≤ 0,05; ** p ≤ 0,01
Number of obs = 71071

Dari hasil regresi Tobit, maka total pengeluaran rumah  Pendidikan Kepala Rumah Tangga
tangga di Indonesia untuk pendidikan dan kesehatan
dipengaruhi oleh variabel-variabel dengan pola dan Pada pengeluaran kesehatan tingkat pendidikan
perbedaan sebagai berikut : KRT tidak berpengaruh signifikan. Sementara
rumah tangga yang kepala rumah tangganya
Pengaruh variabel sosio demografi : berpendidikan SLTP dan SLTA ke atas
mempunyai total pengeluaran untuk pendidikan
 Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga lebih besar dibanding rumah tangga yang kepala
rumah tangganya berpendidikan SD kebawah.
Rumah tangga yang kepala rumah tangganya laki-
laki memiliki pengeluaran untuk kesehatan lebih  Status Perkawinan Kepala Rumah Tangga
kecil 53,1 persen dibandingkan dengan rumah
tangga yang kepala rumah tangganya berjenis Rumah tangga yang kepala rumah tangganya
kelamin perempuan.Hasil ini juga sejalan dengan berstatus kawin mempunyai pengeluaran
Penelitian Deaton dan Case (2002) yang pendidikan yang lebih kecil 52,3 persen
menemukan bahwa jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan rumah tangga yang kepala
cenderung lebih besar mengkonsumsi kesehatan rumah tangganya berstatus belum/tidak kawin.
dan juga pendidikan. Dengan kewenangan Sementara rumah tangga yang KRT berstatus
domestik yang lebih besar diduga perempuan lebih kawin mempunyai pengeluaran kesehatan yang
peduli terhadap kesehatan pribadi dan anggota lebih besar 147,4 persen dibandingkan dengan
keluarganya. Hal ini juga yang menjadi dugaan KRT belum/tidak kawin.
apabila perempuan cenderung berumur lebih
panjang.

38
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran…| Ratna Dewi Wuryandari

 Umur Kepala Rumah Tangga pengeluaran kesehatan lebih kecil 49,0 persen
dibandingkan status kepala rumah tangga tidak
Umur Kepala rumah tangga mempunyai pengaruh bekerja. Pemberi kerja sektor formal mempunyai
positif terhadap pengeluaranuntuk pendidikan. pengeluaran rumah tangga pada pendidikan lebih
Semakin tua umur kepala rumah tangga maka akan kecil 96,5 persen dibandingkan status kepala
meningkatkan pengeluaran rumah tangga terhadap rumah tangga tidak bekerja. Pekerja Mandiri
pendidikan sampai pada saat tertentu peningkatan mempunyai pengeluaran rumah tangga pada
umur kepala rumah tangga akan menurunkan pendidikan lebih kecil 154,8 persen dan
pengeluaran untuk pendidikan. Pengeluaran mempunyai pengeluaran kesehatan lebih kecil
pendidikan terbesar pada saat umur KRT 51,5 29,4 persen dibandingkan status kepala rumah
tahun. tangga tidak bekerja. Kepala rumah tangga yang
tidak bekerja ini diduga menerima pendapatan di
 Jumlah Anggota Rumah Tangga luar gaji/upah atau non labor income sehingga
mampu mengalokasikan pengeluaran rumah
Jumlah anggota rumah tangga mempunyai tangganya yang lebih besar untuk pendidikan dan
pengaruh positif terhadap total pengeluaran rumah kesehatan.
tangga terhadap pendidikan dan kesehatan. Jumlah
anggota rumah tangga yang semakin banyak akan  Kepemilikan Rumah
meningkatkan pengeluaran untuk pendidikan dan
kesehatan. Rumah tangga yang KRTnya mempunyai status
kepemilikan rumah milik sendiri memiliki
 Tahapan Siklus Hidup Rumah Tangga pengeluaran untuk pendidikan lebih besar 45,7
persen dibandingkan status kepemilikan rumah
Rumah tangga anak mempunyai pengeluaran sewa/kontrak/bebas milik orang tua/bebas milik
pendidikan lebih besar 577,9 persen dibandingkan orang lain/dinas/lainnya.
dengan rumah tangga produktif lansia. Rumah
tangga muda mempunyai pengeluaran pendidikan  Bantuan Sosial Raskin
yang lebih besar 154,7 persen dibandingkan
dengan rumah tangga produktif lansia. Rumah Rumah tangga yang kepala rumah tangganya tidak
tangga tiga generasi mempunyai total pengeluaran membeli raskin mempunyai pengeluaran
pendidikan yang lebih besar 553,7 persen kesehatan lebih rendah 12,2 persen dibanding
dibandingkan dengan rumah tangga produktif rumah tangga yang kepala rumah tangganya
lansia. Rumah tangga anak memiliki pengeluaran membeli raskin.
kesehatan 114,9 persen lebih besar dibanding
rumah tangga muda. Rumah tangga produktif  Jaminan Kesehatan
lansia memiliki pengeluaran kesehatan 98,8 persen
lebih besar dibanding rumah tangga muda. Rumah Rumah tangga yang mendapatkan jaminan
tangga tiga generasi memiliki pengeluaran kesehatan dengan mengiur premi memiliki
kesehatan 145,5 persen lebih besar dibanding pengeluaran pendidikan yang dan lebih besar 26,9
rumah tangga muda. Rumah tangga lansia persen pengeluaran kesehatan lebih besar 32,3
memiliki pengeluaran kesehatan 116,8 persen persen dibandingkan dengan rumah tangga yang
lebih besar dibanding rumah tangga muda. mendapatkan bantuan kesehatan penuh. Rumah
tangga yangtidak mendapatkan kedua jaminan
Pengaruh variabel sosio ekonomi : kesehatan (jaminan kesehatan dengan mengiur
premi dan bantuan kesehatan penuh) memiliki
 Status Pekerjaan Kepala Rumah Tangga pengeluaran pendidikan yang lebih rendah 21,9
persen dan mempunyai pengeluaran kesehatan
Kepala rumah tangga yang status pekerjaannya lebih rendah 21,5 persen dibandingkan dengan
sebagai Buruh/Karyawan mempunyai pengeluaran rumah tangga yang mendapatkan bantuan
pendidikan yang lebih kecil 147,9 persen dan kesehatan penuh.
pengeluaran kesehatan yang lebih kecil 27,7
persen dibandingkan kepala rumah tangga yang
tidak bekerja. Pemberi kerja sektor informal
mempunyai pengeluaran rumah tangga pada
pendidikan lebih kecil 138,2 persen dan

39
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 10 No. 1 Juni 2015 | 27-42

Pengaruh variabel daerah tempat tinggal : siklus hidup rumah tangga, jumlah anggota rumah
tangga dan variabel daerah tempat tinggal berpengaruh
 Daerah Tempat Tinggal (Kota-Desa) signifikan secara konsisten terhadap proporsi
pengeluaran rumah tangga pada makanan, total
Rumah tangga yang bertempat tinggal di pengeluaran rumah tangga pada pendidikan dan
perkotaan mempunyai pengeluaran untuk kesehatan.
pendidikan yang lebih besar 80,2 persen dan
pengeluaran untuk kesehatan yang lebih besar 35,2 Untuk memperkaya analisis pengeluaran rumah
persen dibanding rumah tangga yang tinggal di tangga, disarankan untuk penelitian selanjutnya
daerah perdesaan. apabila akan mengkaitkan kesejahteraan rumah tangga
secara umum agar tidak hanya menggunakan data
 Region/Wilayah cross section tahun tertentu saja namun dapat
ditelusuri beberapa tahun sejak tren kenaikan
Rumah tangga yang bertempat tinggal di wilayah pengeluaran bukan makanan meningkat. Diharapkan
Jawa, Sumatera dan Bali mempunyaipengeluaran dapat menambahkan variabel terhadap pengeluaran
untuk pendidikan yang lebih besar 119,5 persen dari jenis kebutuhan lain sehingga akan lebih terlihat
dan pengeluaran untuk kesehatan yang lebih besar kecenderungan variasi pengeluaran rumah tangga dari
234,7 persen dibandingkan dengan rumah tangga pola konsumsi yang lebih produktif atau pola
yang tinggal di wilayah NTT, Maluku dan Papua. konsumsi yang lebih bersifat konsumtif.
Sementara rumah tangga yang tinggal di wilayah
Sulawesi, Kalimantan, NTB mempunyai Dari hasil analisis inferensial juga ditemukan jika
mempunyai total pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga yang KRTnya memiliki pendidikan
pendidikan yang lebih besar 99,8 persen dan tinggi cenderung lebih sejahtera serta pengeluaran
pengeluaran untuk kesehatan yang lebih besar pendidikan yang lebih besar dibandingkan KRT yang
218,4 persen dibanding rumah tangga yang tinggal berpendidikan rendah (SD ke bawah). Hal ini perlu
di wilayah NTT, Maluku, dan Papua. menjadi perhatian Pemerintah untuk serius dan
konsisten memperhatikan sektor pendidikan dengan
KESIMPULAN memberikan subsidi yang lebih merata kepada semua
lapisan masyarakat. Bantuan Pemerintah saat ini
Ditinjau dari analisis deskriptif ditemukan bahwa rata- berupa Batuan Operasional Sekolah (BOS), Kartu
rata pengeluaran rumah tangga di Indonesia sebagian Indonesia Pintar sudah cukup baik hanya perlu diawasi
besar masih digunakan untuk kebutuhan makanan secara konsisten agar tepat sasaran dan merata di
dengan per bulan adalah Rp.1.332.615 dan rata-rata seluruh daerah di Indonesia. Pada variabel sosio
pengeluaran bukan makanan adalah Rp.1.011.086. ekonomi status pekerjaan juga diketahui jika status
Hasil penelitian menemukan rata-rata pengeluaran tidak bekerja justru cenderung lebih sejahtera
rumah tangga untuk pendidikan adalah Rp. 285.425, dibandingkan status pekerjaan yang lain terlihat dari
kesehatan adalah Rp. 203.600 serta rata-rata proporsi lebih rendahnya proporsi pengeluaran makanan serta
pengeluaran untuk makanan adalah 58 persen. Hasil memiliki pengeluaran pendidikan dan kesehatan yang
ini menunjukkan dari sisi ukuran kesejahteraan lebih besar dibandingkan status pekerjaan yang lain.
diketahui secara umum rumah tangga Indonesia Hasil penelitian ini perlu menjadi rujukan terkait
cenderung kurang sejahtera. Sementara berdasarkan kesejahteraan pekerja dimana penekanannya tidak saja
pengeluaran pendidikan dan kesehatan, rumah tangga mendorong angkatan kerja memiliki pekerjaan namun
Indonesia belum memprioritaskan pengeluarannya perlu diperhatikan bahwa pekerjaan tersebut haruslah
untuk investasi modal manusia untuk meningkatkan pekerjaan yang layak. Penelitian ini juga menemukan
kualitas hidupnya. bahwa ketimpangan rumah tangga yang tinggal di
perkotaan serta rumah tangga yang tinggal di pulau
Berdasarkan analisis inferensial ditemukan bahwa Jawa, Sumatera dan Bali memiliki kecenderungan
kondisi sosio demografi, sosio ekonomi dan daerah lebih sejahtera serta pengeluaran untuk pendidikan dan
tempat tinggal berpengaruh signifikan terhadap kesehatan yang lebih besar dibandingkan dengan
proporsi pengeluaran rumah tangga pada makanan, rumah tangga yang tinggal di perdesaan dan berada di
total pengeluaran rumah tangga pada pendidikan dan luar pulau Jawa, Sumatera dan Bali. Hal ini dapat
kesehatan. menjadi dugaan terdapat ketimpangan pembangunan
antar wilayah, sehingga Pemerintah perlu membangun
Secara umum dari hasil regresi OLS dan Tobit akses dan fasilitas layanan pendidikan dan kesehatan
menunjukkan bahwa variabel sosio demografi tahapan serta fasilitas umum lain yang lebih merata dan

40
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran…| Ratna Dewi Wuryandari

terjangkau di semua daerah di Indonesia. Tahapan Caglayan, Ebru., Astar, Melek. 2012. “A Microeconometric
siklus hidup rumah tangga anak di Indonesia Analysis of Household Consumption Expenditure
merupakan rumah tangga yang paling besar jumlahnya Determinants for Both Rural and Urban Areas in
dibandingkan tahapan siklus hidup rumah tangga lain. Turkey”. American International Journal of
Contemporary Research Vol. 2 No. 2; Februari
Perlu menjadi perhatian Pemerintah bahwa investasi
terhadap sektor pendidikan dan kesehatan tidak hanya Cahyaningrum, NesserIke. 2011. “Pendekatan Regresi
murah namun juga harus terjangkau dan tersedia pada Tobit Pada Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
semua lapisan masyarakat agar generasi penerus di Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Pendidikan Di
masa mendatang mendapatkan pendidikan dan Jawa Timur”. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Tidak Dipublikasikan
kesehatan yang berkualitas dan terjangkau di semua
daerah. Chakrabarty, Manisha., Hildenbrand, Werner. 2009.
“Engel’s Law Reconsidered”.
DAFTAR PUSTAKA http://www.econ2.uni-
bonn.de/hildenbrand/engelslaw.pdf
Adioetomo, Sri, Moertiningsih. 2013. “Memanfaatkan Deaton, Angus.1997. “The Analysis of Household Surveys :
Jendela Peluang Memetik Bonus Demografi”. A Microeconomic Approach to Development
Diskusi Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Policy”. Baltimore, Md. Johns Hopkins University
Jakarta :Puslitbang Ketenagakerjaan, Press for The World Bank
Kemenakertrans.
Deaton, Angus., Case, Anne. 2002. “Consumption, Health,
Ananta, Aris., Djajanegara, Oemijati, Siti. 1986 “Mutu Gender and Poverty”. Research Program in
Modal Manusia. Suatu Pemikiran Mengenai Development Studies Princeton University
Kualitas Penduduk”. Jakarta : Lembaga Demografi
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Engel’s Law A Short Note on the Income Elasticity of
Demand for Food. Microeconomics Textbook.
Ananta, Aris., Harmadji, Hariyanti, Siti. 1985 “Mutu Modal http://www.efiko.org/material/Engel/Law.pdf
Manusia. Suatu Analisis Pendahuluan”. Jakarta
:Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Eshgi, Abdolreza., Lesch, William. 1993. “Demographic
Universitas Indonesia. and Life Style Determinants of Household
Consumption Patterns”. Journal of Marketing
Ando, Albert., Modigliani, Franco. 1963. “The Life Cycle Theory and Practice; 2:80-102.
Hypothesis of Saving Aggregate Implications and http://www.jstor.org/stable/40469698
Test”. The American Economic Review, Vol. 53,
No.1 Part 1, pp. 55-84. American Economic Ginting S, Charisma, Kuriata., Lubis, Irsad., Mahalli,
Association. http://www.jstor.org/stable/1817129 Kasyful. 2008. “Pembangunan Manusia di
Indonesia dan Faktor-Faktor Yang
Attanasio, O.P. 1999. “Consumption, In Handbook of mempengaruhinya”. Jurnal Perencanaan &
Macroeconomics”. ed. By. J. B. Taylor, and M. Pengembangan Wilayah, Vol.4, No.1, Agustus
Woodford, vol.1B, Elseiver Science North-
Holland, New York and Oxford. pp 741-812 Gounder, Neelesh. 2012. “The Determinants of Household
Consumption and Poverty in Fiji”. Discussion
Badan Pusat Statistik. 2008. “Pengeluaran Untuk Konsumsi Papers Economics. Griffith University
Penduduk Indonesia”. Berdasarkan Hasil Susenas
Panel Maret 2008. Katalog BPS: 3201004 Gujarati, Damodar N., 2003. “Basic Econometrics” The
McGraw-Hill Companies, Fourth Edition
Badan Pusat Statistik. 2011. “Survei Sosial Ekonomi
Nasional 2011 Modul Pengeluaran Konsumsi Grigg, David. 1994. “Food Expenditure and Economic
Makanan-Bukan Makanan” Development”. GeoJournal; 33:377-382.
http://www.jstor.org/stable/41146236
Badan Pusat Statistik. 2012. “Ringkasan Eksekutif
Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia” Hanief, Uddin, Imam., Zain, Ismaini., Atmono, Dwi. 2011.
Berdasarkan Hasil Susenas Maret 2012. Katalog “Analisis Regresi Tobit Terhadap Faktor–Faktor
BPS : 3201013 yang Mempengaruhi Pengeluaran Biaya
Kesehatan Rumah Tangga (RT) di Wilayah
Badan Pusat Statistik 2013. Perkotaan dan Pedesaan di Propinsi Jawa Timur”.
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/937. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Indonesia. Tanggal 15 September 2013
Laily, Ufi., Zain, Ismaini. 2009. “Analisis Faktor-faktor
Begum, Safia., Khan, Munir., Farooq, Muhammad., Begum, Yang mempengaruhi Pengeluaran Untuk Makanan
Nasiha., Shah, Ullah, Irfan. 2010. “Socio Economic Berprotein Dengan Menggunakan Regresi Tobit”.
Factors Affecting Food Consumption Pattern in Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Rural Area of District Nowshera, Pakistan”.
Sarhad J. Agric, Vol. 26, No.4 Mankiw, Gregory.N. 2000. “Makroekonomi”. Jakarta:
Penerbit Erlangga

41
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 10 No. 1 Juni 2015 | 27-42

Mason, Roger. 2000. “The Social Significance of Rahardja, Prathama., Manurung, Mandala. 2008. “Teori
Consumption: James Duesenberry’s Contribution Ekonomi Makro: Suatu Pengantar”. Jakarta :
to Consumer Theory”. Journal of Economic Issues, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Vol. 34, No.3, pp 553-572. Association for Indonesia.
Evolutionary Economics.
Sekhampu, Joseph. 2012. “Socio-Economic Determinants of
http://www.jstor.org/stable/4227586
Household Food Expenditure in a Low Income
Mor, Kiran., Sethia, Savneet. 2010. “Factors That Influence Township in South Africa”. Mediterranean Journal
Household and Individual Food Consumption : A of Social Sciences Vol. 3 (3) September
Review of Research and Related Literature”.
Sukirno, Sadono. 2013. “Pengantar Teori Mikroekonomi”.
Gyanpratha-Accman Journal of Management,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Edisi 28.
Volume 5, Issue2
Jakarta
Nadjib, Mardiati., Pujiyanto. 2002. “Pola Pengeluaran
Tobin, James. 1958. “Estimation of Relationship for Limited
Rumah Tangga Untuk Kesehatan Pada Kelompok
Dependent Variables”. Econometrica; Vol.26,
Marjinal dan Rentan”. Makara Kesehatan, Vol.6,
No.1, Januari, pp. 24-36
No.2, Desember
Tjiptoherijanto, Prijono., Soemitro, Sutyastie. 1998
Palley, Thomas I. 2008. “The Relative Income Theory of
“Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan
Consumption : A Synthetic Keynes-Duesenberry-
Kualitas Sumber Daya Manusia”. Jakarta :PT. Cita
Friedman Model”. Political Economic Research
Putra Bangsa.
Institute.
Ventura, Eva., Sattora, Albert. 1998. “Life Cycle Effects on
Parker, Jeffrey. 2010. “Theories of Consumption and
Household Expenditure: A Latent-variable
Saving”. Economics 314 Coursebook. Ch 16.
Approach”. Universitat Pompeu Fabra
http://academic.reed.edu/economics/parker/s11/314
/book/Ch16.pdf ______
http://www.tempo.co/read/news/2012/02/20/09038
Prasentiantono, Tony. 2012. “Kelas Menengah dan Perilaku
5073/Ledakan-Jumlah-Orang-Kaya-Baru-di-
Konsumtif”.http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/
Indonesia. Tanggal 24 Mei 2014
2012/01/17/kelas-menengah-dan-perilaku-
konsumtif-428023.html. Tanggal 23 Mei 2014
Pyndick., Rubinfield. 2009. “Microeconomics Chapter 3 :
Consumer Behaviour”. Pearson Education, Inc
Publishing as Prentice Hall

42
Jurnal Pembangunan Sosial Jilid 14 (Jun) 2011: 89–107

Penuaan Penduduk dan Permasalahannya di Indonesia

I KOMANG ASTINA
WAN IBRAHIM WAN AHMAD

Abstrak

Pertambahan penduduk tua dikatakan sebagai fenomena abad ke-21. Penuaan


penduduk terjadi apabila peratusan penduduk tua meningkat berbanding
penduduk muda. Proses ini menimbulkan pelbagai masalah bukan sahaja
kepada negara maju tetapi juga kepada negara membangun. Penduduk
Indonesia juga menunjukkan tanda-tanda ke arah proses penuaan. Disebabkan
umur penduduk semakin meningkat dan ramai penduduknya hidup mencapai
umur tua, jumlah warga tua dalam masyarakat semakin bertambah. Makalah
ini membincangkan penuaan penduduk di Indonesia dan menghuraikan
permasalahan yang timbul akibat penuaan penduduk yang berlaku.

Kata kunci: Penuaan penduduk, penduduk tua, warga tua.

Abstract

Population aging is a 21st century phenomenon. The population aging occurs


as the proportion of older people relative to younger group increases. This
process has creating various problems not only for developed countries but
also developing countries. The population of Indonesia also has shown signs
of aging. As age of the population increases, and many people are living
longer, there will be many more elderly in the society. This article discusses
the population aging in Indonesia and discusses the problems resulting from
the population aging.

Keywords: Population aging, older population, elderly.

Pendahuluan

Makalah ini membincangkan penuaan penduduk di Indonesia. Penuaan


penduduk merupakan aspek yang selalu menarik untuk dibincangkan kerana ia
menjadikan masyarakat mempunyai jumlah warga tua yang ramai. Pada hari
ini di seluruh dunia kategori penduduk berumur 60 tahun dan lebih mengalami
90 Jurnal Pembangunan Sosial Jilid 14

peningkatan yang semakin menakjubkan (Wan Ibrahnim Wan Ahmad, 2007a).


Peningkatan jumlah warga tua ini, yang disebut juga penuaan penduduk,
merupakan fenomena baru, iaitu fenomena abad ke-21. Sebelum abad ke-21,
terutama pada abad ke-19 atau sebelumnya, proses penuaan penduduk tidak
ketara, dan akibatnya jumlah warga tua dalam masyarakat tidak ramai. Pada
awal abad ke-20 pula proses penuaan penduduk hanya dirasai oleh negera-
negara industri di Eropah dan Amerika Utara. Pada masa itu proses penuaan
penduduk tidak begitu ketara di negara membangun. Pada hari ini, semua
negara, tidak kira maju ataupun membangun, semuanya mengalami proses
penuaan penduduk. Apa yang berbeza, hanyalah kadar kecepatannya sahaja.
Peningkatan jumlah warga tua menimbulkan banyak masalah kepada warga
tua itu sendiri, kaum keluarganya, atau masyarakat secara keseluruhan.

Dalam konteks keluarga, apabila adanya warga tua dalam keluarga,


kaum keluarga, khususnya penjaga, terpaksa membahagikan masa mereka
bukan sahaja kepada pekerjaan dan penjagaan anak-anaknya, tetapi juga
kepada penjagaan warga tua ini. Penuaan penduduk perlu dibezakan daripada
penuaan individu (Wan Ibrahim Wan Ahmad, 1999). Penuaan penduduk
merujuk kepada pertambahan jumlah dan peratusan penduduk kelompok
penduduk kategori tua (umur 60 tahun ke atas) dan penurunan jumlah dan
peratusan kategori penduduk atau cohort bayi (0 – 4 tahun) di suatu wilayah
atau negara. Ghazy Mujahid (2006) pula menyatakan penuaan penduduk
sebagai peningkatan proporsi penduduk kelompok tua dalam jumlah penduduk
suatu wilayah atau negara. Peningkatan jumlah penduduk yang termasuk
dalam kategori umur tua ini disebabkan oleh jangkaan hayat sejak lahir yang
semakin panjang dan penurunan angka kelahiran. Peningkatan jangkaan hayat
dan penurunan kelahiran meninggalkan kesan terhadap struktur penduduk,
iaitu kelompok umur tua meningkat, sedangkan kelompok umur pada cohort
bayi mengalami penurunan (Ida Bagoes Mantra, 2009).

Dalam sejarah transisi demografi, proses penurunan kelahiran dan


kematian terjadi tidak secara bersamaan. Di peringkat awal transisi, angka
kematian mula mengalami penurunan, sedangkan angka kelahiran relatif
tetap bahkan meningkat sehingga menyebabkan pertumbuhan penduduk yang
pesat. Terjadinya penurunan angka kematian merupakan dampak dari adanya
kemajuan dalam bidang teknologi perubatan dan peningkatan kesedaran
pemakanan masyarakat. Hal ini membawa dampak semakin panjangnya
jangkaan hayat seseorang. Kemajuan teknologi juga membawa dampak
kepada penurunan angka kelahiran (Weeks, 2005). Adanya penurunan angka
kelahiran dan jangkaan hayat yang semakin panjang mengakibatkan penduduk
kelompok kategori warga tua semakin ramai, iaitu apa yang disebut penuaan
penduduk.

Warga tua pada umumnya ialah mereka yang berumur 60 tahun


dan lebih. Batasan untuk warga tua ini berbeza-beza antara negara dengan
Penuaan Penduduk 91

negara. Batasan umur penduduk yang dikatakan tua untuk negara maju
adalah 65 tahun. Hal ini berkaitan dengan batas persaraan wajib seseorang
dari pekerjaanya. Negara membangun umumnya mengambil batas umur 60
tahun sebagai batas bersara. Penuaan yang merupakan fasa pertumbuhan dan
perkembangan, adalah fenomena biologi universal dan semulajadi yang terjadi
ke atas setiap individu. Sebahagian dari kita yang tergolong muda hari ini pada
masa akan datang akan menjadi tua, yang selalunya diiringi dengan pelbagai
permasalahan hidup. Hal ini akibat proses penuaan individu yang berkembang
dan kemudian menarik perhatian masyarakat dan para pakar (Hardywinoto &
Tony Setiabudhi, 2005; Soni Akhmad Nulhaqim, 2000).

Konsep warga tua pada umumnya merujuk kepada orang yang hidupnya
sudah lama, sudah berumur panjang atau tidak muda lagi. Umur tua merupakan
suatu konsep yang sukar untuk didefinisikan. Ada orang yang sudah berumur
tua namun penampilannya masih seperti orang muda atau sebaliknya ada orang
yang berumur 40 tahun namun keadaan fizikalnya seperti orang yang sangat
tua (Wan Ibrahim Wan Ahmad, 1999). Para pakar gerontologi berpendapat
tidak ada jawaban yang tepat untuk mendefinisikan bila seseorang disebut tua
(Yus Nugraha, 2000). Atchley menyatakan terdapat tiga pendekatan untuk
mendefinisikan warga tua (Wan Ibrahim Wan Ahmad, 1999), iaitu berdasarkan
umur kronologi, kemampuan fungsional dan peringkat kehidupan seseorang.
Berdasarkan umur kronologi bahawa seseorang termasuk kategori warga tua
apabila umurnya 60 tahun atau 65 tahun. Kemampuan fungsional seseorang
yang sudah menurun, seperti pelupa, pendengaran berkurang, kemampuan
melihat berkurang, kesemua itu dikaitkan dengan umur tua (Jan Takasihaeng,
2000). Peringkat kehidupan seseorang dimulai dari masa kanak-kanak, masa
remaja, masa dewasa dan masa tua. Peringkat tua tersebut dicirikan oleh
keadaan fisikal yang menurun dan berada pada peringkat hujung dari suatu
proses kehidupan.

Hooyman dan Kiyak (1988) menyatakan penuaan dapat dianalisis


melalui empat proses, iaitu secara kronologi, biologi, psikologi dan sosial:

1. Penuaan secara kronologi mendefinisikan warga tua berdasarkan


perhitungan umur dari sejak seseorang dilahirkan.
2. Penuaan secara biologi merujuk kepada perubahan tubuh secara fizikal,
penurunan kemampuan sistem organ dalam tubuh disebabkan oleh sel-
sel yang tua dan yang mengalami kerosakan.
3. Penuaan secara psikologi iaitu penuaan yang disebabkan adanya
perubahan dalam sistem deria, persepsi, serta fungsi-fungsi mental
individu.
4. Penuaan secara sosial iaitu penuaan yang merujuk kepada
perubahan peranan dan hubungan individu dalam struktur sosial
kemasyarakatannya.
92 Jurnal Pembangunan Sosial Jilid 14

Pendekatan yang paling mudah untuk menentukan warga tua adalah


berdasarkan umur kronologi (Wan Ibrahim Wan Ahmad, 2007b). Ahli
gerontologi dan sosiologi menggunakan had umur 60 dan 65 tahun ke atas
sebagai kriteria untuk menyatakan bila seseorang itu termasuk dalam kategori
warga tua. Negara maju menggunakan batas umur warga tua 65 tahun
kerana jangkaan hayatnya lebih panjang berbanding dengan dengan negara
membangun. Bagi negara-negara membangun, khususnya negara-negara di
kawasan Asia Tenggara kebanyakan menggunakan had umur 60 tahun sebagai
had untuk umur tua. Badan-badan rasmi yang mengkaji kependudukan di
peringkat ASEAN menggunakan batasan umur 60 tahun ke atas.

Di Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 13 tahun 1998, iaitu


undang-undang tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, seseorang dikatakan
termasuk kategori warga tua atau lanjut usia apabila ia berumur 60 tahun dan
lebih (Hardywinoto & Tony Setiabudhi, 2005 ). Dalam Undang-undang tentang
umur tua sebelumnya, iaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1965 had umur tua
adalah 55 tahun ke atas. Adanya perubahan had umur ini berkaitan dengan
peningkatan jangkaan hayat dan had seseorang untuk bersara. Pada undang-
undang tentang kesejahteraan lanjut usia tahun 1998, warga tua dikelompokkan
dalam dua kategori. Pertama, lanjut usia potensi, iaitu warga tua yang masih
mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang atau perkhidmatan. Kedua, lanjut usia tidak berpotensi, iaitu warga
tua yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain.

Kumpulan warga tua mempunyai rentangan umur yang panjang, bermula


dari yang baru masuk kategori umur tua sampai pada kategori umur yang
sangat tua. Neugarten mengkategorikan warga tua dalam tiga kelompok (Wan
Ibrahim Wan Ahmad,1999), iaitu: (1) tua awal (young-old) yang berumur 55 –
64 tahun, (2) tua pertengahan (middle-old) yang berumur 65 – 74, dan (3) tua
benar (old-old) yang berumur 75 tahun ke atas. Biro Banci Pertubuhan Bangsa
Bersatu mengelompokkan warga tua dalam tiga kelompok iaitu: (1) the young
old (umur 65 – 74 tahun), (2) the aged (umur 75 – 84 tahun), dan (3) the oldest
old, iaitu umur 85 tahun dan lebih (Lassey & Lassey, 2001). Penggolongan
umur untuk warga tua ini diperpanjang lagi kerana rentangan usia warga tua
semakin lama semakin meningkat. Wan Ibrahim Wan Ahmad (1999) dalam
kajiannya mengelompokkan warga tua ke dalam empat kumpulan, iaitu (1)
tua muda atau tua awal (young-old) umur 55 – 64 tahun, (2) tua pertengahan
(midle-old) umur 65 – 74 tahun, (3) tua benar (old-old), umur 75 – 84 tahun,
dan (4) tua bangka (Malaysia) atau tua renta (Indonesia) (oldest-old) dengan
umur 85 tahun dan lebih. Menurut Healy (2003) kelompok warga tua dalam
kategori the oldest old (tua renta atau tua bangka) mempunyai jangkaan hayat
yang masih panjang lagi bahkan lebih dari 100 tahun. Oleh karena itu golongan
warga tua ini, masih dapat dikelompokkan dalam tiga kategori lagi, iaitu:
Penuaan Penduduk 93

(1) octogeneraians yang berumur 80 – 89 tahun, (2) nonageneraians yang


berumur 90 – 99 tahun, dan (3) centenarians yang berumur 100 tahun dan lebih.
Berasaskan senario di atas, makalah ini bertujuan untuk membincangkan, (1)
warga tua dan disiplin gerontologi, (2) transisi demografi dan senario penuaan
penduduk, (3) penuaan penduduk dunia dan Asia, (4) penuaan penduduk di
Indonesia, dan (5) penuaan penduduk dan permasalahannya di Indonesia.

Warga Tua dan Disiplin Gerontologi

Suatu perhatian yang meningkat terhadap proses penuaan dan warga tua
ditumpukan oleh satu disiplin ilmu yang relatif baru dan mulai banyak
berkembang di beberapa negara, iaitu gerontologi (Phillips, 1992).
Berdasarkan asal kata (etymology), gerontologi terdiri daripada kata geront
dan logos. Geront yang bererti an old person (orang yang tua) dan logos
pula bererti ilmu atau disiplin ilmu. Oleh itu gerontologi bererti “the study
of ageing and the elderly” atau disiplin yang mengkaji tentang penuaan dan
warga tua (Macionis, 2007). Ia merupakan sains multi disiplin dengan disiplin
utamanya ialah biologi, psikologi dan sosiologi. Pakar gerontologi meliputi
para pengkaji dan pengamal dengan latar belakang ilmu yang berbeza, seperti
biologi, perubatan, kejururawatan, pergigian, psikologi, ekonomi, sosiologi,
geografi, ilmu politik dan kerja sosial yang memberikan tumpuan kepada
pelbagai aspek penuaan sesuai dengan latar belakang ilmu masing-masing.
Geriatri ialah ilmu tentang penuaan yang mengalami perkembangan tersendiri.
Ia menumpukan perhatian kepada pencegahan dan perawatan penyakit pada
penduduk golongan warga tua. Akhir-akhir ini bidang geriatri berkembang
secara khusus dalam perubatan, kejururawatan, dan pergigian (Hooyman &
Kiyak, 1988; Johnson, 2005).

Asas kepada disiplin gerontologi ini ialah disiplin biologi dan


psikologi. Biologi mengkajinya dari proses terjadinya penuaan dan psikologi
pula menumpukan tentang aspek kejiwaannya. Buku pertama yang membahas
tentang penuaan, iaitu the history of life and death, ditulis oleh Roger Bacon
pada abad ke-13 (Hooyman & Kiyak, 1988). Bacon menyarankan bahawa
harapan hidup manusia dapat ditingkatkan jika prinsip-prinsip kesihatan
diterapkan. Kemudian Adolph Quetelet seorang pakar statistik dan matematik
pada abad ke-19 melakukan kajian tentang umur tua dan kreativiti, dengan
mengumpulkan data kelompok umur yang berbeza (cross sectional) dan juga
mengkaji kelompok yang sama dalam period waktu yang berbeza melalui
penyelidikan memanjang (Hooyman & Kiyak, 1988).

Salah satu kajian makmal tentang penuaan dilakukan oleh Ivan


Paplov pada tahun 1920 di Rusia. Pavlop melakukan kajian menggunakan
tikus dan menghasilkan teori tingkah laku stimulus dan respon (Baharudin
94 Jurnal Pembangunan Sosial Jilid 14

& Esa Nur Wahyuni, 2010). Tahun 1922, seorang pakar psikologi Amerika
Sharikat G Stanley Hall menerbitkan buku senescence, the last half of life,
iaitu tentang aspek sosial psikologi penuaan. Terdapat dua hal penting yang
memperluas kajian bidang gerontologi pada akhir abad ke-19 dan awal abad
ke-20, iaitu pertumbuhan pesat jumlah penduduk yang berumus 65 tahun
dan lebih, serta polisi pemberhentian kerja di sektor industri (Hooyman &
Kiyak 1988; Quadagno, 1991). Dalam menganalisis dan memahami proses
penuaan, gerontologi menumpukan kepada tiga hal (Bengston, Putney &
Johnson, 2005), iaitu (1) umur penduduk yang dikategorikan tua dan jangkaan
hayat yang panjang, (2) penuaan sebagai proses perkembangan, dan (3)
penglibatan isu kajian umur sebagai dimensi dari struktur dan tingkah laku
warga tua. Peningkatan jumlah warga tua masa ini dan masa akan datang
serta meningkatnya angka ketergantungan melahirkan tentangan utama pada
pemerintah, pengamal dan pakar dalam mengkaji permasalahan warga tua.
Kajian tersebut akan tertumpu pada disiplin ilmu gerontologi. Permasalahan
pelbagai aspek sosial warga tua menjadi tumpuan kepada gerontologi yang
selanjutnya memunculkan cabang ilmu gerontologi, iaitu gerontologi sosial.

Transisi Demografi dan Senario Penuaan Penduduk

Abad ke-21 dikatakan sebagai abad penuaan penduduk dunia. Pada abad ini
terjadi suatu peningkatan yang pesat jumlah penduduk tua dan belum pernah
terjadi pada abad-abad sebelumnya. Disebabkan peningkatan yang ketara
jumlah warga tua di serata dunia, maka dunia dijangkakan akan mengalami
penuaan secara keseluruhan pada tahun 2025 (Wan Ibrahim Wan Ahmad, 1999;
Kuroda, 1991). Terdapat dua faktor utama dalam menyumbang terjadinya
penuaan penduduk seperti yang telah dijelaskan di atas, iaitu penurunan kadar
kelahiran dan peningkatan jangkaan hayat yang menyebabkan terjadinya
peningkatan penduduk golongan tua (Wan Ibrahim Wan Ahmad, 1999;
Kalache, Barreto & Keller, 2005). Oleh sebab peningkatan jumlah penduduk
tua adalah selari dengan penurunan kelahiran dan peningkatan jangkaan hayat,
atau penurunan kematian, maka dapat dikatakan penuaan penduduk adalah
produk dari transisi demografi yang terjadi dalam suatu masyarakat atau negara.
Di peringkat dalam negara, transisi demografi ini dapat dilihat dalam konteks
adanya perubahan pada piramid penduduk. Perubahan ini dapat diteliti dari
adanya perubahan bentuk atau struktur umur piramid penduduk suatu negara.
Ukuran cohort pada bahagian bawah, iaitu umur 0 – 5 tahun tidak lagi melebar,
melainkan semakin mengecil, sedangkan cohort umur bahagian atas, iaitu
umur 65 tahun ke atas, sudah tidak meruncing, melainkan mendekati bentuk
parabola. Struktur penduduk berbentuk piramid (muda) berubah menjadi
bentuk menyerupai bentuk peluru yang menggambarkan penduduk tua (Ida
Bagus Mantra, 2009). Johnson dan Falkingham (Wan Ibrahim Wan Ahmad,
1999), yang menghubungkan transisi demografi dengan penuaan penduduk,
menunjukkan penuaan penduduk berlaku dalam tahap berikut:
Penuaan Penduduk 95

1. Tahap pertama, suatu keadaan di mana angka kelahiran dan angka


kematian yang tinggi. Terdapat pertumbuhan penduduk, tetapi kecil.
Struktur penduduknya muda dan jumlah penduduk yang mencapai usia
tua adalah sedikit.
2. Tahap kedua, dicirikan oleh menurunnya angka kematian terutama
kanak-kanak kerana kemajuan dalam bidang perubatan dan pemakanan.
Pada fasa ini angka kelahiran masih tetap tinggi sehingga pertambahan
penduduk menjadi cepat. Sturktur penduduk adalah muda dan piramid
adalah berbentuk tiga segi dengan puncak yang menirus.
3. Tahap ketiga, dicirikan oleh penurunan angka kelahiran dan angka
kematian. Pertambahan penduduk mengalami penurunan. Jumlah
penduduk tua meningkat.
4. Tahap keempat, dicirikan dengan angka kelahiran dan angka kematian
yang rendah. Ada pertambahan penduduk tetapi kecil. Struktur
penduduknya adalah tua, iaitu jumlah penduduk golongan tua adalah
ramai.

Pertambahan penduduk yang cepat di negara membangun menimbulkan


berbagai permasalahan. Maka pelbagai program dijalankan untuk mengurangi
lajunya pertambahan penduduk, seperti program keluarga berencana,
pendidikan kependudukan, pembatasan sokongan anak bagi pegawai
pemerintah. Peningkatan kesedaran penduduk terhadap masalah kependudukan
berjaya menurunkan angka kelahiran secara perlahan. Kemajuan dalam bidang
perubatan, ilmu kedoktoran dan permakanan meninggalkan kesan terhadap
jangkaan hayat sejak lahir yang semakin meningkat di negara membangun
(Soni Akhmad Nulhaqim, 2000). Penurunan angka kelahiran dan meningkatnya
jangkaan hayat setelah lahir menyebabkan stabilnya cohort penduduk untuk
sampai kepada cohort yang lebih tinggi. Hal ini dicirikan dengan peningkatan
umur median di negara-negara membangun dan jumlah penduduk 60 tahun
ke atas menjadi semakin meningkat. Pada tahun-tahun yang akan datang
perkembangan penduduk umur 60 tahun ke atas ini di negara membangun
melampui perkembangan penduduk pada umur yang sama di negara-negara
maju (Kuroda, 1991; Wan Ibrahim Wan Ahmad, 1999).

Penuaan Penduduk Dunia dan Asia

Dunia telah melalui proses penuaan penduduk sejak lama. Banyak indikator
yang boleh diguna untuk menunjukkan dunia telah melalui proses penuaan
penduduk. Pada tahun 1950 dan tahun 1970 precahan penduduk dunia 65 tahun
dan lebih adalah 5.1 dan 5.4 peratus. Peratusan ini mengalami peningkatan
yang pesat, dan pada 1980, menjadi 5.9 peratus. Pada tahun 1990 pecahannya
terus meningkat kepada 6.2 peratus, dan tahun 2000 pula, 6.8 peratus. PBB
menjangkakan pada tahun 2025 penduduk tua dunia akan mencapai angka 10
96 Jurnal Pembangunan Sosial Jilid 14

peratus (Kuroda, 1991). Dari segi jumlah, penduduk dunia yang berumur 65
dan lebih tahun 1970 adalah seramai 200 juta orang dan jumlahnya menjadi
424.5 juta orang pada tahun 2000 (Jadual 1).

Jumlah penduduk tua dunia telah menjadi dua kali lipat dalam jangka
waktu 30 tahun. Pada tahun 2025 jumlah penduduk tua diperkira mencapai 828
juta orang (Kuroda, 1991; Rajagopal Dar Chakra Bhorti, 2002). Pada awalnya
jumlah warga tua di negara maju lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
warga tua di negara membangun. Hal ini berkaitan dengan angka jangkaan
hayat di negara maju yang lebih panjang dengan dibantu oleh kemajuan dalam
bidang perubatan, ilmu kedoktoran dan pembaikan pemakanan masyarakat.
Proses ini dimulai sejak berlangsungnya revolusi industri di negara-negara
maju di Eropah Barat (Wan Ibrahim Wan Ahmad, 1999; Ida Bagoes Mantra,
2009).

Pada tahun 1980 pecahan penduduk yang berumur 65 ke atas di negara


maju ialah 11.5 peratus, sedangkan di negara membangun pecahannya hanya
4.0 peratus. Walaupun dari segi nisbahnya, penduduk tua di negara membangun
lebih rendah, tetapi dari segi jumlah absolutnya, ia melebihi negara maju.
Penduduk tua di negara membangun meningkat dengan cepat, iaitu dari 4.0
peratus pada tahun 1980 menjadi 8.0 peratus pada tahun 2025 (Rajagopal
Dar Chakraborti, 2002). Sehubungan itu juga, angka pertumbuhan penduduk
tua dari 1980 – 2000 hanya 32.5 peratus di negara maju, sedangkan angka
pertumbuhan di negara membangun angkanya mencapai 88.6 peratus. Dalam
jangka waktu 25 tahun, iaitu antara tahun 2000 – 2025 negara membangun
dijangka akan menghadapi permasalahan penuaan penduduk yang serius.
Permasalahan penuaan penduduk terjadi juga di negara maju tetapi proses
penuaannya lebih lambat bila dibandingkan dengan negara membangun.
Penuaan penduduk di negara maju terjadi setelah negara tersebut melalui
proses modenisasi, sedangkan penuaan penduduk di negara membangun
terjadi dalam situasi yang jauh dari modenisasi dan negara masih berada pada
tahap membangun (Kuroda, 1991; Rajagopal Dar Chakraborti, 2002).

Jadual 1

Taburan Penduduk Tua Dunia 65 tahun + (000)



Tahun Dunia Maju Membangun
Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1950 127 808 5.1 63 566 7.6 64 242 3.8


1960 160 067 5.3 80 250 8.5 79 817 3.8
1970 200 137 5.4 101 007 9.6 99 129 3.7
(sambungan)
Penuaan Penduduk 97

Tahun Dunia Maju Membangun


Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1980 263 986 5.9 130 858 11.5 133 129 4.0
1990 327 633 6.2 145 614 12.1 182 018 4.5
2000 424 516 6.8 172 820 13.7 251 696 5.0
2005 475 962 7.1 185 644 14.4 290 319 5.3
2015 597 804 7.8 210 735 15.9 387 136 6.1
2025 828 164 9.7 257 028 19.0 571 136 8.0

Sumber. United Nations (1991).



Indikator lain dalam menentukan suatu negara yang mengalami proses
penuaan, ialah umur penengah, indeks penuaan dan nisbah tanggungan umur
tua. Umur penengah adalah umur yang membahagikan taburan penduduk
kepada dua kumpulan yang sama saiznya, di mana separuh penduduk berada
di bawah umur ini, manakala separuhnya lagi berada di atas umur tersebut
(Pala, 2005; Conception, 1987). Indeks penuaan, iaitu merujuk kepada nisbah
antara penduduk yang berumur 60 tahun dan lebih dengan bilangan penduduk
berumur 0 – 14 tahun. Ia diterangkan dalam 100 orang. Nisbah tanggungan
umur tua adalah nisbah antara penduduk yang berumur 60 tahun dan lebih
dengan bilangan penduduk yang berumur 15 – 59 tahun.

Umur penengah penduduk dunia tahun 1985 adalah 23.7. Tahun 2000
menjadi 26.6 dan tahun 2025 adalah 32.0. Umur penengah di negara maju
dan membangun pada tahun-tahun yang sama, ialah negara maju: 32.3; 36.1
dan 38.6; sedangkan negara membangun iaitu: 20.8; 24.3 dan 29.7. Umur
penengah penduduk dunia dan semua negara, baik negara maju mahupun
negara membangun mengalami peningkatan (United Nations, 1987). Indeks
umur tua adalah satu lagi indikator proses penuaan penduduk. Indeks umur
tua penduduk dunia tahun 1985 adalah 17; tahun 2000 ialah 25 dan tahun
2025 ialah 38. Indeks umur tua untuk negara maju dalam jangka masa yang
sama ialah 50; 64 dan 88; sedangkan indeks umur tua di negara membangun,
ialah 11; 14 dan 30. Indeks umur tua dunia semakin meningkat baik di negara
maju mahupun di negara membangun. Hal ini menandakan bahawa semakin
meningkatnya jumlah penduduk tua dunia. Dalam konteks nisbah tanggungan
umur tua pula didapati nisbah tanggungan umur penduduk tua dunia pada tahun
1985 adalah sebesar 9.5, sementara tahun 2000 adalah 10.5 dan tahun 2025
adalah 14.4. Dalam jangka masa yang sama tanggungan umur tua untuk negara
maju ialah sebesar 16.7; 20.0 dan 27.6, sedangkan untuk negara membangun
pula sebesar 6.8; 7.8 dan 11.8. Tanggungan umur tua penduduk dunia baik di
negara maju mahupun di negara membangun juga semakin meningkat. Benua
Asia adalah bahagian dunia yang mengalami pertambahan penduduk tua yang
pesat. Asia menjadi tumpuan permasalahan penuaan penduduk dunia sebab
majoriti penduduk tua dunia tertumpu di Asia (Kinsella & Taeuber, 1993;
98 Jurnal Pembangunan Sosial Jilid 14

Ghazy Mujahid, 2006). Asia menyumbangkan jumlah penduduk tua untuk


negara membangun sebanyak 85.8 peratus, dan 43.3 peratus untuk penduduk
tua dunia pada 1980. Pada tahun 2000 sumbangan Asia kepada warga tua
negara membangun meningkat kepada 86.2 peratus, dan untuk penduduk tua
dunia 50.6 peratus. Dijangkakan pada 2025 sumbangan ini meningkat menjadi
82.4 peratus terhadap warga tua negara membangun dan warga tua penduduk
tua dunia sebesar 57.2 peratus (Kuroda, 1991). Proses penuaan penduduk
di Asia berbeza pada masing-masing subkawasan. Hal ini berkaitan dengan
jumlah penduduk dan kecepatan proses penuaannya. Jumlah dan peratusan
penduduk tua di benua Asia dan subkawasannya, ditunjukkan dalam Jadual 2.

Jadual 2

Taburan Penduduk Tua (65 Tahun +) di Asia dan Region Utama (000)

Kontinen/ 1980 1990 2000 2025


Sub Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
ASIA 113 4.4 155, 558 5.0 216, 336 5.8 470, 382 9.6
Asia Timur 334 5.1 84, 331 6.3 115, 961 7.7 237, 186 13.7
Asia Tenggara 60 3.7 17, 417 3.9 24, 893 4.7 59, 316 8.2
Asia Selatan 065 3.8 49, 093 4.1 68, 453 4.6 156, 664 7.2
Asia Barat 13, 146 4.0 4, 717 3.6 7, 023 4.1 17, 216 6.0
36, 212
3, 912
Sumber. Kuroda (1991).

Proses penuaan penduduk paling cepat di Asia ialah di kawasan Asia


Timur, sedangkan yang paling lambat ialah di Asia Barat. Proses penuaan
penduduk Asia Tenggara lebih lambat bila dibandingkan dengan Asia Timur,
tetapi pada tahun-tahun akan datang proses penuaan di Asia Tenggara akan lebih
cepat (Kuroda, 1991). Pada tahun 1990 peratusan warga tua di Asia Tenggara
ialah 3.9 meningkat menjadi 8.2 peratus pada 2025. Dalam kurun waktu 35
tahun peratusan warga tua ini akan meningkat dua kali lipat. Penduduk tua
Asia Timur jika digabungkan dengan Asia Tenggara akan menjadi sangat
besar, iaitu 73.3 juta orang pada 1980, dan menjadi 296 juta orang pada
2025. Asia Timur dan Asia Tenggara sekarang ini sedang mendekati fasa akhir
proses transisi demografi (Kuroda, 1991). Pada kawasan Asia Timur dan Asia
Tenggara juga terdapat dua negara yang mempunyai jumlah penduduk besar
dunia, iaitu Cina dan Indonesia yang akan menyumbang jumlah warga tua
yang besar.

Penuaan Penduduk Indonesia

Sehingga ke hari ini, sejauh pemerhatian ke atas beberapa literatur, penuaan


penduduk masih belum mendapat perhatian utama para penyelidik di
Penuaan Penduduk 99

Indonesia. Hal ini disebabkan usaha mengatasi permasalahan penduduk


di Indonesia sehingga ke hari ini, seperti yang dilakukan oleh pemerintah
pusat, propinsi, mahupun pemerintah daerah kabupaten atau kota, masih
lagi tertumpu kepada penduduk golongan kanak-kanak dan dewasa. Walau
bagaimanapun aspek penambahbaikan dalam bidang ekonomi dan kemajuan
teknologi meninggalkan kesan kepada peningkatan kesihatan dan pemakanan
masyarakat. Hal ini memungkinkan penurunan angka kematian dan
memperpanjang angka jangkaan hayat sejak lahir yang menjadikan warga tua
bertambah. Angka kematian bayi juga mengalami penurunan, iaitu seramai
145 (1971), menjadi 71 (1990) dan pada tahun 2000 menjadi 47 (Tukiran dan
Endang Ediastuti, 2004). Pada tahun 1975–1980, angka jangkaan hayat sejak
lahir ialah 52 tahun untuk laki-laki dan 54 tahun untuk perempuan. Angka
jangkaan hayat ini meningkat menjadi 64 tahun untuk laki-laki dan 67.9
tahun untuk perempuan pada tahun 1995 - 2000. Dijangkakan pada jangka
masa 2005 – 2010, angka ini menjadi 68.7 (laki-laki) dan 72.7 (perempuan)
(World Population Prospects, 2008, http://esa.un.org/unpp, diakses 19 Mac
2009). Angka kelahiran pula mengalami penurunan yang relatif cepat. Angka
kelahiran total (1975 – 1980) ialah 4.7 menurun menjadi 2.4 (2000 – 2005).
Angka kelahiran total ini dijangkakan menurun lagi menjadi 1.9 pada jangka
masa 2015 – 2020 (World Population Prospects, 2008, http://esa.un.org/unpp,
diakses 19 Mac 2009).

Penurunan angka kelahiran dan peningkatan jangkaan hayat yang


terjadi ini menjadikan Indonesia mengalami penurunan jumlah penduduk
golongan anak-anak dan sedang mengalami peningkatan jumlah penduduk tua
yang disebut sebagai penuaan penduduk. Pada tahun 1971 jumlah penduduk
yang berumur 60 tahun dan lebih di Indonesia ialah 5 307 549 orang atau 4.48
peratus dan tahun 1980 jumlahnya meningkat menjadi 7 999 473 orang (5.45
peratus). Jumlah warga tua ini meningkat menjadi 11 277 835 orang (6.29
peratus) pada tahun 1990 dan tahun 2000 jumlahnya mencapai 14 440 817
(7.18 peratus). Jumlah ini meningkat lagi menjadi 20 250 000 (8.71 peratus)
pada 2010. Jumlah warga tua dijangkakan pada tahun 2020 adalah seramai 28
700 000 (11.32 peratus) daripada keseluruhan penduduk Indonesia pada waktu
itu (Jadual 3).

Jadual 3

Jumlah Penduduk Indonesia dan Umur 60 + Tahun 1971 - 2020

Penduduk Umur 60 + Jumlah %


Tahun
Laki – laki Perempuan Jumlah Penduduk WT
1971 2 522, 472 2 785, 077 5 307, 549 118, 367, 850 4.48
1980 3 748, 406 4 251, 243 7 999, 649 146, 776, 473 5.45
1990 5 361, 875 5 915, 960 11 277, 835 179, 247, 783 6.29
(sambungan)
100 Jurnal Pembangunan Sosial Jilid 14

Penduduk Umur 60 + Jumlah


%
Tahun
Laki – laki Perempuan Jumlah Penduduk WT

2000 6, 889, 389 7, 551, 428 14, 440, 817 201, 241, 999 7.18
2010 9, 120, 000 11, 130, 000 20, 250, 000 232, 370, 000 8.71
2020 13, 140, 000 15,560, 000 28,700, 000 254, 330, 000 11.32
Sumber. Tukiran dan Endang Ediastuti (2004); disesuaikan oleh penulis.

Menurunnya tingkat kelahiran membawa perubahan pada struktur


umur penduduk. Pecahan penduduk usia muda (0-14 tahun) menurun dari
35.8 peratus pada tahun 1990 menjadi 30.3 peratus pada tahun 2000, dan
dijangkakan pada 2010 turun menjadi 26.7 peratus. Penduduk usia produktif
yang berumur 15 - 64 tahun meningkat dari 56.1 peratus tahun 1980 menjadi
60.4 peratus tahun 1990 dan 64.8 peratus tahun 2000. Peratusan penduduk
usia lanjut (65 tahun ke atas) ialah 3.8 peratus (1990), meningkat kepada 4.9
peratus (2000). Sebagai akibatnya, nisbah beban ketergantungan menurun
dari 66 peratus (1990) menjadi 54 peratus tahun 2000 (World Population
Prospects, 2008, http://esa.un.org/unpp, diakses 19 Mac 2009). Indikator
penuaan penduduk Indonesia, selain peratusan penduduk yang berumur tua,
juga ditunjukkan oleh adanya peningkatan pada (1) umur penengah, (2) indeks
penuaan, dan (3) nisbah tanggungan umur tua. Indikator ini ditunjukkan dalam
Jadual 4.

Jadual 4

Indikator Penuaan Penduduk Indonesia

Tahun
Indikator
1985 2000 2025
Umur Penengah 20.3 24.8 33.8
Indek Penuaan 14.7 25.3 39.0
Nisbah Tanggungan Umur Tua 10.1 12.4 21.0
Sumber. World Population Prospects (2008).

Umur penengah penduduk Indonesia (1985) ialah 20.3 meningkat


menjadi 24.8 tahun 2000 dan dijangkakan meningkat lagi menjadi 33.8 pada
tahun 2025. Indek penuaan penduduk Indonesia juga mengalami peningkatan.
Pada tahun 1985 indek penuaan penduduk ialah 14.7 meningkat kepada 25.3
tahun 2000, dan tahun 2025 dijangkakan menjadi 39. Hal ini selari juga dengan
peningkatan tanggungan umur tua, iaitu dari 10.1 (1985), kepada 12.4 (2000),
dan dijangka meningkat lagi kepada 21.0 pada tahun 2025 (United Nations,
2009). Hal ini bererti setiap satu orang penduduk yang berumur produktif (umur
15–59 tahun) menanggung beban warga tua sebanyak dua orang. Berdasarkan
hal ini maka kependudukan di Indonesia sedang mengalami penuaan selari
dengan proses penuaan yang berlaku di seluruh dunia sekarang ini.
Penuaan Penduduk 101

Penuaan Penduduk dan Permasalahannya di Indonesia

Penuaan penduduk merupakan kejayaan proses pembangunan, akan


tetapi ia juga menimbulkan pelbagai masalah kepada warga tua itu sendiri
(Limanonda, 1991; Hugo, 1992; Wan Ibrahim Wan Ahmad, 2007; Kalache,
Barreto & Keller, 2005; Martin, 1988; dan Ghazy Mujahid, 2006). Indonesia
merupakan salah satu negara membangun di Asia Tenggara yang mempunyai
permasalahan penduduk yang sangat kompleks. Ada tiga permasalahan utama
penduduk yang dihadapi Indonesia (Hugo, 1992). Tiga permasalahan utama
ini mengakibatkan munculnya permasalahan lain dalam bidang sosial dan
ekonomi negara, termasuk warga tuanya. Pertama, jumlah penduduk yang
sangat besar. Indonesia menduduki tempat ke empat dunia setelah Cina, India,
dan Amerika Syarikat dari segi jumlah penduduk. Jumlah penduduk Indonesia
menurut banci penduduk 1980 ialah 147 490 298, meningkat menjadi 179 378
946 orang tahun 1990. Pada banci tahun 2000 jumlah penduduk adalah 206
264 595 orang (BPS, 2006). Merujuk kepada Survei Penduduk Antar Sensus
(SUPAS) tahun 2005, jumlah penduduk Indonesia mencapai 218 086 288
orang. Menurut unjuran PBB jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah
seramai 239 600 000 orang dan pada tahun 2020 dijangkakan menjadi 261 868
000 orang (BPS, 2005; World Population Prospects, 2006, http://esa.un.org/
unpp, diakses 19 Mac 2009).

Kedua, penurunan angka kematian bayi dan anak-anak yang


bersamaan dengan angka kelahiran yang tinggi pada tahun 1950 dan 1960.
Hal ini kemudian menciptakan “bulge” pada struktur penduduk Indonesia
(Hugo, 1992). Peristiwa ini sama dengan apa yang dialami oleh sebahagian
besar negara maju setelah perang Dunia ke-II yang disebut sebagai “baby
boom”. Pada jangka masa 1990 – 2000 angka pertambahan penduduk
Indonesia masih tinggi, iaitu 1.49 peratus. Angka ini mengalami penurunan
dari masa sebelumnya, iaitu 1.97 peratus (selama jangka masa 1980 – 1990).
Angka pertambahan ini menurun lagi (2000 – 2005), kepada 1.30 peratus
(BPS, 2006. www.data statistik-Indonesia). Ketiga, penyebaran penduduk
yang tidak merata. Terdapat pulau yang sangat padat seperti Jawa, Bali dan
Lombok, sementara ada pulau yang sangat jarang penduduknya, seperti Papua
Barat, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Pulau Jawa memiliki keluasan 6.9
peratus (127, 569 km2) dari seluruh keluasan Indonesia (1 890 754 km2), tetapi
dihuni oleh 58.8 peratus penduduk Indonesia (BPS, 2006). Tiga permasalahan
ini meninggalkan kesan tertentu kepada penduduk tua seperti berikut:

Taburan Keruangan Warga Tua

Penduduk di negara membangun pada umumnya bekerja di sektor agraris dan


tinggal di kawasan perdesaan. Hal ini menjadikan warga tua lebih banyak
ditemui di kawasan desa (Hugo, 1992; Wan Ibrahim Wan Ahmad, 2007b).
102 Jurnal Pembangunan Sosial Jilid 14

Keadaan yang sama dapat diperhatian di Indonesia. Menurut Hugo (1992),


serta Hardywinoto dan Tony Setiabudhi (2005), warga tua yang tinggal di
kawasan desa ialah 74 peratus daripada keseluruhan warga tua di Indonesia
ketika itu. Kesempatan atau peluang pekerjaan di kawasan desa adalah amat
terhad. Sehingga sekarang migrasi dari desa ke bandar adalah fenomena lumrah
akibat kesempitan peluang pekerjaan. Akan tetapi golongan yang bermigrasi
pada umumnya adalah golongan umur muda. Golongan muda ini, selain
memiliki keupayaan fizikal, tenaga mereka juga diperlukan untuk mengisi
peluang pekerjaan di bandar. Warga tua, disebabkan keadaan fizikalnya yang
sudah lemah, tidak lagi berupaya untuk berhijrah mencari peluang pekerjaan
di bandar. Mereka tertinggal di kawasan desa yang tidak mempunyai peluang
pekerjaan untuk menyara kehidupan. Hal ini, ditambah lagi dengan fasiliti,
termasuk fasiliti kesihatan atau perubatan yang tidak memuaskan di kawasan
desa menimbulkan pelbagai masalah kepada warga tua.

Jumlah Warga Tua Perempuan yang Ramai

Dalam mana-mana masyarakat pun, jumlah warga tua perempuan adalah lebih
ramai dari warga tua lelaki. Pada hari ini 55 peratus warga tua dunia berumur 60
tahun dan lebih adalah wanita (Rajagopal Dhar Chakraborti, 2002). Peratusan
ini hampir tidak berubah sejak 1950. Malah tidak ada tanda-tanda peratusan
ini akan berubah dalam lima puluh tahun mendatang. Hal ini berkaitan dengan
perbezaan dari segi jangkaan hayat antara penduduk lelaki dengan penduduk
perempuan. Jangkaan hayat, iaitu jumlah tahun bagi seseorang itu dijangkakan
boleh hidup yang dikira bermula dari saat lahir hingga meninggal dunia,
berbeza antara penduduk lelaki dengan penduduk perempuan. Jangkaan hayat
laki-laki dan perempuan di Indonesia jangka masa 1975 – 1980 ialah 52 dan 54
tahun, untuk jangka masa 2000 – 2005 ialah 63 dan 65 tahun. Jangka masa 2005
– 2030 dijangkakan meningkat kepada 67 dan 71 tahun. Jangkaan hidup warga
tua, iaitu usia 60 tahun dan lebih juga memperlihatkan kecenderungan yang
sama. Pada tahun 1990 – 1995 jangkaan hidup laki-laki 15.2 dan perempuan
16.9 dan tahun 2000 – 2005 meningkat menjadi 15.9 dan 17.8. Pada 2010 –
2015 jangkaan hidup warga tua ini dijangkakan meningkat kepada 16.6 untuk
laki-laki dan 18.4 untuk perempuan (United Nation, 2003).

Jumlah warga tua perempuan yang ramai dalam masyarakat boleh


meninggalkan implikasi ke atas sistem penjagaan warga tua. Warga tua wanita
ini akan berhadapan dengan masalah penjagaan. Hal ini kerana warga tua
wanita ini cenderung untuk tinggal seorang diri berbanding warga tua lelaki.
Warga tua lelaki yang ditinggalkan pasangannya disebabkan kematian, atau
sebab-sebab lain, lebih cenderung berkahwin lagi. Penduduk perempuan
yang umumnya memilih pasangan yang cenderung lebih tua umurnya apabila
berkahwin, mengakibatkan risiko ditinggalkan mati oleh suami yang lebih tua.
Hal ini mengakibatkan jumlah warga tua perempuan yang menyandang status
Penuaan Penduduk 103

janda adalah ramai (Hugo, 1992; Kalache, Barreto dan Keller, 2005) yang
menjadikan mereka hidup di alam tua secara sendirian. Di kawasan perdesaan
mahupun di bandar lebih banyak warga tua perempuan bila dibandingkan
dengan warga tua laki-laki.

Penjagaan Warga Tua

Terdapat kecendrungan jumlah anak yang dimiliki penduduk pada saat ini
lebih kecil bila dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Hal ini dapat
dilihat pada angka kelahiran yang menurun. Angka kelahiran di Indonesia
jangka masa 1970–1975 ialah 5.6 pada jangka masa 2000–2005 menjadi 2.4
dan dijangkakan tahun 2020–2025 menurun lagi menjadi 1.9 (United Nations,
2003). Semakin kecil jumlah anak maka semakin berkurangnya anak yang
berpotensi sebagai penjaga warga tua. Selain itu masalah kependudukan di
Indonesia yang berkaitan dengan penyebaran penduduknya yang tidak merata,
juga berkaitan dengan migrasi para generasi warga produktif kepada bandar
tertentu di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, atau beberapa
bandar besar yang lain. Migrasi keluar ini meninggalkan dampak ke atas
penjagaan warga tua di kawasan yang ditinggalkan, khususnya di kawasan
desa. Generasi yang bermigrasi ini bukan sahaja terdiri daripada penduduk
lelaki, tetapi juga penduduk perempuan. Martin (1988), dan Gazy Mujahid
(2006) yang turut menganalisis hal ini menyatakan dengan adanya migrasi
tenaga produktif penduduk perempuan dari kawasan desa menuju ke bandar-
bandar dan kawasan industri boleh menyebabkan berkurangnya sumber
penjagaan warga tua.

Fasiliti Umum untuk Warga Tua

Warga tua memerlukan berbagai-bagai fasiliti umum yang tentunya berbeza


dengan kelompok umur penduduk yang lain. Oleh sebab penurunan kekuatan
fizikalnya maka ia memerlukan fasiliti umum yang perlu disesuaikan
dengan kemampuannya. Fasiliti itu meliputi (1) pemberian fasiliti tempat
duduk termasuk juga potongan kos kenderaan umum seperti bas, kereta api
dan pesawat udara; (2) fasiliti ruang terbuka, seperti taman di kompleks
permukiman di kawasan bandar agar warga tua dapat melakukan aktiviti riadah
di ruang terbuka dan boleh bersosialisasi dengan sesama warga tua; (3) Fasiliti
umum lainnya, seperti tandas untuk orang tua, tempat menunggu beratur
khusus warga tua, tempat parkir kenderaan warga tua, tempat duduk serta
lorong khusus unutuk warga tua di pusat-pusat perbelanjaan atau supermarket.
Kebanyakan negara membangun, termasuk Indonesia, tidak mempunyai
kemampuan untuk memenuhi fasiliti hidup warga tua. Pembangunan fizikal
yang dilakukan, belum banyak berpihak kepada kepentingan hidup warga tua,
sedangkan jumlah warga tua semakin meningkat. Warga tua amat memerlukan
fasiliti fizikal dan nonfizikal. Oleh itu pembangunan fasiliti fizikal dan
104 Jurnal Pembangunan Sosial Jilid 14

nonfizikal yang akan dilaksanakan perlu mengambilkira keperluan warga tua


agar kualiti hidup terjaga.

Kemiskinan dan Kualiti Hidup

Satu lagi masalah yang boleh dihadapi warga tua ialah dari segi kemiskinan dan
kualiti hidup. Usaha pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk miskin
selama lebih dari tiga dekad belum menunjukkan hasil yang mengembirakan
(M. Syahbudin Latief & Evita Hanie, 2004). Rata-rata penduduk di Indonesia,
terutama penduduk desa adalah miskin. Mereka tidak mempunyai pekerjaan
yang menawarkan upah yang tinggi. Peluang pekerjaan untuk mereka
hanya terhad di sektor pertanian tradisional. Dalam rangka meningkatkan
kualiti hidup, seperti yang diamanatkan dalam pembangunan adalah dengan
mengurangkan angka kemiskinan dan pengangguran. Pembangunan ekonomi
dijangka diikuti oleh penambahbaikan kualiti hidup penduduk. Bagaimanapun
tingkat kualiti hidup tidak hanya ditentukan oleh kemajuan ekonomi sahaja,
melainkan juga oleh tingkat pengeluaran sosial dan kemajuan sosial yang
memadai (Edi Suharto, 2001). Peningkatan kualiti hidup warga tua bermakna
pembiayaan sosial daripada pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan dan
hal ini merupakan tanggung jawab semua pihak. Usaha meningkatkan kualiti
hidup warga tua perlu dilakukan kerana ia boleh mengurangkan beban warga
tua itu sendiri dan masyarakat pada umumnya.

Penutup

Secara umumnya kajian ini membincangkan penuaan penduduk dan


permasalahannya di Indonesia. Daripada pelbagai indikator, khususnya umur
median, indeks penuaan dan nisbah tanggungan umur tua, menunjukkan
Indonesia sedang menuju ke arah penuaan penduduk. Penuaan penduduk
adalah satu fenomena biasa yang akan dilalui oleh semua negara di dunia
selari dengan proses transisi demografi yang dilalui negara tersebut. Sehingga
ke hari ini penuaan penduduk, sama seperti di negara membangun yang lain,
masih belum meninggalkan masalah besar kepada Indonesia. Sehubungan itu
sehingga ke hari ini, usaha mengatasi permasalahan penduduk di Indonesia,
seperti yang dilakukan oleh pemerintah pusat, propinsi, mahupun pemerintah,
masih lagi tertumpu kepada penduduk golongan kanak-kanak dan dewasa.
Namun disebabkan penyebaran penduduk yang amat tidak merata di Indonesia
serta cepatnya penurunan kelahiran yang berlaku, yang dijangka dalam setiap
keluarga hanya akan memiliki 1.9 orang anak untuk jangka masa 2015 – 2020,
maka warga tua yang ada di Indonesia dijangka akan berhadapan dengan
pelbagai masalah, khususnya masalah penjagaan. Beberapa masalah lain
yang mungkin dihadapi oleh warga tua di Indonesia telah dibincangkan dalam
kajian ini.
Penuaan Penduduk 105

Rujukan

Baharudin & Esa Nur Wahyuni. (2010). Teori belajar dan pembelajaran.
Yogyakarta. Ar-Ruzz Media.
Bengston, Vern L., Norrela M. Putney & Malcom, L., Johnston. (2005). The
problem of theory in gerontology today. Dlm. Malcom L Johnson (Ed),
Age and ageing. Cambridge UK: Cambridge University Press.
Badan Pusat Statistik. (2006). Survei penduduk antar sensus 2005. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2005). Data statistik Indonesia. Capaian daripada
http:// www.datastatistik-Indonesia.com
Concepcion, M. B. (1987). The elderly in Asia. Dlm. Population aging:
Review of emerging issue economic and social commision for Asia and
the Pacific. Bangkok: United Nations.
Edy Suharto. (2001). Kebijakan sosial sebagai kebijakan publik. Capaian
daripada http://www.policy. hu/suharto/modul.
Ghazy Mujahid. (2006). Population ageing in East and South-East Asia: 1950–
2050: Implications for elderly care. Asia – Pacific Population Journal,
21(2), 25 – 44.
Hardywinoto & Tony Setiabudhi. (2005). Panduan gerontologi, tinjauan dari
berbagai aspek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Healy, Justin (Ed). (2003). Our ageing world. Sydney: The Spinney Press.
Hooyman, R. N. & H. Asuman Kiyak. (1988). Social gerontology: A
multidisciplinary perspective. Massachusetts: Allyn and Bacon.
Hugo, G. (1992). Ageing in Indonesia: A neglected area of policy concern. Dlm
David R. Phillips (Ed), Ageing in East and South-East Asia. London:
Edward Arnold.
Hughes, B. (1993). Gerontological approach to quality of life. Dlm ageing
and later life. Julia Johnson & Robert Slater (Ed), London: Sage
Publications.
Ida Bagoes Mantra. (2009). Demografi umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jan Takasihaeng. (2000). Hidup sehat di lanjut usia. Jakarta: Penerbit Harian
Kompas.
Johnson, Malcolm L (Ed). 2005. Age and ageing. Cambridge: Cambridge
University Press.
Kalache, Alexander, Sandhi Maria Barreto & Inggrid Keller. (2005).
Demographic revolution in all cultures and societies. Dlm Malcolm L.
Johnson. Age and ageing. Cambridge: Cambridge University Press.
Kinsella, K. & Cynthia M. T. (1993). An aging world II. Washington: US
Government Printing Office.
Kuroda, T. (1991). Structural change of age composition in the future and its
socioeconomic implications. Dlm. Population ageing in Asia. Asia
population studies series, 108. New York: United Nations.
106 Jurnal Pembangunan Sosial Jilid 14

Limanonda, B. (1991). Health and welfare policies for the elderly. Dlm. Asia
Population Studies Series No. 108, Population Ageing in Asia. New
York: United Nations.
Macionis, John, J. (1999). Sociology (Seventh ed.). New Jersey: Prentice Hall.
Martin, L. G. (1988). The ageing of Asia. Journal of Gerontology: Social
Science, 43(4), S99 – S113.
M. Syahbudin Latief & Evita Hanie. (2004). Pemerintah kabupaten/kota yang
berpihak pada penduduk miskin: Upaya awal penyusunan indikator.
Dlm. Faturochman, Bambang Wicaksono, Setiadi & Syahbudin Latief
(pnyt.). Dinamika kependudukan dan kebijakan. Universitas Gadjah
Mada: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan.
Pala, Jean. (2005). Aliran penuaan penduduk di Malaysia. Kuala Lumpur:
Jabatan Perangkaan Malaysia.
Phillips, David R. (Ed). (1992). Ageing in East and South-East Asia. London:
Edward Arnold.
Quadagno, J. (1991). Ageing and the life course. New York: McGraw-Hill
College.
Rajagopal Dhar Chakraborti. (2002). Ageing of Asia. Kalkota: MRG
Publications.
Soni Akhmad Nulhaqim. (2000). Dilema perumusan kebijakan dan perencanaan
pelayanan lansia. Jurnal Kependudukan Padjadjaran, 2( 1).
Szalai, A., & Andrew, F. M. (1980). The quality of life, comparative studies.
London: Sage Publications.
Tukiran & Endang Ediastuti. (2004). Penduduk Indonesia saat ini dan tantangan
di masa mendatang. Dlm. Faturochman, dkk (Editor) Dinamika
kependudukan dan kebijakan. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan
dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada.
United Nations. (1987). Population ageing: Review of emerging issues. Asian
population studies series No. 80. Bangkok: Economic and Social
Commission for Asia and the Pacific.
United Nations. (2009). World population prospects: The 2008 revision
population database. Retrieved from http:// esa.un.org/unpp/p2k0data.
asp
United Nations. (1991). World population prospects. New York: United
Nations.
United Nations. (1991). Sex and age distributions of population. New York:
Department of International Economics and Social Affair.
World Population Prospects. (2008). Retrieved from http://esa.un.org/unpp
World Population Prospects. (2006). Retrieved from http://esa.un.org/unpp
Wan Ibrahim Wan Ahmad. (1999). Hubungan sosial, sokongan, dan
kesejahteraan warga tua: Satu kajian di pedesaan Kelantan (Tesis Ph.D
tidak diterbitkan). Universiti Putra Malaysia.
Wan Ibrahim Wan Ahmad. (2007a). Perubahan demografi dan kajian
mengenai warga tua di Malaysia: Sumbangan sarjana tempatan. Jurnal
Pembangunan Sosial, 10, 23–49.
Penuaan Penduduk 107

Wan Ibrahim Wan Ahmad. (2007). Penuaan penduduk 50 tahun di Malaysia:


Beberapa isu sosial. Makalah dibentangkan dalam Bicara Dakwah VI,
Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia, 22 Oktober.
Weeks, J. R. (2005). Population: An introduction to concepts and issues.
Belmont: Wadswort/Thompson Learning.
Yus Nugraha. (2000). Psikologi lanjut usia dan keluarga. Jurnal Kependudukan
Padjadjaran. Vol 2 No.1 Januari 2000: 13 – 37.
Zubova, L.G, N.V Kovaleva & Mitia Eva. (1992). The problems of quality of
life in the eyes of the population. Sociological Research, November-
December, 71-89.

I Komang Astina
Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Malang,
Indonesia
i_komang@yahoo.com

Wan Ibrahim Wan Ahmad


Pusat Pengajian Pembangunan Sosial
UUM College of Arts & Sciences
Unversiti Utara Malaysia
06010 UUM Sintok
Kedah Darul Aman.
wiwa@uum.edu.my
Accelerat ing t he world's research.

DEMOGRAPHIC
CONSIDERATIONS IN THE MIDST
OF COVID-19: TRAVEL
RESTRICTION POLICY TO PAPUA
PROVINCE
Johni R.V. Korwa
Jurnal Kependudukan Indonesia, LIPI

Cite this paper Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Elogio de la disonancia en el barroco hispánico, y del concept o de licencia. De las t eorías en "El…
Ant onio Ezquerro

Elogio de la disonancia en el barroco hispánico, y del concept o de licencia. De las t eorías en "El porqué …
Ant onio Ezquerro
Jurnal Kependudukan Indonesia | Edisi Khusus Demografi dan COVID-19, Juli 2020 | 7-10

Jurnal Kependudukan Indonesia | Edisi Khusus Demografi dan COVID-19, Juli 2020 | 7-10

JURNAL KEPENDUDUKAN INDONESIA


p-ISSN : 1907-2902 (Print)
e-ISSN : 2502-8537 (Online)

PERTIMBANGAN DEMOGRAFIS DI TENGAH PANDEMI COVID-19:


KEBIJAKAN PEMBATASAN PERJALANAN KE PROVINSI PAPUA

(DEMOGRAPHIC CONSIDERATIONS IN THE MIDST OF COVID-19: TRAVEL


RESTRICTION POLICY TO PAPUA PROVINCE)

Jevon E. M. Nahuway1, Johni R.V. Korwa2*


1
Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Cenderawasih
2
Dosen Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Cenderawasih,

*Korespondesi penulis: johnikorwa@gmail.com

Abstract

This paper aims to analyze travel restriction policy to Papua in the midst of the COVID-19 pandemic through a
demographic lens. It finds that the travel restriction policy to Papua was not only influenced by non-demographic factors
including politics, economy, health, but also by demographic factors such as mortality, fertility, and migration. There
are several reasons for this. Firstly, the population of Papua remained small in comparison with other provinces across
Indonesia; thereby imposing travel restrictions were in the best interest to lower the mortality rate in Papua due to
COVID-19. Secondly, preserving fertility during the COVID-19 pandemic was vitally important regarding future
generations and the government of Papua had demonstrated its ability to handle the situation by appointing several
health centers particularly for pregnant women. Thirdly, people moving in and out of Papua currently became
inevitable, thus migration should be limited for a while through the travel restriction policy.
Keywords: COVID-19, Indonesia, Papua, travel restriction

Papua merupakan Provinsi terbesar di Indonesia dengan “penutupan sementara seluruh bandar udara,
luas wilayah 319.036,05 km2 atau setara 16,64 % dari pelabuhan laut, dan pos lintas batas negara di Papua”
luas Indonesia. Meskipun demikian, jumlah penduduk (Hasil Kesepakatan Bersama, 2020). Walaupun sempat
Papua masih cukup sedikit jika dibandingkan dengan mendapat penolakan dari Menteri Dalam Negeri Tito
provinsi lainnya yaitu 3.379,3000 (BPS, 2020). Dalam Karnavian karena dianggap tidak sejalan dengan
konteks pencegahan COVID-19, Papua adalah provinsi instruksi pemerintah pusat yang menekankan pada
pertama di Indonesia yang secara tegas menyatakan social/physical distancing; bukan penutupan akses
penutupan sementara akses perjalanan baik melalui laut travel (Nugraheny, 2020); implementasi kesepakatan
maupun udara, kecuali untuk kargo barang atau yang tersebut tetap dijalankan.
bersifat darurat. Hal ini tertuang pada salah satu poin
Dalam perspektif negara kesatuan, pembatasan
hasil ‘Kesepakatan Bersama’ antara Gubernur dan
perjalanan ke Papua belum mendapat legitimasi dari
Forkopimda (forum koordinasi pimpinan daerah),
pemerintah pusat. Payung hukum untuk melakukan
bupati/walikota beserta seluruh stakeholders di Papua
penutupan akses travel adalah melalui kebijakan
pada tanggal 24 Maret 2020 yang menyatakan,
Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) yang ternyata

7
Pertimbangan Demografis…| Jevon E. M. Nahuway & Johni R.V. Korwa

dikeluarkan Presiden Jokowi satu minggu setelah 2009). Seperti yang dijelaskan sebelumnya, jumlah
pembatasan akses ke Papua diberlakukan, yaitu tanggal penduduk di Papua masih cukup sedikit jika di
31 Maret 2020. Penetapan PSBB pun harus mendapat bandingkan dengan luas wilayahnya. Artinya bahwa jika
persetujuan dari Menteri Kesehatan, dan Papua tercatat semakin banyak masyarakat Papua yang terinfeksi dan
belum mendapat status PSBB sampai saat penulisan meninggal akibat wabah COVID-19 maka populasi
paper ini. Tentunya ada banyak pertimbangan mengapa Papua tentunya akan menurun. Namun fakta
para pengambil keputusan di Papua bersikukuh untuk menunjukkan bahwa angka kematian pasien COVID-19
tetap melakukan pembatasan perjalanan ditengah di Papua sangat kecil sejak pembatasan perjalanan
pandemi COVID-19. diberlakukan.

Korwa (2020) berpendapat bahwa terdapat Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 yang
ketidakpercayaan (distrust) pada kemampuan otoritas mendeskripsikan bahwa meskipun jumlah kasus positif
nasional untuk menekan laju penyebaran COVID-19 dan pasien sembuh meningkat, angka kematian sangat
sehingga mendorong para pengambil keputusan di rendah dengan trending stabil selama periode
Papua menutup akses masuk wilayah. Selain itu, ditunjukkan. Gambar 1 juga didukung oleh pernyataan
minimnya sumber daya (professional) dan infrastruktur dr. Silwanus Sumule – Juru Bicara Tim Gugus Tugas
kesehatan di Papua juga menjadi pertimbangan krusial Percepatan Penanganan COVID-19 Papua bahwa per 25
terkait pembatasan perjalanan (Mawel & Mambor, Mei angka kematian 11 orang atau hanya 1,7% (Seputar
2020). Dalam konteks ini, penulis berpendapat bahwa Papua, 2020). Dengan kata lain, pemerintah Papua telah
pertimbangan demografis juga telah menjadi bagian tak mampu menekan angka kematian sebagai bagian dari
terpisahkan dari pengambilan keputusan untuk pertimbangan demografis dan tentunya diharapkan agar
pembatasan perjalanan (travel restriction) ke Papua di jumlah pasien positif COVID-19 di Papua dapat menjadi
masa pandemi COVID-19. sembuh dalam beberapa waktu ke depan.

Ada tiga variabel demografis yaitu 1) tingkat kematian;


2) tingkat kelahiran; dan 3) migrasi masuk (Hardiani,

Gambar 1. Perbandingan antara pasien meninggal dengan kasus positif dan sembuh
COVID-19 di Provinsi Papua (22 Maret - 31 Mei 2020)

900
800
700
600
500
Positif
400
Sembuh
300
Meninggal
200
100
0

Sumber: Diolah oleh penulis dari ‘Satgas Pengendalian Pencegahan Penanganan COVID-19 Provinsi Papua (2020)’

8
Jurnal Kependudukan Indonesia | Edisi Khusus Demografi dan COVID-19, Juli 2020 | 7-10

Tingkat kelahiran juga menjadi pertimbangan tersendiri 19 masuk ke Papua melalui proses migrasi dan untuk
dalam pembatasan perjalanan ke Papua. Dalam konteks memetakan persebaran transmisi lokal.
pandemi ini, Pemerintah Provinsi berusaha
memproteksi ibu hamil dan anak yang dilahirkan dari
infeksi COVID-19. Bayangkan jika banyak ibu hamil di KESIMPULAN
Papua yang terpapar wabah COVID-19? Bagaimana
nasib masa depan anak-anak generasi Papua? Tentunya Tulisan ini menganalisa kebijakan pembatasan
infeksi tersebut akan memberi kontribusi buruk dan perjalanan ke Papua di masa pandemi COVID-19 dalam
tidak menunjang angka kelahiran di Papua serta perspektif demografi. Perspektif ini digunakan untuk
mempengaruhi kesehatan anak yang dilahirkan. melihat sisi lain dalam pengambilan keputusan. Tulisan
Keseriusan pemerintah dalam mendukung tingkat ini menemukan bahwa kebijakan pembatasan perjalanan
kelahiran di tengah situasi pandemi saat ini dapat dilihat ke Papua tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor
di ibu kota Provinsi Papua – Kota Jayapura – non-demografi seperti politik, ekonomi, kesehatan,
episentrum COVID-19 dengan jumlah kasus tertinggi. tetapi juga oleh unsur-unsur demografis seperti tingkat
Seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Kota kematian, tingkat kelahiran, dan migrasi masuk.
Jayapura, dr. Ni Nyoman Sri Antari bahwa pihaknya Penulis merangkum beberapa poin penting. Pertama,
telah menyiapkan 13 Puskesmas khusus untuk angka kematian yang rendah dan relatif stabil di Papua
menerima persalinan partus normal, dan semua petugas membuktikan keberhasilan manajemen daerah melalui
medis Puskesmas juga telah dilengkapi dengan APD pembatasan perjalanan dalam mengontrol tingkat
/Alat Pelindung Diri (Suara Papua, 2020). kematian akibat COVID-19. Kedua, kesigapan
Terakhir, pembatasan perjalanan ke Papua tidak pemerintah dalam memproteksi tingkat kelahiran
terlepas dari pertimbangan arus migrasi dalam beberapa dimasa pendemi sudah cukup baik melalui penunjukkan
periode terakhir. Papua sejak lama telah menjadi beberapa Puskesmas untuk persalinan ibu hamil. Ketiga,
sasaran empuk migrant dan transmigrasi; kemudian penularan COVID-19 di Papua disebabkan oleh warga
terhenti lewat penolakan melalui Peraturan Daerah yang bepergian ke luar daerah dan juga ada resiko
Provinsi Kependudukan No. 15 Tahun 2008 dibawa oleh orang luar ketika bermigrasi ke Papua. Oleh
(Yuminarti, 2017; Pona, 2008). Namun, arus masuk- karena itu, tindakan pembatasan perjalanan merupakan
keluar orang ke wilayah Papua baik melalui darat hal yang tepat. Rekomendasi dari penulis adalah
maupun laut masih sangat gencar dengan berbagai pemerintah Papua harus terus menopang tim medis
pertimbangan. Hal inilah yang mendasari penutupan dalam proses treatment terhadap pasien positif untuk
sementara perjalanan ke Papua sebagai langkah sembuh sehingga angka kematian COVID-19 tetap
pencegahan COVID-19 dari luar Papua (imported berada dalam level rendah, dan tetap membatasi
cases). perjalanan hingga jumlah kasus mencapai titik puncak
dan menurun.
Seperti yang diketahui bahwa kasus positif di Papua
pertama kali ditemukan di Kabupaten Merauke pada 22
Maret yang memiliki riwayat perjalanan dari daerah DAFTAR PUSTAKA
terpapar COVID-19 (Aditra, 2020). Seiring
perkembangan waktu, dua cluster lainnya ditemukan – Aditra, I.P. (2020, Maret 3). Satu Pasien Covid-19 di
ditengarai beberapa masyarakat itu sebelumnya Merauke adalah Tenaga Kesehatan. Kompas.
melakukan perjalanan ke Lembang dan Gowa, dan https://regional.kompas.com/read/2020/03/22/205
ketika kembali ke Papua kemudian berinteraksi dengan 20011/satu-pasien-positif-covid-19-di-merauke-
adalah-tenaga-kesehatan
masyarakat sehingga terjadi penularan lokal
(Pemerintah Provinsi Papua, 2020). Fenomena ini Badan Pusat Statistik [BPS]. (2020). Statistik Indonesia
kemudian membuktikan bahwa perjalanan 2020.
masuk/keluar Papua perlu dihentikan sementara waktu https://www.bps.go.id/publication/2020/04/29/e9
guna mencegah resiko orang yang terjangkit COVID- 011b3155d45d70823c141f/statistik-indonesia-
2020.html

9
Pertimbangan Demografis…| Jevon E. M. Nahuway & Johni R.V. Korwa

Hasil Kesepakatan Bersama. (2020). Kesepakatan 7213/positif-covid-19-papua-kini-sudah-95-


Bersama Pencegahan, Pengendalian, dan kasus.html
Penanggulangan COVID-19 di Provinsi Papua.
Pona, L. (2008). Penduduk, otonomi khusus, dan
Hardiani, J. (2009). Dasar-dasar Teori Kependudukan. fenomena konflik di Tanah Papua. Jurnal
Jakarta: Hamada Prima. Kependudukan Indonesia, 3(l), 51–67.
https://doi.org/10.14203/jki.v3i1.163
Korwa, J. R. V. (2020). Coronavirus ( COVID-19) and
Papua1: Putting People First. Department of Seputar Papua. (2020). Mimika Urutan Pertama Jumlah
Pacific Affairs ANU In Brief 2020/15. doi: Pasien Corona Sembuh Tertinggi di Papua.
10.25911/5ec659100053b https://seputarpapua.com/view/mimika-urutan-
pertama-jumlah-pasien-corona-sembuh-tertinggi-
Mawel, B., & Mambor, V. (2020, Maret 25). Papua di-papua.html#
restricts entry as concerns mount over lack of
facilities to treat COVID-19. The Jakarta Post. Suara Papua. (2020). 8 Rumah Sakit Fokus Corona, Ibu
https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/2 Hamil Siap bersalin di Puskesmas.
5/papua-restricts-entry-as-concerns-mount-over- https://suarapapua.com/2020/05/07/8-rumah-
lack-of-facilities-to-treat-covid-19.html sakit-fokus-corona-ibu-hamil-siap-bersalin-di-
puskesmas/
Nugraheny, D. E. (2020, Maret 25). Mendagri Tak
Setuju Pemprov Papua Tutup Wilayah akibat Yuminarti, U. (2017). Kebijakan Transmigrasi dalam
Covid-19. Kompas.com. Kerangka Otonomi Khusus di Papua : Masalah dan
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/25/07 Harapan ( Transmigration Policy in the Context of
591621/mendagri-tak-setuju-pemprov-papua- Special Autonomy in Papua : Problems a nd
tutup-wilayah-akibat-covid-19 Expectations ). Jurnal Kependudukan Indonesia,
12(1), 13–24.
Pemerintah Provinsi Papua. (2020). Positif COVID-19 https://doi.org/10.14203/jki.v12i1.215
Papua Kini Sudah 95 Kasus.
https://www.papua.go.id/view-detail-berita-

10
Accelerat ing t he world's research.

Migrasi Berulang Tenaga Kerja


Migran Internasional: Kasus Pekerja
Migran Asal Desa Sukorejo Wetan,
Kabupaten Tul...
Mita Noveria

Jurnal Kependudukan Indonesia

Cite this paper Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

MIGRASI BERULANG T ENAGA KERJA MIGRAN INT ERNASIONAL: KASUS PEKERJA MIGRAN ASA…
Nurlan Nurdin

MOBILITAS PENDUDUK SEBAGAI RESPON T ERHADAP DAMPAK PERUBAHAN VARIABILITAS IKLIM : Pen…
inayah hidayat i

St rukt ur Penduduk Kabupat en Lamongan, Jawa T imur: Dampak Terhadap Ket ahanan Ekonomi Ruma…
inayah hidayat i
Migrasi Berulang Tenaga Kerja Migran Internasional: Kasus…| Mita Noveria

Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12 No. 1 Juni 2017 | 25-38

JURNAL KEPENDUDUKAN INDONESIA


p-ISSN : 1907-2902 (Print)
e-ISSN : 2502-8537 (Online)

MIGRASI BERULANG TENAGA KERJA MIGRAN INTERNASIONAL:


KASUS PEKERJA MIGRAN ASAL DESA SUKOREJO WETAN,
KABUPATEN TULUNGAGUNG

(REPEATED INTERNATIONAL LABOR MIGRATION:


THE CASE OF INDONESIAN LABOR MIGRANTS OF SUKEREJO WETAN
VILLAGE, TULUNGAGUNG DISTRICT)
Mita Noveria
Pusat Penelitian Kependudukan - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Korespondensi Penulis: mita_noveria@yahoo.com

Abstract Abstrak

Working overseas is an attempt to earn higher income Bekerja di luar negeri merupakan salah satu cara untuk
and to accumulate financial capitals to run small mendapatkan penghasilan yang lebih besar dan
enterprise in migrants’ place of origins. In fact, many mengumpulkan modal finansial untuk berwirausaha di
Indonesia returned migrants decided to re-migrate, daerah asal migran. Pada kenyataannya, banyak tenaga
either to previous countries or to new destination kerja migran Indonesia, yang telah pulang ke daerah
countries. This paper aims to assess factors that cause asal, memutuskan untuk bermigrasi kembali, baik ke
remigration of the returned labor migrants. This study negara tempat bekerja sebelumnya maupun ke negara
used quantitative and qualitative data, based on tujuan yang baru. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji
research in one of major international labor migrants faktor-faktor penyebab terjadinya migrasi berulang
sending village in Indonesia, namely Sukorejo Wetan oleh mantan tenaga kerja internasional. Studi ini
in Tulungagung District. Quantitative data was menggunakan data kuantitatif dan kualitatif pada
collected through survey on selected households, while penelitian di Desa Sukorejo Wetan, Kabupaten
qualitative data was gathered by in-depth interview, Tulungagung, salah satu desa pengirim tenaga kerja
focus group discussion (FGD), and observation. The Indonesia. Data kuantitatif diperoleh melalui survei
analysis shows four dominant factors that caused pada rumah tangga terpilih, sementara data kualitatif
returned migrants to re-migrate, namely: (1) the dikumpulkan melalui wawancara mendalam, FGD
remittances only sufficed consumption needs; (2) the (focus group discussion), dan observasi. Hasil analisis
returned migrants faced difficulties in adapting to menunjukkan empat faktor dominan yang
labor force conditions at place of origins (i.e., job menyebabkan terjadinya migrasi tenaga kerja
scarceness and low wage); (3) limited ability in internasional secara berulang, yaitu: (1) penghasilan
entrepreneurship; and (4) availability of social selama bekerja di luar negeri yang dikirim ke daerah
network that facilitates remigration. asal hanya cukup untuk kebutuhan konsumsi; (2)
mantan tenaga kerja internasional sulit beradaptasi
Keywords: International Labor Migration; Returned dengan kondisi ketenagakerjaan di daerah asal,
Migrants; Repeated Migration; Remittances terutama keterbatasan kesempatan kerja dan upah yang
rendah; (3) keterbatasan kemampuan berwirausaha;
dan (4) keberadaan jaringan sosial yang mendukung
terjadinya migrasi berulang.

Kata Kunci: Migrasi Tenaga Kerja Internasional,


Migran Kembali, Migrasi Berulang, Remitansi

25
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 25-38

PENDAHULUAN kesempatan yang lebih luas, khususnya untuk


pekerjaan-pekerjaan yang kurang atau bahkan tidak
Migrasi penduduk melewati batas wilayah negara diminati oleh tenaga kerja lokal. Sejalan dengan
dengan tujuan untuk bekerja merupakan fenomena perkembangan waktu dan di tengah globalisasi yang
kependudukan yang telah terjadi sejak lama di melanda dunia, yang antara lain ditandai dengan makin
Indonesia. Sejarah migrasi tenaga kerja asal Indonesia mudahnya perpindahan orang, barang, dan jasa
bahkan sudah dimulai sejak masa kolonial Belanda di melewati batas geografis negara, terjadi pula
abad ke-19, tepatnya pada tahun 1890. Pada saat itu, perubahan dalam fenomena migrasi TKI. TKI tidak
pemerintah kolonial Belanda mengirim tenaga kerja hanya terbatas pada mereka dengan kualifikasi rendah
asal Jawa, Madura, Sunda, dan Batak untuk (low skilled) seperti penata laksana rumah tangga dan
dipekerjakan di perkebunan di Suriname, pekerja kasar di sektor pertanian, tetapi juga pekerjaan-
menggantikan pekerja asal Afrika yang telah pekerjaan yang membutuhkan kualifikasi tinggi,
dipulangkan ke negara mereka (Badan Nasional seperti perawat dan tenaga ahli di bidang minyak dan
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia gas.
[BNP2TKI], 2011). Pengiriman (selanjutnya disebut
dengan istilah penempatan) tenaga kerja Indonesia Salah satu konsekuensi nyata dari aktivitas migrasi
(TKI) terus berlangsung setelah Indonesia merdeka adalah remitansi yang diterima oleh keluarga migran di
dengan mengalami berbagai perubahan, termasuk daerah asal mereka (McKenzie, 2006). Dalam hal ini,
pihak yang melakukan penempatan dan negara-negara remitansi merupakan salah satu sumber pendapatan
tujuan penempatan. bagi rumah tangga. Tidak hanya di tingkat rumah
tangga, remitansi juga merupakan konsekuensi nyata
Banyaknya TKI yang bekerja di luar negeri dari migrasi di tingkat yang lebih tinggi, yaitu negara.
menjadikan Indonesia dikenal sebagai salah satu Selama semester pertama (Januari-Juni) 2016 jumlah
negara sumber tenaga kerja migran internasional. remitansi yang tercatat sebesar Rp62 triliun (US$4,5
Indonesia termasuk dalam sembilan negara pengirim miliar), suatu jumlah yang cukup berarti untuk
tenaga kerja yang utama di Asia (Orbeta Jr, 2013; menopang perekonomian Indonesia (BNP2TKI, 2016).
Nguyen & Purnamasari, 2014). Data menunjukkan Di negara pengirim tenaga kerja internasional lainnya
bahwa pada tahun 2012 Indonesia mengirim sebanyak seperti Filipina, remitansi dari pekerja migran
494.609 tenaga kerja ke luar negeri (Pusat Penelitian internasionalnya di berbagai negara merupakan sumber
dan Pengembangan Informasi BNP2TKI, 2016). utama penerimaan luar negeri (Cabegin & Alba, 2014).
Jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2013 Terkait pemanfaatan remitansi, Adams Jr & Cuecuecha
menjadi 512.168 orang. Namun, selama dua tahun (2014) menyebutkan terdapat tiga kategori. Pertama,
setelahnya terjadi penurunan, yaitu 429.872 orang remitansi dipandang sebagai penghasilan rumah
(2014) dan 275.736 orang (2015). Besar kemungkinan tangga, sehingga digunakan sebagaimana layaknya
penurunan ini disebabkan oleh kebijakan moratorium pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari
pengiriman TKI, khususnya untuk penata laksana pekerjaan-pekerjaan di dalam negeri. Kedua,
rumah tangga ke negara-negara di Timur Tengah yang penerimaan remitansi dipandang sebagai penyebab
dikeluarkan oleh pemerintah pada tahun 2015. terjadinya perubahan perilaku konsumsi, dalam arti
Kebijakan tersebut diatur melalui Keputusan Menteri lebih cenderung digunakan untuk keperluan konsumtif
Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 260 Tahun daripada untuk investasi. Ketiga, remitansi dipandang
2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan sebagai penghasilan sementara (tidak kontinu) yang
Tenaga Kerja Indonesia Pada Pengguna Perseorangan digunakan untuk keperluan investasi, baik investasi
di Negara-negara Kawasan Timur Tengah. Dalam sumber daya manusia seperti pendidikan maupun
Keputusan Menteri tersebut dinyatakan 19 negara yang barang, misalnya rumah.
dilarang menjadi tujuan penempatan TKI, antara lain
Saudi Arabia, Kuwait, Oman, Qatar, dan Uni Emirat Selain untuk mendapatkan pekerjaan, migrasi tenaga
Arab. kerja ke luar negeri bertujuan untuk mengumpulkan
modal finansial yang akan digunakan untuk membuka
Migrasi tenaga kerja internasional pada umumnya usaha ekonomi setelah kembali ke daerah asal (Piracha
dilakukan karena keterbatasan kesempatan kerja di & Vadean, 2010). Penghasilan di luar negeri yang pada
dalam negeri. Perbedaan penghasilan di dalam dan di umumnya lebih besar daripada di daerah asal
luar negeri juga menjadi salah satu penyebab sebagian memungkinkan pekerja migran memiliki tabungan
penduduk usia kerja bermigrasi ke luar negeri, untuk modal menjalankan usaha ekonomi di daerah
termasuk ke negara-negara Asia (Hatton & asal (Demurger & Xu, 2011; de Haas & Fokkema,
Williamson, 2002). Ini didukung oleh ketersediaan 2011; Black, King & Tiemoko, 2003). Kenyataan ini

26
Migrasi Berulang Tenaga Kerja Migran Internasional: Kasus…| Mita Noveria

juga ditemui di antara mantan TKI di beberapa daerah menggunakan modal yang dikumpulkan selama
di Indonesia. Anwar (2013) dalam studinya di salah bekerja di luar negeri. Artikel ini ditutup dengan bagian
satu desa di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa kesimpulan.
Yogyakarta menemukan bahwa lebih dari separuh
responden yang merupakan mantan TKI menggunakan Artikel ini menggunakan data yang bersumber dari
remitansi untuk modal usaha setelah kembali ke daerah penelitian di salah satu desa sumber TKI di Kabupaten
asal. Dengan memanfaatkan penghasilan selama Tulungagung, yaitu Desa Sukorejo Wetan, Kecamatan
bekerja di luar negeri sebagai modal usaha, diharapkan Sukorejo. Daerah ini memiliki sejarah panjang migrasi
mereka tidak kembali bekerja ke luar negeri. Lebih dari tenaga kerja, yang dimulai sejak awal tahun 1980-an
itu, para mantan TKI dapat menggerakkan kegiatan (Noveria, Romdiati, Setiawan, & Malamassam, 2010).
ekonomi di daerah asal, termasuk menciptakan Di Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Tulungagung,
lapangan pekerjaan. Blitar, Kediri, dan Madiun merupakan pelopor
penempatan tenaga kerja ke luar negeri. Pada awalnya,
Dalam kenyataan, kondisi ideal seperti di atas tidak TKI asal Kabupaten Tulungagung didominasi oleh
selamanya dapat dicapai. Tidak jarang para mantan mereka yang bertujuan ke Malaysia. Namun, sejalan
TKI yang diharapkan dapat menciptakan lapangan dengan perkembangan waktu, daerah tujuan TKI
pekerjaan - paling tidak untuk mereka sendiri - terpaksa meluas ke berbagai negara lain seperti Singapura,
harus kembali melakukan migrasi ke luar negeri untuk Taiwan, dan Hongkong.
bekerja. Kegiatan migrasi ke luar negeri bahkan
dilakukan lebih dari dua kali oleh sebagian migran Data yang digunakan adalah data kuantitatif dan
yang sudah kembali ke daerah asal. Hal ini antara lain kualitatif. Data kuantitatif dikumpulkan melalui survei
karena usaha ekonomi yang dilakukan tidak dapat dengan kuesioner terstruktur terhadap 110 rumah
berkembang, yang pada gilirannya menyebabkan tangga responden, yaitu rumah tangga yang paling
habisnya modal usaha yang dimiliki. Selain itu, UU sedikit memiliki satu anggota yang sedang atau pernah
Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan bekerja di luar negeri. Pemilihan rumah tangga
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri responden dilakukan secara acak. Selanjutnya,
lebih berfokus pada pengaturan penempatan TKI di pengumpulan data kualitatif dilakukan menggunakan
luar negeri (Palmer, 2016) dan sebaliknya, kurang berbagai teknik, seperti wawancara mendalam, focus
memberi perhatian pada reintegrasi mantan TKI di group discussion (FGD), dan observasi. Wawancara
daerah asal, termasuk pada kegiatan ekonomi. mendalam dilakukan dengan 18 orang narasumber dari
Akibatnya, mereka yang tidak berhasil dalam aktivitas berbagai latar belakang, seperti mantan TKI (laki-laki
ekonomi kembali bekerja ke luar negeri untuk dan perempuan), istri TKI dan mantan TKI, orang tua
mempertahankan hidup (Anwar, 2015). TKI dan mantan TKI, pengurus Lembaga Sosial
Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang
Beranjak dari kondisi tersebut, perlu dikaji penyebab pemberdayaan TKI dan keluarganya, petugas dari
mantan TKI kembali melakukan migrasi ke luar negeri perusahaan pengerahan TKI, aparat desa dan
untuk bekerja. Artikel ini bertujuan untuk membahas kecamatan, serta pejabat dari beberapa Satuan Kerja
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya Perangkat Daerah (SKPD) di tingkat kabupaten dan
migrasi tenaga kerja Indonesia ke luar negeri secara provinsi. Selanjutnya, FGD dilakukan sebanyak 3 kali,
berulang. Artikel ini terdiri dari beberapa bagian. yaitu dengan mantan TKI laki-laki, isteri TKI, dan
Bagian pertama adalah pendahuluan, diikuti oleh suami TKI. Narasumber-narasumber tersebut dipilih
bagian kedua yang berisi tinjauan umum mengenai secara purposif, berdasarkan penguasaan mereka
migrasi tenaga kerja internasional yang menjadi terhadap data dan informasi yang akan dikumpulkan.
kerangka pikir dari tulisan ini. Bagian selanjutnya
membahas pemanfaatan remitansi oleh keluarga TKI di MIGRASI TENAGA KERJA INTERNASIONAL
daerah asal mereka. Pemanfaatan remitansi penting
dibahas karena dapat memengaruhi keinginan TKI Migrasi tenaga kerja internasional tidak ubahnya
yang telah pulang ke daerah asal untuk kembali seperti migrasi penduduk pada umumnya. Lee (1966)
melakukan migrasi internasional. Setelah membahas mengemukakan bahwa terdapat empat kelompok
remitansi, bagian selanjutnya adalah pembahasan faktor yang berperan dalam aktivitas kependudukan
mengenai faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ini, yaitu faktor yang berkaitan dengan daerah asal,
berulang TKI. Dalam bahasan ini juga disinggung faktor yang berhubungan dengan daerah tujuan, faktor
upaya-upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak hambatan antara (intervening obstacles), dan faktor
agar mantan TKI dapat bertahan hidup di daerah asal individu. Selanjutnya, Van Hear, Bakewell & Long
dengan melaksanakan usaha ekonomi (berwirausaha) (2012) menyebutkan bahwa penyebab terjadinya

27
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 25-38

migrasi dapat dikelompokkan menjadi empat. Pertama Teori lain mengenai migrasi internasional yang
adalah faktor mendasar yang memengaruhi migrasi berpijak pada tingkat makro adalah teori dual labor
(predisposing factors), antara lain perbedaan struktural market. Menurut Piore (1979 dikutip dalam Massey,
antara daerah asal dan daerah tujuan yang disebabkan dkk., 1993), migrasi internasional terjadi karena
oleh politik ekonomi makro. Faktor kedua adalah adanya kebutuhan tenaga kerja di negara-negara yang
faktor yang secara langsung menyebabkan terjadinya sudah berkembang. Faktor-faktor pendorong di daerah
migrasi (proximate factors), seperti menurunnya asal, seperti upah rendah dan tingkat pengangguran
aktivitas ekonomi/bisnis dan gangguan keamanan serta tinggi, tidak berperan dalam memengaruhi seseorang
ancaman terhadap hak-hak asasi manusia. Faktor untuk melakukan migrasi. Artinya, seseorang
ketiga adalah faktor pemicu atau yang mempercepat melakukan migrasi lebih karena motivasi untuk bekerja
terjadinya migrasi (precipitating factors). Termasuk di daerah tujuan karena permintaan tenaga di sana.
dalam faktor ini antara lain lonjakan pengangguran dan
gangguan dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, Tanpa mengabaikan beberapa teori lainnya mengenai
serta layanan sosial lainnya. Terakhir, faktor keempat migrasi internasional, kedua teori di atas cukup
adalah faktor antara (mediating factors), yaitu faktor memberikan pemahaman mengenai fenomena migrasi
yang memfasilitasi/mendukung, menghambat, tenaga kerja internasional, terutama alasan yang
mempercepat, mengurangi atau memperkuat terjadinya mendasarinya. Migrasi tenaga kerja internasional
migrasi. Ketersediaan serta kualitas sarana dan diperkirakan akan terus berlangsung selama masih
prasarana transportasi, komunikasi, dan informasi terjadi perbedaan kesempatan kerja dan upah
merupakan sebagian dari faktor keempat ini. Keempat antarnegara serta adanya permintaan tenaga kerja di
faktor tersebut berperan dan memengaruhi seseorang negara-negara maju, khususnya yang mengalami
dalam membuat keputusan untuk bermigrasi. Ada kekurangan penduduk usia produktif. Lebih lanjut,
kemungkinan faktor-faktor dominan yang proses globalisasi yang tengah melanda dunia
memengaruhi terjadinya migrasi berbeda antar- memfasilitasi terjadinya migrasi dalam jumlah yang
individu. makin meningkat dan secara geografis memperluas
negara tujuan migrasi (Czaika & de Haas, 2014).
Seperti halnya migrasi penduduk secara umum, tidak Kemajuan teknologi dan makin meluasnya jaringan
ada faktor tunggal yang menjadi penyebab terjadinya komunikasi mempermudah migrasi, misalnya dengan
migrasi tenaga kerja internasional. Teori-teori yang tersedianya informasi terkait kondisi dan kesempatan
dikemukakan oleh banyak ahli menyebutkan bahwa kerja di daerah tujuan (Constant, Nottmeyer, &
migrasi penduduk internasional dipengaruhi oleh Zimmermen, 2012). Selain itu, jaringan transportasi
faktor-faktor mikro dan makro. Teori neoclassical yang sudah mengglobal memudahkan orang untuk
economy mengemukakan bahwa, dalam konteks mencapai daerah tujuan migrasi dan bahkan dengan
makro, migrasi tenaga kerja internasional terjadi biaya yang lebih murah. Ditambah dengan makin
karena adanya perbedaan kesempatan kerja serta luasnya jaringan sosial, misalnya keberadaan diaspora
gaji/upah antara negara pengirim dan penerima di berbagai negara, memudahkan orang untuk pindah
(Massey dkk., 1993; de Haas, 2008). Oleh sebab itu, ke berbagai negara (The Global Comission on
terjadi aliran migrasi tenaga kerja dari berbagai negara International Migration, 2005). Sebagai
dengan upah rendah ke negara-negara berupah tinggi, konsekuensinya, arus migrasi internasional semakin
dengan tujuan untuk memaksimalkan pendapatan. tidak terbendung.
Selanjutnya, menurut teori ini, di tingkat mikro,
migrasi internasional merupakan wujud dari investasi REMITANSI: SALAH SATU KONSEKUENSI
modal manusia. Dalam konteks ini, migrasi NYATA DARI MIGRASI TENAGA KERJA
internasional dilandasi oleh keinginan untuk INTERNASIONAL
menggunakan kemampuan dan keterampilan secara
lebih produktif di daerah tujuan. Namun demikian, Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal
untuk melakukan migrasi juga diperlukan modal tulisan ini, salah satu konsekuensi nyata dari migrasi
finansial untuk biaya perjalanan dan memenuhi tenaga kerja, termasuk yang melintasi batas negara,
berbagai kebutuhan hidup sebelum mendapatkan adalah remitansi, yaitu uang yang dikirim pulang ke
pekerjaan. Selain itu, dituntut kemampuan untuk daerah asal. Remitansi berfungsi sebagai sumber
menyesuaikan diri dengan kehidupan yang baru di pendapatan bagi keluarga yang ditinggalkan
daerah tujuan, termasuk bahasa dan budaya serta (Bodvarsson & Van den Berg, 2013; Dustmann &
beradaptasi dengan pasar kerja yang baru (Massey Mestres, 2008; Dustmann, 1997). Dalam studinya di
dkk., 1993). Maroko, de Haas (2006) menemukan bahwa remitansi
yang berasal dari migran internasional berkontribusi

28
Migrasi Berulang Tenaga Kerja Migran Internasional: Kasus…| Mita Noveria

sekitar 53-59 persen terhadap pendapatan rumah Menurut data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,
tangga mereka di daerah asal. Selain sebagai sumber remitansi yang diterima dari TKI di berbagai negara
pendapatan, remitansi merupakan tabungan (Dustmann pada tahun 2016 berjumlah US$8,86 juta. Meskipun
& Mestres, 2008) yang akan dimanfaatkan setelah mengalami penurunan dari tahun 2015 (US$9,42 juta),
migran kembali ke daerah asal, antara lain untuk jumlah ini lebih besar dibanding beberapa tahun
menjalankan kegiatan ekonomi, selain yang telah sebelumnya, yaitu sebesar US$8,44 juta (2014),
digunakan untuk membeli aset-aset produktif seperti US$7,42 juta (2013), US$7,02 juta (2012), dan
lahan pertanian. US$6,74 juta (2011) (Bank Indonesia, tanpa tahun-a).
Besar kemungkinan jumlah tersebut lebih sedikit
Remitansi yang dikirim ke daerah asal berperan pula dibandingkan dengan remitansi yang sesungguhnya.
dalam mengurangi kemiskinan (de Haas, 2006; Adam Jumlah yang tercatat di Bank Indonesia adalah
Jr & Page, 2005) dan meningkatkan taraf kehidupan remitansi yang dikirim melalui lembaga keuangan
migran dan keluarganya. Adam Jr & Page melakukan resmi, seperti bank. Dalam kenyataannya, banyak TKI
analisis dampak remitansi dari migran internasional yang mengirimkan remitansi melalui cara lain,
terhadap penurunan kemiskinan di negara penerima, terutama dengan menitipkan kepada TKI yang pulang
mencakup 71 negara berkembang di berbagai belahan kampung atau membawa sendiri tabungan selama
dunia, seperti Afrika Utara, Sub-Sahara Afrika, bekerja di luar negeri dalam bentuk uang tunai ketika
Amerika Latin, Asia Selatan, Asia Timur, termasuk mereka kembali ke daerah asal. Hal ini tidak hanya
Indonesia. Hasil analisis panel data 1 memperlihatkan terjadi di antara TKI, tetapi juga tenaga kerja
bahwa peningkatan remitansi sebesar 10 persen internasional dari berbagai negara lainnya (Adam Jr &
menyebabkan penurunan proporsi penduduk yang Page, 2005; Bodvarsson & Van den Berg, 2013).
hidup dengan pendapatan di bawah US$1 per hari
sebesar 2,1 persen. Selanjutnya, peningkatan 10 persen Secara keseluruhan jumlah remitansi yang dikirim oleh
pendapatan negara yang berasal dari remitansi TKI di berbagai negara jauh lebih besar daripada
berakibat pada penurunan proporsi penduduk miskin remitansi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia.
sebesar 3,5 persen (Adam Jr & Page, 2005). Data Bank Indonesia memperlihatkan bahwa remitansi
tenaga kerja asing sebesar US$2,09 juta pada tahun
Dalam konteks yang lebih luas, remitansi juga menjadi 2011. Jumlah tersebut terus meningkat pada tahun-
sumber pendapatan luar negeri yang mengalami tahun berikutnya, yaitu US$2,40 juta (2012), US$2,61
peningkatan pada beberapa negara berkembang (Ratha, juta (2013), US$2,71 juta (2014), US$3,03 juta (2015),
2005). Pada tahun 2012 remitansi migran ke negara dan US$3,38 juta (2016) (Bank Indonesia, tanpa tahun-
berkembang berjumlah US$401 miliar (Ratha, 2013). b). Survei nasional mengenai tenaga kerja asing di
Filipina, salah satu negara pengirim tenaga kerja Indonesia (National Survey on Foreign Workers in
migran yang dominan di Asia Tenggara, misalnya, Indonesia) yang dilakukan oleh Bank Indonesia
menerima remitansi dengan jumlah lebih dari US$20 menemukan bahwa sekitar 36 persen tenaga kerja asing
milyar pada tahun 2009 (Bodvarsson & Van den Berg, dari negara-negara di ASEAN mengirim remitansi
2013). Di banyak negara berkembang, lebih dari 20 sebesar Rp10 juta-Rp25 juta per bulan. Selanjutnya, 28
persen GDP berasal dari remitansi tenaga kerja di luar persen mengirim sebesar Rp25 juta-Rp50 juta dan 11
negeri (United Nations Conference on Trade and persen mengirim sebanyak Rp50 juta-Rp75 juta.
Development [UNCTAD], 2011). Oleh karena itu, Tenaga kerja asal Amerika Serikat mengirim remitansi
remitansi tidak hanya bermanfaat untuk kelangsungan dalam jumlah yang jauh lebih besar. Survei tersebut
hidup tenaga kerja migran dan keluarganya, tetapi juga menemukan sebanyak 56 persen tenaga kerja asal
bagi daerah asal mereka karena dapat digunakan untuk negara ini mengirim remitansi rata-rata sebesar Rp10
pembiayaan pembangunan. Terlebih lagi jika setelah juta-Rp25 juta per bulan. Selanjutnya, 22 persen
kembali tinggal di daerah asal mantan migran mengirim sebesar Rp25 juta-Rp50 juta. Hanya sekitar
melakukan usaha ekonomi yang dapat menciptakan 11 persen yang mengirimkan remitansi di bawah Rp10
lapangan kerja bagi penduduk di sekitarnya. Ini secara juta (Bank Indonesia, 2010).
tidak langsung dapat menggerakkan roda
perekonomian.

1
Panel data yang digunakan berasal dari tahun yang jumlah remitansi dari TKI yang diterima Indonesia sebesar
berbeda-beda, berkisar antara tahun 1985-1998, sesuai US$86, US$346, US$796, dan US$959 juta secara
dengan ketersediaan data di masing-masing negara. Untuk berturut-turut.
Indonesia, data yang digunakan adalah data tahun 1987,
1993, 1996, dan 1998. Dalam empat tahun tersebut,

29
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 25-38

PENGGUNAAN REMITANSI OLEH TKI DAN (McKenzie & Menjivar, 2011). Studi di tiga provinsi
KELUARGANYA lain di Indonesia, yaitu Jawa Barat, Kalimantan Timur,
dan Riau juga memperlihatkan hal yang sama. Lebih
Pada bagian sebelumnya telah dibahas kategori dari separuh rumah tangga migran di ketiga provinsi
penggunaan remitansi di antara migran dan tersebut menggunakan remitansi untuk memenuhi
keluarganya. Penggunaan remitansi ditentukan oleh kebutuhan sehari-hari (Romdiati dkk., 2002; Raharto
pandangan TKI dan keluarganya terhadap uang yang dkk., 2013). Studi-studi tersebut mengonfirmasi
dikirimkan ke daerah asal. Salah satu diantaranya argumen yang menyatakan bahwa remitansi sebagai
adalah penghasilan selama bekerja di luar negeri pekerja migran internasional dipandang dan
dipandang dan diperlakukan sama dengan penghasilan diperlakukan sama dengan pendapatan di dalam negeri,
yang bersumber dari pekerjaan di daerah asal (di dalam khususnya di daerah asal.
negeri) (Adams Jr & Cuecuecha, 2014).
Tabel 1. Distribusi Rumah Tangga Responden Menurut
Studi mengenai penggunaan remitansi oleh para Pemanfaatan Remitansi (%)
migran dan keluarganya telah dilakukan di berbagai Penggunaan
Jenis Penggunaan Jumlah
negara (Arifuzzaman, Al Mamun, Chowdhury, & Remitansi
Remitansi
(N = 118)
Dewri, 2015; McKenzie & Menjivar, 2011; Dustmann Ya Tidak
Kebutuhan sehari-hari 84,5 15,5 100,0
& Mestres, 2008; Abazi & Mema, 2007; Romdiati,
Pendidikan 51,8 48,2 100,0
Noveria, & Bandiyono, 2002; Raharto dkk., 2013). Kesehatan 25,5 74,5 100,0
Secara umum terdapat kesamaan dalam hasil studi Pembangunan/renovasi 49,1 50,9 100,0
tersebut, yaitu remitansi dimanfaatkan untuk rumah
mendukung kehidupan keluarga yang ditinggalkan di Pembelian kendaraan 51,8 48,2 100,0
Usaha produktif 11,8 88,2 100,0
daerah asal. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Lainnya3 11,8 88,2 100,0
ditemukan kenyataan bahwa penggunaan remitansi Sumber: Data primer
yang paling dominan adalah untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Ini juga ditunjukkan oleh Selain untuk memenuhi kebutuhan dasar, penggunaan
hasil penelitian di Desa Sukorejo Wetan. Dari seluruh remitansi yang relatif besar adalah untuk keperluan
keluarga TKI yang menjadi responden penelitian, konsumtif, yaitu membeli kendaraan. Dua
sekitar 84,5 persen menggunakan remitansi untuk kemungkinan dapat menjelaskan pilihan ini. Pertama,
memenuhi kebutuhan sehari-hari seluruh anggota kendaraan memang sangat diperlukan oleh rumah
rumah tangga2 (Tabel 1). tangga untuk transportasi, sehingga dapat dipandang
sebagai kebutuhan pokok. Kedua, membeli kendaraan
Berdasarkan temuan penelitian di atas, jelas terlihat merupakan upaya untuk meningkatkan status sosial
bahwa tujuan TKI bekerja di luar masih didominasi rumah tangga di masyarakat. Ini didasari anggapan di
untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam rangka kalangan penduduk Desa Sukorejo Wetan bahwa
mempertahankan hidup. Kenyataan yang sama juga indikator keberhasilan sebagai TKI adalah kepemilikan
ditemukan di antara keluarga migran internasional di kendaraan bermotor (wawancara dengan beberapa
negara lain. Di Albania, misalnya, studi Abazi & narasumber di lokasi penelitian). Bagi TKI yang belum
Mema (2007) menemukan bahwa penggunaan utama menikah, membeli kendaraan bermotor bahkan
remitansi adalah untuk konsumsi, diikuti dengan biaya menjadi prioritas utama penggunaan remitansi, di
pendidikan anak-anak. Lebih lanjut, di kalangan samping berbagai barang konsumtif lainnya, seperti
perempuan Honduras yang ditinggalkan suami atau telepon genggam. Hal ini dikemukakan oleh
anak-anak mereka untuk bekerja ke luar negeri, narasumber yang diwawancarai dalam penelitian,
penggunaan remitansi dipandang sebagai upaya untuk seperti petikan wawancara berikut.
memperbaiki gizi anggota rumah tangga, membeli
pakaian baru, dan membiayai pendidikan anak-anak

2
Kepada seluruh responden ditanyakan penggunaan rumah tangga yang bekerja di luar negeri digunakan
remitansi untuk berbagai keperluan, yaitu memenuhi untuk berbagai keperluan, dengan proporsi yang sesuai
kebutuhan sehari-hari, pendidikan, kesehatan, dengan kebutuhan rumah tangga. Responden diminta
membangun/merenovasi rumah, membeli kendaraan, menjawab “ya” atau “tidak” untuk setiap kebutuhan.
usaha produktif, dan penggunaan lainnya, seperti untuk 3
Diantaranya adalah sumbangan untuk acara sosial
keperluan sosial kemasyarakatan dan keagamaan. Ini
kemasyarakatan dan keagamaan.
dilakukan dengan pertimbangan bahwa sangat kecil
kemungkinan remitansi digunakan hanya untuk satu
keperluan. Artinya, uang yang diterima dari anggota

30
Migrasi Berulang Tenaga Kerja Migran Internasional: Kasus…| Mita Noveria

“Hasil dari Malaysia saya buat beli motor, untuk bangun rumah, buat makan saja
kalau ndak gitu mana bisa saya punya motor. susah…” (Bapak AM, mantan TKI di
Nanti kalau butuh uang motor bisa dijual. Malaysia)
Dulu waktu berangkat ke Malaysia yang
terakhir saya juga jual motor untuk bayar Kondisi yang sama juga ditemui di antara tenaga kerja
ongkos berangkat…” (Bapak EW, mantan migran di negara lain, misalnya di Albania. Salah
TKI di Malaysia yang masih berkeinginan seorang perempuan yang ditinggalkan suaminya untuk
untuk kembali bekerja di negara tetangga
bekerja di luar negeri mengatakan bahwa alasan utama
tersebut)
suaminya bermigrasi adalah untuk memperbaiki
“Menjadi TKI itu supaya bisa punya apa-apa. rumah, termasuk membangun dapur baru dan ruangan
TKI sukses kalau bisa bikin rumah, beli untuk anak-anak (McKenzie & Menjivar, 2011). Hal
sepeda motor, punya simpanan hewan dan ini sejalan dengan kutipan wawancara dengan Bapak
tanah, punya tabungan. Kalau sudah punya AM di atas, bahwa hanya dengan bekerja di luar negeri
tabungan kan bisa buat beli apa-apa, kalau mereka bisa memiliki rumah dengan kondisi yang lebih
baru-baru jadi TKI hasilnya buat beli tanah baik.
untuk bangun rumah.” (Bapak IR, mantan
TKI di Malaysia dan membuka usaha di Desa Kontras dengan semua kebutuhan di atas, proporsi
Sukorejo Wetan)
rumah tangga responden yang menggunakan remitansi
untuk usaha produktif merupakan yang paling kecil.
Hal yang cukup menggembirakan dari penggunaan
Padahal, ini sangat penting untuk kelangsungan hidup
remitansi adalah cukup besar proporsi rumah tangga
rumah tangga, terutama pada saat mereka sudah tidak
responden yang memanfaatkan remitansi untuk
lagi bekerja di luar negeri. Kepemilikan usaha
kebutuhan pendidikan anak-anak. Ini dilandasi oleh
produktif memungkinkan mereka memperoleh
kesadaran bahwa pendidikan sangat penting bagi
penghasilan yang berkesinambungan, sehingga tidak
kehidupan anak-anak di masa depan. Berdasarkan
perlu kembali bermigrasi ke luar negeri untuk bekerja.
wawancara di lokasi penelitian diketahui bahwa
Jika dikaitkan dengan kutipan wawancara dengan
banyak orang tua yang sudah menyadari pentingnya
Bapak IR di atas, tampaknya hal tersebut tidak berlaku
pendidikan untuk menentukan pekerjaan anak-anak
bagi kebanyakan migran. Ada kemungkinan
mereka kelak. Dikatakan pula bahwa dengan
kepemilikan aset/usaha produktif tidak menjadi
pendidikan yang tinggi, anak-anak bisa memperoleh
prioritas utama dan sebaliknya, kepemilikan kendaraan
pekerjaan yang memungkinkan mereka bisa
bermotor dan ‘rumah batu’ menjadi lebih penting di
memperoleh penghasilan yang cukup untuk membiayai
antara mantan TKI dan keluarganya. Kemungkinan
hidup di masa depan.
lain, remitansi yang diterima baru cukup untuk
memenuhi keperluan sehari-hari, membeli kendaraan
Membangun/merenovasi rumah juga mendapat
bermotor, dan membangun/merenovasi rumah. Setelah
prioritas dalam penggunaan remitansi. Hal ini terlihat
semua kebutuhan tersebut tercukupi, baru mereka
dari perbedaan presentase yang sangat kecil antara
memberi perhatian pada usaha produktif.
penggunaan untuk membangun/merenovasi rumah dan
membeli kendaraan bermotor serta pendidikan anak-
Fenomena di atas tampaknya tidak hanya tipikal daerah
anak. Memiliki rumah berdinding tembok dan lantai
penelitian. Di beberapa daerah lainnya di Indonesia dan
keramik (penduduk setempat menyebutnya dengan
bahkan di luar negeri juga ditemui hal yang serupa.
istilah magrong-magrong = megah) merupakan salah
Studi Romdiati dkk. (2002) menemukan hanya satu
satu keinginan yang bagi sebagian orang tidak bisa
persen rumah tangga migran di Jawa Barat dan Riau
dipenuhi tanpa bekerja ke luar negeri. Penghasilan
serta 10 persen di Kalimantan Timur yang
lebih besar yang bisa diperoleh dengan menjadi TKI
menggunakan remitansi untuk modal usaha.
diharapkan dapat mewujudkan keinginan tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keinginan
Penggunaan remitansi untuk memenuhi kebutuhan
untuk memiliki ‘rumah batu’ menjadi salah satu alasan
anggota rumah tangga pada umumnya ditemui di
yang mendasari aktivitas migrasi internasional untuk
antara TKI yang berstatus sebagai kepala rumah tangga
bekerja. Ini dikemukakan oleh salah seorang
atau istrinya. Bagi TKI yang berstatus anak, terutama
narasumber, seperti dalam kutipan berikut.
yang belum menikah, penghasilan selama bekerja di
luar negeri cenderung dimanfaatkan untuk kepentingan
“Saya pergi ke Malaysia supaya bisa bikin
rumah gedung seperti orang lain. Pokoknya sendiri. Keluarga yang ditinggalkan di daerah asal
kalau orang punya rumah gedung, saya juga jarang menikmati hasil kerja mereka di luar negeri. Hal
kepingin punya yang seperti orang. Kalau ini dikemukakan oleh narasumber, seperti kutipan-
terus-terus di kampung hasil kerja ndak bisa kutipan berikut.

31
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 25-38

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Frekuensi Bekerja


“Anak saya itu sudah beberapa tahun kerja ke Luar Negeri dan Jenis Kelamin (%)
nukang di Malaysia, tapi ndak ada hasil,
ndak pernah kirim uang pulang. Paling cuma
Frekuensi
telpon, tanya “waras” (menanyakan kondisi Laki-laki +
Bekerja ke Laki-laki Perempuan
kesehatan). Uangnya dipakai sendiri buat Perempuan
Luar Negeri
happy-happy.” (Bapak Pr, ayah TKI laki-laki
1 kali 16,2 28,0 21,2
yang bekerja di Malaysia dan belum
2-3 kali 27,9 64,0 43,2
menikah)
4 kali dan lebih 55,9 8,0 35,6
“Kalau saya, gaji ya habis buat senang- Jumlah 100,0 100,0 100,0
senang, beli pakaian, buat melancong. Hari (N) (68) (50) (118)
Minggu kan kita libur, terus pergi jalan lah.” Sumber: Data primer
(Bapak Mj, mantan TKI yang belum menikah
ketika menjadi TKI) Remitansi hanya cukup memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan konsumtif
Berdasarkan pembahasan di atas jelas terlihat bahwa
penggunaan remitansi masih didominasi untuk Jika mengacu pada penggunaan remitansi, sebagian
pemenuhan kebutuhan primer (konsumsi dan rumah) besar hasil bekerja di luar negeri dihabiskan untuk
dan kebutuhan-kebutuhan lain yang bersifat konsumtif. memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan
Penggunaan untuk usaha produktif, termasuk investasi, konsumtif lainnya. Hal ini terutama terjadi pada rumah
masih terbatas dan hanya dilakukan oleh sebagian kecil tangga yang hanya mengandalkan remitansi sebagai
migran yang mempunyai rencana terkait pekerjaan sumber nafkah. Artinya, tidak ada penghasilan lain
setelah kembali ke daerah asal, yaitu melakukan usaha yang diperoleh dari anggota rumah tangga yang tinggal
ekonomi secara mandiri dengan modal hasil bekerja di di daerah asal. Oleh karena itu, dapat dimaklumi jika
luar negeri. kebutuhan sehari-hari dipenuhi dengan menggunakan
remitansi, seperti yang dikemukakan oleh seorang
MIGRASI BERULANG TKI: FAKTOR-FAKTOR narasumber dalam kutipan berikut.
PENYEBAB
“Uang itu buat kebutuhan sehari-hari, untuk
Menjadi TKI berulang merupakan fenomena yang makan, untuk anak sekolah, terus lebihnya
biasa ditemui di daerah-daerah pengirim tenaga kerja ditabung lah. Jumlah tabungan ya ndak mesti
migran internasional. Ini didukung oleh data hasil sama tiap bulan. Kan kebutuhan tiap bulan
penelitian yang menunjukkan bahwa proporsi terbesar berbeda-beda, ndak sama…” (Ibu Sn, istri
dari responden adalah mereka yang pernah bekerja ke TKI yang bekerja di Saudi Arabia)
luar negeri sebanyak 2-3 kali (Tabel 2). Jika
dibandingkan menurut jenis kelamin, proporsi laki-laki Selain kebutuhan konsumsi rumah tangga, kebiasaan
yang sudah 4 kali atau lebih bekerja ke luar negeri jauh penduduk setempat dalam kehidupan bemasyarakat
lebih besar dibanding perempuan. Sebaliknya, menjadi salah satu sumber pengeluaran rumah tangga
perempuan mendominasi mereka yang bekerja ke luar migran yang dipenuhi dengan menggunakan remitansi.
negeri sebanyak 2-3 kali. Kebiasaaan tersebut dikenal dengan istilah mbecek 4 ,
yaitu memberi sumbangan pada acara-acara
Frekuensi kepergian ke luar negeri yang relatif tinggi pernikahan, sunatan, menjenguk anak yang lahir,
dimungkinkan oleh berbagai faktor, diantaranya melayat, dan selamatan membangun rumah. Menurut
berhubungan dengan kondisi di daerah asal dan terkait beberapa narasumber yang diwawancarai dalam
dengan negara tujuan. penelitian ini, kebiasaan mbecek sudah berlangsung
sejak lama dan ada rasa “malu pada diri sendiri” atau
“merasa ada hutang” jika tidak mbecek pada orang-
orang yang menyelenggarakan hajatan. Pengeluaran
untuk kepentingan tersebut semakin besar pada waktu-
waktu tertentu, misalnya pada saat acara pernikahan
sering dilaksanakan oleh penduduk desa. Kebutuhan

4
Sumbangan yang diberikan biasanya terdiri dari 2 kg beras,
1-1,5 kg gula, dan uang dengan jumlah paling sedikit
Rp5.000,00.

32
Migrasi Berulang Tenaga Kerja Migran Internasional: Kasus…| Mita Noveria

untuk mbecek tidak jarang menghabiskan penghasilan “Pingin kembali ke Taiwan, di rumah itu
dalam jumlah relatif besar, bahkan bisa dua kali lebih cuma diam ndak bisa dapat duit…ndak ada
besar dari pengeluaran rumah tangga sehari-hari kerja. Ini lagi nunggu, sudah proses mau
(wawancara dengan seorang narasumber).5 berangkat lagi ke Taiwan sama PT-nya pak D
(seorang yang bekerja merekrut TKI)… bukan
karena sepi tapi ndak ada kerja.” (Nr,
Kondisi di atas menyebabkan TKI dan keluarganya seorang gadis mantan TKI perawat orang tua
hanya memiliki sisa uang/tabungan yang terbatas. di Taiwan)
Padahal tabungan ini antara lain dapat digunakan untuk
membuka usaha ekonomi yang dapat menjadi sumber Selain kesempatan kerja yang terbatas, perbedaan upah
penghasilan di daerah asal. Oleh karena itu, kembali antara di daerah asal dan di luar negeri menjadi faktor
menjadi TKI menjadi pilihan rasional agar mereka bisa penarik mantan TKI untuk kembali melakukan
memperoleh penghasilan untuk membiayai kehidupan migrasi, khususnya ke negara tempat mereka biasa
seluruh anggota rumah tangga. Salah seorang istri TKI bekerja. Ini sejalan dengan berbagai teori tentang
(Ibu Is) yang diwawancarai dalam penelitian ini migrasi internasional seperti yang telah dikemukakan
mengemukakan bahwa suaminya akan terus bekerja sebelumnya. Kebiasaan menerima gaji dalam jumlah
sebagai TKI sampai mereka memiliki tabungan yang lebih besar di luar negeri menyebabkan mantan TKI
cukup untuk digunakan sebagai modal usaha. mengalami kesulitan beradaptasi dengan upah di dalam
negeri. Akibatnya, bermigrasi kembali menjadi pilihan
Kesulitan beradaptasi kembali dengan daerah asal: bagi mereka untuk memperoleh penghasilan yang lebih
kesempatan kerja terbatas dan upah rendah besar, sebagaimana dikemukakan oleh seorang
narasumber dalam kutipan berikut.
Setelah kembali ke daerah asal, mantan TKI harus
menyesuaikan kembali hidup mereka dengan kondisi “Jadi tukang di kampung hasilnya ndak
di daerah setempat. Hal ini akan dirasakan sulit seberapa, kalau di Malaysia kuli saja bisa
terutama bagi mereka yang sudah bekerja di luar negeri dapat seratus ribu sehari. Kalau ngandalin
dalam waktu lama. Salah satu penyesuaian yang harus kerja nukang di rumah sulit, lebih baik pergi
mereka lakukan adalah hidup di tengah keterbatasan ke Malaysia lagi kerja ngumpul duit.” (Bapak
kesempatan kerja dan bekerja dengan upah yang lebih N, mantan TKI di Malaysia)
rendah dibandingkan dengan yang mereka terima di
negara tempat bekerja sebelumnya. Dari wawancara dengan beberapa narasumber di atas,
permasalahan klasik berupa keterbatasan kesempatan
Keterbatasan kesempatan kerja di daerah asal kerja serta perbedaan upah dengan negara lain masih
merupakan salah satu faktor pendorong sebagian menjadi faktor yang memengaruhi keputusan untuk
tenaga kerja asal Desa Sukorejo Wetan untuk bekerja bekerja ke luar negeri. Hal ini lebih berpengaruh pada
di luar negeri. Alasan yang sama juga berlaku bagi mereka yang sudah punya pengalaman bekerja di luar
mereka yang sudah kembali namun mengalami negeri. Bahkan ada diantaranya yang berkali-kali
kesulitan untuk bekerja di daerah asal. Hal ini bekerja ke luar negeri dan baru menetap lagi di
dikemukakan oleh beberapa narasumber seperti terlihat kampung setelah kemampuan fisiknya menurun,
dalam kutipan-kutipan berikut. sebagaimana kutipan wawancara berikut.

“Kalau di rumah banyak nganggurnya, “Kita ya sudah ndak bisa kerja lagi, sudah
jarang ada kerja. Lama-lama kan ndak betah, remuk ini badan. Kerja tukang itu berat, perlu
jadinya ingat terus di Malaysia, setiap hari tenaga… Sudah lama saya kerja jadi tukang,
ada kerja. Kalau di rumah bengong, di sekarang sudah ndak kuat, gantian istri yang
Malaysia sehari itu sudah dapat berapa kerja ke Malaysia… Kalau ada orang yang
ringgit. Saya rencana mau kembali, bos yang nyuruh kerja ya bisa punya uang, kalau ndak
lama sudah tanya kapan mau balik… karena ada ya ndak punya uang, tunggu kiriman istri.
ekonomi, bukan tidak betah di kampung Ndak punya uang ya utang dulu sama
karena pekerjaan di sini susah…” (Bapak tetangga.” (Bapak Sn, mantan TKI di
HP, mantan TKI di Malaysia) Malaysia).

5
Pengeluaran untuk kebutuhan sosial yang besar juga kegiatan tersebut (Raharto dkk., 2013). Meskipun keluarga
dialami oleh keluarga TKI di daerah lain. Di Indramayu, yang punya hajat akan memperoleh sumbangan dari orang-
umpamanya, penyelenggaraan hajatan seperti perayaan orang yang datang, tetap saja diperlukan biaya yang besar
sunatan anak memerlukan biaya yang besar dan adakalanya untuk menyelenggarakannya.
mendorong orang tua (laki-laki atau perempuan) untuk
bekerja ke luar negeri guna memperoleh uang untuk

33
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 25-38

Pernyataan Bapak Sn makin memperkuat kenyataan Sebenarnya sudah ada upaya untuk memberdayakan
bahwa bekerja ke luar negeri lebih menjadi pilihan migran purna dengan memberikan keterampilan untuk
dibanding di dalam negeri. Alasan penghasilan lebih berusaha, seperti yang dilakukan oleh LSM Pr.
besar yang diperoleh di luar negeri sehingga menarik Kegiatan peningkatan keterampilan yang dilakukan
mantan TKI untuk bermigrasi kembali juga ditemukan antara lain berupa pelatihan membuat bordir, beternak
di berbagai daerah lain, yaitu di beberapa daerah kambing, dan tata boga. Pelaksanaan pelatihan
pengirim migran Provinsi Jawa Barat dan Kalimantan membuat bordir khususnya difasilitasi oleh pemerintah
Timur serta daerah transit di Provinsi Riau (Romdiati (wawancara dengan bapak Z, pengurus LSM Pr).
dkk., 2002). Dengan demikian, selama masih terdapat
perbedaan upah antara di daerah asal dan di negara Dalam pelaksanaan kegiatannya, LSM Pr membentuk
tujuan, migrasi kembali tenaga kerja migran tidak kelompok-kelompok sesuai dengan aktivitas yang
dapat dihindarkan. menjadi minat para peserta. Kegiatan pelatihan
dilakukan dalam kelompok. Selain kegiatan
Keterbatasan kemampuan untuk berwirausaha peningkatan keterampilan, diadakan pertemuan rutin
anggota kelompok yang diselenggarakan setiap satu
Idealnya, bekerja ke luar negeri merupakan atau dua bulan. Dalam pertemuan yang dilaksanakan
kesempatan untuk mengumpulkan modal finansial para anggota kelompok berbagi pengetahuan dan
karena bisa memperoleh penghasilan yang lebih besar. informasi, yang pada gilirannya meningkatkan
Modal tersebut selanjutnya digunakan untuk membuka kemampuan mereka untuk mengelola usaha ekonomi.
usaha ekonomi yang memungkinkan mereka tidak lagi
bermigrasi ke luar negeri untuk bekerja. Praktik ini Masih dalam konteks pemberdayaan untuk
sudah dilaksanakan oleh mantan migran di beberapa melaksanakan kegiatan ekonomi produktif, pemerintah
daerah lain seperti di Kabupaten Sleman, DI daerah, melalui UPT P3TKI (Unit Pelaksana Teknis
Yogyakarta (Anwar, 2015). Sedangkan Demurger & Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Xu (2011) menemukan bahwa di salah satu perdesaan Kerja Indonesia) Provinsi Jawa Timur juga telah
Cina mantan migran lebih memilih untuk menjadi membekali mantan TKI dengan berbagai pelatihan
wiraswasta dengan melakukan berbagai usaha keterampilan. Pelatihan yang telah dilaksanakan adalah
ekonomi menggunakan modal yang berasal dari membuat kue, yang kemudian diikuti dengan
penghasilan selama bekerja di perkotaan dibandingkan pemberian stimulan berupa peralatan memasak, yaitu
dengan nonmigran. blender, mikser, timbangan makanan, dan oven.
Peserta kegiatan berasal dari seluruh kabupaten di
Beberapa mantan TKI di lokasi penelitian sebenarnya Provinsi Jawa Timur dan seleksinya diserahkan pada
sudah melakukan usaha ekonomi mandiri pihak kabupaten, dengan persyaratan tidak
(berwirausaha) agar tidak tergantung pada ketersediaan berkeinginan untuk kembali bekerja ke luar negeri.
kesempatan kerja. Namun demikian, sebagian usaha Kegiatan ini dilaksanakan dengan anggaran yang
tersebut tidak bertahan lama karena berbagai alasan. berasal dari BNP2TKI (wawancara dengan pegawai
Pertama, banyak di antara mereka melakukan usaha UPT P3TKI Provinsi Jawa Timur). Namun sayangnya,
yang sama, kemungkinan karena tidak bisa memilih mereka yang mempunyai kesempatan untuk mengikuti
alternatif usaha yang lain. Kegiatan ekonomi yang pelatihan sangat terbatas karena keterbatasan dana
paling banyak dilakukan adalah membuka warung untuk itu. Selain itu, kegiatan pelatihan yang dilakukan
dengan menjual berbagai kebutuhan sehari-hari hanya terbatas pada keterampilan membuat kue,
(penduduk setempat menyebutnya dengan istilah sehingga mereka yang tidak berminat terhadap
pracangan). Banyaknya warung yang menjual barang kegiatan tersebut tidak mendapatkan manfaatnya.
sejenis menyebabkan persaingan dalam usaha ini
menjadi makin ketat, yang berujung pada penurunan BNP2TKI sesungguhnya mempunyai program
penjualan. Ini dikemukakan oleh salah seorang pemberdayaan bagi mantan TKI, terutama bertujuan
narasumber seperti dalam kutipan berikut. agar mereka dapat memanfaatkan remitansi untuk
kegiatan ekonomi produktif. Di salah satu desa
“Sekarang semua pada buka warung, kalau pengirim TKI di DI Yogyakarta telah diselenggarakan
dulu memang sedikit warungnya tapi lama- pelatihan bagi kelompok penduduk ini, mencakup
lama tambah banyak. Kalau terlalu banyak beberapa jenis keterampilan, mulai dari membuat
warung padahal yang beli cuma orang-orang jenis-jenis produk seperti nata de coco dan deterjen
sini saja, ya gimana…” (Bapak Su, salah
sampai dengan mengelola keuangan serta membangun
seorang tokoh masyarakat di Desa Sukorejo
Wetan) mental pengusaha (Anwar, 2015). Namun demikian,

34
Migrasi Berulang Tenaga Kerja Migran Internasional: Kasus…| Mita Noveria

lagi-lagi kegiatan tersebut tidak mencapai hasil sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang
optimal, antara lain karena terbatasnya jumlah mantan narasumber dalam kutipan berikut.
TKI yang bisa mengikuti pelatihan akibat keterbatasan
dana yang disediakan. “Beda kerja di Malaysia dan Indonesia…di
Malaysia cuma tukang saja…kalau di Jakarta
Alasan kedua yang menyebabkan tidak bertahannya ndak punya kenalan, ndak ada yang bawa,
usaha ekonomi mantan TKI adalah terbatasnya kalau di Malaysia banyak kenalan.” (Bapak
SB, mantan TKI di Malaysia)
kemampuan pengelolaan keuangan. Keterbatasan ini
menyebabkan modal yang sudah digunakan untuk
Tidak hanya jaringan sosial di luar negeri, kemudahaan
usaha tidak dapat berputar dan lama kelamaan usaha
untuk berangkat ke luar negeri juga didapatkan di
yang dijalankan menjadi bangkrut. Oleh karena itu,
daerah asal. Salah satu kemudahan itu adalah
pemberdayaan mantan TKI, termasuk untuk
keberadaan pihak yang menempatkan TKI ke luar
pengelolaan keuangan sangat diperlukan agar usaha
negeri, yaitu perusahaan swasta yang mempunyai
mereka bisa berkembang dan pada akhirnya mereka
tenaga perekrut sampai ke desa-desa. Ini memudahkan
tinggal menetap di daerah asal.
mereka yang berkeinginan untuk kembali bekerja ke
luar negeri. Jika dikaitkan dengan pendapat Van Hear
LSM Pr juga melakukan kegiatan yang bertujuan
dkk. (2012) sebagaimana yang telah dikemukakan
membantu para buruh migran dalam mengelola
sebelumnya, keberadaan faktor antara (mediating
remitansi untuk mengembangkan usaha ekonomi dan
factor) berperan dalam terjadinya migrasi berulang
juga meningkatkan kemampuan mereka dalam
tenaga kerja Indonesia, sebagaimana migrasi yang
mengelolanya. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh
dilakukan untuk pertama kali.
LSM ini adalah pelatihan pengelolaan keuangan bagi
buruh migran dan keluarganya, yang berada di bawah
KESIMPULAN
payung “Program Melek Anggaran Masyarakat”.
Program ini mencakup materi pemanfaatan remitansi
Salah satu strategi yang dilakukan sebagian TKI untuk
dan pengiriman uang kepada keluarga di daerah asal.
menyiasati keterbatasan kesempatan kerja di dalam
negeri adalah bekerja di luar negeri, khususnya negara-
Keberadaan jaringan sosial
negara maju yang mengalami kekurangan tenaga kerja.
Selain itu, perbedaan upah di negara asal dan negara
Sejalan dengan sejarah panjang migrasi internasional
tujuan berkontribusi untuk terjadinya migrasi tenaga
penduduk Desa Sukorejo Wetan (dan Kabupaten
kerja internasional. Dikarenakan berbagai faktor yang
Tulungagung secara umum), jaringan sosial penduduk
memfasilitasi aktivitas migrasi seperti kemudahan
setempat di negara tujuan, khususnya di Malaysia, juga
memperoleh beragam informasi mengenai negara
sudah kuat. Jaringan sosial ini berupa keberadaan
tujuan dan kemudahan transportasi serta komunikasi,
migran dari daerah asal yang sama, baik yang memiliki
arus migrasi tenaga kerja internasional menjadi
hubungan keluarga/kerabat dengan mantan TKI
semakin besar dengan arah yang juga makin luas.
maupun tidak. Sebagian migran dari daerah ini sudah
Fenomena migrasi internasional yang terjadi di antara
berstatus permanent resident di Malaysia, yang
tenaga kerja migran asal Indonesia mengonfirmasi
dibuktikan dengan kepemilikan IC (identity card) yang
teori-teori yang telah dikemukakan oleh banyak ahli.
dikeluarkan oleh pemerintah negara tetangga tersebut.
Tidak jarang pula di antara mereka sudah memiliki
Bekerja sebagai tenaga kerja migran di luar negeri
usaha yang mempekerjakan orang lain, misalnya
tidak hanya untuk mendapat penghasilan, yang pada
kontaktor bangunan.
kenyataannya lebih besar dibanding pendapatan
dengan pekerjaan yang sama di dalam negeri. Idealnya,
Keberadaan orang-orang yang berasal dari
kesempatan ini juga menjadi cara untuk
Tulungagung memfasilitasi mereka yang sudah pulang
mengakumulasi modal finansial melalui tabungan, baik
ke daerah asal untuk kembali menjadi TKI di Malaysia.
dari remitansi maupun tabungan di luar negeri, yang
Adakalanya keberadaan mereka menjadi jaminan
akan digunakan sebagai modal untuk membuka
untuk mendapat pekerjaan, sehingga mereka yang
kegiatan ekonomi (berwirausaha) setelah kembali ke
bekerja di sektor konstruksi, khususnya, berkeinginan
daerah asal. Hal ini terutama bagi mereka yang tidak
untuk kembali ke Malaysia. Selain itu, hal tersebut
memiliki akses memperoleh kredit untuk modal usaha.
menyebabkan TKI merasa aman karena berada di
Dengan menjadi wirausaha, para mantan migran tidak
sekitar orang-orang yang dikenal yang tidak jarang
lagi tergantung pada kesempatan kerja yang tersedia
memberi bantuan dalam memperoleh pekerjaan,
dan bahkan bisa menciptakan kesempatan kerja di
daerah asal.

35
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 25-38

Dalam kenyataannya, harapan ideal tersebut tidak ___________. (2015). Return migration and local
selamanya ditemui di daerah asal. Penelitian ini development in Indonesia. Diakses dari
menemukan sebagian mantan migran yang sudah http://www.multi-culture.co.kr/pages/board/tool/
pulang ke daerah asal melakukan migrasi kembali ke imgDown.php?file=378
luar negeri untuk bekerja. Hasil penelitian Arifuzzaman, S.M., Al Mamun, S. A., Chowdhury, N. H., &
memperlihatkan beberapa alasan dominan yang Dewri, L. V. (2015). How the remittance from
menyebabkan terjadinya fenomena ini, yaitu Bangladeshi migrant workers are being utilized at
penghasilan yang diperoleh selama bekerja di luar home? IOSR Journal of Business and Management,
negeri hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari- 17(4:III), 18-28.
hari, kesulitan mendapatkan pekerjaan di daerah asal Bank Indonesia. (2010). Report on national survey on
dan jika bekerja pun penghasilan yang diperoleh lebih foreign workers in Indonesia 2009. Diakses dari
kecil daripada di luar negeri, keterbatasan kemampuan http://www.bi.go.id/en/publikasi/lain/lainnya/Doc
dalam mengelola kegiatan ekonomi sehingga tidak uments/aacfafb73b1e46c5a691e1dfffcf9fc8Survei
dapat bertahan, serta adanya jaringan sosial yang TKAInggris.pdf
memfasilitasi migrasi kembali. Bank Indonesia. (tanpa tahun-a). Remitansi tenaga kerja
Indonesia (TKI) menurut negara penempatan
Agar dapat bekerja secara mandiri/menjadi wirausaha, [Data]. Diakses dari http://www.bi.go.id/seki/
mantan migran tidak cukup hanya dengan memiliki tabel/TABEL5_31.pdf
modal usaha. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk ___________. (tanpa tahun-b). Remitansi tenaga kerja asing
memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi (TKA) menurut negara asal [Data]. Diakses dari
mereka, mulai dari pengetahuan mengenai berbagai http://www.bi.go.id/seki/tabel/TABEL5_32.pdf
jenis usaha ekonomi yang potensial untuk dijalankan, Black, R., King, R., & Tiemoko, R. (2003, March).
produksi barang serta jasa yang unggul sesuai dengan Migration, return, small enterprise development in
kebutuhan dan selera konsumen, pemasaran produk, Ghana: A route out of poverty? (Sussex Migration
sampai dengan pengelolaan keuangan. Hal ini Working Paper No. 9). Brighton: Sussex Centre for
memungkinkan usaha mereka dapat bertahan lama. Migration Research, University of Sussex.
Bagi mereka yang tidak ingin berwirausaha, upaya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga
yang sangat diperlukan adalah penciptaan kesempatan Kerja Indonesia [BNP2TKI]. (2011, 27 Februari).
kerja disertai dengan upah yang bersaing, sehingga Sejarah Penempatan TKI Hingga BNP2TKI.
bekerja di dalam negeri, khususnya di daerah asal, Diakses dari http://www.bnp2tki.go.id/frame/9003/
menjadi pilihan yang menarik. Sejarah-Penempatan-TKI-Hingga-BNP2TKI
___________. (2016, 25 Agustus). BNP2TKI: Remitansi
DAFTAR PUSTAKA TKI Mencapai 62 Triliun. Diakses dari
http://www.bnp2tki.go.id/read/11560/BNP2TKI:-
Abazi, E., & Mema, M. (2007). The potentials of remittances Remitansi-TKI-Mencapai-Rp-62Triliun
for income generating activities leading to local
economic development in Albania: The case of Bodvarsson, O. O., & Van den Berg, H. (2013). The
Duress. Diakses dari economics of immigration: Theory and policy,
http://www.albania.iom.int/Remitance/en/Durres_ doi:10.1007/978-1-4614-2116-0
The%20potentials%20of%20remittances.pdf Cabegin, E. C. A, & Alba, M. (2014). More or less
Adams Jr, R. H., & Cuecuecha, A. (2014). Remittances, consumption? The effects of remittances on
household investment and poverty in Indonesia. Filipino household spending behavior. Dalam R. H.
Dalam R. H. Adams Jr & A. Ahsan (Ed.), Adams Jr & A. Ahsan (Ed.). Managing
Managing international migration for development International Migration for Development in East
in East Asia (hal. 29-52). Washington DC: World Asia (hal. 53-83). Washington DC: World Bank.
Bank. Constant, A. F., Nottmeyer, O., & Zimmermen, K. F. (2012).
Adams Jr, R. H., & Page, J. (2005). Do internal migration The economics of circular migration (Discussion
and remittances reduce poverty in developing Paper Series Forschungsinstitut zur Zukunft der
countries? World Development, 33(10), 1645-1669. Arbeit No. 6940). Diakses dari
http://hdl.handle.net/10419/67308
Anwar, R. P. (2013). Remittances and village development
in Indonesia: The case of former migrant workers Czaika, M. & de Haas, H. (2014). The globalization of
in South Korea from Ngoro-oro Village in migration: Has the world become more migratory?
Yogyakarta Special Region Province. Thammasat International Migration Review, 48(2), 283-285.
Review, 16, 99-119. doi:10.1111/imre.12095

36
Migrasi Berulang Tenaga Kerja Migran Internasional: Kasus…| Mita Noveria

de Haas, H. (2006). Migration, remittances and regional Noveria, M., Romdiati, H,. Setiawan, B., & Malamassam,
development in Southern Marocco. Geoforum, M. A. (2010). Pekerja migran di luar negeri:
37(4), 565-580. doi:10.1016/j.geoforum.2005.11. Dampak terhadap kehidupan dan daerah asal.
007 Manuskrip tidak diterbitkan, Pusat Penelitian
Kependudukan LIPI, Jakarta.
___________. (2008). Migration and development: A
theoretical perspective (Working Paper 9). Oxford: Orbeta Jr, A. C. (2013, Februari). Enhancing labor mobility
International Migration Institute, James Martin 21st in ASEAN: Focus on lower-skilled workers (PIDS
Century School, University of Oxford. Discussion Paper Series No. 2013-17). Makati
City: Philippine Institute for Development Studies.
de Haas, H., & Fokkema, T., (2011). The effects of
integration and transnational ties on international Palmer, W. (2016). Indonesia’s overseas labour migration
return migration intentions. Demographic programme, 1969-2010. Leiden: Koninklijke Brill.
Research, 25(24), 755-782. doi: 10.4054/DemRes.
Piracha, M., & Vadean, F. (2010). Return migration and
2011.25.24
occupational choice: Evidence from Albania.
Demurger, S., & Xu, H. (2011). Return migrants: The rise of World Development, 38(8), 1141-1155.
new enterpreneurs in rural China. World doi:10.1016/j.worlddev.2009.12.015.
Development, 39(10), 1847-1861. doi: 10.1016/
Pusat Penelitian dan Pengembangan Informasi BNP2TKI.
j.worlddev.2011.04.027
(2016). Data penempatan dan perlindungan tenaga
Dustmann, C. (1997). Return migration, uncertainty and kerja Indonesia tahun 2016. Diakses dari
precautionary savings. Journal of Development http://www.bnp2tki.go.id/uploads/data/data_08-
Economic, 52, 295-316. 02-2017_111324_Data-P2TKI_tahun_2016.pdf
Dustmann. C., & Mestres, J. (2008). Remittances and Raharto, A., Noveria, M., Romdiati, H., Fitranita,
temporary migration (Discussion Paper Series CDP Malamassam, M. A., & Hidayati, I. (2013).
No. 09.0). London: Centre for Research and Indonesian labour migration: Social cost and
Analysis of Migration, Department of Economics, families left behind. Dalam Valuing the social cost
University of College London. of migration: An exploratory study (hal.19-71).
Bangkok: UN Women.
Hatton, T., & Williamson, J. (2002). What fundamental drive
world migration? (Discussion Paper No. 458). Ratha, D. (2005, Januari). Workers’ remittances: An
Canberra: Centre for Economic Research, important and stable sources of external
Australian National University. development finance (Economics Seminar Series
Paper 9). Diakses dari http://repository.
Lee, E.S. (1966). A theory of migration. Demography, 3(1),
stcloudstate.edu/econ_seminars/9
47-57.
___________. (2013, September). The impact of remittances
Massey, D. S., Arango, J., Hugo, G., Kouaouci, A.,
on economic growth and poverty reduction (Policy
Pellegrino, A., & Taylor, J. E. (1993). Theories of
Brief No. 8). Washington DC: Migration Policy
international migration: A review and appraisal”.
Institute.
Population and Development Review, 19(3), 431-
466. Romdiati, H., Noveria, M., & Bandiyono, S. (Ed.) (2002).
Kebutuhan informasi bagi tenaga kerja migran
McKenzie, D. J. (2006). Beyond remittances: The effects of
Indonesia: Studi kasus di Propinsi Jawa Barat,
migration on Mexican households. Dalam C.
Kalimantan Timur dan Riau (Seri Penelitian PPK-
Ozden & M. Schiff (Ed.), International migration,
LIPI, No. 39/2002). Jakarta: PPK LIPI.
remittances, and the brain drain (hal. 123-147).
Washington DC: The World Bank and Palgrave The Global Comission on International Migration. (2005,
Mcmillan. Oktober). Migration in an interconnected world:
New direction for action (Report of the
McKenzie, S., & Menjivar, C. (2011). The meanings of
Commission on International Migration).
migration, remittances and gifts: Views of
Switzerland: SRO-Kundig
Honduran women who stay. Global Networks,
11(1), 63-81. doi:10.1111/j.1471-0374.2011. United Nations Conference on Trade and Development
00307.x [UNCTAD]. (2011). Impact of remittances on
poverty in developing countries. Diakses dari
Nguyen, T., & Purnamasari, R. (2014). Impact of
http://unctad.org/en/docs/ditctncd20108_en.pdf
international migration and remittances on child
outcomes and labor supply in Indonesia: How does Van Hear, N., Bakewell, O., & Long, K. (2012, Maret).
gender matter? Dalam R. H. Adams Jr & A. Ahsan Driver of migration (Migration Out of Poverty
(Ed.), Managing international migration for Research Programme Consortium Working Paper
development in East Asia (hal. 84-110). No.1). Brighton: University of Sussex.
Washington DC: World Bank.

37
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 25-38

38
PERANAN PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN TERHADAP PELESTARIAN
LINGKUNGAN HIDUP

Azizah Husin

Dosen Magister Kependudukan Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya


Jalan Padang Selasa No.524, Bukit Besar Palembang 30139

E-mail: Azizahhusin66@yahoo.co.id

ABSTRACT. The Role Population Education toward environmental conservation. The study is about existence of
education to make population have knowledge, attitude, and skill about environmental. The environmental
problems nowdays are getting worse. The demage has been happening on earth such as air pollution, the land,
and the air. Goal is to make population has good vision, and then awareness, so they make friendly relationship
with environment. Population are not treating environment an object of need of human only, but ethical
manner.

Kata-kata Kunci : Pendidikan Kependudukan, Lingkungan Hidup

PENDAHULUAN menggunakan secukupnya saja. Namun sebaliknya


ada juga yang berperilaku sampai pada perbuatan
Pendidik atau guru adalah orang yang melampaui batas dalam bentuk exploitasi besar-
digugu dan ditiru baik perkataan, sikap maupun besaran sehingga sangat merusak lingkungan.
perbuatan. Pada mereka diharapkan berperan (Keraf,2006)
serta dan memiliki komitmen, perhatian dan Alam memang menyediakan segala
kepekaan terhadap segala kondisi lingkungan kebutuhan manusia dan dapat dimanfaatkan untuk
dimana berada. Lingkungan hidup yang menopang kemaslahatan hidup manusia,. Namun alam juga
kehidupan penduduk dimana manusia berada di memiliki daya kemampuan mendukung yang lama-
planet bumi, sekarang ini menghadapi kelamaan terbatas dan suatu saat bisa menjadi
permasalahan kerusakan dan degradasi lingkungan langka dan habis (soemarwoto,2006). Hal ini sering
yang makin serius dalam berbagai aspeknya. tidak disadari atau bahkan kadangkala manusia
Kondisi lingkungan membutuhkan perhatian dari tidak peduli. Ketidak pedulian ini pada gilirannya
semua elemen penduduk. Sebagai pendidik dan akan merugikan manusia itu sendiri.
membelajarkan, guru memiliki peran yang sangat Jumlah penduduk besar dapat menyerap
strategis untuk melakukan tugas pendidikan persediaan sumberdaya yang banyak dalam waktu
khususnya di sekolah dimana tempat bertugas. cepat. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Robert
Kita semua menyadari bahwa Indonesia Thomas Malthus ( 1766-1834) terkenal sebagai
adalah Negara dengan jumlah penduduk terbesar pelopor teori kependudukan dalam tulisan A
keempat di seluruh dunia setelah Cina, India dan summary View of the Principles of Population yang
Amerika. Jumlah penduduk yang besar ini mengungkapkan bahwa jika tidak ada pengekangan,
membawa konsekwensi terhadap besarnya kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan
kebutuhan penduduk terhadap sumberdaya alam. seperti deret ukur yakni lebih cepat dari
Hal ini membawa akibat pada besarnya tingkat pertumbuhan subsisten (pangan) yang dikatakan
kerusakan lingkungan hidup karena ulah perilaku seperti deret hitung.(Rusli,2012)
manusia. Rasio antara penduduk dan lahan, ketika
penduduk bumi masih sedikit, tidak menjadi
Ketersediaan alam bagi kehidupan manusia permasalahan. Namun sekarang ini rasio penduduk
dimanfaatkan secara beragam. Keberagaman cara dan lahan berpengaruh juga dengan carriying
memanfaatkan disebabkan oleh perbedaan cara capacity khususnya kecukupan bahan pangan bagi
pandang manusia terhadap alam sehingga muncul penduduk (Brown, 1998). Memperhatikan
beragam perilaku penduduk. Ada sebagian kemampuan alam akan daya dukung itu, Meadows
penduduk memanfaatkan sumberdaya alam hanya (1980) dalam bukunya yang terkenal The Limits To
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
Grow mengemukakan bahwa perlu menjaga Besarnya jumlah penduduk
keseimbangan karena bumi kita ini terbatas. meningkat pula kebutuhan untuk tersedianya
Dengan kenyataan bahwa pertumbuhan air bersih. Air bersih merupakan kebutuhan
penduduk yang besar tidak diiringi baiknya kualitas pokok untuk kelangsungan hidup dan
lingkungan, dikhawatirkan kerusakan lingkungan kelayakan hidup manusia. Kebutuhan akan air
akan semakin menjadi. Dengan demikian perlu bersih merupakan syarat penting bagi
diketahui peranan apa yang dilakukan oleh kesehatan manusia. Sumber air dari
pendidikan terhadap penduduk dalam mengatasi perusahaan air minum tidak dapat
lingkungan.Masalah dalam tulisan ini adalah mengimbangi besarnya jumlah penduduk, maka
bagaimana peranan pendidikan penduduk terhadap masyarakat yang tidak terlayani oleh air PAM,
pelestarian lingkungan. Tulisan ini bertujuan menggunakan air tanah untuk kebutuhan
mengetahui peran penting pendidikan lingkungan sehari-hari. Cara ini mengakibatkan pada suatu
hidup terhadap penduduk dalam melestarikan saat nanti air tanah berkurang, terjadi
lingkungan hidup. penurunan permukaan tanah, dan terjadi
perembesan air laut sehingga air tanahpun
METODE kelak tidak dapat dimanfaatkan.
3. Pembakaran dan Penggundulan Hutan
Penelitian dengan judul kebijakan Tingginya kebutuhan pangan,
prespektif dalam pembangunan nasional yang dilakukan pembukaan lahan pertanian dan
berwawasan kependudukan merupakan penelitian perkebunan. Cara yang ditempuh oleh
dibidang kependudukan. Penulisan ini masyarakat / pengusaha untuk membuka
menggunakan kajian yang dilakukan dengan lahan adalah dengan cara membakar dan
pendekatan studi literatur. Sifat kajian eksploratif- menggunduli hutan. Akibatnya keragaman
deskriptif. Sumber data berasal dari pustaka primer makhluk hidup yang ada didalamnya
melalui jurnal dan pustaka sekunder buku buku kurang atau punah. Pembebasan lahan juga
yang relevan, publikasi institusi, artikel populer dilakukan untuk pembangunan
yang sebagian diperoleh secara online. Pemilihan infrastruktur seperti jalan, jembatan, toko-
data didasarkan pada indikator yang digunakan toko, mal, pasar-pasar, listrik, rumah sakit,
dalam kajian publikasi institusi. industri, pasar. Akibatnya pembebasan
lahan untuk kepentingan penduduk ini jika
HASIL DAN PEMBAHASAN tidak bijak dan kurang memperhitungkan
aspek lingkungan, pada gilirannya
Dampak dari perkembangan tingkat mengambil ruang habitat bagi keberadaan
kebutuhan penduduk, berakibat pada pengurasan makhluk lain sehingga hewan berkeliaran
dan pengrusakan lingkungan. Perilaku ini dapat kita ke pemukiman penduduk. Selain itu juga
lihat munculnya beragam permasalahan lingkungan berakibat pada keragaman biodiversity
di darat, di air maupun di udara seperti dibawah ini: makin berberkurang.
1. Lahan untuk pertambangan 4. Pengeboman dan penggunaan strum.
Pengurasan didarat seperti Tingginya kebutuhan akan
aktivitas tambang dengan segala sumberdaya sungai dan laut seperti ikan
konsekwensi lingkungannya, menyebabkan dan sejenisnya menyebabkan penduduk
terjadinya penggundulan hutan dalam melakukannya dengan cara yang tidak
rangka pembukaan lahan yang begitu luas ramah lingkungan. Mengambil ikan yang
dalam bentuk tambang terbuka untuk kecil-kecil, menggunakan strum dan bom
mengambil isi sumber daya alam yang agar cepat mendapatkan dalam jumlah
dikandungnya seperti emas, besi, timah, besar. Hal ini mengakibatkan kepunahan
dan batubara. Akhirnya jika terjadi juga kerusakan terumbu karang dan
pengurasan yang tanpa perencanaan, maka biodiversity di laut. Selain itu pencemaran
persediaan untuk kepentingan generasi di perairan diakibatkan limbah kimia
selanjutnya tidak dapat lagi menikmati menyebabkan banyak ikan mati serta tidak
sumberdaya alam ini. Kerusakan yang sehat untuk dikonsumsi.
ditimbulkannya hutan gundul, mudah 5. Penggunaan pupuk kimia dalam pertanian.
terjadi erosi, keanekaragaman hayati Untuk memenuhi permintaan yang
berkurang, dan mudah untuk terjadinya tinggi terhadap kebutuhan pangan dengan
erosi dan banjir. lebih cepat, penduduk menggunakan
2.Penggunaan Air Tanah. teknologi dan cara yang tidak ramah
lingkungan yang dipilih rakyat seperti
penggunaan insektisida dan pestisida dan konsumsi sumber-sumber alam yang tidak
lainnya. Cara ini berakibat lahan menjadi tergantikan. (Lester,1980)
tidak subur karena cacing atau mikro Dikhawatirkan bahwa laju pertumbuhan
organism mati. Di lain pihak limbah dari secara exponensial dari factor-faktor tersebut
bahan kimia itu mengalir ke pemukiman diatas, dalam waktu seratus tahun mendatang ini
penduduk dan ke sungai dapat akan membawa system dunia kepada batas-batas
menyebabkan berbagai penyakit atau terakhir kemampuan bumi, bahkan akan
mengganggu kesehatan. Tidak heran melampaui daya pikul planet kita. Studi
sekarang ini berkembang berbagai jenis berkesimpulan bahwa apabila laju gerak
penyakit diantaranya yang kita sendiri pertumbuhan tidak dikendalikan, keterbatasan
tidak menyadarinya hasil dari yang dipaksakan oleh alam akan mengakibatkan
mengkonsumsi produk pertanian yang ambruknya system-sistem penunjang alamiah dan
diperoses dengan bahan yang tidak ramah social. Guna mencegah terjadinya bentrokan dengan
lingkungan. Tekanan penduduk makin batas-batas kemampuan alam tersebut, harus
meningkat terhadap luas lahan pertanian diusahakan untuk menciptakan suatu keadaan
yang makin lama makin terbatas. Sekarang dunia yang seimbang, dimana pertambahan
ini jumlah lahan pertanian yang dapat penduduk dan modal industry tetap stabil. Jadi
diusahakan (arable land) atau (cultivable studi itu berperan sebagai pemberi tahu bahaya,
land) makin sedikit. (Rusli,2012). yang mengingatkan kepada ummat manusia agar
7. Polusi Udara merubah cara-cara bertindaknya sedemikian rupa
Penggunaan kenderaan bermotor sehingga bencana yang dikhawatirkan dapat
sekarang ini sangat meninggkat pesat. dicegah.
Dalam 1 hari terjadi pembelian kenderaan Sumber alam berupa makhluk hidup
beroda dua mencapai 1000 kenderaan yang (sumber alam biotic) mempunyai sifat dapat
menyebar sampai ke daerah dan ke pelosok memperbaharui dirinya dengan cara berkembang
desa. Selain itu aktivitas pabrik / industry, biak. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
dan pembakaran hutan menyebabkan teknologi, sumber biotik yang juga disebut dengan
udara mengalami pencemaran udara sudah renewable resources
sampai pada tahap yang tidak baik bagi kualitas dan kuantitasnya bagi kesejahteraan hidup
kesehatan khususnya pernafasan. manusia. Sumber alam yang abiotik, yang berupa
8. Sampah benda tak hidup, seperti minyak bumi, barang
Jumlah penduduk yang besar tambang atau mineral, tidak mempunyai
berarti sampah makin menjadi menumpuk. kemampuan memperbaiki diri, dan dise
Jumlah sampah yang sekarang ini sampai unrenewable resources
berjuta ton per hari. Hal ini menjadi Penggunaan sumberdaya alam ini harus dapat
problema. Masih banyak masyarakat yang diatur secara bijaksana agar tidak lekas habis.
membuang sampah sembarangan tempat, Manusia harus dapat menghemat persediaan
serta masih banyak sampah yang tidak sumberdaya alam biotic ini, agar planet bumi dapat
terangkut setiap hari sehingga lebih lama lagi mendukung kehidupan dipermukaan
menimbulkan polusi udara dan bumi ini.
mengganggu kebersihan dan kesehatan Menurut Arne Naess (2012), krisis
lingkungan. Sampah menjadi persoalan lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan
yang sangat besar. Sampah dapat melakukan perubahan cara pandang dan perilaku
menimbulkan masalah lain yakni banjir. manusia terhadap alam secara fundamental dan
radikal. Yang dibutuhkan adalah, sebuah pola hidup
Salah satu penelitian yang unik telah atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut
dilaksanakan oleh kelompok pemuka-pemuka dunia orang per orang, tetapi juga budaya masyarakat
terdiri dari 85 orang dari 30 kebangsaan yang secara keseluruhan. Artinya, dibutuhkan etika
disebut dengan kelompok Roma (Club of Roma) lingkungan hidup yang menuntun manusia untuk
menghasilkan suatu laporan dalam bentuk buku berinteraksi secara baru dalam alam semesta.
The Limits to Grow Krisis lingkungan global yang kita alami
satu ikhtiar mengenai soal-soal pokok dan satu dewasa ini sebenarnya bersumber pada kesalahan
kesimpulan tentang mengukur dan fundamental filosofis dalam pemahaman atau cara
memperoyeksikan interaksi dari kelima factor yang pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan
saling terkait seluruh dunia yaitu : factor penduduk, tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem.
factor produksi pertanian, factor industrialisasi, Pada gilirannya kekeliruan cara pandang ini
factor pencemaran alam lingkungan, dan factor melahirkan perilaku yang keliru terhadap alam.
Manusia keliru menampatkan diri dalam konteks Upaya untuk merubah cara pandang itu dapat
alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari dilakukan melalui pendidikan kepada penduduk/
semua bencana lingkungan hidup yang kita alami masyarakat tentang lingkungan hidup yang
sekarang. Oleh karena itu pembenahannya harus menimbulkan dampak pada kerusakan lingkungan
pula menyangkut pembenahan cara pandang dan hidup. Dunia pendidikan berfungsi sebagai tempat
perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan mewariskan norma dan nilai budaya sekaligus
alam maupun dengan sesama manusia dalam sebagai wadah untuk memperkenalkan dan
keseluruhan ekosistem. Kesalahan cara pandang ini membina norma-norma baru yang sesuai dengan
bersumber dari etika antroposentrisme, yang kebutuhan dan tuntutan pembangunan yang pada
memandang manusia sebagai pusat dari alam akhirnya kesadaran dan perilaku berwawasan
semesta, dan hanya manusia yang mempunyai nilai, kependudukan dan lingkungan hidup dapat
sementara alam dan segala isinya sekadar alat bagi terwujud.
pemuasan kepentingan dan kebutuhan hidup Jalur pendidikan dipertimbangkan sebagai jalur
manusia. Manusia dianggap berada diluar , diatas strategis yang memberikan harapan untuk
dan terpisah dari alam. Bahkan, manusia dipahami menunjang upaya memecahkan masalah jangka
sebagai penguasa atas alam yang boleh melakukan panjang. Program pembinaan dan pengendalian
apa saja terhadap alam. Cara pandang seperti ini kependudukan dan lingkungan hidup (KLH) perlu
melahirkan sikap dan perilaku exploitative tanpa dilaksanakan secara terancana, sistematik, terarah
kepedulian sama sekali terhadap alam dan segala dan berkesinambungan. Program pendidikan selalu
isinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada berkembang dan maju dengan berbagai inovasi,
dirinya. agar sesuai dengan aspirasi masyarakat. Pendidikan
Perilaku manusia harus didasari prinsip-prinsip kependudukan dan lingkungan hidup mempunyai
etika lingkungan terutama bertumpu pada dua misi dalam upaya pendewasaan seseorang yang
unsur pokok dari teori biosentrime dan dalam hal ini adalah peserta didik agar berperilaku
ekosentrisme. Pertama, komunitas moral tidak rasional dan bertanggung jawab tentang masalah
hanya dibatasi pada komunitas social, melainkan kependudukan dan lingkungan hidup.
mencakup komunitas ekologis seluruhnya. Kedua, Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
hakikat manusia bukan hanya sebagai makhluk dengan semua benda daya dan keadaan dan
social, melainkan juga makhluk ekologis. Kedua makhluk hidup termasuk didalamnya manusia dan
unsur pokok ini mewarnai hampir seluruh prinsip perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
etika. Prinsip etika ( Keraf, 2006) itu adalah : perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
1. Sikap hormat terhadap alam ( respect for
nature ) adalah mengakui bahwa alam lingkungan hidup adalah suatu upaya manusia
semesta perlu dihormati, karena manusia berperilaku positip terhadap lingkungan hidup
adalah bagian dari alam dan karena alam dengan memelihara dan menjaga lingkungan hidup
mempunyai nilai pada dirinya sendiri. agar tidak mengalami degradasi dan kerusakan.
2. Prinsip Tanggung Jawab (moral Melestarikan lingkungan hidup merupakan
responsibility for nature) karena secara kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan
ontologisme manusia adalah bagian hanya menjadi tanggung jawab pemerintah,
integral dari alam. melainkan tanggung jawab setiap penduduk. Setiap
3. Solidaritas kosmis adalah manusia bagian orang harus melakukan usaha untuk
integral dari alam karenanya harus menyelamatkan lingkungan hidup disekitar kita
memiliki rasa satu rasa sepenanggungan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil
dengan makhluk hidup lainnya apapun usaha yang dilakukan sangat besar
4. Prinsip kasih sayang dan kepedulian manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni
terhadap alam (caring for nature), manusia bagi generasi anak cucu kelak. Pembangunan
digugah untuk menyayangi, mencintai dan berwawasan lingkungan dikenal sebagai
peduli terhadap alam. pembangunan berkelanjutan yang merupakan
5. No Harm kesepakatan hasil KTT Bumi di Rio de Jenero tahun
merugikan alam secara tidak perlu 1992. Didalamnya terkandung 2 gagasan penting
6. Prinsip hidup sederhana, manusia wajib yaitu :
melindungi kehidupan di alam semesta ini a. Gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan
7. Prinsip hidup sederhana dan selaras pokok manusia untuk menopang hidup
dengan alam. b. Gagasan keterbatasan, yaitu keterbatasan
8. Prinsip keadilan kemampuan lingkungan untuk memenuhi
9. Integritas kebutuhan masa sekarang dan masa datang.
Adapun cirri-ciri pembangunan berwawasan 7. Menyayangi makhluk hidup dengan
lingkungan adalah sebagai berikut : Menjamin memperlakukan dengan baik serta melindungi
pemerataan dan keadilan, menghargai dari perilaku merusak dan menyakiti.
keanekaragaman hayati, menggunakan pendekatan 8. Menjaga kebersihan dan tempat-tempat umum
integrative, dan menggunakan pandangan jangka seperti taman, dan tidak merusak tanaman atau
panjang.(Mansurah,2010) menginjaki rumput yang ditanami.
Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup 9. Tidak mengurung makhluk hidup untuk suatu
(PKLH) adalah suatu program pendidikan untuk kesenangan pribadi dengan kata lain memberi
membina anak atau peserta didik agar memiliki hak makhluk hidup/ hewan untuk hidup bebas
pengertian, kesadaran, sikap dan perilaku yang di alam.
rasional dan bertanggung jawab tentang pengaruh 10. Tidak menangkap ikan atau sumber daya
timbal balik antara penduduk dengan lingkungan air/laut dengan menggunakan bom dan strum,
hidup dalam berbagai aspek karena ikan-kecil-kecil akan terjaring, dan mati.
kehidupan.(Mansurah,2010) Sehingga untuk renewable memerlukan waktu.
Pendidikan lingkungan hidup bertujuan Selain itu terumbu karang dan keanekaragaman
meningkatkan kesadaran dan perlibatan penduduk hayati akan rusak.
secara aktif dalam masalah-masalah lingkungan, 11. Melarang pembunuhan hewan serta penjualan
atau menurut Zulidamel (2010) tujuan pendidikan hewan-hewan, nantinya berakibat kelangkaan.
ialah agar para pelajar memiliki pengetahuan, 12. Tidak melakukan pembakaran hutan agar
keterampilan, sikap, motivasi dan rasa keragaman biodiversity terjaga, begitupun di
keterpanggilan (commitment) untuk bekerja secara laut tidak melakukan
individual dan kolektif menuju kepada pemecahan
dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari uraian diatas kita dapat disimpulkan
bahwa kependudukan mempengaruhi lingkungan Peranan pendidikan sangat penting
hidup karena perilaku penduduk membawa terhadap penduduk agar penduduk memiliki
dampak pada kondisi lingkungan hidup. Pendidikan pengetahuan, kesadaran dan keterampilan dalam
kependudukan dan lingkungan hidup berperanan menghadapi permasalahan lingkungan. Pendidikan
peting dalam usaha mendidik penduduk memberikan wawasan dan kesadaran pada
berperilaku positip terhadap lingkungan sehingga penduduk bagaimana seharusnya mereka bersikap
lingkungan hidup dapat terjaga dari segala macam dan bertingkahlaku terhadap lingkungan hidupnya.
kerusakan dan degradasi. Diperlukan etika tertentu yang mendasari perilaku
Sebagai implikasinya ada beberapa hal-hal penduduk sehingga lingkungan hidup tidak makin
yang dapat dilakukan dalam menjalankan mengalami degradasi. Penduduk sebaiknya
peranserta melestarikan lingkungan hidup yakni memperlakukan lingkungan biotic dan abiotik
sebagai berikut: bukan sebagai objek yang pasif, karena suatu saat
1. Hemat energy dengan cara menghemat nanti perlakuan yang tidak ramah lingkungan itu
penggunaan air dan listrik serta bahan bakar berbalik kepada penduduk yang berakibat
2. memanfaatkan barang-barang yang masih merugikan manusia itu sendiri.
dapat digunakan, mendaur ulang barang-
barang bekas. DAFTAR PUSTAKA
3. Tidak membuang sampah sembarangan,
membuang sampah pada tempat yang telah Donella H. Meadows, (1980), Batas-Batas
disediakan agar lingkungan bersih dan Pertumbuhan,Jakarta, Gramedia.
terhindar dari banjir local. Menjaga kebersihan
selokan/parit-parit Lembaga Demografi FEUI, (2007), Dasar-Dasar
4. Demografi, Jakarta, FEUI.
dan tidak konsumtif.
5. Melakukan penghijauan dilingkungan rumah/ Lester R.Brown (1995), Masa Depan Bumi. Jakarta :
pekarangan dan sekolah serta gedung-gedung Yayasan Obor Indonesia.
6. Menyediakan ruang terbuka di pekarangan
rumah, kantor, gedung sekolah untuk Lester R.Brown (1999), Tanda-tanda Zaman.
terjadinya resapan air, sehingga air tidak Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
terbuang begitu saja, namun meresap dan
tersimpan didalam tanah. Lester R.Brown (2000), Menyelamatkan Planet
Bumi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mansurah(2010)Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Said Rusli (2012), Pengantar Ilmu Kependudukan,
Kependudukan dan Lingkungan Jakarta : LP3ES.
Hidup.(online) Hhtp://www. Sonny Keraf (2006). Etika Lingkungan, Jakarta:
Dokkimia.com.lingkungan hidup (19 Kompas.
September 2012).
Zoerni Djamal Irwan (2010).Prinsip-Prinsip Ekologi
Otto Soemarwoto (2006). Ekologi Lingkungan Hidup Ekosistem, Lingkungan dan
dan Pembangunan, Jakarta: Djambatan. Pelestariaannya, Jakarta : PT Bumi Aksara.

Rachmad K.Dwisusilo (2008).Sosiologi Lingkungan, Zulidamel (2010), Pembangunan Berkelanjutan dan


Jakarta: RajaGrafindo Persada. Implikasinya diIndonesia (online)
Hhtp://www.wordpress.com (18
September 2012)

Anda mungkin juga menyukai